You are on page 1of 39

ANALISIS KEBIJAKAN PUBLIK

ASURANSI SOSIAL
JAMINAN SOSIAL DAN PENGANGGURAN

Oleh:
I Wayan Budi Mahendra

PROGRAM PASCA SARJANA


PROGRAM MAGISTER AKUNTANSI - STAR BPKP
UNIVERSITAS UDAYANA
2016

KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur kehadapan Tuhan Yang Maha Esa/ Sang Hyang Widhi Wasa,
Karena atas berkat rahmat-Nya, Ringkasan Mata Kuliah yang berjudul Asuransi
Sosial: Jaminan Sosial dan Asuransi Pengangguran dapat diselesaikan sesuai
dengan yang direncanakan.
Pemerintah telah melakukan upaya-upaya penanggulangan kemiskinan
berupa kebijakan, program dan anggaran biaya penanggulangan kemiskinan, namun
demikian sasaran kebijakan dan program belum sepenuhnya tercapai. Salah satu
aspek penting terkait upaya penanggulangan kemiskinan adalah melalui penyediaan
jaminan sosial bagi warganya, khususnya bagi masyarakat miskin. Tulisan ini
diharapkan dapat memberikan rekomendasi terkait program pro poor di Indonesia,
bidang jaminan sosial dan masyarakat pada umumnya sehingga SJSN dapat
terlaksana sesuai dengan tujuan dan kendala yang ada pun dapat diatasi.
Kami menyadari bahwa tulisan ini masih jauh dari sempurna, oleh karena
itu, diharapkan kritik, saran ataupun masukan demi penyempurnaannya.

Denpasar, April 2016


Penulis

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .........................................................................................

DAFTAR ISI .......................................................................................................

ii

BAB I

PENDAHULUAN ............................................................................

1.1

Latar Belakang .......................................................................

1.2

Rumusan Masalah ....................................................................

PEMBAHASAN ...............................................................................

2.1

Asuransi Sosial ........................................................................

2.1.1

Definisi Asuransi Sosial

........................................

2.1.2

Tujuan Asuransi Sosial

........................................

2.1.3

Struktur Jaminan Sosial ...........................................

2.1.4

Dampak Jaminan Sosial

BAB II

2.2

2.3

........................................ 14

Asuransi Sosial di Indonesia .................................................... 18


2.2.1

Definisi Jaminan Sosial ............................................. 18

2.2.2

Prinsip Umum Asuransi Sosial ................................. 17

2.2.3

Definisi Jaminan Kesehatan ....................................... 20

2.2.4

Peserta Jaminan Kesehatan Nasional ......................... 20

2.2.5

Manfaat Jaminan Kesehatan Nasional ...................... 21

2.2.6

Pelayanan Kesehatan yang Tidak Dilayani ................ 22

2.2.7

Permasalahan saat ini ................................................. 23

Asuransi Pengangguran ........................................................... 24


2.3.1

Definisi Pengangguran ............................................. 24

2.3.2

Jenis-jenis Pengangguran ......................................... 24

2.3.3

Asuransi (tunjangan) Penganggguran ....................... 25

2.2.4

Pengangguran di Indonesia ........................................ 28

ii

BAB III

PENUTUP .......................................................................................... 32
3.1

Simpulan .................................................................................. 32

DAFTAR RUJUKAN ........................................................................................... 33


LAMPIRAN............................................................................................................ 34

iii

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1

Latar Belakang
Kesadaran

sekaligus

pesan

bahwa

Indonesia

memerlukan

suatu

sistem

perlindungan dan jaminan sosial, telah dinyatakan dalam berbagai dokumen negara. Sebagai
landasan hukum, Undang Undang Dasar 1945, baik pada Pembukaan maupun pada
beberapa Pasalnya, telah memberikan landasan hukum normatif yang kuat, meskipun tidak
secara eksplisit menyebutkan perlindungan dan jaminan sosial. Misalnya, dalam Pembukaan
UUD 1945 disebutkan, bahwa pembentukan Pemerintah Negara Indonesia ditujukan:
... untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan
bangsa, serta dengan mewujudkan suatu Keadilan sosial bagi seluruh rakyat
Indonesia
Selanjutnya, perlindungan dan jaminan sosial yang merupakan hak setiap warga
negara juga diamanatkan dalam UUD 1945 Pasal 27 Ayat 2:
Tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak
bagi kemanusiaan
Diamanatkan kemudian, bahwa diperlukan adanya suatu sistem perlindungan dan
jaminan sosial pada skala nasional sebagaimana diamanatkan pada Pasal 34 Ayat 2
Perubahan UUD 1945 Tahun 2002 yang menyatakan bahwa,
Negara mengembangkan sistem jaminan sosial bagi seluruh rakyat ......
Selain UUD 1945, dalam Ketetapan MPR RI No. X/MPR/2001 tentang Laporan
Pelaksanaan Putusan MPR RI oleh Lembaga Tinggi Negara pada Sidang Tahunan MPR RI
Tahun 2001 yang terkait dengan perlindungan dan jaminan sosial juga telah menugaskan
kepada Presiden RI untuk membentuk suatu sistem jaminan sosial nasional dalam rangka
memberi perlindungan sosial yang lebih menyeluruh dan terpadu kepada rakyat Indonesia.
Disamping dasar berpijak di dalam negeri diatas, di tingkat internasional, secara
universal, perlindungan dan jaminan sosial juga telah dijamin oleh Deklarasi PBB Tahun
1947 tentang Hak Azasi Manusia. Pemerintah Indonesia seperti banyak negara lain juga
telah ikut menandatangani Deklarasi itu. Secara tegas, Deklarasi itu menyatakan bahwa;
1

... setiap orang, sebagai anggota masyarakat, mempunyai hak atas jaminan
sosial ... dalam hal menganggur, sakit, cacat, tidak mampu bekerja,
menjanda, hari tua ...
Dasar pertimbangan lain adalah Konvensi ILO No. 102 Tahun 1952 yang juga
menganjurkan agar semua negara di dunia memberikan perlindungan dasar kepada setiap
warga negaranya dalam rangka memenuhi Deklarasi PBB tentang Hak Jaminan Sosial.
Pengalaman berbagai negara menunjukkan, bahwa perlindungan dan jaminan sosial
yang diselenggarakan oleh pemerintah bersama masyarakat di tingkat nasional, selain dapat
memberikan perlindungan dan jaminan sosial bagi seluruh masyarakat, juga sekaligus
membantu untuk menggerakkan roda pembangunan. Beberapa pemerintah negara bagian di
AS bahkan memiliki program untuk mengganti hilangnya pendapatan seseorang karena halhal diluar kendali. Program-program serupa, seperti Social Security (Jaminan Sosial),
Medicare, Unemployment Insurance (Pertanggungan untuk Pengangguran), dan Veterans
Medical Care, secara umum disebut asuransi sosial.
Berdasarkan kenyataan yang terjadi beberapa tahun terakhir ini juga membuktikan,
bahwa perlindungan dan jaminan sosial semakin diperlukan jika kondisi perekonomian
global maupun nasional sedang mengalami berbagai krisis (multi dimentional crisis),
sehingga mengancam kesejahteraan rakyat. Untuk itu, salah satu upaya penyelamat dari
berbagai resiko tersebut adalah perlunya dikembangkan suatu sistem perlindungan dan
jaminan sosial yang menyeluruh dan terpadu, sehingga dapat memberikan manfaat yang
optimal bagi seluruh warga negaranya.
1.2

Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka dirumuskan masalah dalam tulisan ini sebagai

berikut:
1.
2.
3.
4.
5.
6.

Apakah definisi dan tujuan asuransi sosial?


Apakah komponen dasar program asuransi Pemerintah Amerika Serikat?
Apa dampak jaminan sosial terhadap perilaku individu?
Bagaimana asuransi sosial di indonesia?
Apakah definisi dan tujuan asuransi pengangguran?
bagaimana penganguran di indonesia?

BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Asuransi Sosial


2.1.1 Definisi Asuransi Sosial
Menurut Abbas Salim (2007:1) mendefinisikan asuransi adalah sebagai berikut:
Asuransi ialah suatu kemauan untuk menetapkan kerugian-kerugian kecil (sedikit) yang
sudah pasti sebagai pengganti/substitusi kerugian-kerugian besar yang belum terjadi.
Wirjono (1987:1) mengemukakan bahwa asuransi merupakan suatu persetujuan pihak yang
menjamin dan berjanji kepada pihak yang dijamin untuk menerima sejumlah uang premi
sebagai pengganti kerugian, yang mungkin akan diderita oleh yang dijamin karena akibat
dari suatu peristiwa yang belum jelas.
Menurut paham ekonomi, asuransi merupakan lembaga keuangan sebab melalui
asuransi dapat dihimpun dana dalam jumlah yang besar yang dapat dipergunakan untuk
membiayai pembangunan karena asuransi sesungguhnya memberikan perlindungan atau
proteksi atau kerugian keuangan atau financial loss yang ditimbulkan oleh peristiwa yang
tidak diduga sebelumnya. Keadaan ini akan diperoleh dengan membayar premi yang relatif
kecil yang menutup asuransi untuk memperoleh proteksi dengan cara mengalihkan kerugian
keuangan yang mungkin akan dialaminya kepada lembaga asuransi.
Asuransi Sosial ditawarkan melalui beberapa bentuk oleh pemerintah dan bersifat
wajib (compulsory basis). Asuransi Sosial didesain untuk memberikan manfaat kepada
seseorang yang pendapatannya terputus karena kondisi sosial dan ekonomi atau karena
ketidakmampuan mengendalikan solusi secara individu. Asuransi sosial adalah program
asuransi yang diselenggarakan secara wajib berdasar suatu undang-undang, dengan tujuan
untuk memberikan perlindungan dasar bagi kesejahteraan masyarakat.
Asuransi Sosial ditawarkan melalui beberapa bentuk oleh pemerintah dan bersifat
wajib (compulsory basis). Asuransi Sosial didesain untuk memberikan manfaat kepada
seseorang yang pendapatannya terputus karena kondisi sosial dan ekonomi atau karena
ketidakmampuan mengendalikan solusi secara individu. Asuransi Sosial biasanya terbagi
menjadi dua sifat yaitu asuransi bersifat kerugian dan jiwa. Asuransi bersifat kerugian
3

