You are on page 1of 7

Permasalahan kesehatan lingkungan di Indonesia

Ilmu kesehatan lingkungan adalah ilmu multidisipliner yang


mempelajari dinamika hubungan interaktif antara sekelompok umat
manusia atau masyarakat dengan berbagai perubahan komponen
lingkungan hidup manusia yang diduga dapat menimbulkan gangguan
kesehatan
pada
masyarakat
dan
mempelajari
upaya
untuk
penanggulangan
dan
pencegahannya.
Pencemaran
lingkungan
merupakan permasalahan kesehatan yang paling umum. Pencemaran
lingkungan adalah masuk atau dimasukkannya makhluk hidup, zat,
energi, atau komponen lain ke dalam lingkungan atau berubahnya
tatanan lingkungan akibat kegiatan manusia atau akibat proses alam
sehingga kualitas lingkungan menurun sampai ke tingkatan tertentu yang
menyebabkan lingkungan menjadi kurang atau tidak dapat berfungsi lagi
sesuai dengan peruntukkannya. Contohnya pembuangan limbah industri
ke sungai dan laut akan menyebabkan perubahan ekosistem pada
perairan.
Sebagai salah satu negara berkembang dengan jumlah penduduk
lebih dari 200 juta jiwa, masalah kesehatan lingkungan di Indonesia
menjadi sangat kompleks terutama di kota-kota besar. Hal tersebut
disebabkan oleh, antara lain:
1. Urbanisasi penduduk
Di Indonesia, terjadi perpindahan penduduk dalam jumlah besar dari
desa ke kota. Lahan pertanian yang semakin berkurang terutama di
pulau Jawa dan terbatasnya lapangan pekerjaan mengakibatkan
penduduk desa berbondong-bondong datang ke kota besar mencari
pekerjaan sebagai pekerja kasar seperti pembantu rumah tangga,
kuli bangunan dan pelabuhan, pemulung bahkan menjadi pengemis
dan pengamen jalanan yang secara tidak langsung membawa
dampak sosial dan dampak kesehatan lingkungan, seperti
munculnya pemukiman kumuh dimanamana.
2. Tempat pembuangan sampah
Di hampir setiap tempat di Indonesia, sistem pembuangan sampah
dilakukan secara dumping tanpa ada pengelolaan lebih lanjut.
Sistem pembuangan semacam itu selain memerlukan lahan yang
cukup luas juga menyebabkan pencemaran pada udara, tanah, dan
air
selain
lahannya
juga
juga
dapat
menjadi
tempat
berkembangbiaknya agen dan vector penyakit menular.
3. Penyediaan sarana air bersih
Berdasarkan survei yang pernah dilakukan, hanya sekitar 60 %
penduduk Indonesia mendapatkan air bersih dari PDAM, terutama
untuk penduduk perkotaan, selebihnya mempergunakan sumur atau
sumber air lain. Bila datang musim kemarau, krisis air dapat terjadi
dan penyakit gastroenteritis mulai muncul dimana-mana.

