Professional Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Imunisasi dalam sistem kesehatan nasional adalah salah satu bentuk intervensi
kesehatan yang sangat efektif dalam upaya menurunkan angka kematian bayi dan balita.
Dasar utama pelayanan kesehatan, bidang preventif merupakan prioritas utama. Dengan
melakukan imunisasi terhadap seorang anak atau balita, tidak hanya memberikan
perlindungan pada anak tersebut tetapi juga berdampak kepada anak lainnya karena terjadi
tingkat imunitas umum yang meningkat dan mengurangi penyebaran infeksi (Ranuh dkk,
2008).
Imunisasi merupakan pemberian kekebalan pada bayi dan anak terhadap berbagai
penyakit, sehingga bayi dan anak tumbuh dalam keadaan sehat (Hidayat, 2008). Pemberian
imunisasi merupakan tindakan pencegahan agar tubuh tidak terjangkit penyakit infeksi
tertentu seperti tetanus, batuk rejan (pertusis), campak (measles), polio dan tubercoluse. atau
seandainya terkenapun, tidak memberikan akibat yang fatal bagi tubuh (Rukiyah & Yulianti,
2010).
Pada tahun 1974 cakupan imunisasi baru mencapai 5% dan setelah dilaksanakannya
imunisasi global yang disebeut dengan Extended Program on Immunization (EPI) cakupan
terus meningkat (Ranuh dkk, 2008). Tanpa imunisasi kira-kira 3 dari 100 kelahiran anak akan
meninggal karena penyakit campak, sebanyak 2 dari 100 kelahiran anak akan meninggal
karena batuk rejan, satu dari 100 kelahiran anak akan meninggal karena penyakit tetanus, dan
dari setiap 200.00 anak, satu akan menderita penyakit polio (Proverawati & Andhini, 2010).
Dari tahun 1977, World Health Organization (WHO) mulai menetapkan program
imunisasi sebagai upaya global dengan Expanded Program on Immunization (EPI), yang
diresolusikan oleh World Health Assembly (WHA). Ini menempatkan EPI sebagai komponen
penting pelayanan kesehatan. Pada tahun 1981 mulai dilakukan imunisasi polio, tahun 1982
imunisasi campak, dan tahun 1997 imunisasi hepatitis mulai dilaksanakan. Pada akhir tahun
1988 diperkirakan bahwa cakupan imunisasi di Indonesia cukup tinggi dibandingkan
beberapa Negara berkembang lainnya (Proverawati & Andhini, 2010).
Di Indonesia, cakupan bayi di imunisasi pada tahun 2009 menunjukkan bahwa dari
1
jumlah sasaran 4.851.942 jiwa bayi, cakupan imunisasi Hepatitis B (HB) usia O bulan atau
kurang dari 7 hari (65,7%), imunisasi Bacillus Celmette Guerin (BCG) (90,3%), imunisasi
Polio 1 (97,7%), imunisasi Difteri, Pertusis dan Tetanus /Hepatitis B (DPT/HB) 1 (96,1%),
masih rendah, salah satu penyebabnya adalah pengetahuan ibu tentang imunisasi yang masih
kurang.
Berdasarkan uraian tersebut, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian
tentang tingkat pengetahuan ibu mengenai imunisasi.
1.2 Tujuan Umum
1.2.1. Mengidentifikasi pengetahuan, Sikap, dan Perilaku ibu terhadap kelengkapan imunisasi
dasar pada anak di Desa Aek Lung, Kecamatan Dolok Sanggul. .
1.3 Tujuan Khusus
1.3.1 Mengidentifikasi pengetahuan, Sikap, dan Perilaku ibu terhadap kelengkapan imunisasi
dasar pada anak di Desa Aek Lung, Kecamatan Dolok Sanggul. .
1.3.2 Mengidentifikasi kelengkapan imunisasi dasar pada balita di Desa Aek Lung,
Kecamatan Dolok Sanggul.
1.4 Manfaat
1.4.1 Bagi Puskesmas
1. Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi kesadaran ibu untuk membawa balita
imunisasi di Kecamatan Dolok Sanggul.
2. Membantu menentukan dan melakukan intervensi untuk meningkatkan angka imunisasi di
Kecamatan Dolok Sanggul.
3. Dapat meningkatkan angka cakupan imunisasi.
4. Meningkatkan pengetahuan mengenai imunisasi untuk balita.
5. Meningkatkan komunikasi antara Puskesmas dan masyarakat di Kecamatan Dolok
Sanggul.
1.4.2 Bagi Masyarakat
1. Meningkatkan pengetahuan ibu tentang imunisasi balita di Kecamatan Sanggul.
2. Mengatasi masalah yang dihadapi ibu saat membawa balita imunisasi
3. Meningkatkan komunikasi antara Puskesmas dengan masyarakat di Kecamatan Sanggul.
1.4.3 Bagi Pendidikan
1. Sebagai sarana pendidikan, melatih cara berpikir analitik sistemik dalam menyelesaikan
suatu masalah yang ada di komunitas
2. Menambah pengalaman dalam bersosialisasi dalam masyarakat
3. Meningkatkan wawasan pengetahuan mengenai imunisasi balita
2.1. Imunisasi
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Manfaat imunisasi bagi anak dapat mencegah penyakit cacat dan kematian, sedangkan
manfaat bagi keluarga adalah dapat menghilangkan kecemasan dan mencegah biaya
pengobatan yang tinggi bila anak sakit. Bayi dan anak yang mendapat imunisasi dasar
lengkap akan terlindungi dari beberapa penyakit berbahaya dan akan mencegah penularan ke
adik dan kakak dan teman-teman disekitarnya. Dan manfaat untuk Negara adalah untuk
memperbaiki tingkat kesehatan, menciptakan bangsa yang kuat dan berakal untuk
melanjutkan pembangunan Negara (Proverawati & Andhini, 2010).
2.1.4. Macam-macam Imunisasi
Imunitas atau kekebalan, dibagi dalam dua hal, yaitu aktif dan pasif. Aktif adalah bila
tubuh anak ikut menyelenggarakan terbentuknya imunitas, sedangkan pasif adalah apabila
tubuh anak tidak bekerja membentuk kekebalan, tetapi hanya menerimanya saja.
1. Imunisasi aktif
Imunisasi aktif adalah pemberian kuman atau racun kuman yang sudah dilemahkan
atau dimatikan dengan tujuan untuk merangsang tubuh memproduksi antibodi sendiri.
Contonya : imunisasi polio atau campak. Imunisasi aktif ini dilakukan dengan vaksin yang
mengandung :
- Kuman-kuman mati (misalnya : vaksin cholera typhoid / typhus abdomi nalis
paratyphus ABC, vaksin vertusis batuk rejan).
- Kuman-kuman hidup diperlemah (misalnya : vaksin BCG terhadap tuberkulosis).
