You are on page 1of 25

BAB I

PENDAHULUAN
Multi-Drug Resistance

dalam pengobatan TB menjadi masalah kesehatan

masnyarakat di sejumlah negara dan merupakan hambatan terhadap program pengendalian


TB secara global. Kekebalan kuman TB terhadap OAT sebenarnya telah muncul sejak lama.
Kekebalan ini dimulai dari yang sederhana yaitu monoresisten, poliresisten, sampai dengan
MDR dan extensive drug resistance (XDR) 1 Tuberkulosis adalah penyakit yang disebabkan
oleh infeksi Mycobacterium tuberculosis complex. Resistensi ganda (MDR TB) adalah basil
M.tuberculosis resisten minimal terhadap rifampisin dan isoniazid, dengan atau tanpa OAT
lainnya. TB resistensi ganda dapat berupa resistensi primer dan resistensi sekunder. 2
Pada tahun 2005 WHO melaporkan di dunia lebih dari 400.000 kasus MDR TB
terjadi setiap tahunnya sebagai akibat kurang baiknya penanganan dasar kasus TB dan
transmisi strain-strain kuman yang resisten obat anti TB. Penatalaksanaan MDR TB lebih
sulit dan membutuhkan biaya lebih banyak dalam penanganannya dibandingkan dengan
kasus TB yang bukan MDR.3 Resisten ganda (multidrugs resistant tuberculosis/TB-MDR )
merupakan masalah terbesar terhadap pencegahan dan pemberantasan TB dunia.
Pada tahun 2010 WHO melaporkan bahwa insiden TB-MDR meningkat secara
bertahap merata 2% pertahun. Prevalens TB diperkirakan WHO meningkat 4,3% di seluruh
dunia dan lebih dari 200 kasus baru terjadi di dunia. Di Negara berkembang prevalens TBMDR berkisar antara 4,6%-22,2%. WHO Report On Tuberculosis Epidemic 1995
menyatakan bahwa resisitensi ganda kini menyebar dengan amat cepat di berbagai belahan
dunia. Lebih dari 50 juta orang mungkin telah terinfeksi oleh kuman tuberkulosis yang
resisten terhadap beberapa obat anti tuberkulosis khususunya Rifampisin dan INH, serta
kemungkinan pula ditambah obat lainnya.

Di negara berkembang prevalens TB-MDR

berkisar antara 4,6%-22,2%. Menurut WHO, saat ini Indonesia menduduki peringkat ke
delapan jumlah kasus MDR TB dari 27 negara. Data awal survey resistensi obat OAT lini
pertama yang dilakukan di Jawa Tengah 2006, menunjukkan angka TB MDR pada kasus
MDR pada kasus baru yaitu 2,07%, angka ini meningkat pada pasien yang pernah diobati
sebelumnya yaitu 16,3%.5
Kasus TB-MDR merupakan bentuk spesifik dari TB resisten obat yang terjadi jika
kuman resisten terhadap setidaknya pada dua jenis obat anti tuberkulosis yang utama.
Kejadian TB-MDR pada dasarnya adalah suatu fenomena buatan manusia (man-made
phenomenon), sebagai akibat pengobatan TB yang tidak adekuat.

Suatu standard mutu penanganan yang baik sesuai Internasional Standard for
Tuberculosis Care (ISTC) sangat penting untuk menyembuhkan penderita TB, mencegah
penularan penyakit kepada anggota keluarga dan kontak serta menjaga kesehatan masyarakat
pada umumnya. Penanganan yang substandard (di bawah standard) akan berakibat kegagalan
pengobatan, transmisi kuman TB yang berkelanjutan kepada anggota keluarga dan anggota
masyarakat lain serta menimbulkan resistensi obat atau dikenal dengan kasus Multi Drug
Resistance Tuberculosis (TB-MDR).

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Multidrugs Resistence Tuberculosis (MDR TB)
2.1.1 Definisi
Resistensi ganda adalah tuberculosis yang resisten minimal terhadap rifampisin dan
INH dengan atau tanpa OAT lainnya. Rifampisin dan INH merupakan 2 obat yang sangat
penting pada pengobatan TB yang diterapkan pada strategi DOTS.
Secara umum resistensi terhadap obat anti tuberkulosis dibagi menjadi :
a) Resistensi primer ialah apabila pasien sebelumnya tidak pernah mendapat pengobatan
OAT atau telah mendapat pengobatan OAT kurang dari 1 bulan. Resistensi primer ini
dijumpai khususnya pada pasien-pasien dengan positif HIV.
b) Resistensi initial ialah apabila tidak diketahui pasti apakah pasien belum atau sudah
pernah menjalani pengobatan OAT sebelumnya.
c) Resistensi sekunder ialah apabila pasien telah mempunyai riwayat pengobatan OAT
minimal 1 bulan
Batasan MDR TB
a. Mono resistance
b. Poly-resistance

: kekebalan terhadap salah satu OAT lini pertama


: kekebalan terhadap lebih dari satu OAT lini pertama, tetapi

tidak resisten terhadap INH dan rifampisin secara bersama-sama


c. Multidrug-resistance : kekebalan terhadap sekurang-kurangnya isoniazid dan
rifampisin. Secara singkat MDR TB adalah resistensi terhadap INH dan rifampisin
secara bersama dengan atau tanpa OAT lini pertama yang lain
d. Extensive drug-resistance (XDR) : selain MDR TB, juga terjadi kekebalan terhadap
salah satu obat golongan fluorokuinolon sebagai OAT lini kedua, dan sedikitnya salah
satu dari OAT injeksi lini kedua (kapreomisin, kanamisin, dan amikasin)
e. Totally drug-resistance (TDR) : resistensi total ini dikenal juga dengan istilah super
XDR-TB, yaitu didefinisikan dengan kuman yang sudah resisten dengan seluruh OAT
lini pertama dan OAT lini kedua (amikasin, kanamisin, kapreomisin, fluorokuinolon,
thionamide, PAS)