4. Pencemaran udara
Tingkat pencemaran udara di Indonesia sudah melebihi ambang
batas normal terutama di kota-kota besar akibat gas buangan
kendaraan bermotor. Selain itu, hampir setiap tahun asap tebal
meliputi wilayah nusantara bahkan sampai ke negara tetangga
akibat pembakaran hutan untuk lahan pertanian dan perkebunan.
5. Pembuangan limbah industri dan rumah tangga
Hampir semua limbah cair baik yang berasal dari rumah tangga dan
industri dibuang langsung dan bercampur menjadi satu ke badan
sungai atau laut, ditambah lagi dengan kebiasaan penduduk
melakukan kegiatan MCK dibantaran sungai. Akibatnya, kualitas air
sungai menurun dan apabila digunakan untuk air baku memerlukan
biaya yang tinggi.
6. Bencana alam/pengungsian
Gempa bumi, tanah longsor, gunung meletus, atau banjir yang
sering terjadi di Indonesia mengakibatkan penduduk mengungsi
yang tentunya menambah banyak permasalahan kesehatan
lingkungan.
7. Perencanaan tata kota dan kebijakan pemerintah
Perencanaan tata kota dan kebijakan pemerintah seringkali
menimbulkan masalah baru bagi kesehatan lingkungan. Contoh,
pemberian izin tempat pemukiman, gudung atau tempat industry
baru tanpa didahului dengan studi kelayakan yang berwawasan
lingkungan dapat menyebabkan terjadinya banjir, pencemaran
udara, air, dan tanah serta masalah sosial lain.
Penurunan kualitas lingkungan Urban (perkotaan)
Permasalahan lingkungan urban
Pertumbuhan penduduk yang pesat di wilayah-wilayah perkotaan,
yang oleh karenanya tidak dikelola secara efektif telah menimbulkan
dampak negatif, seperti degradasi kualitas lingkungan perkotaan
(pembusukan kota), polusi/pencemaran udara, kemacetan lalulintas,
sampah perkotaan, hingga meningkatnya gas rumah kaca (GRK) yang
berpotensi terhadap pemanasanglobal. Pertambahan jumlah penduduk
yang tinggi di kotajuga menimbulkan berbagai masalah sosial. Persoalan
yang sering muncul adalah banyaknya perkampungan kumuh dan
perumahan liar di pinggir-pinggir kota. Masalah tersebut disebabkan
antara lain oleh ketidakmampuan masyarakat miskin untuk memiliki
rumah yang layak huni. Penyebab lainnya adalah ketidakmampuan
pemerintah kota untuk menyediakan sarana bagi masyarakat miskin.
Masalah lain yang dihadapi oleh penduduk di kota adalah lapangan kerja
yang semakin sempit. Masalah ini disebabkan oleh pertambahan jumlah
penduduk yang begitu cepat, dibandingkan dengan peningkatan jumlah

lapangan kerja. Dampak dari masalah ini adalah peningkatan tindak


kriminal. Lapangan kerja yang semakin sempit menyebabkan persaingan
kerja yang ketat. Bagi orang-orang yang tidak mampu bersaing dalam
pekerjaan di sektor formal, mereka akan mencari pekerjaan di sektor
informal, seperti berdagang kali lima atau pedagang asongan.
Kepesatan pertumbuhan kota dewasa ini menunjukkan tingkat
perkembangan yang sangat tinggi. Perkembangan kota merupakan
tuntutan sekaligus jawaban dari perkembangan penduduk maupun
kegiatan masyarakat perkotaan semakin sulit dikontrol sehingga sering
menimbulkan persoalanpersoalan yang menyangkut persoalan terhadap
kota itu sendiri (fasilitas, sistem dan area), maupun terhadap penduduk
atau penghuninya.Selanjutnya Bintarto (1989: 36) mengatakan bahwa
kemunduran lingkungan kota yang juga dikenal dengan istilah Urban
Environment Degradation pada saat ini sudah meluas di berbagai kota di
dunia, sedangkan di beberapa kota di Indonesia sudah nampak adanya
gejala yang membahayakan. Kemunduran atau kerusakan lingkungan kota
tersebut dapat dilihat dari dua aspek:
1. Dari aspek fisis, (environmental degradation of physical nature), yaitu
gangguan yang ditimbulkan dari unsur-unsur alam, misalnya
pencemaran air, udara dan seterusnya.
2. Dari aspek sosial-masyarakat (environmental degradation of societal
nature), yaitu gangguan yang ditimbulkan oleh manusianya sendiri
yang menimbulkan kehidupan yang tidak tenang, tidak nyaman dan
tidak tenteram.
Persediaan air dan sanitasi
Penyediaan air bersih
Air bersih adalah air yang digunakan untuk keperluan sehari-hari
dan akan menjadi air minum setelah dimasak terlebih dahulu. Sebagai
batasannya, air bersih adalah air yang memenuhi persyaratan dari segi
kualitas air yang meliputi kualitas fisik, kimia, biologis dan radiologis,
sehingga apabila dikonsumsi tidak menimbulkan efek samping (Ketentuan
Umum Permenkes No. 416/Menkes/PER/IX/1990).
Sedangkan air minum adalah air yang kualitasnya memenuhi
syarat-syarat kesehatan yang dapat diminum. Berdasarkan Permenkes No.
416/Menkes/Per/IX/1990, yang membedakan antara kualitas air bersih dan
air minum adalah standar kualitas setiap parameter fisik, kimia, biologis,
dan radiologis maksimum yang diperbolehkan.
menurut perhitungan WHO di negara-negara maju setiap orang
memerlukan air antara 60-120 liter per hari. Sedangkan di negara-negara
berkembang, termasuk Indonesia setiap orang memerlukan air antara 3060 liter per hari.