- Virus-virus hidup diperlemah (misalnya : bibit cacar, vaksin poliomyelitis)
- Toxoid (= toksin = racun dari pada kuman yang dinetralisasi: toxoid difteri, toxoid tetanus).
Vaksin diberikan dengan cara disuntikkan atau per-oral melalui mulut. maka pada
pemberin vaksin tersebut tubuh akan membuat zat-zat anti terhadap penyakit yang
bersangkutan, oleh karena itu dinamakan imunisasi aktif, kadar zat-zat dapat diukur dengan
pemeriksaan darah, dan oleh sebab itu menjadi imun (kebal) terhadap penyakit tersebut.
Pemberian vaksin akan merangsang tubuh membentuk antibodi. Untuk itu dalam imunisasi
aktif terdapat empat macam kandungan yang terdapat dalam setiap vaksinnya, antara lain :
Antigen merupakan bagian dari vaksin yang berfungsi sebagai zat atau mikroba guna
terjadinya semacam infeksi buatan, yang dapat berupa poli sakarida, toxoid, atau virus yang
dilemahkan atau bakteriyang dimatikan.
5
a. Pelarut dapat berupa air steril atau berupa cairan kultur jaringan.
b. Preservatif, stabiliser, dan antibiotik yang berguna untuk mencegah tumbuhnya mikroba
sekaligus untuk stabilisasi antigen.
c. Adjuvans yang terdiri atas garam aluminium yang berfungsi untuk imunogenitas antigen.
2. Imunisasi Pasif
Imunisasi pasif merupakan pemberian zat (imunoglobulin), yaitu suatu zat yang
dihasilkan melalui suatu proses infeksi yang dapat berasal dari plasma manusia atau binatang
yang digunakan untuk mengatasi mikroba yang diduga sudah masuk dalam tubuh yang
terinfeksi (Hidayat, 2008).
Gambar 2 :
Vaksin BCG &
pelarut
Indikasi:
Untuk pemberian kekebalan aktif terhadap
tuberkulosis.
Kontra indikasi:
Adanya penyakit kulit yang berat/menahun seperti: eksin, furunkulosis dan sebagainya.
Mereka yang sedang menderita TBC.
Reaksi sesudah imunisasi BCG
1. Reaksi normal lokal
2 minggu : indurasi, eritema kemudian menjadi pustula
3 - 4 minggu : pustula pecah menjadi ulkus (tidak perlu pengobatan)
8 - 12 minggu : ulkus menjadi scar diameter 3 - 7 mm
2. Reaksi pada kelenjar
Timbul 2 - 6 bulan
8 sesudah imunisasi
Komplikasi
1. Abses ditempat suntikan
2. Limfadenitis Supurativa
< 5 mm
6 - 9 mm : Meragukan
: Negatif
9
> 10 mm : Positif
Imunisasi BCG diberikan pada umur sebelum 2 bulan. Pada dasarnya untuk mencapai
cakupan yang lebih luas, pedoman Depkes perihal imunisasi BCG, pada umur 0-l2 bulan,
tetap disetujui.
Dosis untuk bayi kurang dari 1 tahun adalah 0,05 ml dan untuk anak 0,10 ml,
diberikan secara intrakutan di daerah insersio M.deltoidus kanan. WHO tetap
menganjurkan pemberian vaksin BCG di insersio M.deltoidus kanan dan tidak di tempat
lain (bokong. paha), penyuntikan secara intradermal di daerah deltoid lebih mudah
dilakukan (tidak tepat lemak subkutis yang tebal), ulkus yang terbentuk tidak membantu
struktur otot setempat (dibandingkan pemberian di daerah gluteal lateral atau paha
anterior), dan sebagai tanda baku untuk keperluan diagnosis apabi!a diperlukan.
Vaksin BCG ulang tidak dianjurkan oleh karena menfaatnya diragukan mengingat (1)
efektivitas perlindungan hanya 40%, (2) sekitar 70% kasus Tuberkulosis berat
(meningitis) ternyata mempunyai parut BCG, dan (3) kasus dewasa dengan BTA (bakteri
tahan asam) positif di Indonesia cukup tinggi (23-36%) walaupun mereka telah mendapat
BCG pada masa kanak -kanak. Saat ini sedang dikembangkan vaksin BCG baru yang
lebih efektif.
Vaksin BCG merupakan vaksin hidup, mereka tidak diberikan pada pasien
munokompromais (leukemia, dalam pengobatan steroid jangka panjang, atau pada infeksi
HIV).
Apabila BCG diberikan pada umur lebih dari 3 bulan, sebaiknya dilakukan uji
tuberkulin terlebih dahulu.
10
2. Hepatitis B
Program vaksin hepatitis B (hep-B) segera setelah lahir perlu lebih digalakkan, mengingat
vaksinasi ini merupakan upaya yang sangat efektif untuk memutuskan rantai transmisi
maternal dari ibu kepada bayinya.
Diskripsi:
Vaksin hepatitis B adalah vaksin virus yang telah diinaktivasikan dan bersifat noninfecious, berasal dari HbsAG yang dihasilkan dalam sel ragi (Hansenula polymorpha)
menggunakan teknologi DNA rekombinan.
Indikasi:
Untuk pemberian kekebalan aktif terhadap infeksi yang disebabkan oleh virus hepatitis B.
11
Kontra indikasi:
Hipersensitif terhadap komponen vaksi. Sama halnya seperti vaksin-vaksin lain, vaksin
ini tidak boleh diberikan kepada penderita infeksi berat
Efek Samping
Reaksi lokal seperti rasa sakit, kemerahan dan pembekakan disekitar tempat penyuntikan.
Reaksi yang terjadi bersifat ringan dan biasanya hilang setelah 2 hari.
Jadwal imunisasi hepatitis B
Hepatitis B-2 diberikan dengan interval 1 bulan dari hep B-1 (saat bayi
berumur 1 bulan). Untuk mendapatkan respons imun optimal interval hepB-2 dan hepB-3
minimal 2 bulan, terbaik 5 bulan. Maka hepB-3 diberikan 2-5 bulan setelah hepB-2 yaitu
pada umur 3-6 bulan.
Jadwal pemberian hepB-l saat bayi lahir, dibuat berdasarkan status HbsAG
positif yaitu ibu dengan status HbsAG yang tidak diketahui, ibu HbsAG positif atau ibu
HbsAG negatif.
Baru lahir dari ibu dengan status HbsAG yang tidak diketahui, hepB-1 harus
diberikan dalam waktu 12 jam setelah lahir, dan dilanjutkan pada umur 1 dan atara umur
3-6 bulan. Apabila semula status HbaAG ibu tidak diketahui dan ternyata dalam
perjalanan selanjutnya diketahui bahwa ibu HbsAG positif maka dapat diberikan HBIg
(hepatitis B imunoglobulin) 0,5 ml sebelum bayi berumur 7 hari.