merupakan bentuk asuransi yang memberikan pergantian kerugian kepada pihak yang
merasa dirugikan dengan ketetapan-ketetapan yang telah disepakati oleh kedua belah pihak.
Asuransi jiwa merupakan bentuk asuransi yang memberikan pembayaran sejumlah uang
kepada orang tertentu yang mendapat santunan untuk hari tua atau pun yang meninggal
dunia. Contoh dari asuransi jiwa yaitu program dana pensiun dan tabungan hari tua bagi
pegawai negeri sipil. Asuransi sosial biasanya bersifat wajib, dana berasal dari pekerja,
jaminan yang diselenggarakan atas dasar tidak mencari untung dan tujuan yang hendak
dicapai ialah untuk kesejahteraan sosial. Bersifat wajib adalah setiap individu yang
tergabung dalam anggota asuransi harus membayar iuran tiap bulan sesuai dengan apa yang
telah disepakati kedua belah pihak.
2.1.2 Tujuan Asuransi Sosial
Tujuan asuransi sosial adalah memberikan manfaat dasar dan minimal apabila ada
anggota masyarakat yang mengalami peristiwa kerugian tertentu. Pada umumnya kerugian
tersebut berhubungan dengan terganggu atau hilangnya penghasilan seseorang

dan

pengeluaran biaya akibat sakit. Tujuan lain adalah mencegah terjadinya kemiskinan.
Asuransi Sosial didasari pada filosofi kemandirian dan harga diri terjaga pada waktu
tertimpa kesulitan. Oleh karena itu para peserta asuransi sosial harus ikut memberikan iuran
(pembiayaan), sehingga manakala mereka memenuhi syarat untuk menerima manfaat dari
asuransi sosial, maka mereka menerimanya sebagai "hak" dan bukan sebagai "bantuan" atau
belas kasihan.
Beberapa pertimbangan yang berlawanan mengenai kewajiban mengikuti program
asuransi sosial:
1. Adverse selection
Teori Kesejahteraan yang pertama menyatakan bahwa pasar menyediakan
komoditi dalam jumlah yang efisien. Namun, adanya informasi asimetris dapat
menimbulkan inefisiensi pada pasar asuransi yang disebabkan oleh adverse selection.
Kewajiban asuransi sosial dapat mengurangi adverse selection sehingga pasar menjadi
efisien.

Sudut Pandang Pendukung Alasan Ini


Untuk menjelaskan hal tersebut akan dicontohkan dengan asuransi jiwa. Tingkat
harapan hidup seseorang merupakan karakteristik calon pelanggan yang menjadi
perhatian perusahaan asuransi. Dari sudut pandang perusahaan, pelanggan yang ideal
adalah seseorang yang tidak akan meninggal. Namun, calon pelanggan potensial
tampaknya memiliki informasi yang lebih baik mengenai kondisi kesehatan dirinya
ketimbang perusahaan asuransi, sehingga situasi ini dikatakan informasi asimetris.
Ketika perusahaan asuransi tidak bisa menilai tingkat harapan hidup orang yang
berbeda-beda, maka perusahaan asuransi harus memberikan penawaran polis yang sama
untuk semua orang. Dalam hal ini, pelanggan yang menerima keuntungan adalah
mereka yang menerima manfaat karena kondisi kesehatannya yang buruk.
Namun, perusahaan asuransi tidak menginginkan orang-orang semacam itu
menjadi pelanggannya! Oleh karenanya, perusahaan asuransi akan melakukan seleksi
terhadap calon pelanggan yang berpotensi merugikan (adverse) kepentingannya, dan
menyesuaikan harga produknya menjadi tinggi (yang mencerminkan tindakan adverse
selection) hingga mungkin saja calon pelanggan yang baik tadi tidak jadi membeli
produk yang ditawarkan. Secara umum, kita dapat menduga bahwa seseorang yang
mengetahui dirinya berpotensi menerima manfaat akan memiliki permintaan yang
tinggi pada asuransi. Fenomena tersebut dikenal sebagai adverse selection.
Secara ringkas, pada informasi asimetri, adverse selection dapat mengurangi
efisiensi pasar, yaitu seseorang akan menginginkan asuransi jiwa, jika orang yang
memiliki banyak informasi (tentang kesehatannya) tidak membelinya (karena ditolak).
Artinya juga, pasar menjadi kurang efisien, karena penawaran yang ada tidak terserap
oleh permintaan akibat terseleksi.
Diperkirakan, rata-rata tingkat harapan hidup manusia setelah pensiun adalah 18
tahun. Namun, sebanyak 25 persen orang yang dapat mencapai usia 65 tahun, akan
dapat hidup hingga usia 90-an tahun. Oleh karena hidup seseorang setelah usia pensiun
bervariasi, akan timbul masalah jika uang yang terkumpul sebagai dana pensiun telah
habis sebelum orang tersebut meninggal. Untuk melindungi diri dari habisnya dana
sebelum kematian datang, perusahaan asuransi memiliki produk yang disebut anuitas,
yang akan memberikan sejumlah pembayaran tetap setiap tahunnya. Secara teori,
5

perusahaan asuransi akan merugi jika orang dapat hidup melebihi rata-rata tingkat
harapan hidup dari orang kebanyakan, sebaliknya, akan menangguk keuntungan dari
orang yang hidupnya lebih pendek dari rata-rata tingkat harapan hidup, sehingga
breakeven impas.
Masalahnya, terdapat adverse selection pada pasar ini: orang yang
memperkirakan hidupnya lebih lama dari rata-rata harapan hidup akan memiliki
permintaan produk anuitas yang tinggi. Adverse selection ini akan meningkatkan biaya
yang ditanggung perusahaan asuransi atas penyediaan anuitas, sehingga harganya akan
naik. Hal ini, pada gilirannya, mengurangi pembeli anuitas yang potensial, kemudian
memperkecil pasar. Pasar akan gagal menyediakan sejumlah asuransi yang efisien
terhadap harapan hidup yang lama. Secara esensi, adanya kewajiban asuransi sosial
akan memecahkan masalah adverse selection ini dengan menekan setiap orang untuk
membeli asuransi.
Sudut Pandang Penentang Alasan Ini
Faktanya, salah satu cara untuk melihat Jaminan Sosial hanyalah sebagai anuitas
yang harus dibeli setiap orang. Seperti yang ditekankan pada Bab 3 sebelumnya, hanya
karena informasi asimetris dapat mengganggu secara serius efisiensi, bukan berarti hal
tersebut akan terjadi. Oleh karenanya, masih perlu dipertanyakan apakah secara empiris
adverse selection cukup berpengaruh untuk menjustifikasi ketentuan asuransi sosial.
Oleh karenanya, tergantung kepada bagaimana program tersebut dipertimbangkan.
Penelitian pada pasar asuransi jiwa memberikan simpulan bahwa adverse
selection tidaklah begitu berpengaruh. Pembeli harus melewati ujian kesehatan dan
mengisi kuesioner mengenai status kesehatan mereka; membohongi isian kuesioner
akan menggambarkan ketentuan polis telah dilanggar. Secara jelas, terlihat bahwa
ketentuan dalam polis telah memadai untuk menghilangkan informasi asimetri
penyebab adverse selection (Hendel dan Lizzeri, 2000).
Pasar asuransi kesehatan pun telah terbangun memadai, dan polis-polis dapat
diperoleh oleh banyak orang, baik secara basis kelompok, maupun perorangan. Kasus
pasar anuitas memang kontroversial. Hal ini tentulah benar, bahwa pasar anuitas di AS
cenderung kecil dan belum terbangun memadai. Beberapa yang melihat fakta ini
menyimpulkan bahwa hal tersebut merupakan kegagalan pasar.
6

Namun, pendapat lainnya mengemukakan bahwa pasar anuitas justru harus kecil
karena Jaminan Sosial telah sesak oleh anuitas dari swasta banyak pembeli potensial
tidak masuk ke pasar tersebut karena telah memiliki anuitas yang telah disediakan oleh
pemerintah (sebagai dampak anuitas dari pemerintah).
2. Kurangnya Ramalan
Beberapa memberikan argumentasi bahwa seseorang tidak memiliki ramalan
yang cukup untuk memutuskan membeli asuransi bagi kebaikan dirinya, dan untuk itu,
pemerintah harus menekan mereka untuk membeli. Sebagai contoh, telah menjadi
kepercayaan umum bahwa tidak adanya program Jaminan Sosial membuat masyarakat
tidak dapat mengumpulkan sejumlah aset untuk mendanai secara memadai tingkat
konsumsi mereka selama masa pensiun.
Argumen ini memunculkan dua isu. Pertama, apakah benar bahwa masyarakat
akan gagal memenuhi kebutuhannya tanpa Jaminan Sosial? Untuk menjawabnya
diperlukan estimasi bagaimana perilaku orang ketika program seperti itu tidak ada.
Sangatlah sulit untuk melakukan estmasi tersebut. Kedua, seandainya hal tersebut
benar, maka pemerintah tidak perlu menyediakan program tersebut. Mereka yang
memiliki rerangka filosofi individualistik yang tinggi percaya bahwa orang harus
dibiarkan membuat keputusannya sendiri, meskipun jika kadang-kadang hasilnya salah.
3. Moral Hazard
Pertimbangan yang berhubungan yaitu seseorang yang dapat memilih sebuah
program jaminan sosial mungkin percaya bahwa jika mereka diletakkan pada situasi
yang menderita, maka pemerintah akan memenuhi kewajibannya, datang menolong
memberikan bantuan. Sebagai contoh, masyarakat mungkin merasakan kehadiran kaum
tua miskin merupakan situasi yang berat. Beberapa kaum muda mungkin memiliki
persepsi bahwa hal tersebut merupakan bentuk asuransi, sehingga memicu mereka
untuk menjadi miskin. Hal tersebut merupakan contoh moral hazard, bahwa perubahan
perilaku individu dipengaruhi oleh fakta bahwa seseorang memiliki asuransi. Salah satu
justifikasi bagi sistem yang diwajibkan adalah menghilangkan moral hazard seperti ini.
4. Penghematan Biaya Pengambilan Keputusan
Pasar anuitas dan asuransi sangatlah rumit, dan tampaknya memerlukan banyak
waktu dan usaha bagi seseorang untuk memilih polis yang tepat. Jika pengambil
7

keputusan bagi publik dapat memilih program yang sesuai untuk semua masyarakat,
maka seseorang tidak perlu membuang sumber daya dalam pembuatan keputusannya
sendiri. Kritik terhadap alasan ini mengatakan tidak ada alasan untuk percaya bahwa
pemerintah perlu memilih jenis polis yang tepat. Setiap orang memiliki kebutuhan yang
berbeda, sehingga akan lebih baik jika membiarkan seseorang belanja sesuai
kebutuhannya.
5. Distribusi Pendapatan
Telah disebutkan diawal bahwa manfaat program asuransi sosial ditentukan oleh
kontribusi masa lalu. Faktanya, bagi beberapa program, hubungan antara manfaat dan
kontribusi awal sangatlah lemah. Beberapa orang akan memperoleh hal yang lebih baik
dibandingkan sebelumnya, jikatelahmemiliki polis asuransi swasta (manfaat yang
diterima bercampur). Namun, bagi yang tidak memiliki polis swasta, akan nampak
menerima manfaat tidak lebih baik. Untuk itu, program asuransi sosial juga berlaku
sebagai program redistribusi pendapatan. Hal ini membantu menjelaskan mengapa
program asuransi sosial harus diwajibkan. Jika tidak, mereka yang menduga akan rugi
mungkin memilih keluar dari program tersebut. Programasuransi sosialyangada saat ini,
yaitu Jaminan Sosial, memiliki aspek distribusi yang penting.
2.1.3

Struktur Jaminan Sosial


Bagian utama dari program ini kadang-kadang disingkat OASDI (Old Age,

Survivors, dan Difabel Insurance). Secara ringkas, mekanismenya sebagai berikut: Pada
masa masih bekerja, peserta dan perusahaan peserta memberikan kontribusi kepada program
melalui pajak penghasilan dari gaji. Ketika pensiun, peserta akan memenuhi syarat untuk
menerima pembayaran yang didasarkan atas kontribusi mereka. Yang berhak melakukan
pemungutan adalah lembaga yang berwenang. Asuransi sosial juga menyediakan
keuntungan untuk pekerja penyandang cacat, tanggungan pekerja yang menjadi cacat, dan
pensiunan. Setiap pekerja sudah dilindungi oleh asuransi sosial atau asuransi lainnya dari
pemerintah.