Sanitasi
Sanitasi adalah cara dan usaha individu atau masyarakat untuk
memantau dan mengendalikan lingkungan hidup eksternal yang
berbahaya bagi kesehatan serta yang dapat mengancam kelangsungan
hidup manusia. Usaha-usaha yang dapat dilakukan untuk penyehatan
lingkungan fisik antara lain penyediaan air bersih, mencegah terjadinya
pencemaran udara, air dan tanah serta memutuskan rantai penularan
penyakit infeksi dan lain-lain yang dapat membahayakan serta
menimbulkan kesakitan pada manusia atau masyarakat.
Penyakit-penyakit yang menyerang manusia dapat juga ditularkan
dan disebabkan melalui air sehingga menimbulkan wabah penyakit
dimana-mana. Penyediaan sumber air bersih harus dapat memenuhi
kebutuhan masyarakat kerena persediaan air bersih yang terbatas akan
memudahkan timbulnya berbagai penyakit di masyarakat. Kebutuhan
volume air rata-rata yang diperlukan setiap orang setiap hari berkisar
antara 150-200 liter atau 35-40 galon. Kebutuhan air bervariasi dan
tergantung dengan keadaan iklim, standar kehidupan dan kebiasaan
masyarakat.
Permasalahan ketersediaan air dan sanitasi di Indonesia
Di Indonesia, diare masih merupakan penyebab utama kematian
anak berusia di bawah lima tahun. Laporan Riskesdas 2007 menunjukkan
diare sebagai penyebab 31 persen kematian anak usia antara 1 bulan
hingga satu tahun, dan 25 persen kematian anak usia antara satu sampai
empat tahun. Angka diare pada anak-anak dari rumah tangga yang
menggunakan sumur terbuka untuk air minum tercatat 34 persen lebih
tinggi dibandingkan dengan anak-anak dari rumah tangga yang
menggunakan air ledeng, Selain itu, angka diare lebih tinggi sebesar 66
persen pada anak-anak dari keluarga yang melakukan buang air besar di
sungai atau selokan dibandingkan mereka pada rumah tangga dengan
fasilitas toilet pribadi dan septik tank.
Situasi masyarakat miskin perkotaan perlu mendapatkan perhatian
segera. Di daerah-daerah kumuh perkotaan, sanitasi yang tidak memadai,
praktek kebersihan yang buruk, kepadatan penduduk yang berlebihan,
serta air yang terkontaminasi secara sekaligus dapat menciptakan kondisi
yang tidak sehat. Penyakit-penyakit terkait dengan ini meliputi disentri,
kolera dan penyakit diare lainnya, tipus, hepatitis, leptospirosis, malaria,
demam berdarah, kudis, penyakit pernapasan kronis dan infeksi parasit
usus. Selain itu, keluarga miskin yang kurang berpendidikan cenderung
melakukan praktek-praktek kebersihan yang buruk, yang berkontribusi
terhadap penyebaran penyakit dan peningkatan resiko kematian anak.
Studi tentang mega-kota Jakarta (yang disebut Jabotabek), Bandung dan
Surabaya pada tahun 2000 menunjukkan bahwa penduduk miskin yang
tinggal di daerah pinggiran kota Jakarta kurang berpendidikan
dibandingkan warga Jakarta sendiri, dan memiliki tingkat tamat sekolah
menengah hanya seperempat dari mereka yang tinggal di pusat kota.
Studi yang sama menghitung angka kematian anak sampai lima kali lebih