12ibu dengan status HbsAG-B ibu positif, dalam waktu 24-48 jam
Bayi lahir dari
setelah lahir bersamaan dengan vaksin HepB-I diberikan juga HBIg 0,5 ml.
Ulangan vaksinasi hepatitis B
Ulangan imunisasi hepatitis B dapat dipertimbangkan pada umur 10-12 tahun. apabila
titer pencegahan tercapai (catch-upimmunization).
Indikasi:
Untuk pemberian kekebalan secara simultan terhadap difteri, pertusis dan tetanus.
13
Kontra indikasi
Gejala-gejala keabnormalan otak pada periode bayi baru lahir atau gejala serius
keabnormalan pada saraf merupakan kontraindikasi pertusis. Anak yang mengalami gejalagejala parah pada dosis pertama, komponen pertusis harus dihindarkan pada dosis kedua, dan
untuk meneruskan imunisasinya dapat diberikan DT.
Efek Samping
Gejala-gejala yang bersifat sementara seperti: lemas, demam, kemerahan, pada tempat
penyuntikan. Kadang-kadang terjadi gejala berat seperti demam tinggi, iritabilitas, dan
merancau yang biasanya terjadi 24 jam setelah imunisasi.
Jadwal Imunisasi
Imunisasi DTwP dan DTaP dasar diberikan 3 kali sejak umur 2 bulan (DTwP
atau DTaP tidak boleh diberikan sebelum umur 6 minggu) dengan interval 4-6 minggu,
DTwP atau DTaP-1 diberikan pada umur 2 bulan, DTwP atau DTaP-2 pada umur 3 bulan
dan DTwP atau DTaP-3 pada umur 4 bulan. Ulangan selanjutnya (DTwP atau DTaP-4)
diberikan satu tahun setelah DTwP atau DTaP-3 yaitu pada umur 18-24 bulan dan DTwP
atau DTaP-5 pada saat masuk sekolah umur 5 tahun.
14
Vaksinasi ulangan
Sebaiknya ulangan DT-6 pada umur 12 tahun diberikan dT (adult dose), tetapi
di Indonesia dT tidak ada di pasaran.
DTwP atau DTaP atau DT adalah 0,5 ml, intramuskular, baik untuk imunisasi
dasar maupun ulangan.
4. Tetanus
Diskripsi:
Vaksin jerap TT (TetanusToksoid) adalah vaksin yang mengandung toxoid tetanus yang
telah dimurnikan dan teradsorbsi kedalam 3 mg/ml aluminium fosfat. Thimerosal 0,1 mg/ml
digunakan sebagai pengawet. Satu dosis 0,5 ml vaksin mengandung potensi sedikitnya 40 IU.
Dipergunakan untuk mencegah tetanus pada bayi yang baru lahir dengan mengimunisasi
WUS (Wanita Usia Subur) atau ibu hamil, juga untuk pencegahan tetanus pada ibu bayi.
15
Gambar 6 : Vaksin TT
Indikasi:
Untuk pemberian kekebalan aktif terhadap tetanus.
Cara pemberian dan dosis:
Kontra indikasi:
Gejala-gejala berat karena dosis pertama TT.
Efek Samping
Efek samping jarang terjadi dan bersifat ringan. Gejala-gejala seperti lemas, dan
kemerahan pada lokasi suntikan yang bersifat sementara, dan kadang-kadang gejala demam.
Jadwal Imunisasi
1. Jadwal imunisasi tetanus, sesuai dengan imunisasi difteria dalam vaksin DTwP atau DTaP
2. Perkiraan lama waktu perlindungan antibodi tetanus.
16
Program imunisasi mengharuskan
seorang anak minimal mendapat vaksin tetanus toksoid
sebanyak 5 kali untuk memberikan perlindungan seumur hidup. Dengan demikian, pada
saat wanita usia subur telah mendapat perlindungan untuk beyi yang akan dilahirkan
terhadap bahaya tetanus neonatorum.
Perlindungan tersebut dapat diperoleh dengan cara sebagai berikut:
i. Imunisasi DTwP atau DTaP pada bayi 3 kali (3 dosis) akan memberikan imunitas
selama 1-3 tahun. Dari 3 dosis toksoid tetanus pada bayi tersebut, diperkirakan
setara dengan 2 dosis toksoid pada anak yang lebih besar atau dewasa.
ii. Ulangan DTP pada umur 18-24 bulan (DTP 4) akan memperpanjang imunitas 5
tahun yaitu sampai dengan umur 6-7 tahun, pada umur dewasa dihitung setara
dengan 3 dosis toksoid.
iii. Dosis toksoid tetanus kelima (DTP/DT 5) bila diberikan pada usia masuk sekolah
akan memperpanjang imunitas 10 tahun lagi yaitu pada sampai umur dewasa
dihitung setara 5 dosis toksoid.
iv. Upaya ETN dengan target sasaran TT 5 kali juga dilakukan pada anak sekolah.
3. Dosis vaksin DTP dan TT diberikan dengan dosis 0,5 ml secara intrmaskular.
5. Polio
Deskripsi:
Vaksin Oral Polio hidup adalah Vaksin Polio Trivalent yang terdiri dari suspensi virus
poliomyelitis tipe 1,2 dan 3 (strain Sabin) yang sudah dilemahkan, dibuat dalam biakan
jaringan ginjal kera dan distabilkan dengan sukrosa.
17
Gambar 7 : OPV
Gambar 8 : IPV
Indikasi:
Untuk pemberian kekebalan aktif terhadap poliomielitis.
Kontra indikasi:
Pada individu yang menderita immune deficiency tidak ada efek yang berbahaya
yang timbul akibat pemberian polio pada anak yang sedang sakit. Namun jika ada
keraguan, misalnya sedang menderita diare, maka dosis ulangan dapat diberikan setelah
sembuh.
Efek Samping
Pada umumnya tidak terdapat efek samping. Efek samping berupa paralis yang
disebabkan oleh vaksin sangat jarang terjadi.
Pada saat ini telah beredar di Indonesia IPV (Inactivated Polio Vaccine) disamping
OPV (Oral Polio Vaccine) yang telah kita kenal selama ini. Vaksin IPV berisi antigen
polio (polio 1,2, dan 3) yang telah mati, sedangkan OPV berisi virus polio hidup. Kedua
vaksin polio tersebut dapat dipakai secara bergantian. Vaksin IPV dapat diberikan pada
anak sehat, maupun yang menderita imunokompromais. Dapat pula diberikan dalam
waktu bersamaan dengan
18vaksin DTP.