Komponen Dasar
1) Sistem Pendanaan/Pembayaran Langsung (Pay As You Go System)
Dimulai di tahun 1935, Jaminan Sosial pada mulanya mirip dengan sistem
asuransi swasta. Selama bekerja, seseorang mendeposit sejumlah porsi penghasilannya
kepada program. Sepanjang waktu, dana tersebut akan mengakumulasi bunga, dan pada
saat pensiun, dana pokok beserta bunganya akan dibayarkan sebagai pembayaran
manfaat. Skema tersebut disebut fully funded. Namun, rencana ini cepat ditinggalkan.
Pada tahun 1939, sistem berubah ke basis pay-as-you-go, yang artinya
pembayaran manfaat kepada para pensiunan berasal dari mereka yang masih bekerja.
Setiap generasi yang pensiun didukung pembayaran yang dibuat oleh generasi saat ini
yang masih bekerja, bukan diambil dari dana yang terkumpul. Alasan penting dibalik
pergantian sistem ini, adanya persepsi bahwa tabungan para pensiunan telah tersapu
habis pada masa Depresi Besar yang melanda AS, dan para pensiun berhak atas
tanggungan yang lebih tinggi dengan hanya berkontribusi sedikit. Alasan lainnya,
adanya kekhawatiran dari politikus bahwa dana yang terhimpun akan dikelola dengan
tidak efisien oleh pemerintah, atau asal belanja saja.
Sebagai konsekuensi pergantian ini, Jaminan Sosial telah menghimpun surplus
pada trust fund. Namun, seperti diuraikan nanti, trust fund lebih merupakan alat
akuntansi belaka tanpa menunjukkan dampak nyata yang penting. Oleh karenanya,
masih akurat untuk menyebut karakteristik sistem ini sebagai pay-as-you-go daripada
trust fund.
Di Indoneisa menganut 2 sistem diantaranya, Istilah pendanaan langsung
merujuk pada istilah pay as you go atau current disbursement. Metode ini adalah bahwa
iuran pada program hanya bersumber dari pemerintah, saat pembayaraan iuran
bersamaan dengan saat pembayaran pensiun, besarnya iuran sama dengan pembayaran
pensiun, dan sarana pembayaran bersamaan dengan pembayaran gaji PNS, dapat
melalui media pembayaran yang sama atau berbeda dengan pembayaran gaji.
Keuntungan dari metode ini antara lain pengendalian pembayaran terutama penetapan
besar pensiun ditangani peme-rintah, penganggaran pemerintah, berdasar prakiraan
keada-an nyata (cash basic), adapun kerugiannya antara lain peningkatan pensiun dari
tahun ke tahun, akibat penambahan penerimaan pensiun, sekalipun tidak terdapat
9

kenaikan gaji atau pensiun, peningkatan pembayaran akan terjadi karena lama
kehidupan penerima pensiun makin panjang, sejalan dengan peningkatan kesehatan
masyarakat terutama bila usia pensiun tidak berubah dan lama pembayaran akan lebih
panjang karena adanya pembayaran pensiun bagi ter-tanggung (Isteri/suami dan
anak/atau anak-anak).
Metode lainnya adalah metode pendanaan penuh (Full Founded System), dalam
metode ini iuran dapat bersumber dari Pemerintah bersama PNS, iuran dijadwalkan
men-dahului pembayaran manfaat pensiun dan tabungan hari tua, iuran pemerintah
terdiri dari iuran tetap (tahunan) berdasar pada penghasilan PNS dan atas nama PNS,
dan iuran tambahan bila diperlukan untuk pendanaan, iuran PNS bila ada berdasar
bagian tertentu dari penghasilan setiap bulan-nya, alokasi penganggaran iuran sebagai
bagian dari penghasilan PNS dan untuk memungkinkan pengembangan dana,
pengelolaan program dipisahkan dari pengelolaan Pemerintah. Keuntungan metode ini
antara lain bahwa beban pem-bayaran, pengelolaan pembayaran dan penerima pensiun
dialokasikan terpisah dari beban anggaran pemerintah, beban pemerintah untuk
pembayaran iuran dapat diperkirakan bersamaan dengan pembayaran penghasilan PNS
pada saat jumlah PNS tidak bertambah, maka iuran pemerintah hanya akan meningkat
karena adanya pengaruh penyesuaian inflasi atau tingkat kehidupan dan beban iuran
tambahan dapat dialokasikan secara terprakirakan dan tetap dalam jangka waktu
tertentu.
2) Explicit Transfers
Perubahan penting lainnya adalah meluasnya cakupan program. UndangUndang Tahun 1935 menyediakan manfaat hanya bagi pekerja yang telah pensiun pada
usia 65 tahun ke atas. Sedangkan di tahun 1939, manfaat juga disediakan bagi
tanggungan pekerja penyandang cacat. Sehingga, Jaminan Sosial tidak hanya
menyediakan perlindungan, namun juga mengalihkan pendapatan antar individu.
Fungsi pengalihan (transfer) ini tumbuh demikian penting sepanjang waktu, dan
mencapai puncaknya dengan ditetapkannya Supplemental Security Income (SSI)
Pendapatan Jaminan Tambahan - pada tahun 1972. SSI bukanlah asuransi dalam
pengertian konvensional. SSI merupakan program kesejahteraan yang menjamin upah

10

minimum per negara bagian bagi usia lanjut dan penyandang cacat. SSI dibahas pada
bab lainnya.
3) Struktur Manfaat
Manfaat Jaminan Sosial bagi peserta tergantung dari riwayat penghasilan, usia,
dan berbagai persyaratan lainnya. Langkah pertama, menghitung average indexed
monthly earnings (AIME) penghasilan bulanan indeks rata-rata, yaitu rata-rata gaji
seseorang yang mencakup keseluruhan riwayat kerjanya. Langkah berikutnya,
mengurangkan AIME tersebut dengan formula perhitungan manfaat untuk menentukan
primary insurance amount (PIA) jumlah asuransi utama, yaitu manfaat dasar yang
akan dibayarkan kepada pekerja yang pensiun pada saat usia pensiun normal, atau
menjadi cacat. Formula manfaatnya terstruktur sehingga PIA akan meningkat seiring
dengan peningkatan AIME, namun dengan tingkat kenaikan yang lambat.
Pada 2003, PIA dikalkulasi sebagai berikut: 90 persen dari $600 AIME pertama ,
ditambah 32 persen AIME antara $600 dan $3.653, ditambah 15 persen AIME diatas
$3.653. Sehingga, pensiunan dengan AIME sebanyak $200, akan memperoleh PIA
sebesar $180 (90% AIME). Sedangkan bagi pensiunan dengan AIME sebanyak $1.600,
akan memperoleh PIA sebesar $863 (50% AIME).
Terlihat bahwa pekerja dengan AIME rendah memperoleh manfaat dengan proporsi
yang lebih besar daripada pekerja dengan AIME tinggi.
Manfaat aktual tidak hanya bergantung dari PIA, namun juga dari dua faktor
lainnya, yaitu:
a. Usia pada saat manfaat dibayarkan
AS menetapkan usia pensiun normal di umur 67 tahun yang didasarkan pada
tahun kelahiran. Seseorang dapat mulai menerima pembayaran manfaat pada
saat berusia 62 tahun, namun dengan pengurangan manfaat hampir sebesar 30
persen dari ketentuan normal. Sebaliknya, pekerja yang mengambil manfaat
hingga usia pensiun normal berlaku, akan menerima pertambahan manfaat
sebesar 8 persen.
b. Status Penerima
Seseorang dengan status bujangan yang pensiun pada usia pensiun normal, akan
menerima manfaat sebesar PIA. Seorang pekerja yang memiliki istri/suami dan
11

anak akan menerima tambahan sebesar 50% dari PIAnya. Rata-rata manfaat
bulanan yang diterima sepasang suami istri yang pensiun yaitu sebesar $1.460
(Office of the Chief Actuary, 2003). Terdapat dua ketentuan tambahan yang
mempengaruhi struktur manfaat. Pertama, sebesar 85% manfaat per tahun
menjadi obyek pajak penghasilan negara bagian, dengan pembagian $25.000
untuk wajib pajak tunggal, dan $32.000 untuk wajib pajak pasangan. Kedua,
manfaat akan mengalami koreksi untuk mengantisipasi inflasi.
4) Pendanaan
Sumber dana Jaminan Sosial berasal dari pajak penghasilan yang menggunakan
tarif persentase flat dengan dasar penghasilan kotor tahunan dengan jumlah tertentu.
Parlemen menetapkan biaya tersebut ditanggung setengahnya oleh peserta,
setengahnya oleh pemberi kerja. Namun, pemberi kerja bisa saja nakal, mengalihkan
kewajibannya dalam bentuk gaji sebelum pajak yang rendah. Masalah ini dibahas di
Bab 12. Peningkatan manfaat setiap tahunnya, juga meningkatkan tarif pajak
penghasilan. Saat ini, setiap pihak (peserta dan pemberi kerja) dikenakan tarif masingmasing 6,2%.
Mengapa Jaminan Sosial didanai dengan pajak penghasilan daripada pendapatan
lainnya? Tahun 1999, proposal Presiden Clinton yang mengajukan pendanaan non pajak
penghasilan kurang mendapat dukungan. Alasan yang mengemuka tampaknya lebih
bersifat politik daripada ekonomi. Idenya menghubungkan secara langsung antara pajak
dan manfaatnya, menciptakan kewajiban bagi pemerintah untuk mengelola suatu sistem
yang menjanjikan manfaat. Franklin Roosevelt (1981) mengutarakan bahwa pajak tidak
akan pernah menjadi persoalan ekonomi, semua justru masalah politik. Dengan
menempatkan pajak pada Jaminan Sosial, politikus tak mungkin bermain,
sambungnya.
Isu Distribusional
Seperti telah diuraikan diatas, Jaminan Sosial mengindikasikan lebih dari sekedar
program asuransi. Jika tujuannya hanya penyediaan asuransi, seseorang mungkin akan
menerima manfaat sesuai kontribusinya. Faktanya, beberapa tipe orang secara sistematis
menerima penghasilan yang lebih besar daripada yang lainnya.
12