2.1.2

Etiologi

Mycobacterium

tuberculosis

berbentuk

batang

lurus

atau

sedikit

melengkung, tidak berspora dan tidak berkapsul. Bakteri ini berbentuk batang
berukuran lebar 0,3 0,6 m dan panjang 1 4 m. Dinding M.tuberculosis
sangat kompleks, terdiri dari lapisan lemak cukup tinggi (60%). Penyusun utama
dinding sel M. tuberculosis ialah asam mikolat, lilin kompleks (complex-waxes),
trehalosa dimikolat yang disebut cord factor, dan mycobacterial sulfolipids
yang berperan dalam virulensi. Struktur dinding sel yang kompleks tersebut
menyebebkan bakteri M.tuberculosis bersifat tahan asam, yaitu apabila sekali
diwarnai, tahan terhadap upaya penghilangan zat warna tersebut dengan larutan
asam alkohol.

Secara umum sifat kuman TB antara lain bersifat tahan asam dalam
pewarnaan dengan metode Ziehl Neelsen, memerlukan media khusus
untuk biakan, antara lain Lowenstein Jensen< Ogawa, kuman tampak
berbentuk batang bewarna merah dalam pemeriksaan mikroskop, tahan
terhadap suhu rendah sehingga dapat bertahan hidup dalam jangka
waktu lama pada suhu 40C sampai minus 700C. Kuman ini sangat peka
terhadap panas, sinar matahari dan sinar ultraviolet. Paparan langsung
terhadap sinar ultraviolet, sebagian besar kuman akan mati dalam waktu
beberapa menit. Dalam dahak pada suhu antara 30-37

C akan mati

dalam waktu lebih kurang 1 minggu. Kuman ini juga dapat bersifat
dorman (tidur/ tidak berkembang).
Mycobacteriun tuberculosis biasanya ditemukan di udara, tanah, bahkan air.
Mycobacterium tuberculosis tumbuh lambat dan berkembang biak dalam 18-24 jam.
Mycobacteriun tuberculosis biasanya akan tampak membentuk koloni dalam agar sekitar 2-5
minggu.
2.1.3

Faktor faktor terjadinya resistensi


Kegagalan pada pengobatan poliresisten TB atau TB-MDR akan menyebabkan

lebih banyak OAT yang resisten terhadap kuman M. tuberculosis. Kegagalan ini bukan
hanya merugikan pasien tetapi juga meningkatkan penularan pada masyarakat. TB
resistensi obat anti TB (OAT) pada dasarnya adalah suatu fenomena buatan manusia,
sebagai akibat dari pengobatan pasien TB yang tidak adekuat yang menyebabkan
terjadinya penularan dari pasien TB-MDR keorang lain / masyarakat.

Lima penyebab terjadinya TB-MDR (SPIGOTS):


1. Pemberian terapi TB yang tidak adekuat akan menyebabkan mutants resisten. Hal ini
amat ditakuti karena dapat terjadi resisten terhadap OAT lini pertama
2. Masa infeksius yang terlalu panjang akibat keterlambatan diagnosis akan
menyebabkan penyebaran galur resitensi obat. Penyebaran ini tidak hanya pada pasien
di rumah sakit tetapi juga pada petugas rumah sakit, asrama, penjara dan keluarga
pasien
3. Pasien dengan TB-MDR diterapi dengan OAT jangka pendek akan tidak sembuh dan
akan menyebarkan kuman. Pengobatan TB-MDR sulit diobati serta memerlukan
pengobatan jangka panjang dengan biaya mahal
4. Pasien dengan OAT yang resisten terhadap kuman tuberkulosis yang mendapat
pengobatan jangka pendek dengan monoterapi akan menyebabkan bertambah banyak
OAT yang resisten (The amplifier effect). Hal ini menyebabkan seleksi mutasi resisten
karena penambahan obat yang tidak multipel dan tidak efektif
5. HIV akan mempercepat terjadinya terinfeksi TB mejadi sakit TB dan akan
memperpanjang periode infeksious.
Ada beberapa penyebab terjadinya resitensi terhadap obat tuberkulosis, yaitu :
1.
2.

Pemakaian obat tunggal dalam pengobatan tuberkulosis


Penggunaan paduan obat yang tidak adekuat, yaitu jenis obatnya yang kurang atau di
lingkungan tersebut telah terdapat resistensi yang tinggi terhadap obat yang
digunakan, misalnya memberikan rifampisin dan INH saja pada daerah dengan

3.

resistensi terhadap kedua obat tersebut sudah cukup tinggi


Pemberian obat yang tidak teratur, misalnya hanya dimakan dua atau tiga minggu lalu
stop, setelah dua bulan berhenti kemudian berpindah dokter dan mendapat obat

4.

kembali selama dua atau tiga bulan lalu stop lagi, demikian seterusnya
Fenomena addition syndrome, yaitu suatu obat ditambahkan dalam suatu paduan
pengobatan yang tidak berhasil. Bila kegagalan itu terjadi karena kuman TB telah
resisten pada paduan yang pertama, maka penambahan satu macam obat hanya akan
menambah panjang daftar obat yang resisten

5.

6.

7.
8.
9.

