You are on page 1of 20

BAB II

PEMBAHASAN
2.1

Anatomi dan Fisiologi


Sistem perkemihan atau sistem urinaria, adalah suatu sistem dimana terjadinya proses
penyaringan darah sehingga darah bebas dari zat-zat yang tidak dipergunakan oleh tubuh dan
menyerap zat-zat yang masih di pergunakan oleh tubuh. Zat-zat yang tidak dipergunakan oleh
tubuh larut dalam air dan dikeluarkan berupa urin (air kemih).
Susunan Sistem Perkemihan atau Sistem Urinaria :
1. GINJAL
Kedudukan ginjal terletak dibagian belakang dari kavum abdominalis di belakang
peritonium pada kedua sisi vertebra lumbalis III, dan melekat langsung pada dinding abdomen.
Bentuknya seperti biji buah kacang merah (kara/ercis), jumlahnaya ada 2 buah kiri dan
kanan, ginjal kiri lebih besar dari pada ginjal kanan. Pada orang dewasa berat ginjal 200 gram.
Dan pada umumnya ginjal laki laki lebih panjang dari pada ginjal wanita.
Satuan struktural dan fungsional ginjal yang terkecil di sebut nefron. Tiap tiap nefron
terdiri atas komponen vaskuler dan tubuler. Komponen vaskuler terdiri atas pembuluh
pembuluh darah yaitu glomerolus dan kapiler peritubuler yang mengitari tubuli. Dalam
komponen tubuler terdapat kapsul Bowman, serta tubulus tubulus, yaitu tubulus kontortus
proksimal, tubulus kontortus distal, tubulus pengumpul dan lengkung Henle yang terdapat pada
medula.
Kapsula Bowman terdiri atas lapisan parietal (luar) berbentuk gepeng dan lapis viseral
(langsung membungkus kapiler golmerlus) yang bentuknya besar dengan banyak juluran mirip
jari disebut podosit (sel berkaki) atau pedikel yang memeluk kapiler secara teratur sehingga
celah celah antara pedikel itu sangat teratur.
Kapsula bowman bersama glomerolus disebut korpuskel renal, bagian tubulus yang keluar
dari korpuskel renal disabut dengan tubulus kontortus proksimal karena jalannya yang berbelok
belok, kemudian menjadi saluran yang lurus yang semula tebal kemudian menjadi tipis disebut
ansa Henle atau loop of Henle, karena membuat lengkungan tajam berbalik kembali ke korpuskel
renal asal, kemudian berlanjut sebagai tubulus kontortus distal.
a. Bagian Bagian Ginjal
Bila sebuh ginjal kita iris memanjang, maka aka tampak bahwa ginjal terdiri dari tiga
bagian, yaitu bagian kulit (korteks), sumsum ginjal (medula), dan bagian rongga ginjal (pelvis
renalis).
a) Kulit Ginjal (Korteks)
Pada kulit ginjal terdapat bagian yang bertugas melaksanakan penyaringan darah yang disebut
nefron. Pada tempat penyarinagn darah ini banyak mengandung kapiler kapiler darah yang
tersusun bergumpal gumpal disebut glomerolus. Tiap glomerolus dikelilingi oleh simpai
bownman, dan gabungan antara glomerolus dengan simpai bownman disebut badan
malphigi.Penyaringan darah terjadi pada badan malphigi, yaitu diantara glomerolus dan simpai

b)

c)

b.
1.
2.
3.
4.
c.

bownman. Zat zat yang terlarut dalam darah akan masuk kedalam simpai bownman. Dari sini
maka zat zat tersebut akan menuju ke pembuluh yang merupakan lanjutan dari simpai
bownman yang terdapat di dalam sumsum ginjal.
Sumsum Ginjal (Medula)
Sumsum ginjal terdiri beberapa badan berbentuk kerucut yang disebut piramid renal. Dengan
dasarnya menghadap korteks dan puncaknya disebut apeks atau papila renis, mengarah ke bagian
dalam ginjal. Satu piramid dengan jaringan korteks di dalamnya disebut lobus ginjal. Piramid
antara 8 hingga 18 buah tampak bergaris garis karena terdiri atas berkas saluran paralel (tubuli
dan duktus koligentes). Diantara pyramid terdapat jaringan korteks yang disebut dengan kolumna
renal. Pada bagian ini berkumpul ribuan pembuluh halus yang merupakan lanjutan dari simpai
bownman. Di dalam pembuluh halus ini terangkut urine yang merupakan hasil penyaringan
darah dalam badan malphigi, setelah mengalami berbagai proses.
Rongga Ginjal (Pelvis Renalis)
Pelvis Renalis adalah ujung ureter yang berpangkal di ginjal, berbentuk corong lebar. Sabelum
berbatasan dengan jaringan ginjal, pelvis renalis bercabang dua atau tiga disebut kaliks mayor,
yang masing masing bercabang membentuk beberapa kaliks minor yang langsung menutupi
papila renis dari piramid. Kliks minor ini menampung urine yang terus kleuar dari papila. Dari
Kaliks minor, urine masuk ke kaliks mayor, ke pelvis renis ke ureter, hingga di tampung dalam
kandung kemih (vesikula urinaria).
Fungsi Ginjal:
Mengekskresikan zat zat sisa metabolisme yang mengandung nitrogennitrogen, misalnya
amonia.
Mengekskresikan zat zat yang jumlahnya berlebihan (misalnya gula dan vitamin) dan
berbahaya (misalnya obat obatan, bakteri dan zat warna).
Mengatur keseimbangan air dan garam dengan cara osmoregulasi.
Mengatur tekanan darah dalam arteri dengan mengeluarkan kelebihan asam atau basa.
Peredaran Darah dan Persyarafan Ginjal
Peredaran Darah
Ginjal mendapat darah dari aorta abdominalis yang mempunyai percabangan arteria renalis, yang
berpasangan kiri dan kanan dan bercabang menjadi arteria interlobaris kemudian menjadi arteri
akuata, arteria interlobularis yang berada di tepi ginjal bercabang menjadi kapiler membentuk
gumpalan yang disebut dengan glomerolus dan dikelilingi leh alat yang disebut dengan simpai
bowman, didalamnya terjadi penyadangan pertama dan kapilerdarah yang meninggalkan simpai
bowman kemudian menjadi vena renalis masuk ke vena kava inferior.
Persyarafan Ginjal
Ginjal mendapat persyarafan dari fleksus renalis (vasomotor) saraf ini berfungsi untuk mengatur
jumlah darah yang masuk ke dalam ginjal, saraf inibarjalan bersamaan dengan pembuluh darah
yang masuk ke ginjal. Anak ginjal (kelenjar suprarenal) terdapat di atas ginjal yang merupakan