Kompleksitas hukum Jaminan Sosial membuat sulit untuk menentukan siapa yang
menerima keuntungan dan siapa yang menanggung kerugian. Perhitungan Liebman (2001)
menunjukkan bahwa masyarakat kulit hitam AS yang pensiun pada tahun 1990 memiliki
lifetime net benefit sebesar negatif $2.514, sedangkan yang berkulit putih sebesar positif
$250. Namun, jika kulit hitam memiliki harapan hidup panjang dan pendidikan yang
memadai, diperkirakan akan memiliki lifetime net benefits sebesar positif $18.259. Dari sisi
gender, wanita memiliki lifetime net benefit sebanyak $43.000, sedangkan laki-laki hanya
sebesar $37.000. Dan tentu saja, yang hidup berumahtangga akan memiliki lifetime net
benefit yang lebih besar dibandingkan bujangan. Merujuk pada masa Depresi Besar dan
Perang Dunia II, generasi tua dengan jelas disokong oleh generasi muda, Namun, dengan
hasil diatas, prinsip kesetaraan untuk menjustifikasi distribusi antar keluarga menjadi kurang
jelas.
Trust Fund
Ketika pendapatan pajak penghasilan melampaui pembayaran manfaat, surplus
tersebut digunakan untuk membeli bond (surat utang) pemerintah, yang disimpan pada
trust fund Jaminan Sosial, sebagai akun Tabungan yang akan ditarik untuk membayar
manfaat di masa mendatang. Namun, trust fund hanyalah alat akuntansi untuk menjaga
catatan surplus tahunan. Oleh karenanya, trust fund tidak berkontribusi pada kemampuan
pemerintah untuk membayar manfaat di masa mendatang.
Contoh, ketika Jaminan Sosial surplus sebesar 10 milyar, sehingga trust fund naik
sebesar 10 milyar (Neraca). Konggres akan belanja sebesar 10 milyar pada program lainnya
(APBN pendapatan naik). Pada saat trust fund perlu dicairkan, akan didanai dengan
kenaikan pajak, pinjaman, atau mengurangi belanja. Sedangkan, kenaikan 10 milyar sama
sekali tidak menaikkan Tabungan Nasional, sehingga kemampuan pembayaran manfaat di
masa mendatang tidak naik. Faktanya, meskipun Jaminan Sosial mengalami surplus yang
besar sejak pertengahan 1980-an, surplus tersebut meng-offset defisit yang besar pada
anggaran, berdampak pada nilai trust fund yang jauh melampaui kenaikan aktual tabungan
(Economic Report of the President, 2002).

13

Status Ekonomi para Lanjut Usia


Salah satu tujuan utama Jaminan Sosial adalah memelihara pendapatan para lanjut
usia. Apakah tujuan telah tercapai? Saat ini, lansia miskin semakin bertambah, bahkan
menempati angka 10,1% dari 11,7% penduduk miskin. Namun begitu, ketika semua orang
pendapatannya naik sebesar 31%, lansia mencatatkan kenaikan 45%, dengan 39%
disumbang oleh Jaminan Sosial. Hal ini mengemukakan dua permasalahan. Pertama,
meskipun Jaminan Sosial tak diragukan mengurangi kemiskinan para lansia, tetapi tidak
menghilangkannya. Lansia perempuan tampaknya lebih kuat menahan tekanan ekonomi
dibandingkan lansia laki-laki. Kedua, manfaat Jaminan Sosial tidak perlu dilihat sebagai
tambahan penghasilan bagi sumber daya pensiunan. Seseorang mungkin menjadi enggan
menabung karena berpikir telah ada Jaminan Sosial, atau bahkan mengurangi upaya kerja
karena telah ada jaminan.
2.1.4

Dampak Jaminan Sosial


Dampak asuransi sosial terhadap perilaku ekonomi tetap menjadi subjek yang

kontroversial, sehingga bagian ini adalah yang terbaik dianggap sebagai laporan penelitian
yang dilakukan, daripada sebuah kesimpulan.
1) Perilaku Menabung
Sistem Jaminan Sosial dapat mempengaruhi jumlah tabungan, sebagai
konsekuensi dari tiga pengaruh berikut:
a. Wealth Substitution Effect Dampak Pengganti Kekayaan
Para pekerja mengaku bahwa sebagai penukar kontribusi Jaminan Sosial, ia akan
memperoleh jaminan penghasilan pada saat pensiun. Jika mereka memandang
pajak yang dibayarkan sebagai tabungan untuk manfaat masa mendatang, mereka
akan mengurangi atau enggan menabung. Fenomena ini disebut Wealth
Substitution Effect.
b. Retirement Effect Dampak Pensiun
Jaminan Sosial mungkin mempengaruhi seseorang untuk mengajukan pensiun
dini. Namun, jika rentang waktu pensiun meningkat, maka seseorang akan
memiliki tahun tidak bekerja lebih lama yang memerlukan pendanaan konsumsi,

14

dan memiliki tahun bekerja yang lebih sedikit untuk menghimpun dana.
Retirement Effect akan meningkatkan tabungan.
c. Bequest Effect Dampak Warisan
Anggaplah alasan penting untuk menabung adalah motif memberikan warisan
seseorang ingin meninggalkan warisan bagi anaknya kelak. Sistem Jaminan
Sosial menggambarkan peralihan pendapatan dari generasi muda (anak) kepada
generasi tua (orang tua). Orang tua mungkin akan menabung lebih banyak untuk
meningkatkan warisan bagi anaknya sehingga meng-offset dampak distribusonal
Jaminan Sosial. Esensinya, orang meningkatkan tabungan mereka untuk
membatalkan dampak Jaminan Sosial kepada pendapatan anaknya. Hal ini
dinamakan Bequest Effect.
Econometric Analysis Analisis Ekonometrik digunakan untuk menentukan
secara matematis hubungan yang menunjukkan bagaimana sejumlah tabungan
bergantung pada kekayaan jaminan sosial dan variabel lain yang mungkin memberikan
pengaruh. Konsumsi dapat digunakan sebagai variabel tabungan, karena secara definisi,
tabungan dan konsumsi merupakan sisi yang berlawanan pada koin yang sama nilai
apapun yang menaikkan konsumsi akan mengurangi tabungan pada jumlah yang sama.
Penelitian Feldstein (1996) menunjukkan bahwa kenaikan kekayaan Jaminan
Sosial berpengaruh signifikan pada kenaikan konsumsi, sehingga menurunkan
tabungan. Wealth Substitution Effect lebih dominan dibadingkan Retirement Effect dan
Bequest Effect. Penelitian Feldstein (1996) mengindikasikan bahwa sifat pay-as-you-go
membawa dampak negatif pada akumulasi modal di AS. Dan, bahwa produktivitas
bergantung pada ketersediaan modal, maka hal tersebut merupakan masalah yang
serius.
2) Keputusan untuk pensiun
Bagi seseorang yang berusia diatas 62 tahun, Jaminan Sosial memberikan
insentif bagi sebagian maupun seluruh masa pensiunnya. Pada tahun 1930, 54% orang
berusia diatas 65 tahun masuk sebagai angkatan kerja. Pada tahun 1950, jumlahnya
menyusut menjadi Keputusan untuk Pensiun45,8% , dan di tahun 2001 tinggal sekitar
18%. Beberapa faktor, diantaranya kenaikan pendapatan, pergeseran ekspektasi hidup,
dan perbedaan jabatan/pekerjaan.Banyak peneliti menduga bahwa Jaminan Sosial
15

berperan penting pada perubahan pola pensiun yang dramatis ini. Gruber dan Wise
(1999) menemukan bahwa batasan usia pengambilan manfaat pertama kali
meningkatkan keterjadian (likelihood) pensiun, dan menurunkan jumlah penawaran
tenaga kerja (mungkin saja ada yang ingin melanjutkan kerja pada perusahaan lain).
Banyak ekonom percaya bahwa Jaminan Sosial memberikan dampak negatif
pada upaya kerja dan tabungan. Meskipun begitu, jika Jaminan Sosial telah mendistorsi
keputusan ekonomi, hal tersebut bukan berarti bahwa sistem tersebut buruk. Jika
masyarakat ingin memberikan penghargaan bagi kaum lansia dengan tingkat jaminan
pendapatan tertentu, sebaiknya pada saat membayar untuk jaminan tersebut dilihat saja
sebagai kerugian efisiensi. Pada sisi lain, jika ada cara lain dengan sedikit inefisiensi,
maka reformasi sistem perlu dipertimbangkan.
3) Tekanan Jangka Panjang atas Jaminan Sosial
Saat ini, pajak penghasilan untuk Jaminan Sosial telah melampaui manfaat yang
harus dibayarkan, dan surplus ini diduga akan berlanjut hingga 2016. Pada titik ini,
pemerintah akan menaikkan pajak, mengurangi belanja lainnya, atau melakukan
pinjaman. Pendeknya, dengan struktur saat ini, secara keuangan, Jaminan Sosial
menjadi tidak stabil.
Masalah jangka panjang atas Jaminan Sosial muncul dari fakta bahwa AS
memiliki populasi lansia, yang berdampak pada kenaikan rasio ketergantungan
(dependency ratio) sepanjang waktu. Rasio ketergantungan merupakan rasio antara
jumlah pensiun dibandingkan dengan jumlah pekerja. Saat ini rasionya tiga pekerja
mendukung satu lansia (pensiunan).
Diperkirakan, pada 2030 hanya ada dua pekerja untuk mendukung satu lansia.
Salah satu cara untuk menjaga struktur manfaat adalah dengan menaikkan pajak
penghasilan pekerja. Alternatifnya, dalam rangka mempertahankan pajak, mengurangi
manfaat Jaminan Sosial. Banyak negara mengalami masalah kenaikan rasio
ketergantungan ini, seperti di Kanada, Australia, negara di Eropa Barat, Amerika Latin,
dan Asia.
4) Reformasi Jaminan Sosial
Beberapa opsi yang menjadi alternatif untuk mereformasi Jaminan Sosial, sebagai
berikut:
16

a.

