You are on page 1of 42

Hemofilia

Ns.Darwin Karim, M.Biomed

Trombosit
Trombosit bukan suatu sel utuh tetapi
merupakan fragmen/potongan kecil sel yang
terlepas dari tepi luar suatu sel besar di sumsum tulang yang dikenal dengan megakariosit
Megakariosit berasal dari sel bakal yang belum
berdiferensiasi
Dalam setiap mililiter darah pada keadaan
normal terdapat sekitar 250.000 trombosit
Berfungsi selama sekitar 10 hari kemudian
disingkirkan dari sirkulasi oleh makrofag
jaringan terutama makrofag yang terdapat di
limpa dan hati

Trombosit disimpan di dalam ronggarongga berisi darah di limpa dan


dikeluarkan ke dalam sirkulasi sesuai
kebutuhan
Trombosit tidak memiliki nukleus
akan tetapi dilengkapi oleh organel
dan sistem enzim untuk
menghasilkan energi

Hemostasis
Adalah penghentian perdarahan dari
suatu pembuluh darah yang rusak
Sumber perdarahan kerusakan
dinding pembuluh darah tekanan
yang lebih besar terjadi
dibandingkan dengan tekanan di luar
darah terdorong keluar

Peristiwa hemostasis melibatkan tiga


langkah :
1.Spasme vaskuler
2.Pembentukan sumbat trombosit
3.Koagulasi darah

1.Spasme Vaskuler
Pembuluh darah yang mengalami
kerusakan akan segera berkontriksi akibat
respon vaskuler inheren terhadap cedera
memperlambat aliran darah melalui defek
pengeluaran darah menjadi kecil
Defek yang dimaksud adalah perlengketan
permukaan bagian dalam (endotel)
pembuluh darah melalui konstriksi yang
akan menutup pembuluh yang rusak
Apabila defek tidak efektif maka respon
hemostatik lainnya akan bekerja

2.Pembentukan Sumbat
Trombosit
Setelah timbul cedera, trombosit akan
berkumpul pada lokasi cedera dan
mengeluarkan zat kimia berupa ADP (adenosin
difosfat)
ADP akan menyebabkan permukaan trombosit
dalam sirkulasi yang lewat menjadi lengket dan
melekat ke lapisan trombosit yang pertama
Trombosit yang baru melekat mengeluarkan
lebih banyak ADP sehingga lebih banyak lagi
trombosit yang melekat, dan seterusnya
(memberikan efek penumpukan)
memberikan efek penyumbatan

Batasan Kerja Sumbatan


Trombosit

Sumbatan trombosit terbatas hanya


pada lokasi cedera akibat adanya
prostasiklin, yaitu suatu zat kimia yang
menghambat agregasi trombosit
sehingga tidak menyebar ke jaringan
vaskuler normal tidak menyumbat
permukaan lapisan pembuluh darah
yang normal
Lubang akibat cedera pembuluh darah
yang lebih besar memerlukan
pembentukan bekuan darah agar
secara total menghentikan perdarahan

3.Koagulasi Darah
Adalah transformasi darah dari cairan
menjadi gel padat
Pembentukan bekuan di atas sumbat
trombosit akan memperkuat dan
menunjang sumbatan untuk
menutupi lubang di pembuluh dan
padatnya darah di sekitar defek
pembuluh akan menyebabkan darah
tidak lagi mengalir

Pembentukan bekuan terjadi dengan


perubahan fibrinogen menjadi fibrin
yang dikatalisasi oleh enzim trombin di
tempat pembuluh yang mengalami
cedera
Molekul fibrin melekat ke permukaan
pembuluh yang rusak, membentuk
struktur mirip jaring longgar yang
menangkap unsur-unsur sel darah
Jaring longgar akan mengalami
penguatan dengan adanya faktor
pembekuan yang dikenal sebagai faktor
XIII (faktor stabilisasi fibrin)