Penggunaan obat kombinasi yang pencampurannya tidak dilakukan secara baik


sehingga mengganggu bioavailabiliti obat
Penyediaan obat yang tidak reguler kadang obat datang ke suatu daerah kadang
terhenti pengirimannya sampai berbulan-bulan
Pemakaian obat antituberkulosis cukup lama, sehingga menimbulkan kejemuan
Pengetahuan pasien kurang tentang penyakit TB
Kasus MDR-TB rujuk ke dokter spesialis paru

2.1.4

Patofisiologi

2.1.5

Suspek MDR TB

Pasien yang dicurigai kemungkinan TB-MDR adalah :


1. Kasus TB paru dengan gagal pengobatan pada kategori 2. Dibuktikan dengan rekam
medis sebelumnya dan riwayat penyakit dahulu
2. Pasien TB paru dengan hasil pemeriksaan dahak tetap positif setelah sisipan dengan
kategori 2
3. Pasien TB yang pernah diobati di fasilitas non DOTS, termasuk yang mendapat OAT
lini kedua seperti kuinolon dan kanamisin
4. Pasien TB paru yang gagal pengobatan kategori 1
5. Pasien TB paru dengan hasil pemeriksaan dahak tetap positif setelah sisipan dengan
kategori 1
6. TB paru kasus kambuh
7. Pasien TB yang kembali setelah lalai/default pada pengobatan kategori 1 dan atau
kategori 2
8. Suspek TB dengan keluhan, yang tinggal dekat dengan pasien TB-MDR konfirmasi,
termasuk petugas kesehatan yang bertugas dibangsal TB-MDR
9. TB-HIV
Pasien yang memenuhi kriteria suspek harus dirujuk ke laboratorium dengan jaminan
mutu eksternal yang ditunjuk untuk pemeriksaan biakan dan uji kepekaan obat

2.1.6 Diagnosis
1. Gambaran Klinis
Gejala klinis tuberkulosis dibagi menjadi 2 bagian: (6)
a. Gejala respiratorik :

Batuk : merupakan gejala yang paling dini dan paling sering dikeluhkan. Batuk
timbul oleh karena bronkus sudah terlibat. Batuk-batuk yang berlangsung 2
minggu harus dipikirkan adanya tuberkulosis paru.
Batuk darah : darah yang dikeluarkan dapat berupa garis-garis, bercak, atau
bahkan dalam jumlah banyak. Batuk darah dapat juga terjadi pada bronkiektasis
dan tumor paru.
Sesak napas : dijumpai jika proses penyakit sudah lanjut dan terdapat kerusakan
paru yang cukup luas.
Nyeri dada : timbul apabila parenkim paru subpleura sudah terlibat.

Gejala respiratorik ini sangat bervariasi, dari mulai tidak ada gejala sampai gejala
yang cukup berat tergantung dari luas lesi. Kadang penderita terdiagnosis pada saat medical
check up. Bila bronkus belum terlibat dalam proses penyakit, maka penderita mungkin tidak
ada gejala batuk. Batuk yang pertama terjadi karena iritasi bronkus, dan selanjutnya batuk
diperlukan untuk membuang dahak ke luar.
b. Gejala sistemik :
Demam : merupakan gejala yang paling sering dijumpai, biasanya timbul pada
sore dan malam hari.
Gejala sistemik lain seperti keringat malam, anoreksia, malaise, berat badan
menurun serta nafsu makan menurun.
2. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik atau jasmani sangat tergantung pada luas lesi dan kelainan struktural
paru yang terinfeksi. Pada permulaan penyakit sulit didapatkan kelainan pada pemeriksaan
jasmani. Kelainan paru pada umumnya terletak di daerah lobus superior terutama daerah
apeks dan segmen posterior (S1 dan S2), serta daerah apeks lobus inferior (S6). Pada
pemeriksaan fisik dapat ditemukan antara lain suara atau bising napas abnormal dapat berupa
suara bronkial, amforik, ronki basah, suara napas melemah, tanda-tanda penarikan paru,
diafragma dan mediastinum. (6)

Diagnosis TB-MDR dipastikan berdasarkan uji kepekaan


Semua suspek TB-MDR diperiksa dahaknya untuk selanjutnya dilakukan pemeriksaan
biakan dan uji kepekaan. Jika hasil uji kepekaaan terdapat M.tuberculosis yang resisten
minimal terhadap rifampisin dan INH maka dapat ditegakkan diagnosis TB-MDR

Uji Kepekaan yang dapat dilakukan diantarnya:


GeneXpert MTB/RIF
Xpert MTB/RIF adalah uji diagnostik cartridge-based, otomatis, yang dapat mengidentifikasi
M.Tuberculosis dan resistensi terhadap rifampisin. Xpert MTB/RIF berbasis Cepheid
GeneXPert platform, cukup sensitif, mudah digunakan dengan metode nucleid acid
amplification test (NAAT). Metode ini mempurifikasi, membuat konsentrat dan amplifikasi
(dengan real time PCR) dan mengidentifikasi sekuens asam nukleat pada genom TB. Lama
pengelolaan uji sampai selesai memakan waktu 1-2 jam. Metode ini akan bermanfaat untuk
menyaring kasus suspek TB MDR secara cepat dengan bahan pemeriksaan dahak.
Pemeriksaan ini memiliki sensitivitas dan spesifisitas sekitar 99%.
The genotype MTBDRplus test (HAIN test)
Uji ini dapat mendeteksi mutasi pada gen ropB, katG dan inhA yang bertanggung jawab atas
terjadinya resistensi Rifampisin dan INH. Uji ini memiliki sensitivitas antara 92-100% untuk
resistensi Rifampisin dan 67-88% untuk resistensi Isoniazid. Hain test merupakan uji yang
tercepat saat ini. Hain test ini mampu mengidentifikasi resistensi terhadap Rifampisin
dengan cara mendeteksi mutasi bagian penting (core region) dari rpoBgene. Mutasi tersebut
diidentifikasi melalui metode amplifikasi dan hibridasi terbalik pada uji strip.
Diagnosis dan pengobatan yang cepat dan tepat untuk TB-MDR didukung oleh:
pengenalan faktor risiko untuk TB-MDR
pengenalan kegagalan obat secara dini
uji kepekaan obat di laboratorium yang sudah tersertifikasi