senuah kelenjar buntu yang menghasilkan 2(dua) macam hormon yaitu hormone adrenalin dan
hormn kortison.
2. URETER
Terdiri dari 2 saluran pipa masing masing bersambung dari ginjal ke kandung kemih
(vesika urinaria) panjangnya 25 30 cm dengan penampang 0,5 cm. Ureter sebagian terletak
dalam rongga abdomen dan sebagian terletak dalam rongga pelvis. Lapisan dinding ureter terdiri
dari :
a. Dinding luar jaringan ikat (jaringan fibrosa)
b. Lapisan tengah otot polos
c. Lapisan sebelah dalam lapisan mukosa
Lapisan dinding ureter menimbulkan gerakan gerakan peristaltik tiap 5 menit sekali yang
akan mendorong air kemih masuk ke dalam kandung kemih (vesika urinaria).
Gerakan peristaltik mendorong urin melalui ureter yang dieskresikan oleh ginjal dan
disemprotkan dalam bentuk pancaran, melalui osteum uretralis masuk ke dalam kandung kemih.
Ureter berjalan hampir vertikal ke bawah sepanjang fasia muskulus psoas dan dilapisi oleh
pedtodinium. Penyempitan ureter terjadi pada tempat ureter terjadi pada tempat ureter
meninggalkan pelvis renalis, pembuluh darah, saraf dan pembuluh sekitarnya mempunyai saraf
sensorik.
3. VESIKULA URINARIA ( Kandung Kemih )
Kandung kemih dapat mengembang dan mengempis seperti balon karet, terletak di
belakang simfisis pubis di dalam ronga panggul. Bentuk kandung kemih seperti kerucut yang
dikelilingi oleh otot yang kuat, berhubungan ligamentum vesika umbikalis medius. Bagian
vesika urinaria terdiri dari :
a. Fundus, yaitu bagian yang mengahadap kearah belakang dan bawah, bagian ini terpisah dari
rektum oleh spatium rectosivikale yang terisi oleh jaringan ikat duktus deferent, vesika seminalis
dan prostate.
b. Korpus, yaitu bagian antara verteks dan fundus.
c. Verteks, bagian yang maju kearah muka dan berhubungan dengan ligamentum vesika
umbilikalis.
Dinding kandung kemih terdiri dari beberapa lapisan yaitu, peritonium (lapisan sebelah
luar), tunika muskularis, tunika submukosa, dan lapisan mukosa (lapisan bagian dalam).
4. URETRA
Uretra merupakan saluran sempit yang berpangkal pada kandung kemih yang berfungsi
menyalurkan air kemih keluar.
Pada laki- laki uretra bewrjalan berkelok kelok melalui tengah tengah prostat
kemudian menembus lapisan fibrosa yang menembus tulang pubis kebagia penis panjangnya
20 cm.Uretra pada laki laki terdiri dari :
a. Uretra Prostaria

b. Uretra membranosa
c. Uretra kavernosa
Lapisan uretra laki laki terdiri dari lapisan mukosa (lapisan paling dalam), dan lapisan
submukosa. Uretra pada wanita terletak dibelakang simfisis pubisberjalan miring sedikit kearah
atas, panjangnya 3 4 cm. Lapisan uretra pada wanita terdiri dari Tunika muskularis (sebelah
luar), lapisan spongeosa merupakan pleksus dari vena vena, dan lapisan mukosa (lapisan
sebelah dalam).Muara uretra pada wanita terletak di sebelah atas vagina (antara klitoris dan
vagina) dan uretra di sini hanya sebagai saluran ekskresi.

2.2

2.3

Definisi
Gagal ginjal kronik (GGK) adalah suatu sindroma klinis yang disebab kan oleh penurunan
fungsi ginjal yang bersifat menahun berlangsung progresif dan cukup lanjut. Gagal ginjal kronis
atau penyakit renal tahap akhir (ESRD) merupakan gangguan fungsi renal yang progresif dan
irreversibel dimana kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme dan
keseimbangan cairan dan elektrolit, menyebabkan uremia ( Smaltzer, 2001).
Gagal ginjal kronik adalah penurunan fungsi ginjal yang bersifat persisten dan inrevesibel.
(Arif Mansjoer, 2001).
Gagal ginjal kronik atau penyakit renal tahap akhir merupakan gangguan fungsi renal yang
progresif dan irreversible. Di mana kemampuan tubuh gagal untuk memepertahankan
metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit, menyebabkan uremia (retensi urea dan
sampah nitrogen lain dalam darah) (Brunner & Suddart, 2001).
Gagal ginjal kronis ( chronic renal failure) adalah kerusakan ginjal progresif yang
berakibat fatal dan ditandai dengan anemia (urea dan limbah nitrogen yang berada dalam darah).
(Nursalam, 2008).

Etiologi
Gagal ginjal kronik dapat timbul dari hamper semua penyakit. Apapun sebabnya, dapat
menimbulkan perburukan fungsi ginjal secara progresif. Dibawah ini terdapat beberapa
penyebab gagal ginjal kronik.
a. Tekanan Darah Tinggi
Hipertensi yang berlangsung lama dapat mengakibatkan perubahan perubahan stuktur
pada arteriol diseluruh tubuh, ditandai dengan fibrosis dan hialinisasi (sklerosis) di dinding
pembuluh darah. Organ sasaran utama organ ini adalah jantung, otak, ginjal dan mata.