Trombin, yang berupa enzim katalisator


untuk mengubah fibrinogen menjadi fibrin
secara normal harus tidak ada dalam
plasma kecuali di sekitar tempat kerusakan
apabila ada, maka darah akan terus
menerus mengalami koagulasi
gangguan fungsi
Bentuk trombin, sebelum difungsikan
adalah berupa protrombin (bentuk inaktif
dalam plasma)

Faktor yang mengubah protrombin menjadi


trombin sewaktu proses pembekuan darah
diperlukan adalah faktor X
Faktor X berada dalam keadaan inaktif dan
diubah menjadi aktif oleh faktor aktif
lainnya
Terdapat dua belas faktor pembekuan
plasma yang ikut serta dalam langkahlangkah esensial yang berakhir dengan
perubahan fibrinogen menjadi jaring fibrin
yang stabil
Sebagian besar faktor-faktor pembekuan
darah adalah protein plasma yang
disintesis oleh hati

Pengaktifan ke dua belas faktor


pembekuan darah secara awal diinisiasi
oleh enzim proteolitik (pengurai protein)
yang mengaktifkan faktor spesifik lainnya
dalam rangkaian pembekuan
Selanjutnya, faktor yang telah aktif akan
mengaktifkan faktor lainnya dalam reaksi
yang dikenal dengan jenjang (cascade)
sampai trombin mengkatalisasi perubahan
akhir fibrinogen menjadi fibrin

Jenjang pembekuan darah dicetuskan


oleh oleh jalur intrinsik dan ekstrinsik.
Apabila cedera jaringan menyebabkan
ruptur pembuluh, maka :
Jalur intrinsik bertanggungjawab untuk
menghentikan darah di pembuluh darah
yang cedera
Jalur ekstrinsik menyebabkan darah yang
keluar ke dalam jaringan membeku
sebelum pembuluh tersebut ditambal

Faktor-Faktor Pembekuan
Darah

I : fibrinogen
II : protrombin
III : tromboplastin
IV : kalsium
V : plasma akselerator globulin
VII : akselerator konversi protrombin serum
VIII : globulin antihemofilik
IX : faktor christmas
X : faktor stuart-power
XI : plasma tromboplastin antecendent
XII : faktor hageman
XIII : faktor yang menstabilkan fibrin

Pendahuluan Hemofilia
Hemofilia adalah gangguan produksi
faktor pembekuan yang diturunkan,
berasal dari bahasa Yunani, yaitu
haima yang artinya darah dan
philein yang artinya mencintai atau
suka

Hemofilia adalah penyakit perdarahan


akibat kelainan fungsi koagulasi yang
bersifat herediter dan diturunkan
secara X-linked recessive sehingga
hanya bermanifestasi pada laki-laki,
sedangkan wanita hanya menjadi
karier (pembawa sifat penyakit)
Hemofilia merupakan penyakit genetik
yang diturunkan secara x-linked resesif
berdasarkan hukum Mendel dari orang
tua kepada anak-anaknya

Semua anak perempuan dari pria


penderita hemofilia menjadi karier
Anak lelaki dari seorang wanita
karier hemofilia mempunyai
kemungkinan 50% menjadi penderita
hemofilia

Dikenal tiga tipe hemofilia yaitu hemofilia A,


B, dan C yang secara klinis ketiganya tidak
dapat dibedakan
Hemofilia terjadi oleh karena adanya
defisiensi atau gangguan fungsi salah satu
faktor pembekuan yaitu faktor VIII
(Antihemophilic factor), pada hemofilia A
serta kelainan faktor IX (Christmas factor)
pada hemofilia B dan faktor XI pada hemofilia
C.
Secara klinis hemofilia dapat dibagi menjadi
hemofilia ringan, hemofilia sedang dan
hemofilia berat berdasarkan derajat
kekurangan faktor pembekuan yang
bersangkutan