Pengenalan kegagalan pengobatan secara dini :


Batuk tidak membaik yang seharusnya membaik dalam waktu 2 minggu pertama setelah
pengobatan
Tanda kegagalan : sputum tidak konversi , batuk tidak berkurang , demam , berat badan
menurun atau tetap

Hasil uji kepekaan diperlukan :


Untuk diagnosis resistensi
Sebagai acuan pengobatan
Bila kecurigaan resistensi sangat kuat kirim sampel sputum ke laboratorium untuk uji
resitensi kemudian rujuk ke pakar
2.1.7

Penatalaksanaan

2.1.8

Prognosis
Prognosis dari kanker paru merujuk pada kesempatan untuk penyembuhan dan

tergantung dari lokasi dan ukuran tumor, kehadiran gejala-gejala, tipe kanker paru, dan
keadaan kesehatan secara keseluruhan dari pasien. 7
SCLC mempunyai pertumbuhan paling agresif, dengan suatu waktu kelangsungan
hidup median (angka yang ditengah-tengah) hanya dua sampai empat bulan setelah
didiagnosis jika tidak dirawat. (Itu adalah pada dua sampai empat bulan separuh dari semua
pasien-pasien telah meninggal). Bagaimanapun, SCLC adalah juga tipe kanker paru yang
paling IocalIsive pada terapi radiasi dan kemoterapi. Karena SCLC menyebar sangat cepat
dan biasanya berhamburan pada saat diagnosis, metode-metode seperti pengangkatan secara
operasi atau terapi radiasi Iocal berkurang efektif dalam merawat tipe tumor ini.
Bagaimanapun, ketika kemoterapi digunakan sendiri atau dalam kombinasi dengan metodemetode lain, waktu kelangsungan hidup dapat diperpanjang empat sampai lima kali.Namun,
kelangsungan hidup secara keseluruhan rata-rata pasien dengan pengobatan kombinasi hanya
12 bulan saja. 8
Dari semua pasien-pasien dengan SCLC, hanya 5%-10% masih hidup lima tahun
setelah diagnosis. Kebanyakan dari mereka yang selamat (hidup lebih lama) mempunyai
tingkat yang terbatas dari SCLC. Pada non-small cell lung cancer (NSCLC), hasil-hasil dari
perawatan standar biasanya keseluruhannya jelek namun kebanyakan kanker yang terlokalisir
dapat diangkat secara operasi. 9
Bagaimanapun, pada tingkat I kanker dapat diangkat sepenuhnya, angka kelangsungan
hidup lima tahun dapat mendekati 75%. Terapi radiasi dapat menghasilkan suatu
penyembuhan pada suatu minoritas dari pasien-pasien dengan NSCLC dan menjurus pada
pembebasan gejala-gejala pada kebanyakan pasien-pasien. 4,5

Prognosis keseluruhan untuk kanker paru adalah jelek jika dibandingkan dengan
beberapa kanker-kanker lain. Angka-angka kelangsungan hidup untuk kanker paru umumnya
lebih rendah daripada yang untuk kebanyakan kanker-kanker, dengan suatu angka
keseluruhan kelangsungan hidup lima tahun untuk kanker paru sebesar 16% dibandingkan
dengan 65% untuk kanker kolon, 89% untuk kanker payudara, dan lebih dari 99% untuk
kanker prostat. 3
2.1.9

Pencegahan
Penghentian merokok adalah langkah/tindakan yang paling penting yang dapat

mencegah kanker paru. Banyak produk-produk, seperti permen karet nikotin, spray-spray
nikotin, atau inhaler-inhaler nikotin, mungkin bermanfaat bagi orang-orang yang mencoba
berhenti merokok. Mengecilkan paparan pada merokok pasif juga adalah suatu tindakan
pencegahan yang efektif. Menggunakan suatu kotak tes radon rumah dapat mengidentifikasi
dan mengizinkan koreksi dari tingkat-tingkat radon yang meningkat di rumah, yang juga
dapat menyebabkan kanker-kanker paru. Metode-metode yang mengizinkan deteksi dini
kanker-kanker, seperti helical low-dose CT scan, mungkin juga bermanfaat dalam
mengidentifikasi kanker-kanker kecil yang dapat disembuhkan dengan resection secara
operasi dan pencegahan dari kanker yang menyebar luas dan tidak dapat disembuhkan. 5
Makan makanan yang mengandung buah-buahan dan sayuran. Pilih diet sehat dengan
berbagai buah-buahan dan sayuran. Makanan sumber vitamin dan nutrisi yang terbaik.
Hindari mengambil dosis besar vitamin dalam bentuk pil, karena mungkin akan berbahaya.
Sebagai contoh, para peneliti berharap untuk mengurangi risiko kanker paru-paru pada
perokok berat memberi mereka suplemen beta karoten. Hasilnya menunjukkan suplemen
benar-benar meningkatkan risiko kanker pada perokok. Akhir-akhir ini pencegahan dengan
chemoprevention banyak dilakukan, yakni dengan memakai derivate asam retinoid,
carotenoid, vitamin C, selenium dan lain-lain. Jika seseorang berisiko terkena kanker paru
maka penggunaan betakaroten, retinol, isotretinoin ataupun N-acetyl cystein dapat
meningkatkan resiko kanker paru pada perokok. Untuk itu, penggunaan kemopreventif ini
masih memerlukan penelitian lebih lanjut sebelum akhirnya direkomendasi untuk digunakan.
Hingga saat ini belum ada konsensus yang diterima oleh semua pihak. 6