Jadwal
i. Polio-O diberikan saat bayi lahir, karena Indonesia merupakan daerah endemik polio
maka sesuai pedoman program imunisasi nasional untuk mendapatkan cakupan
imunisasi yang lebih tinggi diperlukan tambahan imunisasi polio yang diberikan
setelah lahir. Mengingat OPV berisi virus polio hidup maka dianjurkan diberikan saat
bayi meninggalkan rumah sakit/ rumah bersalin agar tidak mencemari bayi lain karena
virus polio vaksin dapat diekskresi melalui tinja. Untuk keperluan ini , IPV dapat
menjadi alternatif.
ii. Untuk imunisasi dasar polio (polio 2,3,4), interval diantaranya tidak kurang dari 4
minggu.
iii. Dosis OPV, 2 tetes per-oral sedangkan IPV dalam kemasan 0,5 ml, intramuskular.
iv. Vaksin polio ulangan diberikan satu tahun sejak imunisasi polio-4, selanjutnya saat
masuk sekolah (5-6 tahun).
6. Campak
Diskripsi:
Vaksin campak merupakan vaksin virus yang dilemahkan. Setiap dosis (0,5 ml)
mengandung tidak kurang dari 1000 infective unit virus strain CAM 70 dan tidak lebih dari
100 mcg residu kanamycin dan 30 mcg residu erythromycin.
Gambar 9 : Vaksin
19
Campak
Indikasi:
Untuk pemberian kekebalan aktif terhadap penyakit campak.
Cara pemberian dan dosis:
Kontra indikasi:
Individu yang mengidap penyakit Immune deficiency atau individu yang diduga
menderita gangguan respon imun karena leukemia, limfoma.
Efek Samping
Hingga 15% pasien dapat mengalami demam ringan dan kemerahan selama 3 hari
yang dapat terjadi 8 12 hari setelah vaksinasi.
Vaksin campak dianjurkan diberikan dalam satu dosis 0,5 ml secara subkutan, pada
umur 9 bulan.
Hasil penelitian litbangkes Depkes 2000, didapatkan bahwa titer antibodi campak
pada anak usia sekolah 10-12 tahun hanya tinggal 50% diantaranya yang masih
mempunyai antibodi campak
diatas ambang pencegahan. Sedangkan 28,3% diantara
20
kelompok usia 5-7 tahun pernah menderita campak walaupun sudah diimunisasi saat bayi.
Berdasarkan hal tersebut dianjurkan pemberian imunisasi campak ulang pada saat masuk
sekolah dasar (5-6 tahun). Namun apabila telah mendapat vaksinasi MMR pada usia 1518 bulan, ulangan campak umur 5 tidak diperlukan.
7. MMR
Simpan 2 - 8 C,
21
Kontra indikasi
vaksinasi kombinasi.
Dosis
a. Satu dosis vaksin Hib berisi 0,5 ml, diberikan secara intramuskular.
b. Tersedia vaksin kombinasi DTwP/Hib atau DTaP/Hib (vaksin kombinasi berisi vaksin
PRP-T) dalam kemasan Prefilled syringe 0,5 ml.
Ulangan
a. Vaksin Hib baik PRP-T ataupun PRP-OMP pada umur 18 bulan
b. Apabila anak datang pada umur 1-5 tahun, Hib hanya diberikan 1 kali.
9. Deman Tifoid
23
Dosis pemberian
Dosis 720 U diberikan dua kali dengan interval 6 bulan, intramuskular di daerah deltoid.
Kombinasi hepB/hepA (berisi hepB 10 mgr dan hepA 720 ) dalam kemasan prefilled
syringe 0,5 ml intramuskular.
11. Varisela
24
Jadwal imunisasi
Dosis
Dosis 0,5 ml, subkutan, satu kali. Untuk umur lebih dari 13 tahun atau dewasa, diberikan
2 kali dengan jarak 4-8 minggu.
25
(Infanrix-Hib ,Tetract-Hib )
Tetract-Hib : kombinasi DPwT+Hib
Infanrix-Hib : kombinasi DPaT+Hib
DPwT/DPaT : dalam vial
Septikemia / bakteremia
Pneumonia
26
Meningitis
Otitis media
Sinusitis
27
Peningkatan cakupan imunisasi melalui pendidikan orang tua telah menjadi strategi
populer di berbagai negara. Strategi ini berasumsi bahwa anak-anak tidak akan diimunisasi
secara benar disebabkan orang tua tidak mendapat penjelasan yang baik atau karena memiliki
sikap yang buruk tentang imunisasi. Program imunisasi dapat berhasil jika ada usaha yang
sungguh-sungguh dan berkesinambungan pada orang- orang yang memiliki pengetahuan dan
komitmen yang tinggi terhadap imunisasi. Jika suatu program intervensi preventif seperti
imunisasi ingin dijalankan secara serius dalam menjawab perubahan pola penyakit dan
persoalan pada anak, maka perbaikan dalam evaluasi perilaku kesehatan masyarakat dan
peningkatan pengetahuan sangat diperlukan (Ali,2002).
2.1.8. Jadwal Imunisasi Tidak Teratur
Pada keadaan tertentu imunisasi tidak dapat dilaksanakan sesuai dengan jadwal yang
sudah disepakati. Keadaan ini tidak merupakan hambatan untuk melanjutkan imunisasi.
Vaksin yang sudah diterima oleh anak tidak menjadi hilang manfaatnya tetapi tetap sudah
menghasilkan respons imunologi sebagaimana yang diharapkan tetapi belum mempunyai
antibodi yang optimal. Dengan perkataan lain anak belum mempunyai antibodi yang optimal
karena belum mendapat imunisasi lengkap, sehingga kadar antibodi yang dihasilkan masih
dibawah kadar ambang perlindungan untuk kurun waktu yang panjang (life long immunity)
sebagaimana bila imunisasinya lengkap. Dengan demikian kita harus menyelesaikan jadwal
imunisasi dengan melanjutkan imunisasi yang belum selesai.
Umur <12 bulan, boleh diberikan kapan saja. Umur >12 bulan,
imunisasi kapan saja namun sebaiknya dilakukan terlebih dahulu
uji tuberkulin apabila negatif berikan BCG dengan dosis 0,1 ml
intrakutan
DTwP
atau
Berikan dT pada anak >7 tahun, jangan DTwP atau DTaP apabila
DTaP
Campak
MMR
Hepatitis
Riwayat imunisasi
(bulan)
6 11
Rekomendasi
imunisasi
1 dosis
1x umur 6-11 bulan
Ulangan 1x setelah 2
bulan
12 14
29
12 14
Berikan
dosis
interval 2 bulan
15 59
Berikan 1 dosis
perubahan pola penyakit dan persoalan pada anak dan remaja, maka perbaikan dalam
evaluasi perilaku kesehatan masyarakat sangat diperlukan (Muhammad, 2003). Banyak
literatur yang menghubungkan antara faktor orang tua dengan penggunaaan sarana
kesehatan baik itu untuk tindakan pencegahan atau pengobatan penyakit, namun hanya
sedikit penelitian yang secara khusus mencari hubungan antara pengetahuan orang tua
dengan imunisasi anak.