Pada ginjal adalah akibat aterosklerosis ginjal akibat hipertensi lama menyebabkan
nefrosklerosis begina. Gangguan ini merupakan akibat langsung dari iskemia renal. Ginjal
mengecil, biasanya simetris dan permukaan berlubang lubang dan berglanula. Secara histology
lesi yang esensial adalah sklerosis arteri arteri kecil serta arteriol yang paling nyata pada arteriol
eferen. Penyumbatan arteri dan arteriol akan menyebabkan kerusakan glomerulus dan atrofi
tubulus, sehingga seluruh nefron rusak (price, 2005:933).
b. Glomerulonefritis
Glomerulonefritis terjadi karena adanya peradangan pada glomerulus yang diakibatkan
karena adanya pengendapan kompleks antigen antibody. Reaksi peradangan diglomerulus
menyebabkan pengaktifan komplemen, sehingga terjadi peningkatan aliran darah dan
peningkatan permeabilitas kapiler glomerulus dan filtrasi glomerulus. Protein-protein plasma dan
sel darah merah bocor melalui glomerulus. Glomerulonefritis dibagi menjadi dua yaitu:
a) Gomerulonefritis Akut
Glomerulonefritis akut adalah peradangan glomerulus secara mendadak.
b) Glomerulonefritis Kronik
Glomerulonefritis kronik adalah pradangan yang lama dari sel-sel glomerulus. (Price, 2005. 924)
c. Lupus Eritematosus Sistemik (SLE)
Nefritis lupus disbabkan oleh kompleks imun dalam sirkulasi yang terperangkap dalam
membrane basalis glomerulus dan menimbulkan kerusakan. Perubahan yang paling dini sering
kali hanya mengenai sebagian rumbai glomerulus atau hanya mengenai beberapa glomerulus
yang tersebar. (Price, 2005:925)
d. Penyakit Ginjal Polikistik
Penyakit ginjal polikistik (PKD) ditandai dengan kista-kista multiple, bilateral, dan
berekspansi yang lambat laun mengganggu dan menghancurkan parenkim ginjal normal akibat
penekanan.Semakin lama ginjal tidak mampu mempertahankan fungsi ginjal, sehingga ginjal
akan menjadi rusak (GGK) (Price, 2005:937)
e. Pielonefritis
Pielonefritis adalah infeksi yang terjadi pada ginjal itu sendiri. Pielonefritis itu sendiri
dapat bersifat akut atau kronik. Pielonefritis akut juga bias terjadi melalui infeksi hematogen.
Pielonefritis kronik dapat terjadi akibat infeksi berulang-ulang dan biasanya dijumpai pada
individu yang mengidap batu, obstruksi lain, atau repluks vesikoureter. (Price, 2005: 938)

f. Diabetes Melitus

a)

b)
c)
d)
e)
2.4

Diabetes mellitus adalah penyebab tunggal ESRD yang tersering, berjumlah 30% hingga
40% dari semua kasus. Diabetes mellitus menyerang struktur dan fungsi ginjal dalam bentuk.
Nefropati diabetic adalah istilah yang mencakup semua lesi yang terjadi diginjal pada diabetes
mellitus (Price, 2005:941). Riwayat perjalanan nefropati diabetikum dari awitan hingga ESRD
dapat dibagi menjadi lima fase atau stadium:
Stadium 1 (fase perubahan fungsional dini) ditandai dengan hifertropi dan hiperfentilasi ginjal,
pada stadium ini sering terjadi peningkatan GFR yang disebabkan oleh banyak factor yaitu,
kadar gula dalam darah yang tinggi, glucagon yang abnormal hormone pertumbuhan, efek
rennin, angiotensin II danprostaglandin.
Stadium 2 (fase perubahan struktur dini) ditandai dengan penebalan membrane basalis kapiler
glomerulus dan penumpukan sedikit demi sedikit penumpukan matriks mesangial.
Stadium 3 (Nefropati insipient)
Stadium 4 (nefropati klinis atau menetap)
Stadium 5 (Insufisiensi atau gagal ginjal progresif)
Patofisiologi
Gagal ginjal kronik disebabkan karena adanya penyakit yang terdapat pada ginjal, sehingga
mengakibatkan kegagalan ginjal. Maka lama kelamaan jumlah nefron mengalami kerusakan
bertambah. Dengan adanya peran dan fungsi ginjal maka hasil metabolisme protein akan
berkumpul didalam tubuh, penurunan fungsi ginjal mengakibatkan pembuangan hasil sisa
metabolisme gagal yang dimulai dengan pertukaran didalam pembuluh darah tidak adekuat
karena ketidak mampuan ginjal sebagai penyaring, Nitrogen) menumpuk dalam darah.
Akibatnya ginjal tidak dapat melakukan fungsinya lagi yang menyebabkan peningkatan kadar
serum dan kadar nitrogen ureum, kreatin, asam urat, fosfor meningkat dalam tubuh dan
menyebabkan terganggunya fungsi ginjal dan organ organ tubuh lain.
Perjalanan umum ginjal kronik dapat dibagi menjadi tiga stadium. Stadium satu
dinamakan penurunan cadangan ginjal . Pada stadium ini kreatin serum dan BUN dalam
keadaan normal dan penderita asimtomatik (tanpa gejala). Gangguan fungsi ginjal akan dapat
diketahui dengan tes GFR.
Stadium dua dinamakan insufisiensi ginjal , dimana lebih dari 75% jaringan yang
berfungsi telah rusak dan GFR 25% dari normal. Pada tahap ini BUN baru mulai stadium
insufisiensi ginjal gejala nokturia dan poliuria diakibatkan kegagalan pemekatan. Nokturia
(berkemih pada malam hari) sebanyak 700 ml atau berkemih lebih dari beberapa kali.
Pengeluaran urine normal sekitar 1500 ml perhari atau sesuai dengan jumlah cairan yang
diminum.
Stadium ke tiga dinamakan gagal ginjal stadium akhir uremia . sekitar 90% dari massa
nefron telah hancur atau sekitar 200.000 yang masih utuh. Nilai GFR nya hanya 10% dari
keadaan normal dan bersihakan kreatin sebesar 5-10 ml/menit. Penderita biasanya ologuri
(pengeluaran urien kurang dari 500 ml/hari) karena kegagalan glomelurus uremik. Fungsi ginjal

menurun, produk akhir metabolisme protein. Terjadi uremia dan mempengaruhi setiap sistem
tubuh.
2.5