BAB III
LAPORAN KASUS
3.1 Identitas
Nama

: Tn. Muchlis Hasan

Jenis Kelamin

: Laki-laki

Umur

: 46 tahun

Alamat

: Aceh Besar

Pekerjaan

: Tukang Bangunan

Tanggal Masuk RS

: 05 April 2016 pk. 12.46 WIB

Tanggal Pemeriksaan : 22 April 2016 pk 14:00 WIB


3.2 Anamnesis
Keluhan Utama

: Batuk berdarah

Keluhan Tambahan

: Sesak nafas, ,nyeri dada,berkeringat malam, penurunan berat

badan.
Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien datang dengan keluhan batuk berdarah sejak 2 minggu sebelum masuk rumah
sakit (SMRS). Batuk semakin memberat sekitar 1 minggu SMRS. Darah yang dikeluarkan
ketika batuk sebanyak 5 aqua gelas. Sebelumnya, pasien juga mengeluhkan batuk berdahak
sejak 6 bulan yang lalu. Dahak yang dikeluarkan bewarna putih kekuningan. Batuk yang
dirasakan hilang timbul. Ia juga sering merasa sesak yang diperberat ketika batuk. Sesak
tidak dipengaruhi oleh cuaca maupun aktivitas. Pasien juga mengeluhkan nyeri di kedua
dada setiap kali batuk. Nyeri dada yang dirasakan tidak menjalar ke lengan. Nyeri dirasakan
seperti menusuk dan tertekan. Tidak ada rasa panas di dada.
Pasien juga mengeluhkan sering berkeringat di malam hari. Ia mengalami demam yang
hilang timbul namun suhu tubuh tidak terlalu tinggi. Selain itu, tubuh pasien terasa lemah,
nafsu makan menurun, dan badan dirasakan semakin kurus. Pasien mengaku mengalami
penurunan berat badan sekitar 12 kg selama sakit. Pasien mengeluhkan mual muntah dan
perasaan tidak enak diperut.

Riwayat Penyakit Dahulu:


Pasien didiagnosis TB Paru 6 bulan yang lalu oleh dokter.
Riwayat hipertensi, diabetes mellitus, asma tidak ada.
Riwayat pengobatan:
Pasien mengkonsumsi OAT selama 2 bulan, kemudian putus obat karena merasa sudah
sembuh.
Riwayat Penyakit Keluarga :

Tidak ada pihak keluarga yang mengalami hal yang sama seperti yang dialami oleh pasien.
Riwayat Sosial Ekonomi :
Pasien memiliki riwayat perokok berat sejak usia 18 tahun hingga usia 58 tahun, dengan
jumlah 2 bungkus rokok per harinya.
Pasien tidak mengkonsumsi alkohol maupun NAPZA.
3.3 Pemeriksaan Fisik
Status Generalis
Keadaan umum

: Baik

Keadaan sakit

: Tampak lemah

Kesadaran

: Compos Mentis, E4M6V5

Tanda vital
-

Nadi

: 86 x/menit

Tekanan darah : 100/80 mmHg

Napas

: 22 x/menit

Suhu

: 36,9 C

Kulit

: warna kulit sawo matang , sianosis (-), turgor kulit normal

Kepala

: bentuk normocephal, deformitas (-)

Leher

: pembesaran limfanodi daerah servikal (-/-). Pembesaran KGB


Supraklavikular (-/-) deviasi trakea (-/-), bedungan JVP (-)

Mata

: Pupil bulat (+/+), isokor (3mm/3mm), refleks cahaya (+/+)


konjungtiva anemis (-), sklera ikterik (-)

Telinga

: sekret (-)

Hidung

: sekret (-), deviasi septum (-), nafas cuping hidung (-/-)

Mulut

: bibir sianosis (-), lidah kotor (-), selaput putih (-)

Thoraks

Thoraks depan
Inspeksi

:Simetris (+/+)

Palpasi

Stem Fremitus
Lapangan Paru Atas
Lapangan Paru Tengah
Lapangan Paru Bawah

Paru Kanan
Stem Fremitus Normal
Stem Fremitus Normal
Stem Fremitus Normal

Paru Kiri
Stem Fremitus Normal
Stem Fremitus Normal
Stem Fremitus Normal

Perkusi:
Lapangan Paru
Lapangan Paru Atas
Lapangan Paru Tengah
Lapangan Paru Bawah
Auskultasi :

Paru Kanan
Sonor
Sonor
Sonor

Paru Kiri
Sonor
Sonor
Sonor

Suara Nafas Utama


Lapangan Paru Atas
Lapangan Paru Tengah
Lapangan Paru Bawah

Paru Kanan
Vesikuler
Vesikuler
Vesikuler

Paru Kiri
Vesikuler
Vesikuler
Vesikuler

SuaraNafasTambahan
Lapangan Paru Atas
Lapangan Paru Tengah
Lapangan Paru Bawah

ParuKanan
Rh (+), Wh (-)
Rh (+), Wh (-)
Rh (+), Wh (-)