Cakupan imunisasi yang rendah merupakan persoalan yang kompleks. Bukan hanya
karena faktor biaya, karena ternyata vaksin gratis ternyata juga tidak menjadi jaminan
bagi suksesnya imunisasi. Pada hasil penelitian Becher (1995) yang dikutip oleh
Muhammad (2003) mendapatkan bahwa ibuibu yang yang anaknya jarang terserang
penyakit adalah mereka yang lebih sering memanfaatkan sarana-sarana kesehatan
pencegahan. Mereka mengaku bahwa dengan memiliki kepercayaan yang tinggi terhadap
sarana pencegahan dan melakukan usaha pencegahan yang teratur, anak mereka dapat
terhindar dari sakit.
1. Faktor Yang Mempengaruhi Imunisasi Anak
Menurut Sulistyowati (2005), adapun faktor yang berperan dalam model untuk
memprediksi cakupan imunisasi dasar lengkap yaitu tingkat pendidikan ibu, dan status
kerja ibu.
1) Pengetahuan
Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan
penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui pancaindra
manusia, yakni indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa, dan raba. Sebagian
besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga.
Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting dalam
membentuk tindakan seseorang (overt behavior). Pengetahuan yang tercakup dalam
domain kognitif mempunyai 6 tingkatan (Effendy dan Hayati, 2005) yaitu:
a) Tahu (Know)
Diartikan sebagai mengingat sesuatu materi yang telah dipelajari sebelumnya,
termasuk kedalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali (recall)
terhadap sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan
31
yang telah diterima. Oleh sebab itu tahu ini merupakan tingkat pengetahuan
yang paling rendah. Untuk mengukur apakah orang tahu atau tidak tentang apa
menunjuk
kepada
suatu
kemampuan
untuk
meletakkan
atau
2) Perilaku
Pengertian perilaku dapat dibatasi sebagai keadaan jiwa untuk berpendapat, berfikir,
bersikap, dan lain sebagainya yang merupakan refleksi dari berbagai macam aspek, baik
fisik maupun non fisik. Perilaku juga diartikan sebagai suatu reaksi psikis seseorang
terhadap lingkungannya, reaksi yang dimaksud digolongkan menjadi 2, yakni dalam
bentuk pasif (tanpa tindakan nyata atau konkrit), dan dalam bentuk aktif (dengan tindakan
konkrit), sedangkan dalam pengertian umum perilaku adalah segala perbuatan atau
tindakan yang dilakukan oleh makhluk hidup (Soekidjo Notoatmodjo, 1987:1). Faktorfaktor yang Mempengaruhi Perilaku
Menurut Notoatmodjo (2005), ada beberapa faktor yang mempengaruhi perilaku
seseorang dalam bidang kesehatan yaitu:
a)
Latar Belakang
b)
Perilaku seseorang dalam bidang kesehatan dipengaruhi oleh kepercayaan orang tersebut
terhadap kesehatan serta kesiapan mental yang dipunyai. Kepercayaan tersebut setidaktidaknya menjadi manfaat yang akan diperoleh, kerugian yang didapat, hambatan yang
diterima serta kepercayaan bahwa dirinya dapat diserang penyakit.
c)
Sarana
Tersedia atau tidaknya sarana yang dimanfaatkan adalah hal yang penting dalam
munculnya perilaku seseorang di bidang kesehatan, betapapun positifnya latar belakang,
kepercayaannya dan kesiapan mental yang dimiliki tetapi jika sarana kesehatan tidak
tersedia tentu perilaku kesehatan tidak akan muncul.
d)
Faktor Pencetus
Dalam bidang kesehatan peranan faktor pencetus cukup besar untuk memunculkan
perilaku kesehatan yang diinginkan. Seringkali dijumpai seseorang baru berperilaku
kesehatan tertentu bila sudah ada masalah kesehatan sebagai pencetus, seperti penyakit
kulit.
e)
Perubahan Perilaku
Perubahan perilaku berarti individu mulai menerapkan sesuatu yang baru (inovasi), lain
daripada yang sebelumnya.
34
A. KERANGKA KONSEP
Suhu optimum
untuk vaksin mati Vaksin mati (inaktif) sebaiknya disimpan dalam suhu +2C sampai
dengan +8C juga, pada suhu dibawah +2C (beku) vaksin mati (inaktif) akan cepat rusak.
Bila beku dalam suhu -0.5C vaksin hepatitis B dan DPT-Hepatitis B (kombo) akan rusak
dalam jam, tetapi dalam suhu diatas 8C vaksin hepatitis B bias bertahan sampai tiga puluh
hari, DPT-hepatitis B kombinasi sampai empat belas hari. Dibekukan dalam suhu -5C
sampai dengan -10C vaksin DPT, DT dan TT akan rusak dalam 1,5 sampai dengan dua jam,
tetapi bisa bertahan sampai empat belas hari dalam suhu di atas 8C.
36
Kamar dingin (cold room) dan kamar beku (freeze room) umumya berada dipabrik,
distributor pusat, Dinas Kesehatan Provinsi, berupa ruang yang besar dengan kapasitas 5-100
m, untuk menyimpan vaksin dalam jumlah yang besar. Suhu dingin berkisar +2C sampai
dengan +8C, terutama untuk menyimpan vaksin-vaksin yang tidak boleh beku. Suhu kamar
beku berkisar antara -25C sampai dengan -15C, untuk menyimpan vaksin yang boleh beku,
terutama vaksin polio. Kamar dingin dan kamar beku harus beroperasi terus menerus,
menggunakan dua alat pendingin yang bekerja bergantian. Aliran listrik tidak boleh terputus
sehingga harus dihubungkan dengan pembangkit listrik yang secara otomatis akan berfungsi
bila listrik mati. Suhu ruangan harus dikontrol setiap hari dari data suhu yang tercatat secara
otomatis. Pintu tidak boleh sering dibuka tutup.
3, untuk memantau apakah suhunya pernah mencapai di bawah 0 derajat. Sebaiknya pintu
lemari es hanya dibuka dua kali sehari, yaitu ketika mengambil vaksin dan mengmbalikan
sisa vaksin, sambil mencatat suhu lemari es.
Lemari es dengan pintu membuka ke atas lebih dianjurkan untuk penyimpanan vaksin.
Karet-karet pintu harus diperiksa kerapatannya, untuk menghindari keluarnya udara dingin.