Memelihara Sistem yang Ada


Salah satu pandangan menyatakan bahwa Jaminan Sosial sebenarnya tidak
mengalami krisis. Aaron (1996) mengusulkan untuk menurunkan rasio pengganti
(replacement ratio) dengan menaikkan prasyarat usia untuk menerima manfaat,
atau mendudukkan manfaat lebih tinggi dari rate perpajakan. Rasio pengganti
merupakan rasio antara rata-rata manfaat dibandingkan dengan rata-rata gaji.
Penentang gagasan tersebut menyebutkan untuk membiarkan saja seperti apa
adanya, dengan pertimbangan bahwa masyarakat alergi dengan kenaikan pajak.
Walaupun, untuk menyeimbangkan hal tersebut diperlukan kenaikan pajak
sebesar 7,4 persen.

b. Privatisasi Sistem
Akhir-akhir ini, baik pembuat kebijakan maupun akademisi memberikan
perhatian yang serius akan kemungkinan privatisasi Jaminan Sosial. Ide
privatisasi merujuk pada: kewajiban kontribusi pekerja dan pemberi kerja ditandai
(earmarked) pada rekening setiap individu. Pekerja kemudian menginvestasikan
dana tersebut pada beberapa variasi mutual fund (saham atau bond). Pada saat
pensiun, penghasilan akan diberikan dari dana yang terhimpun pada rekening
tersebut.
Praktik privatisasi jaminan sosial terbaik saat ini diketahui dimiliki Chile, yang
telah berjalan sejak 1981. Sistem di Chile memiliki tiga komponen utama, yaitu
(1) setiap pekerja wajib menempatkan 10% penghasilan bulanannya ke rekening
yang dikelola lembaga jasa keuangan yang disetujui pemerintah; (2) ketika
pensiun, manfaat dapat ditarik secara periodik maupun tahunan; (3) nilai pensiun
minimal disediakan bagi mereka yang telah cukup lama mengikuti program ini,
yang didanai dari pendapatan umumnya (non pekerja tetap) (Edward, 1998).
Namun, privatisasi memiliki beberapa permasalahan yang perlu menjadi
perhatian, yaitu: (1) resiko bahwa harga saham senantiasa dinamis,

ketika

harganya turun, maka manfaat akan tergerus; (2) menimbulkan biaya administrasi
yang tinggi; (3) redistribusi pendapatan menggunakan sistem yang terpisah.

2.2

Asuransi Sosial Di Indonesia


17

Di Indonesia, Asuransi sosial merupakan mekanisme pengumpulan iuran yang


bersifat wajib dari peserta, guna memberikan perlindungan kepada peserta atas risiko sosial
ekonomi yang menimpa mereka dan atau anggota keluarganya (UU SJSN No.40 tahun
2004)
Pada Tahun 2014, secara efektif sudah terbentuk dua Badan Penyelenggara Jaminan
Sosial (BPJS) sebagai institusi yang mengimplementasikan jaminan sosial bidang kesehatan
dan ketenagakerjaan. Beberapa peraturan perundang-undangan (lampiran 1) dijadikan dasar
pelaksanaan program jaminan sosial, khususnya dibidang kesehatan. Dengan demikian,
Secara normatif dan berjenjang, program jaminan sosial sudah memiliki landasan hukum
yang kuat. Adapun Konsepsi awal dari jaminan kesehatan ini adalah agar semua warga
negara dapat terjamin hak dasar bidang kesehatannya sehingga dapat hidup dengan layak.
UU Nomor 24 Tahun 2011 tentang BPJS lebih menyempurnakan dari sisi
kelembagaan. BPJS memiliki badan hukum publik yang kedudukannya diatur oleh undangundang dan bertanggungjawab langsung kepada Presiden dan fungsi BPJS juga
dikerucutkan hanya menjadi dua, yaitu kesehatan dan ketenagakerjaan. Hal ini tentunya
memerlukan dukungan dari banyak pihak, terutama pada pemerintah daerah agar dapat
mengintegrasikanprogram jaminan sosial yang ada di daerah masing-masing.
2.2.1 Definisi Jaminan Sosial
Menurut pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Nomor 20 tahun 2004 tentang Sistem
Jaminan Sosial Nasional, definisi daripada Jaminan Sosial adalah salah satu bentuk
perlindungan sosial untuk menjamin seluruh rakyat agar dapat memenuhi kebutuhan dasar
hidupnya yang layak.
2.2.2 Prinsip Umum Asuransi Sosial
Prinsip umum asuransi sosial ditegaskan dalam Undang-undang Nomor 40 tahun
2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN),yakni sebagai berikut:
a. Prinsip kegotongroyongan
Gotong-royong sesungguhnya sudah menjadi salah satu prinsip dalam hidup
bermasyarakat dan juga merupakan salah satu akar dalam kebudayaan kita. Dalam
SJSN, prinsip gotong royong berarti peserta yang mampu membantu peserta yang

18

kurang mampu, peserta yang sehat membantu yang sakit atau yang berisiko tinggi, dan
peserta yang sehat membantu yang sakit. Hal ini terwujud karena kepesertaan SJSN
bersifat wajib untuk seluruh penduduk, tanpa pandang bulu. Dengan demikian, melalui
prinsip gotong-royong jaminan sosial dapat menumbuhkan keadilan sosial bagi seluruh
rakyat Indonesia.
b. Prinsip nirlaba
Pengelolaan dana amanat oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) adalah
nirlaba bukan untuk mencari laba (for profit oriented). Sebaliknya, tujuan utama adalah
untuk memenuhi sebesar-besarnya kepentingan peserta. Dana yang dikumpulkan dari
masyarakat adalah dana amanat, sehingga hasil pengembangannya, akan di manfaatkan
sebesar-besarnya untuk kepentingan peserta.
Prinsip keterbukaan, kehati-hatian, akuntabilitas, efisiensi, dan efektivitas. Prinsip
prinsip manajemen ini mendasari seluruh kegiatan pengelolaan dana yang berasal dari
iuran peserta dan hasil pengembangannya.
c. Prinsip portabilitas
Prinsip portabilitas jaminan sosial dimaksudkan untuk memberikan jaminan yang
berkelanjutan kepada peserta sekalipun mereka berpindah pekerjaan atau tempat tinggal
dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
d. Prinsip kepesertaan bersifat wajib
Kepesertaan wajib dimaksudkan agar seluruh rakyat menjadi peserta sehingga dapat
terlindungi. Meskipun kepesertaan bersifat wajib bagi seluruh rakyat, penerapannya
tetap disesuaikan dengan kemampuan ekonomi rakyat dan pemerintah serta kelayakan
penyelenggaraan program. Tahapan pertama dimulai dari pekerja di sektor formal,
bersamaan dengan itu sektor informal dapat menjadi peserta secara mandiri, sehingga
pada akhirnya SJSN dapat mencakup seluruh rakyat.
e. Prinsip dana amanat
Dana yang terkumpul dari iuran peserta merupakan dana titipan kepada badan-badan
penyelenggara untuk dikelola sebaik-baiknya dalam rangka mengoptimalkan dana
tersebut untuk kesejahteraan peserta.
f. Prinsip hasil pengelolaan Dana Jaminan Sosial
Dipergunakan seluruhnya untuk pengembangan program dan untuk sebesar-besar
kepentingan peserta.
2.2.3 Definisi Jaminan Kesehatan
19

Jaminan Kesehatan adalah salah satu jenis program jaminan sosial yang diatur
dalam Undang-Undang Nomor 40 tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasioanal.
Definisi Jaminan Kesehatan Nasional dapat kita temukan dalam Peraturan Presiden Nomor
12 tahun 2013 tentang Jaminan Kesehatan. Pasal 1 ayat (1) Perpres 12/2013 menyebutkan
bahwa
jaminan kesehatan adalah jaminan berupa perlindungan kesehatan agar peserta
memperoleh manfaat pemeliharaan kesehatan dan perlindungan dalam
memenuhi kebutuhan dasar kesehatan dan perlindungan dalam memenuhi
kebutuhan dasar kesehatan yang diberikan kepada setiap orang yang telah
membayar iuran atau iurannya dibayar oleh pemerintah.
2.2.4 Peserta Jaminan Kesehatan Nasional
Menurut Pasal 1 angka (4) Peserta Jaminan Kesehatan Nasional adalah setiap
orang, termasuk orang asing yang bekerja paling singkat 6 (enam) bulan di Indonesia, yang
telah membayar iuran, yakni meliputi:
a. Penerima bantuan iuran (PBI) Jaminan Kesehatan. Penerima Bantuan Iuran Jaminan
Kesehatan, selanjutnya disebut PBI Jaminan Kesehatan adalah fakir miskin dan orang
tidak mampu sebagai peserta program jaminan kesehatan (Peraturan Presiden Nomor
12 tahun 2013 tentang Jaminan Kesehatan).
1) Bukan PBI Jaminan Kesehatan. Berdasarkan Pasal 4 Perpres Nomor 12 tahun
2013, Peserta bukan PBI Jaminan Kesehatan adalah peserta yang tidak tergolong
fakir miskin dan orang tidak mampu yang terdiri atas : Pekerja Penerima Upah
dan anggota keluarganya, Pekerja Bukan Penerima Upah dan anggota
keluarganya dan bukan Pekerja dan anggota keluarganya.
Yang dimaksud Pekerja Penerima Upah sebagaimana diatur dalam Peraturan
Presiden Nomor 12 tahun 2013, terdiri atas :
a.
b.
c.
d.
e.
f.

Pegawai Negeri Sipil;


Anggota TNI;
Anggota Polri;
Pejabat Negara;
Pegawai Pemerintah Non Pegawai Negeri;
Pegawai Swasta;
20

g. Pekerja yang tidak termasuk huruf a sampai dengan huruf f yang menerima upah
Yang dimaksud dengan Pekerja Bukan Penerima Upah ialah (a) Pekerja diluar
hubungan kerja atau Pekerja Mandiri dan (b) Pekerja yang tidak termasuk huruf a yang
bukan Penerima Upah.
Yang dimaksud Bukan Pekerja ialah
a.
b.
c.
d.
e.
f.

investor;
Pemberi Kerja;
Penerima Pensiun;
Veteran;
Perintis Kemerdekaan;
bukan Pekerja yang tidak termasuk huruf a sampai dengan huruf e yang mampu
membayar iuran.
Yang dimaksud dengan Penerima Pensiun ialah

a.
b.
c.
d.
e.