WOC
Terlampir

2.6

Manifestasi Klinis
Manifestasi klinik menurut Suyono (2001) adalah sebagai berikut:
Sistem kardiovaskuler
Hipertensi
Pitting edema
Edema periorbital
Pembesaran vena leher
Friction sub pericardial
Sistem Pulmoner
Krekel
Nafas dangkal
Kusmaull
Sputum kental dan liat
Sistem gastrointestinal
Anoreksia, mual dan muntah
Perdarahan saluran GI
Ulserasi dan pardarahan mulut
Nafas berbau ammonia
Sistem musculoskeletal
Kram otot
Kehilangan kekuatan otot
Fraktur tulang
Sistem Integumen
Warna kulit abu-abu mengkilat
Pruritis
Kulit kering bersisik
Ekimosis
Kuku tipis dan rapuh
Rambut tipis dan kasar
Sistem Reproduksi
Amenore
Atrofi testis

1.
a.
b.
c.
d.
e.
2.
a.
b.
c.
d.
3.
a.
b.
c.
d.
4.
a.
b.
c.
5.
a.
b.
c.
d.
e.
f.
6.
a.
b.

2.7 Pemeriksaan penunjang


1. Laboratorium :
a. Laju Endap Darah : Meninggi yang diperberat oleh adanya anemia, dan hipoalbuminemia.
Anemia normositer normokrom, dan jumlah retikulosit yang rendah.
b. Ureum dan kreatini : Meninggi, biasanya perbandingan antara ureum dan kreatinin kurang lebih
20 : 1. Perbandingat meninggi akibat pendarahan saluran cerna, demam, luka bakar luas,
pengobatan steroid, dan obstruksi saluran kemih. Perbandingan ini berkurang ketika ureum lebih
kecil dari kreatinin, pada diet rendah protein, dan tes Klirens Kreatinin yang menurun.
c. Hiponatremi : Umumnya karena kelebihan cairan. Hiperkalemia : biasanya terjadi pada gagal
ginjal lanjut bersama dengan menurunya dieresis
d. Hipokalemia dan hiperfosfatemia: terjadi karena berkurangnya sintesis vitamin D3 pada GGK.
e. Phosphate alkaline : meninggi akibat gangguan metabolisme tulang, terutama isoenzim fosfatase
lindi tulang.
f. Hipoalbuminemia dan hipokolesterolemia : umunya disebabkan gangguan metabolisme dan diet
rendah protein.
g. Peninggian gula darah, akibat gangguan metabolism karbohidrat pada gagal ginjal ( resistensi
terhadap pengaruh insulin pada jaringan perifer ).
h. Hipertrigliserida, akibat gangguan metabolisme lemak, disebabkan peninggian hormone insulin
dan menurunnya lipoprotein lipase.
i. Asidosis metabolic dengan kompensasi respirasi menunjukan Ph yang menurun, BE yang
menurun, HCO3 yang menurun, PCO2 yang menurun, semuanya disebabkan retensi asam-asam
organic pada gagal ginjal.
2. Radiology
Foto polos abdomen untuk menilai bentuk dan besar ginjal ( adanya batu atau adanya suatu
obstruksi ). Dehidrasi karena proses diagnostic akan memperburuk keadaan ginjal, oleh sebab itu
penderita diharapkan tidak puasa.
3. IIntra Vena Pielografi (IVP)
Untuk menilai system pelviokalisisdan ureter.
4. USG
Untuk menilai besar dan bentuk ginjal, tebal parenkim ginjal, kepadatan parenkim ginjal,
anatomi system pelviokalises, ureter proksimal, kandung kemih dan prostat.
5. EKG
Untuk melihat kemungkinan hipertropi ventrikel kiri, tanda-tanda perikarditis, aritmia, gangguan
elektrolit (hiperkalemia)
2.8

Penatalaksanaan
Untuk mendukung pemulihan dan kesembuhan pada klien yang mengalami CKD maka
penatalaksanaan pada klien CKD terdiri dari penatalaksanan medis/farmakologi, penatalaksanan

1.
a.

b.
c.
d.
e.

f.

g.
h.

keperawatan dan penatalaksanaan diet. Dimana tujuan penatalaksaan adalah untuk


mempertahankan fungsi ginjal dan homeostasis selama mungkin.
Penatalaksanaan medis
Cairan yang diperbolehkan adalah 500 sampai 600 ml untuk 24 jam atau dengan menjumlahkan
urine yang keluar dalam 24 jam ditamnbah dengan IWL 500ml, maka air yang masuk harus
sesuai dengan penjumlahan tersebut.
Pemberian vitamin untuk klien penting karena diet rendah protein tidak cukup memberikan
komplemen vitamin yang diperlukan.
Hiperfosfatemia dan hipokalemia ditangani dengan antasida mengandung alumunium atau
kalsium karbonat, keduanya harus diberikan dengan makanan.
Hipertensi ditangani dengan berbagai medikasi antihipertensif dan control volume intravaskuler.
Asidosis metabolik pada gagal ginjal kronik biasanya tampa gejala dan tidak memerlukan
penanganan, namun demikian suplemen makanan karbonat atau dialisis mungkin diperlukan
untuk mengoreksi asidosis metabolic jika kondisi ini memerlukan gejala.
Hiperkalemia biasanya dicegah dengan penanganan dialisis yang adekuat disertai pengambilan
kalium dan pemantauan yang cermat terhadap kandungan kalium pada seluruh medikasi oral
maupun intravena. Pasien harus diet rendah kalium kadang kadang kayexelate sesuai
kebutuhan.
Anemia pada gagal ginjal kronis ditangani dengan epogen (eritropoetin manusia rekombinan).
Epogen diberikan secara intravena atau subkutan tiga kali seminggu.
Transplantasi ginjal.

2. Penatalaksanaan Keperawatan
a. Hitung intake dan output yaitu cairan : 500 cc ditambah urine dan hilangnya cairan dengan cara
lain (kasat mata) dalam waktu 24 jam sebelumnya.
b. Elektrolit yang perlu diperhatikan yaitu natrium dan kalium. Natrium dapat diberikan sampai
500 mg dalam waktu 24 jam.
3.
a.
b.
c.
d.
e.