tinggi di kecamatan-kecamatan miskin di pinggiran kota Jabotabek


daripada di pusat kota Jakarta.
Buang air besar di tempat terbuka merupakan masalah kesehatan dan
sosial yang perlu mendapatkan perhatian segera. Sekitar 17 persen
rumah tangga pada tahun 2010 atau sekitar 41 juta orang masih buang
air besar di tempat terbuka. Ini meliputi lebih dari sepertiga penduduk di
Gorontalo, Sulawesi Barat, Sulawesi Tengah, Nusa Tenggara Barat dan
Kalimantan Barat. Praktek tersebut bahkan ditemukan di provinsi-provinsi
dengan cakupan sanitasi yang relatif tinggi, dan pada penduduk
perkotaan.
Kontaminasi feses terhadap tanah dan air merupakan hal yang umum di
daerahh perkotaan, hal ini diakibatkan oleh kepadatan penduduk yang
berlebihan, toilet yang kurang sehat dan pembuangan limbah mentah ke
tempat terbuka tanpa diolah. Sebagian besar rumah tangga di perkotaan
yang menggunakan pompa, sumur atau mata air untuk persediaan air
bersih mereka memiliki sumber-sumber air ini dengan jarak 10 meter dari
septik tank atau pembuangan toilet. Di Jakarta, Badan Pengelolaan
Lingkungan Hidup Daerah (BPLHD) Jakarta menunjukkan bahwa 41 persen
sumur gali yang digunakan oleh rumah tangga berjarak kurang dari 10
meter dari septik tank. Septik tank jarang disedot dan kotoran merembes
ke tanah dan air tanah sekitarnya. Laporan Bank Dunia tahun 2007
menyebutkan bahwa hanya 1,3 persen penduduk memiliki sistem
pembuangan kotoran. Sistem pipa rentan terhadap kontaminasi akibat
kebocoran dan tekanan negatif yang disebabkan oleh pasokan yang tidak
teratur. Ini merupakan masalah khusus dimana konsumen menggunakan
pompa hisap untuk mendapatkan air bersih dari sistem perariran kota.
Pengelolaan Limbah Padat
Permasalahan keberadaan limbah padat
Penguraian limbah padat organik akan menghasilkan cairan yang
disebut leachate (lindi). Lindi ini dapat menyerap zat-zat pencemar
disekitarnya, sehingga didalam lindi bisa terdapat mikroba pathogen,
logam berat dan zat lainnya yang berbahaya. Lindi ini juga dapat
menembus lapisan tanah dan mengakibatkan kontaminasi pada air tanah.
Sebagai akibatnya akan terjadi gangguan kesehatan bagi masyarakat
yang mengkonsumsi air tersebut. Limbah
padat yang tidak disimpan dengan baik dapat menjadi tempat
bersarangnya vektor penyakit seperti tikus dan lalat, vektor inilah yang
dapat menyebarkan penyakit kepada manusia.
Pembagian sampah padat
Sampah padat dapat dibagi menjadi beberapa kategori, seperti berikut:
1. Berdasarkan zat kimia yang terkandung didalamnya.
a. Organik, misalnya sisa makanan, daun, sayur, dan buah.
b. Anorganik, misalnya logam, pecah-belah, abu, dan lain-lain.
2. Berdasarkan dapat atau tidaknya dibakar
a. Mudah terbakar, misalnya kertas plastic, daun kering, kayu.
b. Tidak mudah terbakar, misalnya kaleng, besi, gelas, dan lain-lain.