ParuKiri
Rh (+), Wh (-)
Rh (+), Wh (-)
Rh (+), Wh (-)

Paru Kanan
Normal
Normal
Normal

Paru Kiri
Normal
Normal
Normal

Paru Kanan
Sonor
Sonor
Sonor

Paru Kiri
Sonor
Sonor
Sonor

Suara Nafas Pokok


Lapangan Paru Atas
LapanganParu Tengah
LapanganParuBawah

Paru Kanan
Vesikuler
Vesikuler
Vesikuler

Paru Kiri
Vesikuler
Vesikuler
Vesikuler

Suara Nafas Tambahan

Paru Kanan

Paru Kiri

Thorak Belakang
Inspeksi

: Simetris

Palpasi

Stem Fremitus
Lapangan Paru Atas
Lapangan Paru Tengah
Lapangan Paru Bawah
Perkusi:
LapanganParu
Lapangan Paru Atas
Lapangan Paru Tengah
Lapangan Paru Bawah
Auskultasi:

Lapangan Paru Atas


Lapangan Paru Tengah
Lapangan Paru Bawah

Rh (+), Wh (-)
Rh (+), Wh (-)
Rh (+), Wh (-)

Rh (+), Wh (-)
Rh (+), Wh (-)
Rh (+), Wh (-)

Jantung
-

Inspeksi

: ictus cordis terlihat di SIC V

Palpasi

: ictus cordis teraba di SIC V

Perkusi

Batas atas

: SIC III garis midklavikula sinistra

Batas kanan

: SIC V garis para sternalis dekstra

Batas kiri

: SIC VI garis midklavikula sinistra

Auskultasi : Bunyi jantung I-II regular tunggal, murmur (-)

Abdomen
-

Inspeksi

: bentuk simetris, venektasi (-)

Palpasi

: nyeri tekan (-)

Perkusi

: timpani pada ke empat kuadran, asites (-), H/L/R tidak teraba

Auskultasi : bising usus normal

Ekstremitas

: akral hangat (+), edema (-/-), sianosis (-), Capillary Refill Time < 2 detik.

3.4 Pemeriksaan Penunjang


1. Foto thoraks PA (05 April 2016)

Cor

: Bentuk dan ukuran kesan normal

Pulmo

: Tampak fibroinfiltrat di paru kanan

Sinus phrenicocostalis kanan dan kiri tajam


Kesan

: TB Paru

2. Pemeriksaan Gene X-pert


MTB Detected High

3.5 Diagnosis Banding dan Diagnosis


Diagnosis banding : 1. Multi Drug Resistence TB 2. Tumor Paru 3. Bronkiektasis
Diagnosis : Multi Drug Resistence TB

3.6 Tatalaksana
Non Medikamentosa :
Istirahat dan mengurangi aktivitas berlebih
Terapi cairan RL 20 tts/menit
Terapi nutrisi (tinggi kalori tinggi protein, makanan berserat)
Medikamentosa:
OAT MDR :
Pirazinamid 1000 mg
Etambutol 800 mg
Levofloxacin 750 mg
Kanamisin 500 mg
Etionamid 500 mg
Cyloserin 500 mg
Ij. Ranitidin 1 amp/12 jam
Neurodex 2x1
Curcuma 3 x 1

3.7 Planing
Gene X-pert
Periksa LFT, TSH
3.8 Prognosis
Ad vitam

: dubia ad malam

Ad functionam

: dubia ad malam

Ad sanactionam

: dubia ad malam

3.9 Follow Up
S: Batuk (+)
O:
TD =90/70
Nadi= 80 x/i
RR=21 x/i
T= Afebris
I= simetris
P= sf kanan=sf kiri
P= sonor (+/+)
A= vesikuler (+/+),
rh(+/+), whe (-/-)
A: TB MDR
Th:
IVFD RL 20 gtt/i
Injeksi

Ranitidin

amp/12 jam

S: Batuk (+), perut


kembung

S: Batuk (=), perut


kembung, muntah (+),
tidak bisa BAB 3 hari

O:
TD =100/70
Nadi= 86 x/i
RR=24 x/i
T= Afebris

S: Batuk (+), BAB


(-)
O:
TD =100/80
Nadi= 86 x/i
RR=24 x/i
T= Afebris

O:
TD =100/80
Nadi= 88 x
RR=24 x
T= Afebris

I= simetris
I= simetris
P= sf kanan=sf kiri
I= simetris
P= sf kanan=sf kiri
P= sonor (+/+)
P= sf kanan=sf kiri
P= sonor (+/+)
A= vesikuler (+/+), rh(+/P= sonor (+/+)
A= vesikuler (+/+),
+), whe (-/-)
A= vesikuler (+/+), rh(+/rh(+/+), whe (-/-)
+), whe (-/-)
A: TB MDR
A: TB MDR
A: TB MDR
Th:
Th:
IVFD RL 20 gtt/i
Th:
IVFD RL 20 gtt/i
IVFD RL 20 gtt/i
1 Injeksi