Penatalaksanaan Diet
Kalori harus cukup : 2000 3000 kalori dalam waktu 24 jam.
Karbohidrat minimal 200 gr/hari untuk mencegah terjadinya katabolisme protein
Lemak diberikan bebas.
Diet uremia dengan memberikan vitamin : tiamin, riboflavin, niasin dan asam folat.
Diet rendah protein karena urea, asam urat dan asam organik, hasil pemecahan makanan dan
protein jaringan akan menumpuk secara cepat dalam darah jika terdapat gagguan pada klirens
ginjal. Protein yang diberikan harus yang bernilai biologis tinggi seperti telur, daging sebanyak
0,3 0,5 mg/kg/hari.

2.9 Komplikasi
1. Hiperkalemia
Tingginya kandungan kalium di dalam darah. Dan tingginya kandungan kalium di dalam darah
dapat menimbulkan kematian mendadak, jika tidak ditangani dengan serius.
2. Perikarditis, efusi pericardial
Akibat retensi produk sampah uremik dan dialisis yang tidak adekuat.
3. Hipertensi
4. Anemia
5. Penyakit tulang
Akibat kadar kalsium serum yang rendah, metabolisme vitamin D abnormal
6. Dehidrasi
7. Kulit : gatal gatal
8. Gastrointestinal : mual, muntah, anoreksia, dan dada seperti terbakar, bau nafas menyerupai urin
9. Endokrin
- Laki laki : kehilangan libido, impotensi, dan penurunan jumlah serta motilitas sperma
- Wanita : kehilangan libido, berkurangnya ovulasi, dan infertilisasi
- Anak anak: retardasi pertumbuhan
- Dewasa : kehilangan massa otot
10. Neurologis dan Pisikatri : kelelahan,kehilangan kesadaran, koma, iritasi neurologis (tremor,
ateriksis, agitasi, meningismus, peningkatan tonus otot bkejang)
2.10 Pencegahan
Pencegahan Penyakit Gagal Ginjal Kronis. Untuk dapat menghindari dan mengurangi resiko
gagal ginjal kronis ini, perlu menerapkan beberapa tips berikut ini :
1. Jika pengkonsumsi minuman beralkohol, minumah dengan tidak berlebihan. Namun alangkah
lebih baik jika anda menghindari minuman tersebut
2. Jika menggunakan obat tanpa resep yang dijual bebas, ikutilah petunjuk penggunaan yang tertera
pada kemasan. Penggunaan obat dengan dosis yang terlalu tinggi dan berlebihan akan dapat
merusak ginjal. Jika mempunyai sejarah keturunan berpenyakit ginjal, konsultasikan pada dokter
tentang obat apa yang sesuai.
3. Jagalah berat badan dengan selalu berolahraga secara teratur
4. Jangan merokok dan jangan pernah berniat untuk mencoba merokok
5. Selalu kontrol kondisi medis dengan bantuan dokter ahli untuk mengetahui kemungkinan
peningkatan resiko gagal ginjal agar segera diatasi.

2.11 Legal Etis


a. Nilai

b.

c.

d.
1.
2.
3.

4.

5.

6.

7.
8.

Keyakinan (beliefs) mengenai arti dari suatu ide, sikap, objek, perilaku, dll yang menjadi standar
dan mempengaruhi prilaku seseorang.
Nilai menggambarkan cita-cita dan harapan-harapan ideal dalam praktik keperawatan.
Etik
Kesepakatan tentang praktik moral, keyakinan, sistem nilai, standar perilaku individu dan atau
kelompok tentang penilaian terhadap apa yang benar dan apa yang salah, mana yang baik dan
mana yang buruk, apa yang merupakan kebajikan dan apa yang merupakan kejahatan, apa yang
dikendaki dan apa yang ditolak.
Etika Keperawatan
Kesepakatan/peraturan tentang penerapan nilai moral dan keputusan- keputusan yang ditetapkan
untuk profesi keperawatan (Wikipedia, 2008).
Prinsip Etik
Respect (Hak untuk dihormati)
Perawat harus menghargai hak-hak pasien/klien
Autonomy (hak pasien memilih)
Hak pasien untuk memilih treatment terbaik untuk dirinya
Beneficence (Bertindak untuk keuntungan orang lain/pasien)
Kewajiban untuk melakukan hal tidak membahayakan pasien/ orang lain dan secara aktif
berkontribusi bagi kesehatan dan kesejahteraan pasiennya
Non-Maleficence (utamakan-tidak mencederai orang lain).
kewajiban perawat untuk tidak dengan sengaja menimbulkan kerugian atau cidera
Prinsip :
Jangan membunuh, menghilangkan nyawa orang lain, jangan menyebabkab nyeri atau
penderitaan pada orang lain, jangan membuat orang lain berdaya dan melukai perasaaan orang
lain.
Confidentiality (hak kerahasiaan)
Menghargai kerahasiaan terhadap semua informasi tentang pasien/klien yang dipercayakan
pasien kepada perawat.
Justice (keadilan)
Kewajiban untuk berlaku adil kepada semua orang. Perkataan adil sendiri berarti tidak memihak
atau tidak berat sebelah.
Fidelity (loyalty/ketaatan)
Kewajiban untuk setia terhadap kesepakatan dan bertanggungjawab terhadap kesepakatan yang
telah diambil
Era modern , pelayanan kesehatan : Upaya Tim (tanggungjawab tidak hanya pada satu profesi).
80% kebutuhan pt dipenuhi perawat
Masing-masing profesi memiliki aturan tersendiri yang berlaku
Memiliki keterbatasan peran dan berpraktik dengan menurut aturan yang disepakati.
Veracity (Truthfullness & honesty)

Kewajiban untuk mengatakan kebenaran.


Terkait erat dengan prinsip otonomi, khususnya terkait informed-consent
Prinsip veracity mengikat pasien dan perawat untuk selalu mengutarakan kebenaran.

BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
Pengkajian dengan pasien gagal ginjal kronik, meliputi :
1. Identitas
Identitas pada klien yang harus diketahui diantaranya: nama, umur, agama, pendidikan,
pekerjaan, suku/bangsa, alamat, jenis kelamin, status perkawinan, dan penanggung biaya.
2. Keluhan utama
Kapan keluhan mulai berkembang, bagaimana terjadinya, apakah secara tiba-tiba atau
berangsur-angsur, apa tindakan yang dilakukan untuk mengurangi keluhan, obat apa yang
digunakan.
Keluhan utama yang didapat biasanya bervariasi, mulai dari urine output sedikit sampai
tidak dapat BAK, gelisah sampai penurunan kesadaran, tidak selera makan (anoreksia), mual,
muntah, mulut terasa kering, rasa lelah, napas berbau ( ureum ), dan gatal pada kulit.
3. Riwayat penyakit saat ini
Mengkaji keluhan kesehatan yang dirasakan pasien pada saat di anamnesa meliputi
palliative, provocative, quality, quantity, region, radiaton, severity scala dan time.
Untuk kasus gagal ginjal kronis, kaji onet penurunan urine output, penurunan kesadaran,
perubahan pola nafas, kelemahan fisik, adanya perubahan kulit, adanya nafas berbau ammonia,
dan perubahan pemenuhan nutrisi. Kaji pula sudah kemana saja klien meminta pertolongan
untuk mengatasi masalahnya dan mendapat pengobatn apa.
4. Riwayat Penyakit Dahulu
Kaji adanya penyakit gagal ginjal akut, infeksi saluran kemih, payah jantung, penggunaan
obat-obat nefrotoksik, Benign prostatic hyperplasia, dan prostektomi. Kaji adanya riwayat

penyakit batu saluran kemih, infeksi sistem perkemihan yang berulang, penyakit diabetes
mellitus, dan penyakit hipertensi pada masa sebelumnya yang menjadi predisposisi penyebab.
Penting untuk dikaji mengenai riwayat pemakaian obat-obatan masa lalu dan adanya riwayat
alergi terhadap jenis obat kemudian dokumentasikan.
5. Riwayat Penyakit Keluarga
Mengkaji ada atau tidak salah satu keluarga yang mengalami penyakit yang sama.
Bagaimana pola hidup yang biasa di terapkan dalam keluarga, ada atau tidaknya riwayat infeksi
system perkemihan yang berulang dan riwayat alergi, penyakit hereditas dan penyakit menular
pada keluarga.
6.
A.
-

Pemeriksaan Fisik ( ROS : Review of System )


Keadaan Umum dan Tanda-Tanda Vital
Keadaan umum : Klien lemah dan terlihat sakit berat.
Tingkat Kesadaran : Menurun sesuai dengan tingkat uremia dimana dapat mempengaruhi
system saraf pusat.
TTV : Sering didapatkan adanya perubahan RR meningkat, tekanan darah terjadi perubahan dari
hipertensi ringan sampai berat.

B. Pemeriksaan Fisik :
1. Pernafasan B1 (breath)
Klien bernafas dengan bau urine (fetor uremik), respon uremia didapatkan adanya
pernafasan kussmaul. Pola nafas cepat dan dalam merupakan upaya untuk melakukan
pembuangan karbon dioksida yang menumpuk di sirkulasi.
2. Kardiovaskuler B2 (blood)
Pada kondisi uremia berat tindakan auskultasi akan menemukan adanya friction rub yang
merupakan tanda khas efusi pericardial. Didapatkan tanda dan gejala gagal jantung kongestif, TD
meningkat, akral dingin, CRT > 3 detik, palpitasi, nyeri dada dan sesak nafas, gangguan irama
jantung, edema penurunan perfusiperifer sekunder dari penurunan curah jantungakibat
hiperkalemi, dan gangguan kondisi elektrikal otot ventikel.
Pada system hematologi sering didapatkan adanya anemia. Anemia sebagai akibat dari
penurunan produksi eritropoetin, lesi gastrointestinal uremik, penurunan usia sel darah merah,
dan kehilangan darah, biasanya dari saluran GI, kecenderungan mengalami perdarahan sekunder
dari trombositopenia.
Hipertensi akibat penimbunan cairan dan garam atau peningkatan aktivitas system renninangiostensin- aldosteron. Nyeri dada dan sesak nafas akibat perikarditis, efusi pericardial,
penyakit jantung koroner akibat aterosklerosis yang timbul dini, dan gagal jantung akibat
penimbunan cairan dan hipertensi.
3. Persyarafan B3 (brain)

4.
5.

6.

Didapatkan penurunan tingkat kesadaran, disfungsi serebral, seperti perubahan proses


berfikir dan disorientasi. Klien sering didapatkan adanya kejang, adanya neuropati perifer,
burning feet syndrome, restless leg syndrome, kram otot, dan nyeri otot.
Perkemihan B4 (bladder)
Penurunan urine output < 400 ml/ hari sampai anuri, terjadi penurunan libido berat.
Pencernaan B5 (bowel)
Didapatkan adanya mual dan muntah, anoreksia, dan diare sekunder dari bau mulut
ammonia, peradangan mukosa mulut, dan ulkus saluran cerna sehingga sering di dapatkan
penurunan intake nutrisi dari kebutuhan.
Musculoskeletal/integument B6 (bone)
Di dapatkan adanya nyeri panggul, sakit kepala, kram otot, nyeri kaki (memburuk saat
malam hari), kulit gatal, ada/ berulangnya infeksi, pruritus, demam (sepsis, dehidrasi), petekie,
area ekimosis pada kulit, fraktur tulang, deposit fosfat kalsium pada kulit jaringan lunak dan
sendi, keterbatasan gerak sendi. Didapatkan adanya kelemahan fisik secara umum sekunder dari
anemia dan penurunan perfusi perifer dari hipertensi.

C. Diagnosa Keperawatan
1.
Gangguan pertukaran gas berhbungan dengan peningkatn bendungan atrium kiri
2.

Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan suplai oksigen ke jaringan menurun

Kelebihan volume cairan berhubungan dengan penurunan keluaran urine, diet berlebih
dan retensi cairan dan natrium.
3.

Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia, mual,
muntah, pembatasan diet dan perubahan membrane mukosa mulut.
4.

Gangguan integritas kulit berhubungan dengan gangguan status metabolic,


sirkulasi, sensasi, penurunan turgor kulit, penurunan aktivitas, akumulasi ureum dalam kulit.
5.

Intoleransi aktivitas berhubungan dengan keletihan, anemia, retensi produk sampah dan
prosedur.
6.

Gangguan konsep diri berhubungan dengan penurunan fungsi tubuh, tindakan dialysis,
koping maladaptive.
7.