Bila pada dinding lemari es telah terdapat bunga es, atau di freezer telah mencapai tebal 2-3
cm harus segera dilakukan pencairan (defrost). Sebelum melakukan pencairan, pindahkan
vaksin ke cool box atau lemari es yang lain. Cabut kontak listrik lemari es, biarkan pintu
lemari es dan freezer terbuka selama 24 jam, kemudian dibersihkan. Setelah bersih, pasang
kembali kontak listerik, tunggu sampai suhu stabil. Setelah suhu lemari sedikitnya mencapai
+8C dan suhu freezer-15C, masukkan vaksin sesuai tempatnya.
Gambar 19 : Lemari Es
akan menjadi rapuh, mudah pecah. Tidak boleh menyimpan makanan, minuman, obat-obatan
atau benda-benda lain di dalam lemari es vaksin, karena mengganggu stabilitas suhu karena
sering di buka.
39
40
j.
jam, biasanya di dalam wadah plastik berwarna putih. Cool pack berisi air dingin (tidak
beku)yang didinginkan dalam suhu +2C sampai dengan +8C selama 24 jam, biasanya di
dalam wadah plastik berwarna merah atau biru. Cold pack (beku) dimasukkan ke dalam
termos untuk mempertahankan suhu vaksin ketika membawa vaksin hidup sedangkan cool
pack (cair) untuk membawa vaksin hidup dan vaksin mati (inaktif).
41
terpapar suhu di atas batas yang diperkenankan, tidak boleh diberikan pada pasien.
Vaksin toksoid, rekombinan dan polisakarida umumnya berwarna putih jernih sedikit
berkabut. Bila menggumpal atau banyak endapan berarti sudah pernah beku, tidak boleh
digunakan karena sudah rusak. Untuk meyakinkan dapat dilakukan uji kocok seperti dibawah
ini. Bila vaksin setelah dikocok tetap menggumpal atau mengendap maka vaksin tidak boleh
digunakan karena sudah rusak.
5. Pemilihan vaksin
Vaksin yang harus segera dipergunakan adalah : vaksin yang belum dibuka tetapi telah
dibawa ke lapangan, sisa vaksin telah dibuka (dipergunakan), vaksin dengan VVM B, vaksin
dengan tanggal kadaluarsa sudah dekat (EEFO = Early Expire First Out), vaksin yang sudah
lama tersimpan dikeluarkan segera (FIFO = First In First Out).
44
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Desain studi
Metode yang dilakukan pada kegiatan ini adalah intervensi melalui penyuluhan
kepada para ibu di Posyandu ibu dan anak di Poskesdes Aek Lung Kecamatan Dolok
Sanggul. Dengan melakukan penyuluhan diharapkan para ibu dapat lebih memahami
mengenai imunisasi dan membawa anak-anaknya ke posyandu/Poskesdes untuk melengkapi
imunisasinya.
3.2 Metode Pengumpulan Data
Dalam penelitian ini peneliti menggunakan kuesioner sebagai instrumen untuk
mendapatkan informasi dan data dari responden. Ada tiga bagian kuesioner yang digunakan
dalam penelitian ini yang dibuat oleh peneliti berdasarkan tinjauan kepustakaan. Bagian pertama
kuesioner yaitu data demografi yang diisi oleh responden. Kuesioner demografi berisi tentang :
usia, jenis kelamin, suku bangsa, tingkat pendidikan, pekerjaan,riwayat keluarga.
Bagian kedua adalah kuesioner pengetahuan tentang imunisasi dasar, terdiri dari 20
pernyataan dengan menggunakan skala ordinal yang menjawab benar diberi skor 1, salah diberi
skor 0. Jadi nilai tertinggi yang diperoleh adalah 10 dan nilai terendah adalah 0 (nol).Dengan
memakai skala pengukuran Menurut Arikunto (2006), yaitu :
Baik, bila jawaban responden benar 76-100% dari total nilai angket pengetahuan.
Cukup, bila jawaban responden benar 60-75% dari total nilai angket pengetahuan.
Kurang, bila jawaban responden benar < 60% dari total nilai angket pengetahuan.
Data dikumpulkan pada formulir yang telah disediakan dan dikumpulkan dalam satu
tabel induk, kemudian diolah dengan komputer dengan langkah sebagai berikut:
1. Data yang telah dikumpulkan disunting dan terhadapnya dilakukan coding.
2. Setelah di-coding data kemudian dimasukkan ke dalam SPSS versi 12.
3. Melakukan analisis data secara deskriptif dengan menggunakan menu frequency.
3.5 Presentasi Data
Data yang diperoleh dipresentasikan dengan menggunakan tabel dan grafik.
3.6 Pelaporan Data
Data yang sudah diolah dan dianalisis disusun dalam bentuk makalah diagnosis
komunitas. Satu rangkap makalah akan diberikan kepada puskesmas.
46
4.1
BAB IV
HASIL
Data Geografi
Desa Saitnihuta terletak di Kecamatan Dolok Sanggul Kabupaten Humbang
Hasundutan dengan luas daerah kurang lebih 800 km2.
Batas-batas wilayah kerja puskesmas Saitnihuta, yaitu:
Sebelah Utara
Sebelah Selatan
Sebelah Barat
: Kecamatan Sijamapolang
Sebelah Timur
: Kecamatan Lintongnihuta
Desa saitnihuta terdiri dari 4 dusun, yaitu Lumban Sonang, Jukkang, Simaragas,
dan Narambean.
4.3
Data Demografi
47
Desa Saitnihuta mempunyai jumlah penduduk 2343 jiwa dengan perincian jumlah
laki-laki 1095 jiwa, perempuan 1124 jiwa, dan terdiri dari 531 KK.
4.4
4.5
Tamat SD
Tamat SMP
20,0
48
Tamat SMA/SMK
13
65,0
Tamat Diploma
5,0
Tamat Sarjana
10.0
Total
20
100,00
Petani
17
85,00
5,00
Guru
10,00
Swasta
Total
20
100.0
dominan adalah ibu petani dengan presentasi 85%, sedangkan responden dengan jenis
pekerjaan paling sedikit adalah ibu rumah tangga saja.
Data yang ketiga adalah distribusi responden berdasarkan umur responden yang dapat
dilihat pada tabel 4.3 berikut ini.
20 tahun
10
20-30 tahun
12
60
30 tahun
30
Total
20
100.0
Tabel 4.3 menunjukkan distribusi umur ibu balita yang digunakan sebagai responden,
dimana ibu yang berumur 20 tahun sebanyak 10 %, ibu yang berumur 30 tahun sebanyak
30 % dan yang paling dominan pada responden adalah ibu yang berumur 20-30 tahun
sebanyak 60 %.
Baik
15
75
Cukup
20
Kurang
Total
20
100.0
50
Tabel 4.4 menunjukkan pengetahuan responden tentang pentingnya imunisasi (preintervensi). Responden yang mempunyai tingkat pengetahuan yang baik tentang imunisasi
sebanyak 15 orang dengan presentasi 75%. Responden yang mempunyai pengetahuan yang
cukup baik tentang imunisasi sebanyak 4 orang dengan prosentase 20 %. Responden yang
mempunyai pengetahuan yang kurang sebanyak 1 orang dengan prosentase sebanyak 5%.