Ranitidin

amp/12 jam

Injeksi Ranitidin 1
Injeksi

Ranitidin

amp/12 jam

amp/12 jam

Neurodex 1x1

Neurodex 1x1

Injeksi

Ondansetron Injeksi

Curcuma 3 x 1

Curcuma 3 x 1

1amp/ 12 jam

Ondansetron

OAT MDR

OAT MDR

Neurodex 1x1

1amp/ 12 jam

Curcuma 3 x 1

Neurodex 1x1

Dulcolax supp

Curcuma 3 x 1

Dulcolactol

sirup Dulcolax supp

3 x Cth 1

Dulcolactol sirup

OAT MDR

3 x Cth 1
OAT MDR

BAB IV
PEMBAHASAN
Berdasarkan anamnesis, keluhan utama yang dialami oleh pasien adalah batuk
berdarah sejak 2 minggu SMRS, nyeri dada, sesak, penurunan nafsu makan, penurunan berat
badan, berkeringan malam , demam dan lemas. Hal ini sesuai dengan teori yang menyatakan
bahwa gejala klinik tuberkulosis dapat dibagi menjadi 2 golongan, yaitu gejala respiratorik
(atau gejala organ yang terlibat) dan gejala sistemik. Gejala respiratorik yang berupa batuk
2 minggu, batuk darah, sesak napas dan nyeri dada, sedangkan gejala sistemik berupa demam
dan gejala sistemik lain seperti malaise, keringat malam, anoreksia, penurunan berat badan. (6)
Pada pemeriksaan fisik didapatkan status internus dalam batas normal dan pemeriksaan
fisik paru didapatkan dinding dada simetris, perkusi didapatkan sonor pada paru kanan dan
kiri, auskultasi suara vesikuler pada paru kanan dan kiri dan ditemukan ronkhi pada paru
kanan. Pada pemeriksaan fisik pasien dengan tuberkulosis paru, kelainan yang didapat
tergantung luas kelainan struktur paru. Pada permulaan (awal) perkembangan penyakit
umumnya tidak (atau sulit sekali) menemukan kelainan. Kelainan paru pada umumnya
terletak didaerah lobus superior terutama daerah apex dan segmen posterior, serta daerah
apex lobus inferior.
Berdasarkan riwayat penyakit dahulu dan pengobatan, pasien sudah pernah didiagnosa
mengalami tuberkulosis paru sejak 6 bulan yang lalu. Pasien mengkonsumsi OAT selama 2
bulan, namun karena merasa sudah membaik pasien berhenti meminum OAT. Pasien
kemudian merasakan keluhan batuk-batuk timbul kembali dan semakin memberat.
Berdasarkan riwayat tersebut pasien termasuk kategori suspek MDR TB, yaitu pasien yang
kembali setelah lalai/default pada pengobatan kategori 1 dan / kategori 2. Menurut Program
Nasional, terdapat 8 kriteria pasien yang menjadi suspek TB-MDR yaitu :
1. Kasus kronik atau pasien gagal pengobatan kategori 2
2. Pasien dengan hasil pemeriksaan dahak tetap positif setelah bulan ke3 dengan
kategori 2
3. Pasien yang pernah diobati TB termasuk OAT lini kedua seperti kuinolon dan
kanamisin
4. Pasien gagal pengobatan kategori 1
5. Pasien dengan hasil pemeriksaan dahak tetap positif setelah sisipan dengan kategori
1

6. Kasus TB kambuh
7. Pasien yang kembali setelah lalai/default pada pengobatan kategori 1 dan / kategori 2
8. Suspek TB dengan keluhan, yang tinggal dekat dengan pasien TB-MDR konfirmasi,
termasuk petugas kesehatan yang bertugas di bangsal TB-MDR
Pemeriksaan foto toraks AP tampak fibroinfiltrat di paru kanan dengan kesan TB paru.
Pada pemeriksaan radiologik digunakan pemeriksaan standar foto toraks PA dengan atau
tanpa foto lateral. Pada pemeriksaan foto toraks, tuberkulosis dapat memberikan gambaran
bermacam-macam. Gambaran radiologik yang dicurigai sebagai lesi TB aktif adalah: (6)

Bayangan berawan/nodular di segmen apikal dan posteriorlobus atas paru dan segmen

posterior lobus bawah


Kaviti, terutama lebih dari satu, dikelilingi oleh bayangan opak berawan atau nodular
Bayangan bercak milier

Efusi pleura unilateral atau bilateral

Dalam mendiagnosis TB-MDR pemeriksaan yang dapat dilakukan berupa uji kepekaan.
Semua suspek TB-MDR diperiksa dahaknya untuk selanjutnya dilakukan pemeriksaan
biakan dan uji kepekaan. Jika hasil uji kepekaaan terdapat M.tuberculosis yang resisten
minimal terhadap rifampisin dan INH maka dapat ditegakkan diagnosis TB-MDR pada
pasien ini uji kepekaan yang dilakukan berupa pemeriksaan gene xpert dimana hasil dari
pemeriksaan ini adalah MDR Detected High. Xpert MTB/RIF adalah uji diagnostik cartridgebased, otomatis, yang dapat mengidentifikasi M.Tuberculosis dan resistensi terhadap
rifampisin. Xpert MTB/RIF berbasis Cepheid GeneXPert platform, cukup sensitif, mudah
digunakan dengan metode nucleid acid amplification test (NAAT). Metode ini mempurifikasi,
membuat konsentrat dan amplifikasi (dengan real time PCR) dan mengidentifikasi sekuens
asam nukleat pada genom TB. Metode ini akan bermanfaat untuk menyaring kasus suspek
TB MDR secara cepat dengan bahan pemeriksaan dahak. Pemeriksaan ini memiliki
sensitivitas dan spesifisitas sekitar 99%.
Pasien ini kemudian didiagnosis dengan MDR TB karena memenuhi kriteria pada
anamnesis, pemeriksaan foto toraks AP yang menunjukkan gambaran tuberkulosis paru, dan
uji kepekaan melalui gene xpert dengan hasil resistence detected high.