Kurangnya pengetahuan tentang kondisi, prognosis, dan kebutuhan pengobatan


berhubungan dengan kurangnya informasi.
8.

D. Intervensi Keperawatan
1. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan peningkatan bendungan atrium kiri.
Tujuan :
Dalam waktu 2 x 24 jam setelah diberikan intervensi keperawatan, tidak terjadi gangguan
pertukaran gas.

Kriteria hasil :
- Pasien dapat memperlihatkan ventilasi dan oksigenasi yang adekuat dengan nilai ABGs normal :
PH
= 7,35 -7,45
PO2
= 80-100 mmHg
Saturasi O2
= > 95 %
PCO2
= 35-45 mmHg
HCO3
= 22-26mEq/L
BE (kelebihan basa) = -2 sampai +2
- Bebas dari gejala distress pernafasan

Intervensi

Rasional

Mandiri
1. Kaji status pernafasan, catat peningkatan1. Takipneu
adalah
mekanisme
respirasi atau perubahan pola nafas.
kompensasi untuk hipoksemia dan
peningkatan usaha nafas.
2. Catat ada tidaknya suara nafas dan adanya2. Suara nafas mungkin tidak sama atau
bunyi nafas tambahan seperti crakles, dan tidak ada ditemukan. Crakles terjadi
wheezing.
karena peningkatan cairan di permukaan
jaringan
yang
disebabkan
oleh
peningkatan permeabilitas membran
alveoli kapiler. Wheezing terjadi
karena bronchokontriksi atau adanya
mukus pada jalan nafas
3. Kaji adanya cyanosis.
3. Selalu berarti bila diberikan oksigen
(desaturasi 5 gr dari Hb) sebelum
cyanosis muncul. Tanda cyanosis dapat
dinilai pada mulut, bibir yang indikasi
adanya hipoksemia sistemik, cyanosis
perifer seperti pada kuku dan ekstremitas
4. Observasi adanya somnolen, confusion, adalah vasokontriksi.
apatis, dan ketidakmampuan beristirahat 4. Hipoksemia
dapat
menyebabkan
iritabilitas dari miokardium
5. Berikan istirahat yang cukup dan nyaman 5. Menyimpan tenaga pasien, mengurangi
penggunaan oksigen.
Kolaboratif :
6. Berikan humidifier oksigen dengan
masker CPAP jika ada indikasi.
6. Memaksimalkan pertukaran oksigen
7. Berikan pencegahan IPPB
secara terus menerus dengan tekanan

8. Review X-ray dada.

7.

9. Berikan obat-obat jika ada indikasi seperti8.


steroids, antibiotik, bronchodilator dan
ekspektorant.
9.
2.

Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan suplai oksigen ke jaringan menurun


Tujuan : setelah diberikan intervensi selama 3 x 24 jam mempertahankan sirkulasi perifer tetap
normal.
Kriteria Hasil :
Denyut nadi perifer teraba kuat dan reguler
Warna kulit sekitar luka tidak pucat/sianosis
Kulit sekitar luka teraba hangat.
Oedema tidak terjadi dan luka tidak bertambah parah.

Intervensi
pasien
untuk

3.

yang sesuai
Peningkatan
ekspansi
paru
meningkatkan oksigenasi
Memperlihatkan kongesti paru yang
progresif
Untuk mencegah gngguan pola napas

Rasional
dengan
mobilisasi
meningkatkan
sirkulasi darah.
meningkatkan melancarkan aliran darah
balik sehingga tidak terjadi oedema.
kolestrol tinggi dapat mempercepat
terjadinya arterosklerosis, merokok dapat
menyebabkan terjadinya vasokontriksi
pembuluh
darah,
relaksasi
untuk
mengurangi efek dari stres.
pemberian
vasodilator
akan
meningkatkan dilatasi pembuluh darah
sehingga
perfusi
jaringan
dapat
diperbaiki, sedangkan pemeriksaan gula
darah secara rutin dapat mengetahui
perkembangan dan keadaan pasien, HBO
untuk memperbaiki oksigenasi daerah
ulkus/gangren.

1. Ajarkan
melakukan1.
mobilisasi
2. Ajarkan tentang faktor-faktor yang dapat2.
meningkatkan aliran darah : Tinggikan
kaki sedikit lebih rendah dari jantung3.
( posisi elevasi pada waktu istirahat ),
hindari penyilangkan kaki, hindari balutan
ketat, hindari penggunaan bantal, di
belakang lutut dan sebagainya.
3. Ajarkan tentang modifikasi faktor-faktor4.
resiko berupa : Hindari diet tinggi
kolestrol, teknik relaksasi, menghentikan
kebiasaan merokok, dan penggunaan obat
vasokontriksi.
4. Kerja sama dengan tim kesehatan lain
dalam pemberian vasodilator, pemeriksaan
gula darah secara rutin dan terapi oksigen (
HBO ).
Kelebihan volume cairan berhubungan dengan penurunan keluaran urine, diet berlebih
dan retensi cairan dan natrium.
Tujuan :
Setelah dilakukan asuhan keperawaan selama 3 x 24 jam klien dapat mempertahankan berat
tubuh ideal tanpa kelebihan cairan.

a.
b.
c.
d.
e.
f.

Kriteria Hasil :
Haluaran urine tepat dengan berat jenis/hasil lab mendekati normal.
BB stabil.
TTV dalam batas normal (RR: 16-24 x/menit; N: 60-100 x/menit; TD: 120/80; T: 36,5-37,5 0C)
Tidak ada edema
Turgor kulit baik
Membran mukosa lembab
Intervensi
Rasional
Mandiri :
a. Identifikasi faktor penyebab
a. Untuk menentukan tindakan keperawatan
b. Pembatasan cairan akan menentukan berat
b. Batasi masukan cairan
tubuh ideal, haluaran urin, dan respon
terhadap terapi.
c. Agar tidak terjadi imobilitasi
c. Anjurkan klien untuk melakukan aktifitas
pergerakan seperti berdiri, meninggikan kaki
d. Kurangi asupan garam, pertimbangkand. Agar tidak terjadi peningkatan natrium
penggunaan garam pengganti
5.
HE :
e. Pemahaman meningkatkan kerjasama pasien
e. Jelaskan pada pasien dan keluarga tentang dan keluarga dalam pembatasan cairan
pembatasan cairan.
f. Kenyamanan
pasien
meningkatkan
kepatuhan terhadap pembatasan diet.
f. Bantu
pasien
dalam
menghadapi
ketidaknyamanan akibat pembatasan cairan.
Kolaborasi :
g. Berikan diuretic
g. furosemide, spironolakton, hidronolakton
h. Adenokortikosteroid,golongan prednisone