Hasil pengambilan data ini didapatkan bahwa responden lebih banyak yang mempunyai
tingkat pengetahuan yang baik tentang imunisasi.
Berikut ini adalah tabel mengenai hasil tentang sikap ibu anak dalam mengimunisasikan
anak yang dilakukan responden.
Tabel 4.5 Jumlah responden tentang sikap ibu mengenai imunisasi pada anak
(pre-intervensi)
Perilaku
Baik
20
100
Buruk
Total
20
100
Dari hasil responden tentang perilaku ibu anak dalam menerapkan program imunisasi
kebanyakan dari responden sudah berperilaku baik mau membawa anak ke posyandu dan
mengimunisasikan anaknya dengan jumlah responden yang perilaku baik sebesar 100 %.
Berikut ini adalah tabel mengenai hasil tentang perilaku ibu anak dalam
mengimunisasikan anak yang dilakukan responden.
Tabel 4.6 Jumlah responden tentang perilaku imunisasi pada anak (pre-intervensi)
Perilaku
Baik
17
85
Cukup
15
Buruk
Total
20
100
Dari hasil responden tentang perilaku ibu anak dalam menerapkan program imunisasi
kebanyakan dari responden51sudah berperilaku baik mau membawa anak ke posyandu dan
mengimunisasikan anaknya dengan jumlah responden yang perilaku baik sebesar 85 %.
Baik
20
100,0
Cukup
Kurang
Total
20
100.0
Tabel 4.7 menunjukkan pengetahuan responden tentang pentingnya imunisasi (postintervensi). Responden yang mempunyai tingkat pengetahuan yang baik tentang imunisasi
sebanyak 20 orang dengan prosentase 100%. Hasil pengambilan data ini didapatkan bahwa
terjadi peningkatan pengetahuan responden, sangat baik tentang imunisasi dibandingkan
sebelum dilakukan intervensi.
Berikut ini adalah tabel mengenai hasil tentang perilaku ibu bayi dan ibu hamil dalam
mengimunisasikan anak yang dilakukan responden (post-intervensi).
Tabel 4.8 Jumlah responden tentang sikap ibu menegenai imunisasi pada anak
(post-intervensi)
Perilaku
Baik
20
95,0
Buruk
5,0
Total
40
100
Berikut ini adalah tabel mengenai hasil tentang perilaku ibu bayi dan ibu hamil dalam
mengimunisasikan anak yang dilakukan responden (post-intervensi).
Tabel 4.9 Jumlah responden tentang perilaku ibu mengenai imunisasi pada anak
(post-intervensi)
Perilaku
Baik
20
95,0
Buruk
5,0
Total
40
100
Dari hasil responden tentang perilaku ibu anak dalam menerapkan program imunisasi
setelah dilakukan intervensi menunjukkan sikap yang baik.
Output dari mini proyek ini adalah meningkatnya jumlah balita yang diimunisasi di
Desa Aek Lung yang merupakan wilayah kerja Puskesmas Saitnihuta.
53
BAB V
PEMBAHASAN
Pada mini project ini, peneliti akan menguraikan data dan hasil penelitian tentang
peningkatan pengetahuan, sikap dan perilaku ibu balita terhadap Program imunisasi di Desa
Aek Lung, kecamatan Dolok sanggul sehingga tercipta peningkatan pengetahuan, sikap dan
perilaku masyarakat terhadap imunisasi. Penilaian terhadap perilaku tidak mudah dilakukan
karena membutuhkan penelitian yang sifatnya berkelanjutan. Perilaku merupakan bentuk
suatu hal yang bukan hanya dari pengetahuan saja, melainkan banyak hal seperti adat,
kebiasaan, pola pikir, pengalaman dan lain-lain. Sedangkan pengetahuan itu sendiri
merupakan hal yang dapat dipelajari dan dimodifikasi.
Hasil penelitian ini diperoleh dari data yang berupa kuesioner tentang tingkat
pengetahuan ibu. Peneliti menggunakan metode ini karena tingkat pengetahuan merupakan
salah satu faktor yang dapat mempengaruhi sikap dan perilaku seseorang. Tingkat
54 pada ibu di masyarakat merupakan salah satu tolak ukur untuk
pengetahuan tentang imunisasi
mengetahui bagaimana ibu menyadari pentingnya imunisasi pada anak, selain itu tingkat
pengetahuan juga dapat mengetahui respon dari suatu keluarga dalam memberikan imunisasi
pada anak.
Prosedur penelitian ini adalah ibu-ibu di posyandu yang memiliki anak balita dibagikan
kuesioner untuk dijawab kemuadian hasil jawaban di skoring untuk dikategorikan ke dalam
tingkat pengetahuan. Bagi ibu yang tidak dapat membaca maka pengisian kuesioner dipandu
oleh dokter intersip atau petugas yang bersangkutan.
Berdasarkan data hasil penelitian sebelum dilakukan intervensi menunjukkan nilai yang
baik dari pengetahuan, sikap dan perilaku mengenai program imunisasi di desa Aek Lung.
Hanya saja sikap dan perilaku ibu balita yang masih harus ditingkatkan dalam menyikapi
program imunisasi, mengingat pengetahuan, sikap dan perilaku ibu balita nilainya harus
sangat baik. Hal ini dikarenakan masih dimungkinkannya anak menderita penyakit meskipun
sudah diimunisasi.
Kegiatan intervensi yang dilakukan selama penelitian adalah edukasi setiap posyandu,
menyebar leaflet, melatih kader posyandu, dan melakukan penyuluhan. Tentu saja hal ini
tidak mungkin dilakukan sekali atau dua kali. Setelah dilakukan intervensi pada responden,
yaitu berupa penyuluhan, pembagian leaflet, dan tanya-jawab kepada responden tentang
imunisasi didapatkan bahwa terjadi peningkatan pengetahuan, sikap dan perilaku ibu dalam
mengimunisasikan anak. Persentase responden post intervensi yang mempunyai tingkat
pengetahuan yang baik tentang imunisasi meningkat menjadi 100%, begitu juga jumlah
responden menyikapi program imunisasi meningkat menjadi 100%, Sedangkan jumlah
responden yang perilaku baik meningkat menjadi sebesar 100 %. Hasil pengambilan data ini
didapatkan bahwa terjadi peningkatan pengetahuan yang baik tentang imunisasi
dibandingkan sebelum dilakukan intervensi, walaupun hanya sebanyak 20 responden.
Kondisi tersebut karena dipengaruhi oleh banyak faktor, termasuk kendala-kendala yang
dialami saat proses mini proyek berlangsung. Kendala tersebut antara lain :
1.