Pasien dengan berat badan 42 kg dan merupakan pasien MDR TB sehingga panduan
obat yang diberikan adalah pirazinamid 1000 mg, etambutol 800 mg, kanamisin 500 mg,
levofloksasin 750 mg, sikloserin 500 mg, etionamid 500 mg . Pemberian obat suntik atau fase
intensif yang direkomendasikan adalah berdasarkan kultur konversi. Obat suntik diteruskan
sekyrang-kurangnya 6 bulan dan minimal 4 bulan setelah hasil sputum atau kultur yang
pertama menjadi negatif. Lamanya pengobatan MDR TB juga berdasarkan hasil konversi.
Panduan yang direkomendasikan adalah menetuskan pengobatan minimal 18 bulan setelah
kultur selesai atau lebih dari 24 bulan pada kasus kronik dengan keruskan paru luas.
Pemberian ranitidin merupakan sebagai terapi simtomatik pasien, yaitu adanya keluhan
nyeri perut. Keluhan nyeri perut, mual dan muntah kemungkinan disebabkan efek samping
dari obat MDR TB salah satunya berupa pirazinamid. Pemberian curcuma ditujukan untuk
meningkatkan daya tahan tubuh pasien. Hal ini termasuk di dalam terapi tambahan pada
penderita rawat jalan, beberapa di antaranya makan makanan bergizi, diberikan vitamin
tambahan.

BAB V
KESIMPULAN
Seorang laki-laki, 46 tahun, berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
penunjang berupa foto thorax, dan pemeriksaan gene Xpert didapatkan diagnosis kerja
adanya MDR TB. Dalam mendiagnosis TB-MDR pemeriksaan yang dapat dilakukan berupa
uji kepekaan. Salah satu pemeriksaan uji kepekaan yang dapat dilakukan adalah pemeriksaan
gene Xpert dengan sensitivitas dan spesifisitas sekitar 99%. Penatalaksanaan yang dapat
diberikan yaitu obat MDR TB dengan lama pemberian bedasarkan hasil konversi atau
minimal 18 bulan setelah kultur selesai atau lebih dari 24 bulan pada kasus kronik dengan
kerusakan paru luas.

DAFTAR PUSTAKA
1. Klamerus, Justin F; Brahmar JR, dan Ettinger DJ. Panduan Untuk Penderita Kanker Paru.
2012. Johns Hopkins Medicinee. Indeks: Jakarta.
2. Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan di Indonesia. Kanker Paru Jenis Karsinoma
bukan sel Kecil. PDPI dan IASLC. 2010
3. Perhimpunan

Dokter

Paru

Indonesia.

Kanker

Paru

Pedoman

Diagnosis

dan

Penatalaksanaan Di Indonesia. Jakarta. 2011.


4. NCCN Clinical Pratice guidelines in Oncology. Non-Small cell. V.2.2009.
5. NCCN Clinical PracticeGuidelines in Oncology. Small Cell Lung Cancer Treatment.
National Cancer Institute. V.2. 2009.
6. Staging Manual in Thoracic Oncology. International Association for the Study of Lung
Cancer (IASLC). Ed Golstraw P. Editorial Rx Press. Orange Park. 2009
7. Scottish Intercollegiate Guidelines network. Management of patients with lung cancer. A
national clinical guidelines. SIGN, Eidenburg, 2005.
8. Jusuf A, Harryanto A, Syahruddin E, Endardjo S, Mudjiantoro S, Sutandio N. Kanker paru
jenis karsinoma bukan sel kecil . Pedoman nasional untuk diagnosis dan penatalaksanaan
di Indonesia 2005. PDPI dan POI, Jakarta, 2005.
9. Price S.A, Wilson L.M., 1995. Patofisiologi. Buku 2. Edisi 4. EGC Jakarta. Hal. 1049
1051
10. National Collaborating Center for Acute Care. Lung cancer: The diagnosis and treatment
of lung cancer. Clinical Effectiveness Unit, London, 2005.
11. Division of Thoracic Oncology. Focus on Lung Cancer. 2006.
12. Suyono, Slamet, (2001), Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilid II, Edisi 3, Balai Penerbit
FKUI,Jakarta
13. Practice Guidelines in Oncology Non-small Cell Lung Cancer. Version 1.2002. National
Comprehensive Cancer Network (NCCN). 2002.
14. Abid, Irshad, James G. Ranevel and Susan Ackerman. Lung Cancer, Small Cell.
Available at http://emedicine.medscape.com /article/ 358274 -overview.
15. Robert L. K. Neoplastic Lung Disease. Editor : Hanley, Michael E. dan Welsh, Carolyn
H. Current Diagnosis & Treatment in Pulmonary Medicine. 2006. USA : Mc Graw Hill
Company.
16. Willie J. Tumor Daerah Toraks. Editor: Wan D. In: Buku Ajar Onkologi Klinis Edisi 2.
2008(15): 337. Jakarta: Balai Penerbit FK UI.

17. Djojodibroto, Darmanto., 2009. Respirologi (Respiratory Medicine). Jakarta : Penerbit


Buku Kedokteran EGC.
18. Lukas., 2010. Atelektasis. Kesehatan Milik Semua : Pusat Informasi Penyakit dan
Kesehatan . Penyakit Paru dan Saluran Pernafasan. www.infopenyakit.com
19. Rasad Sjahriar., 2009. Radiologi Diagnostik. Jakarta: balai penerbit FKUI p. 132

You might also like