g. Diuretic bertujuan untuk menurunkan


volume plasma dan menurunkan retensi
cairan di jaringan sehingga menurunkan
resiko terjadinya
edema
paru. Adenokortikosteroid,
golongan
predison digunakan untuk menurunkan
Observasi :
proteinuri.
h. Kaji status cairan dengan menimbang berat
badan perhari, keseimbangan masukanh. Pengkajian merupakan dasar dan data dasar
dan pengeluaran, turgor kulit dan adanya berkelanjutan untuk memantau perubahan
edema, distensi vena leher.
dan mengevaluasi intervensi.
i. Kaji tanda tanda vital
i. Untuk mengetahui kondisi pasien

4.

Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia, mual,
muntah, pembatasan diet dan perubahan membrane mukosa mulut.
Tujuan :
Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3x24 jam klien dapat mempertahankan masukan
nutrisi yang adekuat
Kriteria Hasil :
Nafsu makan meningkat
Tidak ada keluhan anoreksia, nausea.
Porsi makan dihabiskan
BB meningkat
Intervensi
Rasional
Mandiri :
a. Berikan makanan dalam porsi kecil tapia. Memenuhi kebutuhan nutrisi dengan
sering

meminimalkan rasa mual dan muntah

b. Beri nutrisi dengan diet lunak, tinggib. Memenuhi kebutuhan nutrisi adekuat
kalori tinggi protein
HE :
c. Anjurkan

kepada

klien/keluarga

orang

untuk

tuac. Menambah selera makan dan dapat

memberikan menambah

makanan yang disukai

asupan

nutrisi

yang

dibutuhkan klien

d. Anjurkan kepada orang tua klien/keluargad. Dapat meningkatkan asam lambung yang
untuk

menghindari

makanan

yang dapat memicu mual dan muntah dan

mengandung gas/asam, pedas

menurunkan asupan nutrisi

Kolaborasi :
e. Berikan

antiemetik,

antasida

indikasi

sesuai
e. Mengatasi

mual/muntah,

menurunkan

asam lambung yang dapat memicu


mual/muntah
Observasi :
f. Kaji kemampuan makan klien

f. Untuk mengetahui perubahan nutrisi

klien dan sebagai indikator intervensi


selanjutnya

BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Gangguan fungsi ginjal yang menahun bersifat progresif dan irreversibel, dimana kemampuan
tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit,
menyebabkan uremia(retensi urea dan sampah nitrogen lain dalam darah).
Penyebab : Infeksi
misalnya
pielonefritis
kronik, Penyakit
peradangan
misalnya
glomerulonefritis, Penyakit vaskuler hipertensif, Gangguan jaringan penambung, Gangguan
kongenital dan herediter, Penyakit metabolic dan Nefropati toksik.
Tanda dan gejala : Wajah terlihat pucat, oedema anasarka, malaise,nafas terasa sesak, gatalgatal, keluar darah dari hidung, turgor kulit kering, rambut kusam dan kemerahan dan tremor.
Komplikasi : Hiperkalemia dan Asidosis metabolic.
Transplantasi ginjal merupakan terapi pengganti yang paling baik, akan tetapi mempunyai
beberapa kendala seperti keterbatasan donor, biaya mahal, efek samping obat-obatan
imunosupresi dan rejeksi kronik yang belum bisa diatasi. Keuntungan transplantasi ginjal ialah
menghasilkan rehabilitas paling baik dibandingkan dialysis.
4.2 Saran
Diharapkan mahasiswa dapat memahami materi yang telah kami susun ini, dan dapat
menginterpretasikan di dalam melakukan tindakan keperawatan dalam praktik, khususnya pada
pasien yang menagalami gangguan sistem urinari dan mampu memberikan asuhan keperawatan
yang sesuai.

DAFTAR PUSTAKA
Ayi, Dian. 2013. Askep Gagal Ginjal Kronik.http://smilebeautyfull.blogspot.com/2013/01/askep-gagalginjal-kronik.html . Diakses pada tanggal 17 September 2013 pukul 12.05 WIB

Doenges E, Marilynn, dkk. (1999). Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman Untuk Perancanaan dan
Pendokumentasian Perawatan Pasien. Edisi 3. Jakarta : EGC
Hendra. 2013. Askep Gagal Ginjal Kronik.http://riwayataskep.blogspot.com/2013/02/askep-gagal-ginjalkronik.html . Diakses pada tanggal 17 September 2013 pukul 12.02 WIB
Price, Sylvia A. 2006. Patofisiologi Konep Proses-Proses Penyakit. Jakarta: EGC.
Ridho
Muhammad.
2012.
Asuhan
Keperawatan
pada
Pasien
Gagal
Ginjal
Kronik. http://ridhoinhealthy.blogspot.com/2012/07/asuhan-keperawatan-pada-penderitagagal_31.html . Diakses pada tanggal 4 Oktober 2013 pada pukul 12.11 WIB
Sibuea, Dr.W.Herdin. 2005. Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Rineka Cipta
Smeltzer, Suzanne C dan Brenda G Bare. (2001). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner &
Suddarth. Edisi 8. Jakarta :EGC
Tollen, Zainal. 2013. Askep Gagal Ginjal Kronik.http://zallien.blogspot.com/2013/06/asykep-gagalginjal.html . Diakses pada tanggal 4 Oktober 2013 pada pukul 12.17 WIB
Yusuf, David. 2011. Asuhan Keperawatan Gagal Ginjal Kronik (CKD).http://askeptopbgt.blogspot.com/2011/01/asuhan-keperawatan-gagal-ginjal-kronik.html .
Diakses
pada
tanggal 4 Oktober 2013 pada pukul 12.09 WIB
Diposkan oleh Dian Al Mira di 18.02
Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke Facebook

You might also like