3. Berdasarkan dapat atau tidaknya membusuk.


a. Mudah membusuk, misalnya sisa makanan, potongan daging, dan
sebagainya.
b. Sulit membusuk, misalnya plastik, karet, kaleng, dan sebagainya.
4. Berdasarkan ciri atau karakteristik sampah
a. Garbage, terdiri atas zat-zat yang mudah membusuk dan dapat
terurai dengan cepat, khususnya jika cuaca panas. Proses
pembusukan seringkali menimbulkan bau busuk. Sampah jenis ini
dapat ditemukan di tempat pemukiman, rumah makan, rumah sakit,
pasar, dan sebagainya.
b. Rubbish, terbagi menjadi dua:
Rubbish mudah terbakar terdiri atas zat-zat organik, misalnya
kertas, kayu, karet, daun kering, dan sebagainya.
Rubbish tidak mudah terbakar terdiri atas zat-zat anorganik
misalnya kaca, kaleng, dan sebagainya.
c. Ashes, semua sisa pembakaran dari industri.
d. Street sweeping, sampah dari jalan atau trotoar akibat aktivitas
mesin atau manusia.
e. Dead animal, bangkai binatang besar (anjing, kucing, dan
sebagainya) yang mati akibat kecelakaan atau secara alami.
f. House hold refuse, atau sampah campuran, (misalnya garbage,
ashes, rubbish) yang berasal dari perumahan.
g. Abandoned vehicle, berasal dari bangkai kendaraan
h. Demolision waste, berasal dari hasil sisa-sisa pembangunan
gedung.Construction
waste,
berasal
dari
hasil
sisa-sisa
pembangunan gedung, seperti tanah, batu, dan kayu.
i. Sampah industri, berasal dari pertanian, perkebunan, dan industri.
j. Santage solid, terdiri atas benda-benda solid atau kasar yang
biasanya berupa zat organik, pada pintu masuk pusat pengolahan
limbah cair.
k. Sampah khusus, atau sampah yang memerlukan penanganan
khusus seperti kaleng dan zat radioaktif.
Faktor-Faktor yang Memengaruhi Jumlah Sampah
Berikut beberapa faktor yang dapat mempengaruhi jumlah sampah.
1. Jumlah penduduk.
Jumlah penduduk bergantung pada aktivitas dan kepadatan
penduduk. Semakin padat penduduk, sampah semakin menumpuk karena
tempat atau ruang untuk menampung sampah kurang. Semakin
meningkat aktivitas penduduk, sampah yang dihasilkan semakin banyak,
misalnya pada aktivitas pembangunan, perdagangan, industry, dan
sebagainya. Jenis sampah yang dihasilkan biasanya berupa sisa makanan
dan bahan sisa proses pengolahan makanan atau sampah basah
(garbage), sampah kering (rubbish), abu, atau sampah sisa tumbuhan.
2. Tempat umum dan tempat perdagangan.
Tempat umum adalah tempat yang memungkinkan banyak orang
berkumpul dan melakukan kegiatan, termasuk juga tempat perdagangan.
Jenis sampah yang dihasilkan dari tempat semacam itu dapat berupa sisasisa makanan (garbage), sampah kering abu, sisasisa bahan bangunan,
sampah khusus, dan terkadang sampah berbahaya.

3. Industri berat dan ringan


Dalam pengertian ini termasuk industri makanan dan minuman,
industri kayu, industri kimia, industri logam, tempat pengolahan air kotor
dan air minum, dan kegiatan industri lainnya, baik yang bersifat distributif
atau memproses bahan mentah saja. Sampah yang dihasilkan dari tempat
ini biasanya sampah basah, sampah kering, sisa-sisa bangunan, sampah
khusus, dan sampah berbahaya.
4. Pertanian
Sampah dihasilkan dari tanaman atau binatang. Lokasi pertanian
seperti kebun, ladang, ataupun sawah menghasilkan sampah berupa
bahan-bahan makanan yang telah membusuk, sampah pertanian, pupuk,
maupun bahan pembasmi serangga tanaman.
DAPUS
Anonim. 2012. Ringkasan kajian air bersih, sanitasi dan kebersihan. Pdf.
UNICEF Indonesia
Alharis, dkk. 2014. Permasalahan Kesehatan Lingkungan. Pdf. Malang :
Universitas Negeri Malang.

You might also like