Pegawai Negeri Sipil yang berhenti dengan hak pension;


Anggota TNI dan Anggota Polri yang berhenti dengan hak pension;
Pejabat Negara yang berhenti dengan hak pension;
penerima pension selain huruf a, huruf b, dan huruf c, dan
janda, duda, atau anak yatim piatu dari penerima pension sebagaimana dimaksud pada
huruf a sampai dengan huruf d yang mendapat hak pensiun.

2.2.5 Manfaat Jaminan Kesehatan Nasional


Dalam Peraturan Presiden Nomor 12 tahun 2013 tentang Jaminan Kesehatan
disebutkan bahwa
1. setiap peserta jaminan kesehatan memperoleh manfaat jaminan kesehatan yang bersifat
pelayanan kesehatan perorangan, mencakup pelayanan promotif, preventif, kuratif, dan
rehabilitative termasuk pelayanan obat dan bahan medis habis pakai sesuai dengan
kebutuhan medis yang diperlukan.
2. Berhak mendapatkan manfaat medis dan manfaat non-medis seperti manfaat akomodasi
dan ambulans.
3. Berhak mendapatkan pelayanan kesehatan dari tingkat pertama, pelayanan kesehatan
rujukan tingkat lanjutan, dan pelayanan kesehatan lain yang ditetapkan oleh Menteri.
2.2.6 Pelayanan Kesehatan yang Tidak Dilayani

21

Walaupun telah terdaftar sebagai Peserta Jaminan Kesehatan, namun tidak semua
pelayanan dijamin. Berikut pelayanan kesehatan yang tidak dijamin dalam jaminan
kesehatan nasional ;
1. pelayanan kesehatan yang dilakukan tanpa melalui prosedur sebagaimana diatur dalam
peraturan yang berlaku
2. pelayanan kesehatan yang dilakukan di Fasilitas Kesehatan yang tidak bekerjasama
dengan BPJS Kesehatan, kecuali untuk kasus gawat darurat;
3. pelayanan kesehatan yang telah dijamin oleh program jaminan kecelakaan kerja
terhadap penyakit atau cedera akibat kecelakaan kerja atau hubungan kerja;
4. pelayanan kesehatan yang dilakukan di luar negeri; e. pelayanan kesehatan untuk tujuan
5.
6.
7.
8.

estetik;
pelayanan untuk mengatasi infertilitas;
pelayanan meratakan gigi (ortodonsi);
gangguan kesehatan/penyakit akibat ketergantungan obat dan/atau alkohol;
gangguan kesehatan akibat sengaja menyakiti diri sendiri, atau akibat melakukan hobi

yang membahayakan diri sendiri;


9. pengobatan komplementer, alternatif dan tradisional, termasuk akupuntur, shin she,
chiropractic, yang belum dinyatakan efektif berdasarkan penilaian teknologi kesehatan
(health technology assessment);
10. pengobatan dan tindakan medis yang dikategorikan sebagai percobaan (eksperimen);
11. alat kontrasepsi, kosmetik, makanan bayi, dan susu;
12. perbekalan kesehatan rumah tangga;
13. pelayanan kesehatan akibat bencana pada masa tanggap darurat, kejadian luar
biasa/wabah; dan
14. biaya pelayanan lainnya yang tidak ada hubungan dengan Manfaat Jaminan Kesehatan
yang diberikan.
2.2.7 Permasalahan yang terjadi saat ini
Walaupun negara sudah mengundangkan penyelenggaraan sistim jaminan sosial
nasional khususnya jaminan kesehatan, realita dilapangan masih tetap ada permasalahan
yang mungkin sering kita temukan. diantaranya:
1. persoalan BPJS Kesehatan sudah muncul sejak proses aktivasi kartu. BPJS
menerapkan aturan bahwa kartu pengguna BPJS baru bisa aktif sepekan setelah
pendaftaran diterima.

22

2. rujukan lembaga jasa kesehatan yang ditunjuk BPJS Kesehatan juga disebut terbatas
dan tidak fleksibel. Peserta BPJS hanya boleh memilih satu fasilitas kesehatan untuk
memperoleh rujukan dan tak bisa ke faskes lain meski sama-sama bekerja sama
dengan BPJS. Keterbatasan itu, menyulitkan orang yang sering bepergian dan bekerja
di tempat jauh.
3. rumitnya alur pelayanan BPJS Kesehatan karena menerapkan alur pelayanan
berjenjang. Sebelum ke rumah sakit, peserta wajib terlebih dulu ke faskes tingkat
pertama, yaitu puskesmas.
4. banyak peserta BPJS mengeluhkan pembayaran biaya pengobatan yang tak
ditanggung sepenuhnya oleh BPJS. Harusnya, sesuai dengan Pasal 2 Undang-Undang
Nomor 24 Tahun 2011, BPJS seharusnya menyelenggarakan sistem jaminan sosial
berdasar asas kemanusiaan, manfaat, dan keadilan sosial bagi semua rakyat Indonesia.
5. belum adanya integrasi regulasi yang jelas, seperti halnya dengan implementasi dari
Peraturan Pemerintah Nomor 70 Tahun 2015 tentang Jaminan Kecelakan Kerja dan
Jaminan Kematian Bagi Pegawai Aparatur Sipil Negara pasal 32 ayat 2 yang belum
ditindak lanjuti oleh Kementeriaan Dalam Negeri, padahal Peraturan ini sudah harus
dijalankan mulai juli 2015.
2.3 Asuransi Pengangguran
2.3.1 Definisi Pengangguran
Jumlah angkatan kerja yang terus meningkat tanpa diimbangi dengan peningkatan
jumlah kesempatan kerja akan menimbulkan pengangguran. Pengangguran atau tuna karya
adalah angkatan kerja yang tidak melakukan kegiatan kerja, atau sedang mencari pekerjaan
atau bekerja secara tidak optimal.
Pengangguran adalah isu makro yang mempengaruhi manusia secara langsung dan
merupakan masalah yang paling berat. Pengangguran tidak terlepas dari jenis jenis
permasalahan makro ekonomi yang berdampak besar dan cara mengatasinya pun relatif
sulit.
Bagi kebanyakan orang, kehilangan pekerjaan berarti penurunan standar kehidupan
dan tekanan psikologis. Jadi, tidaklah mengejutkan jika pengangguran menjadi topik yang
sering dibicarakan dalam perdebatan politik dan mereka sering mengklaim bahwa kebijakan
yang mereka tawarkan akan membantu menciptakan lapangan kerja.
23

Pengangguran umumnya disebabkan karena jumlah angkatan kerja atau para


pencari kerja tidak sebanding dengan jumlah lapangan kerja yang ada yang mampu
menyerapnya. Pengangguran seringkali menjadi masalah dalam perekonomian karena
dengan adanya pengangguran, produktivitas dan pendapatan masyarakat akan berkurang
sehingga dapat menyebabkan timbulnya kemiskinan dan masalah-masalah sosial lainnya.
Para

ekonom

mempelajari

karakteristik

pengertian

pengangguran

untuk

mengidentifikasi penyebabnya dan untuk membantu memperbaiki kebijakan publik yang


mempengaruhi pengangguran. Sebagian dari kebijakan tersebut seperti program pelatihan
kerja, dan membantu orang mendapatkan pekerjaan.
2.3.2 Jenis-Jenis Pengangguran
Secara umum penganguran ada 2 jenis, diantaranya:
1. Pengangguran Friksional
Pengertian Pengangguran friksional (pengangguran sukarela) yaitu tidak
adanya kesesuaian antara lapangan kerja dan tenaga kerja. Dalam kenyataannya,
para pekerja mempunyai preferensi serta kemampuan yang berbeda, dan pekerjaan
memiliki karakteristik yang berbeda. Sementara itu, arus informasi tentang calon
karyawan dan lowongan kerja tidak sempurna, serta mobilitas geografis pekerja
tidaklah instan.
Pengangguran friksional tidak bisa dielakkan dalam perekonomian yang
sedang berubah. Untuk beberapa alasan, jenis-jenis barang yang dikonsumsi
perusahaan dan rumah tangga bervariasi sepanjang waktu. Ketika permintaan
terhadap barang bergeser, permintaan terhadap tenaga kerja yang memproduksi
barang tersebut juga ikut berubah. Penemuan komputer misalnya, mengurangi
permintaan terhadap mesin tik dan hal itu berdampak pada permintaan terhadap
tenaga kerja oleh produsen mesin tik.
Para ekonomi menyebut perubahan komposisi permintaan antar industri
sebagai pergeseran sektoral. Karena pergeseran sektoral selalu terjadi, dan karena
membutuhkan waktu bagi tenaga kerja untuk beralih pekerjaan, maka pengangguran
friksional selalu terjadi. Dengan demikian, selama penawaran dan permintaan akan

24

tenaga kerja di antara perusahaan berubah, maka pengangguran friksional tidak bisa
dicegah.
2. Pengangguran Struktural
Pengertian Pengangguran struktural yaitu jenis pengangguran yang tidak
memenuhi persyaratan kerja akibat perubahan penggunaan teknologi atau perubahan
kebijakan pemerintah. Penyebab pengangguran struktural dilihat dari pengaruh
kebijakan pemerinta, yaitu berakitan dengan upah.
2.3.3 Asuransi (Tunjangan) Pengangguran
Kebijakan lainnya seperti asuransi pengangguran untuk membantu mengurangi
kesulitan yang dialami para pengangguran. Akan tetapi, tetap saja kebijakan yang dilakukan
malah akan memunculkan pengangguran lainnya. Misalnya undang-undang yang
menetapkan upah minimum yang tinggi cenderung akan meningkatkan pengangguran di
kalangan angkatan kerja yang kurang terdidik dan kurang berpengalaman.
Tunjangan pengangguran adalah kesejahteraan sosial yang pembayarannnya
dilakukan oleh Negara atau badan lainnya yang berwenang kepada orang yang menganggur.
Manfaat mungkin didasarkan pada sistem asuransi pemerintah. Tergantung pada yurisdiksi
dan status orang tersebut, jumlah mereka mungkin kecil, hanya meliputi kebutuhan dasar,
atau mungkin mengkompensasi waktu yang hilang secara proporsional dengan gaji yang
diterima sebelumnya. Tunjangan pengangguran umumnya diberikan hanya kepada mereka
mendaftar sebagai pengangguran, dan sering pada kondisi memastikan bahwa mereka
mencari pekerjaan dan saat ini tidak memiliki pekerjaan.
Di Amerika Serikat tunjangan pengangguran umumnya membayar pekerja yang
memenuhi syarat antara 40-50% dari gaji mereka sebelumnya. Manfaat umumnya dibayar
oleh pemerintah negara bagian, didanai sebagian besar oleh pajak gaji negara bagian dan
federal yang dikenakan terhadap majikan, untuk pekerja yang telah menjadi menganggur
bukan karena kesalahan mereka sendiri. Kompensasi ini diklasifikasikan sebagai jenis
manfaat kesejahteraan sosial. Standar waktu panjang kompensasi pengangguran adalah
enam bulan, meskipun ekstensi mungkin selama kemerosotan ekonomi. Setelah jangka
waktu enam bulan ini berlalu dan pembayaran berhenti, seorang individu yang tetap