2.
Keterbatasan tim
Karena terbatasnya tim mini proyek, maka penelitian tidak dapat dilakukan secara
cepat. Hal ini tentu saja berpengaruh dalam keberhasilan mini proyek.
3.
4.
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan
Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan
penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui pancaindra
manusia, yakni indra penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba.
Pengetahuan atau kognitif merupakan dominan yang sangat penting dalam
membentuk tindakan seseorang. Perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih
langgeng daripada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan.
Cakupan imunisasi dasar lengkap di desa Aek lung sudah baik, hal ini dikarenakan
pihak puskesmas, poskesdes, maupun para kader posyandu yang selalu giat mengajak
ibu-ibu balita untuk mengikuti program imunisasi di desa Aek lung, kecamatan Dolok
sanggul
56
Berdasarkan distribusi frekuensi kuesioner pre test, dapat dilihat bahwa mayoritas
pengetahuan responden tentang imunisasi adalah sudah baik yaitu sebanyak 15 orang
Setelah dilakukan intervensi terlihat terjadi peningkatan baik dari segi pengetahuan,
sikap dan perilaku mengenai program imunisasi dasar lengkap di desa Aek lung,
kecamatan Dolok sanggul. Dapat diambil kesimpulan bahwa tingkat pengetahuan
responden setelah dilakukan penyuluhan mengalami peningkatan.
Peserta posyandu ibu anak ternyata antusias dengan kegiatan penyuluhan dan diskusi
yang dilakukan, hal ini tampak dari banyaknya pertanyaan yang diajukan saat sesi
tanya jawab berlangsung.
6.2 Saran
57
Kepada pihak masyarakat agar selalu semangat mengikuti program imunisasi dasar
lengkap baik itu di posyandu, poskesdes, maupun puskesmas hal ini demi
meningkatkan kesehatan anak-anak demi terwujudnya anak yang sehat.
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, Suharsini. (2006). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik, Jakarta: Rineka
Cipta.
Gupte, Suraj. (2004). Panduan Perawatan Anak, Jakarta.
Hidayat Aziz Alimul, A. (2005). Pengantar Ilmu Keperawatan Anak 1, Jakarta: Salemba
Medika.
Hidayat Aziz Alimul, A. (2008). Pengantar Ilmu Kesehatan Anak Untuk Pendidikan
Kebidanan, Jakarta: Salemba Medika.
Notoadmodjo, Soekidjo. (2003). Ilmu Kesehatan Masyarakat Prinsip-prinsip Dasar, Jakarta:
58
PT. Rineka Cipta.
Notoadmodjo, Soekidjo. (2010). Ilmu Perilaku Kesehatan, Jakarta: PT. Rineka Cipta.
59
KUESIONER PENELITIAN
Data Responden :
Nama responden (Orangtua) :
Nama anak
:
Usia anak :
Alamat
Pekerjaan
Pendidikan terakhir
Jumlah anak
60
:
:
Pengetahuan Responden
1. Apa manfaat imunisasi pada anak anda ?
a. Upaya pengobatan terhadap penyakit infeksi
b. Upaya pencegahan terhadap penyakit tertentu
c. Upaya untuk meningkatkan berat badan anak
d. Upaya meningkatkan gizi pada anak
e. Tidak tahu
2. Penyakit apa yang dapat dicegah dengan imunisasi ?
a. Diare
b. Demam berdarah
c. Campak
d. Infeksi telinga
e. Tidak tahu
3. Berapa jenis imunisasi dasar lengkap yang didapat di posyandu ?
a. 5
b. 3
c. 7
d. 4
e. Tidak tahu
4. Berikut ini salah satu yang termasuk cara pemberian imunisasi ?
a. Diteteskan ke mulut
b. Diteteskan ke telinga
c. Disuntikkan ke pembuluh darah
d. Disuntikkan di betis
e. Tidak tahu
61
b. Usia sekolah
c. Sejak sakit
d. Sejak lahir
e. Tidak tahu
6. Imunisasi apakah yang pemberiannya diteteskan melalui mulut ?
a. BCG
b. Polio
c. Hepatitis B
d. DPT
e. Tidak tahu
7. Penyakit apakah yang dapat dicegah dengan pemberian imunisasi BCG ?
a. Polio
b. Hepatitis B
c. TBC
d. Campak
e. Tidak tahu
8. Berapa kali imunisasi Polio diberikan ?
a. 2
b. 3
c. 4
d. 1
e. Tidak tahu
9. Kapan imunisasi campak mulai diberikan ?
a. Sejak lahir
b. Usia sekolah
c. Usia 9 bulan
d. Usia 1 tahun
62
e. Tidak tahu
10. Apakah imunisasi yang sudah terlewatkan dapat diberikan ?
a. Tidak bisa
b. Tidak mungkin
c. Bisa
d. Bisa, asalkan anaknya sudah sekolah
e. Tidak tahu
Sikap Responden
11. Apakah ibu setuju dengan adanya program imunisasi dasar lengkap?
a. Setuju
b. Tidak setuju
12. Apakah ibu setuju apabila anak anda diimunisasi ?
a. Setuju
b. Tidak setuju
13. Apakah ibu setuju bahwa imunisasi itu sangat penting untuk kesehatan anak ?
a. Setuju
b. Tidak setuju
14. Apakah ibu setuju bahwa manfaat imunisasi yang didapat jauh lebih besar
dibandingkan kerugiannya (efek samping) ?
a. Setuju
b. Tidak setuju
15. Apakah ibu setuju kalau imunisasi Polio dapat mencegah penyakit polio ?
a. Setuju
b. Tidak setuju
63
Perilaku Responden
16. Apakah anak ibu sudah mendapatkan imunisasi dasar lengkap?
a. Sudah
b. Belum
Bila belum, berikan alasannya...
17. Pada umur berapa anak ibu mendapat imunisasi BCG ?
a. Segera setelah lahir
b. Sebelum berumur 2 bulan
c. Setelah berumur 2 bulan
d. Setelah terkena penyakit TBC
e. Tidak mendapatkan imunisasi BCG
18. Apakah ibu tetap membawa anak ibu untuk di imunisasi apabila anak ibu sedang diare
?
a. Tetap
b. Tidak
c. Menunda
Berikan alasannya...
19. Bagaiman tindakan ibu pada anak yang tidak mendapatkan imunisasi ?
a. Mengajak orangtuanya agar anaknya diimunisasi
b. Hanya menyarankan
c. Tidak berbuat apa-apa
20. Apakah ibu masih tetap membawa imunisasi (booster) anak ibu setelah anak ibu
sudah mendapatkan imunisasi dasar lengkap ?
a. Iya
b. Tidak
c. Ragu-ragu
Berikan alasannya...
64