25

menganggur yang tersisa dengan cara sedikit jaring pengaman sosial selain melalui bantuan
dari badan amal, keluarga atau teman.
Jumlah minggu yang menjadi dasar penghitungan agar seseorang dapat menerima
manfaat UI ditentukan dengan formula yang rumit, tergantung pada riwayat kerja dan
negara bagian tempat bekerja. Kebanyakan negara bagian menetapkan masa tenggang
reguler selama 26 minggu, namun dapat diperpanjang jika tingkat pengangguran mencapai
angka tertentu. Manfaat dari program ini menjadi subyek pajak penghasilan orang pribadi,
namun tidak menjadi subyek pajak gaji Jaminan Sosial. Pendanaan UI diambil dari pajak
gaji. Tidak seperti sistem Jaminan Sosial, kontribusi ditanggung sendiri oleh pekerja. Fitur
penting UI adalah rate experience tingkat pengalaman suatu perusahaan melakukan PHK.
Perusahaan yang sering melakukan PHK akan menaikkan permintaan sistem UI. Oleh
karena itu, perusahaan seperti itu akan ditandai dengan rate yang tinggi. Namun, jika terjadi
PHK, perusahaan akan menanggung biaya yang lebih tinggi dibandingkan manfaat yang
diterima pekerja. Hal ini membuat sistem rating pengalaman disebut imperfect.
Untuk memfasilitasi program ini, Kongres AS membuat Undang-Undang Pajak
Pengangguran federal (futa), yang memberikan kewenangan kepada Internal Revenue
Service (IRS) untuk mengumpulkan pajak majikan federal yang tahunan digunakan untuk
mendanai lembaga tenaga kerja negara. Futa meliputi biaya administrasi asuransi
Pengangguran dan Jasa di semua negara. Selain itu, Futa membayar setengah dari biaya
tunjangan pengangguran. Tarif pajak Futa awalnya tiga persen dari upah kena pajak yang
dikumpulkan dari majikan yang mempekerjakan setidaknya empat karyawan, dan
pengusaha bisa mengurangi sampai 90 persen dari jumlah karena jika mereka membayar
pajak kepada negara untuk mendukung sistem asuransi pengangguran yang memenuhi
standar federal, tetapi aturan baru-baru ini berubah.
Dalam rangka untuk menerima manfaat, seseorang harus bekerja untuk setidaknya
seperempat pada tahun sebelumnya dan telah di PHK oleh majikan. Pekerja yang sementara
atau dibayar di bawah meja tidak memenuhi syarat untuk asuransi pengangguran. Jika
seorang pekerja berhenti atau dipecat mereka tidak memenuhi syarat untuk mendapatkan
manfaat UI. Ada limaalasan umum klaim untuk tunjangan pengangguran ditolak: pekerja
tidak tersedia untuk pekerjaan, pekerja berhenti dari pekerjaannya, pekerja dipecat, menolak
pekerjaan yang cocok, dan pengangguran yang dihasilkan dari perselisihan perburuhan.
26

Argumen ekonomi untuk asuransi pengangguran berasal dari pokok adverse


selection. Salah satu kritik umum dari asuransi pengangguran adalah bahwa hal itu
menyebabkan moral hazard, fakta bahwa asuransi pengangguran menurunkan upaya onthe-job dan mengurangi upaya mencari kerja. Masalah lain dengan asuransi pengangguran
berkaitan dengan dampaknya pada anggaran negara. Selama periode waktu resesi, jumlah
pengangguran meningkat dan mereka mulai menarik manfaat dari program ini. Semakin
lama resesi berlangsung, semakin cepat negara mulai kehabisan dana.
Dengan mengurangi kesulitan ekonomi para pengangguran, asuransi pengangguran
meningkatkan jumlah pengangguran friksional dan meningkatkan tingkat pengangguran
alamiah. Para pengangguran yang menerima tujuan asuransi pegangguran menjadi
berkurang tekanannya dalam mencari pekerjaan baru dan cenderung menolak tawaran
pekerjaan yang tidak menarik. Kedua perubahan prilaku ini mengurangi tingkat perolehan
pekerjaan. Selain itu, karena para pekerja tahu bahwa pendapatan mereka sebagian
dilindungi oleh asuransi pengangguran, maka mereka kurang suka mencari pekerjaan
dengan prospek yang stabil dan tidak terlalu peduli pada jaminan keamanan kerja.
Perubahan prilaku ini meningkatkan tingkat pemutusan hubungan kerja.
Walaupun asuransi pengangguran meningkatkan tingkat pengangguran alamiah,
tidak berarti bahwa kebijakan tersebut keliru. Program ini juga memiliki manfaat
mengurangi ketidakpastian pekerja tentang pendapatannya. Lebih dari itu, dorongan
terhadap para pekerja untuk menolak tawaran pekerjaan yang tidak menarik dapat mengarah
pada pencocokan yang lebih baik antara pekerja dan pekerjaan.
2.3.4 Pengangguran di Indonesia
Semasa pemerintahan Orde Baru Suharto, pembangunan perekonomian mampu
menambahkan beragam pekerjaan baru di pasar kerja Indonesia, yang dengan demikian
mampu mengurangi angka pengangguran nasional. Sektor-sektor yang terutama mengalami
peningkatan tenaga kerja (sebagai pangsa dari jumlah total tenaga kerja di Indonesia) adalah
sektor industri dan jasa sementara sektor pertanian malah berkurang. Pada tahun 1980-an
sekitar 55 persen populasi tenaga kerja Indonesia bekerja di bidang pertanian, tetapi
belakangan ini angka tersebut berkurang menjadi sekitar 40 persen.

27

Namun, Krisis Keuangan Asia yang terjadi pada akhir tahun 1990-an (untuk
sementara) merusak pembangunan ekonomi Indonesia dan menyebabkan angka
pengangguran di Indonesia meningkat menjadi 20 dan angka tenaga kerja yang harus
bekerja di bawah level kemampuannya (underemployment) juga meningkat. Sebagian besar
tenaga kerja yang kehilangan pekerjaan di daerah perkotaan pindah ke pedesaan dan
bergabung dengan sektor informal (terutama di bidang pertanian). Walaupun Indonesia telah
mengalami pertumbuhan makro ekonomi yang kuat dalam beberapa tahun belakangan dan
boleh dikatakan Indonesia telah pulih dari krisis pada akhir tahun 1990-an itu, sektor
informal ini baik di kota maupun di desa - sampai sekarang tetap berperan besar dalam
perekonomian Indonesia. Walau agak sulit untuk menentukan jumlahnya secara pasti,
diperkirakan sekitar 55 sampai 65 persen pekerjaan di Indonesia adalah pekerjaan informal.
Saat ini sekitar 80 persen dari pekerjaan informal itu terkonsentrasi di wilayah pedesaan,
terutama di sektor konstruksi dan pertanian.
Pertumbuhan makro ekonomi yang cukup kuat selama lebih dari satu dekade secara
berlahan telah mampu menurunkan angka pengangguran di Indonesia. Namun, dengan
sekitar dua juta penduduk Indonesia yang tiap tahunnya terjun ke dunia kerja, adalah
tantangan yang sangat besar buat pemerintah Indonesia untuk menstimulasi penciptaan
lahan kerja baru supaya pasar kerja dapat menyerap para pencari kerja yang tiap tahunnya
terus bertambah; pengangguran muda (kebanyakan adalah mereka yang baru lulus kuliah)
adalah salah satu kekhawatiran utama dan butuh adanya tindakan yang cepat.
Dengan jumlah total penduduk sekitar 250 juta jiwa, Indonesia adalah negara
berpenduduk terpadat keempat di dunia (setelah Cina, India dan Amerika Serikat).
Selanjutnya, negara ini juga memiliki populasi penduduk yang muda karena sekitar
setengah dari total penduduk Indonesia berumur di bawah 30 tahun. Jika kedua faktor
tersebut di atas digabungkan, indikasinya adalah Indonesia adalah negara yang memiliki
kekuatan tenaga kerja yang besar, yang akan berkembang menjadi lebih besar lagi ke depan.
Tabel 1.
Tenaga Kerja Indonesia
2010

Tenaga Kerja
- Bekerja
- Menganggur

2011

2012

2013

2014

116,527,546 119,399,375 120,320,000 120,170,000 121,870,000


108,207,767 111,281,744 113,010,000 112,760,000 114,630,000
8,319,779
8,117,631
7,310,000
7,410,000
7,240,000

Sumber: Badan Pusat Statistik

28

Tabel 2 di bawah ini memperlihatkan angka pengangguran di Indonesia dalam


beberapa tahun terakhir. Tabel tersebut menunjukkan penurunan yang terjadi secara
perlahan dan berkelanjutan, khususnya angka pengangguran wanita. Pengangguran wanita
berkurang secara drastis, bahkan mulai mendekati angka pengangguran pria. Meskipun
demikian, masalah persamaan gender, seperti di negara-negara lain, masih menjadi isu
penting di Indonesia. Meski sudah ada kemajuan dalam beberapa sektor utama (seperti
pendidikan dan kesehatan), wanita masih cenderung bekerja di bidang informal (dua kali
lebih banyak dari pria), mengerjakan pekerjaan tingkat rendah dan dibayar lebih rendah
daripada pria yang melakukan pekerjaan yang sama.
Tabel 2.
Pengangguran di Indonesia Menurut Jenis Kelamin
2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014

Pengangguran
(% dari total tenaga kerja)
Pengangguran Pria
(% dari total tenaga kerja pria)
Pengangguran Wanita
(% dari total tenaga kerja wanita)

10.3 9.1

8.4 7.9 7.1 6.6 6.1 6.2 5.9

8.5

7.6 7.5 6.1

13.4 10.8 9.7 8.5 8.7

8.1

Sumber: Bank Dunia dan Badan Pusat Statistik

Salah satu karakteristik Indonesia adalah bahwa angka pengangguran cukup tinggi
yang dihadapi oleh tenaga kerja muda usia 15 sampai 24 tahun, jauh lebih tinggi dari angka
rata-rata pengangguran secara nasional. Mahasiswa yang baru lulus dari universitas dan
siswa sekolah kejuruan dan menengah mengalami kesulitan menemukan pekerjaan di pasar
kerja nasional. Hampir setengah dari jumlah total tenaga kerja di Indonesia hanya memiliki
ijazah sekolah dasar saja. Semakin tinggi pendidikannya semakin rendah partisipasinya
dalam kekuatan tenaga kerja Indonesia. Meskipun demikian dalam beberapa tahun terakhir
terlihat adanya perubahan tren: pangsa pemegang ijazah pendidikan tinggi semakin besar,
dan pangsa pemegang ijazah pendidikan dasar semakin berkurang.
Tabel 3.
Pengangguran Indonesia Usia Muda (15-24 Tahun)
Pengangguran Muda Pria
(persentase tenaga kerja pria 15-24 tahun)
Pengangguran Muda Wanita
(persentase tenaga kerja wanita 15-24 tahun)

2006 2007

2008

2009

2010

2011

27.7

23.8

21.8

21.6

21.1

19.3

34.3

27.3

25.5

23.0

22.0

21.0
29

Sumber: Bank Dunia

Sektor pertanian tetap berada di posisi teratas dalam hal penyerapan tenaga kerja.
Tabel di bawah ini memperlihatkan empat sektor terpopuler yang menyerap paling banyak
tenaga kerja di tahun 2011 dan setelahnya. Angka-angka ini merupakan representasi total
persentase tenaga kerja Indonesia.
Tabel 4.
Sektor Pengangguran di Indonesia
Pertanian
Pedagang Grosir, Pedg Ritel, Restoran dan Hotel
Jasa masyarakat, Sosial dan Pribadi
Industri Manufaktur

2011

2012

2013

2014

42.5
23.2
17.0
13.7

39.9
23.6
17.4
15.6

39.2
24.1
18.5
15.0

40.8
25.8
18.5
15.4

data dari Februari 2014


Sumber: Badan Pusat Statistik

Pekerjaan rentan (tenaga kerja yang tidak dibayar dan pengusaha) baik untuk pria
maupun wanita angkanya lebih tinggi di Indonesia daripada di negara-negara maju atau
berkembang lainnya. Dalam satu dekade terakhir ini tercatat sekitar enam puluh persen
untuk pria Indonesia dan tujuh puluh persen untuk wanita. Banyak yang merupakan 'pekerja
rentan' adalah mereka yang bekerja di sektor informal.

BAB III
PENUTUP

3.1

Simpulan
Asuransi sosial adalah program asuransi yang diselenggarakan secara wajib

berdasar suatu undang-undang, dengan tujuan untuk memberikan perlindungan dasar bagi
kesejahteraan masyarakat. Tujuan asuransi sosial adalah memberikan manfaat dasar dan
minimal apabila ada anggota masyarakat yang mengalami peristiwa kerugian tertentu. Pada
umumnya kerugian tersebut berhubungan dengan terganggu atau hilangnya penghasilan

30

seseorang dan pengeluaran biaya akibat sakit. Tujuan lain adalah mencegah terjadinya
kemiskinan.
Komponen dasar program asuransi Pemerintah Amerika Serikat diantaranya:
Pendanaan Pay-As-You-Go, Explicit Transfers, Struktur Manfaat dan Pendanaan. Dampak
Jaminan Sosial pada Perilaku Ekonomi yakni perilaku menabung yang semakin menurun,
menurunkan keputusan para pegawai untuk pensiun, program asuransi memberikan
implikasi pada pemberian penghargaan bagi kaum lansia dengan tingkat jaminan
pendapatan tertentu, terdapat tekanan jangka panjang atas Jaminan Sosial yang diakibatkan
oleh peningkatan pajak penghasilan, serta timbul niat untuk mereformasi jaminan sosial
dengan cara memelihara sistem yang sudah ada atau privatisasi sistem.
Di Indonesia pada Tahun 2014, secara efektif sudah terbentuk dua Badan
Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) sebagai institusi yang mengimplementasikan jaminan
sosial bidang kesehatan dan ketenagakerjaan. Adapun Konsepsi awal dari jaminan
kesehatan ini adalah agar semua warga negara dapat terjamin hak dasar bidang
kesehatannya sehingga dapat hidup dengan layak. tetapi ada beberapa permasalahan yang
masih belum terselesaikan seperti masalah aktifasi kartu BPJS, rujukan, alur layanan,
tanggungan biaya dan regulasi.
Pengangguran atau tuna karya adalah angkatan kerja yang tidak melakukan
kegiatan kerja, atau sedang mencari pekerjaan atau bekerja secara tidak optimal.
Pengangguran umumnya disebabkan karena jumlah angkatan kerja atau para pencari kerja
tidak sebanding dengan jumlah lapangan kerja yang ada yang mampu menyerapnya.
Asuransi pengangguran adalah kesejahteraan sosial yang pembayarannnya
dilakukan oleh Negara atau badan lainnya yang berwenang kepada orang yang menganggur.
Tujuan asuransi pengangguran yaitu untuk mengurangi kesulitan ekonomi para
pengangguran, mengurangi ketidakpastian pekerja tentang pendapatannya. Lebih dari itu,
dorongan terhadap para pekerja untuk menolak tawaran pekerjaan yang tidak menarik dapat
mengarah pada pencocokan yang lebih baik antara pekerja dan pekerjaan. Para
pengangguran yang menerima tujuan asuransi pegangguran menjadi berkurang tekanannya
dalam mencari pekerjaan baru dan cenderung menolak tawaran pekerjaan yang tidak
menarik.

31

Pertumbuhan makro ekonomi yang cukup kuat selama lebih dari satu dekade secara
berlahan telah mampu menurunkan angka pengangguran di Indonesia. Berdasarkan survey
Badan Pusat Statistik tahun 2014, sektor pertanian tetap berada di posisi teratas dalam hal
penyerapan tenaga kerja.

Daftar Rujukan
1. Abbas Salim, 2007. Asuransi dan Manajemen Risiko, PT Raja Grafindo Persada,
Jakarta
2. Buku Pegangan Sosilaisasi Jaminan Kesehatan Nasional (JKN)
3. https://id.wikipedia.org/wiki/Asuransi_sosial diakses tanggal 19 April 2016
4. Judy Claude, Bushs Social Security Plan: Gambling Away the Nest-Egg, the Black
Scholar: Vol.35. No.1. Spring 2005
5. Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan
Nasional (BAPPENAS), Membangun Sistem Jaminan Sosial yang dapat Terlaksana,
Efesien dan Adil. Jakarta: 2004.
6. Rosen, Harvey S. 7th ed. 2005. Public Finance. McGraw-Hill. Singapore
7. Wirjono Prodjodikoro,1987, Hukum Asuransi di Indonesia, Intermassa, Jakarta

32

Lampiran 1
Landasan Hukum Program Jaminan Sosial di Indonesia
No

Dasar hukum

Substansi

1.

Pasal 20, Pasal 21, Pasal 23A,

Jaminan hak atas jaminan sosial warga Negara yang

Pasal 28H ayat (1), ayat (2) dan

dilindungi oleh konstitusi. Negara wajib memenuhi hak

ayat (3), dan Pasal 34 ayat (1)

tersebut melalui mekanisme tertentu yang sesuai dengan

dan ayat (2) Undang-Undang

martabat kemanusiaan.

Dasar Negara Republik


Indonesia Tahun 1945

2.

Undang-Undang Nomor 40

Mengatur tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional, UU yang

Tahun 2004 tentang Sistem

dibentuk untuk melaksanakan amanat UUD 1945. BPJS

Jaminan Sosial Nasional

sudah diatur, pelaksanaannya dilakukan oleh Badan Usaha


Milik Negara (BUMN) yang bergerak dalam bidang asuransi
jaminan sosial yaitu Jamsostek, Taspen, Asabri, dan Askes.
Diatur pula mengenai Dewan Jaminan Sosial Nasional
(DJSN),

sebagai

lembaga

yang

merumuskan

dan

mensinkronisasi kebijakan umum SJSN. UU ini juga


mengatur mengenai kepesertaan dan iuran, selain itu jenis
program jaminan sosial juga disebutkan yaitu jaminan
kesehatan, jaminan kecelakaan kerja, jaminan hari tua,

3.

Undang-Undang Nomor 24

jaminan pensiun, dan jaminan kematian.


UU ini dibentuk sebagai amanat dari Pasal 5 ayat (1) UU

Tahun 2011 tentang Badan

Nomor 40 Tahun 2004 tentang SJSN, bahwa BPJS harus


33

Penyelenggara Jaminan Sosial

dibentuk oleh peraturan perundang-undangan setingkat


undang-undang. BPJS terdiri dari dua yaitu BPJS Kesehatan
dan Ketenagakerjaan.
Empat BUMN yang sebelumnya menjalankan fungsi BPJS
kini dilebur dan masuk dalam BPJS Kesehatan atau
Ketenagakerjaan. UU ini menyempurnakan ketentuan dalam
UU SJSN, serta membuat kedudukan BPJS menjadi lebih
kuat karena bukan hanya berstatus BUMN melainkan badan
hukum publik yang berkedudukan langsung di bawah

4.

Peraturan Pemerintah Republik

Presiden.
PP ini mengatur tentang warga Negara yang akan menerima

IndonesiaNomor 101 Tahun

bantuan iuran jaminan kesehatan. Hanya warga negara

2012 tentang Penerima Bantuan

dengan kriteria tertentu yang dapat menerima bantuan ini,

Iuran Jaminan Kesehatan

jika tidak termasuk kriteria ini maka warga negara harus


membayar premi kepada BPJS Kesehatan dengan jumlah

5.

Peraturan Presiden Republik

tertentu.
Perpres ini mengatur berbagai hal lebih teknis mengenai

Indonesia Nomor 12 Tahun

jaminan kesehatan. Mulai daripenerima manfaat, penerima

2013 tentang Jaminan

bantuan

Kesehatan

warganegara. Selain itu diatur pula mekanismependaftaran

iuran,hingga

fasilitas

yang

diterima

oleh

hingga penggunaan jaminan sosialbidang kesehatan agar

6.

Peraturan Presiden Republik

dirasakan oleh warganegara.


Perubahan dari Perpres sebelumnya, menyempurnakan

Indonesia Nomor 111 Tahun

beberapa kriteria penerimabantuan iuran dan mekanisme

2013 tentang Perubahan atas

jaminankesehatan.

Peraturan Presiden Republik

34

Indonesia Nomor 12 Tahun


2013 tentang Jaminan
Kesehatan

7.

Peraturan BadanPenyelenggara

Peraturan Pelaksana yang dibentuk oleh BPJSKesehatan

JaminanSosial Kesehatan

untuk melaksanakan programjaminan sosial di bidang

Nomor1 Tahun 2014 tentang

kesehatan. Substansisudah teknis dan memuat mekanisme

PenyelenggaraanJaminan

yanglebih teknis untuk pelaksanaan jaminan sosialbidang

Kesehatan

kesehatan.

Sumber: www.bpjs-kesehatan.go.id

35

You might also like