Patofisiologi
Mekanisme hemostasis terdiri dari
respons pembuluh darah, adesi
trombosit, agregasi trombosit,
pembentukan bekuan darah, stabilisasi
bekuan darah, pembatasan bekuan
darah pada tempat cedera oleh
regulasi antikoagulan, dan pemulihan
aliran darah melalui proses fibrinolisis
dan penyembuhan pembuluh darah

Cedera pada pembuluh darah akan


menyebabkan vasokonstriksi
pembuluh darah dan terpaparnya
darah terhadap matriks sub endotelial
Faktor von Willebrand (vWF) akan
teraktifasi dan diikuti adesi trombosit
Setelah proses ini, ADP, tromboxane
A2 dan protein lain trombosit,
dilepaskan granul yang berada di
dalam trombosit dan menyebabkan
agregasi trombosit dan perekrutan
trombosit lebih lanjut

Cedera pada pembuluh darah juga


melepaskan tissue factor dan
mengubah permukaan pembuluh
darah, sehingga memulai kaskade
pembekuan darah dan menghasilkan
fibrin. Selanjutnya bekuan fibrin dan
trombosit ini akan distabilkan oleh
faktor XIII

Pada penderita hemofilia dimana terjadi


defisit F VIII atau F IX maka pembentukan
bekuan darah terlambat dan tidak stabil.
Oleh karena itu penderita hemofilia tidak
berdarah lebih cepat, hanya perdarahan
sulit berhenti. Pada perdarahan dalam ruang
tertutup seperti dalam sendi, proses
perdarahan terhenti akibat efek tamponade.
Namun pada luka yang terbuka dimana efek
tamponade tidak ada, perdarahan masif
dapat terjadi. Bekuan darah yang terbentuk
tidak kuat dan perdarahan ulang dapat
terjadi akibat proses fibrinolisis alami atau
trauma ringan

Defisit F VIII dan F IX ini disebabkan oleh


mutasi pada gen F8 dan F9.
Gen F8 terletak di bagian lengan panjang
kromosom X di regio Xq28, sedangkan
gen F9 terletak di regio Xq27.
Terdapat lebih dari 2500 jenis mutasi
yang dapat terjadi, namun inversi 22 dari
gen F8 merupakan mutasi yang paling
banyak ditemukan yaitu sekitar 50%
penderita hemofilia A yang berat. Mutasi
gen F8 dan F9 ini diturunkan secara xlinked resesif sehingga anak laki-laki atau
kaum pria dari pihak ibu yang menderita
kelainan ini. Pada 1/3 kasus, mutasi
spontan dapat terjadi sehingga tidak
dijumpai adanya riwayat keluarga
penderita hemofilia pada kasus demikian

Gejala Klinis
Manifestasi klinis hemofilia A serupa
dengan hemofilia B yaitu perdarahan yang
sukar berhenti.
Secara klinis hemofilia dapat dibagi
menjadi hemofilia ringan (konsentrasi FVIII
dan F IX 0.05-0.4 IU/mL atau 5-40%),
hemofilia sedang (konsentrasi FVIII dan F
IX 0.01-0.5 IU/mL atau 1-5%) dan
hemofilia berat (konsentrasi F VIII dan F IX
di bawah 0.01 IU/mL atau di bawah 1%)

Pada penderita hemofilia ringan


perdarahan spontan jarang terjadi dan
perdarahan terjadi setelah trauma berat
atau operasi
Pada hemofilia sedang, perdarahan
spontan dapat terjadi atau dengan trauma
ringan.
Pada hemofilia berat perdarahan spontan
sering terjadi dengan perdarahan ke dalam
sendi, otot dan organ dalam

Perdarahan dapat mulai terjadi semasa


janin atau pada proses persalinan.
Umumnya penderita hemofilia berat
perdarahan sudah mulai terjadi pada usia
di bawah 1 tahun.
Perdarahan dapat terjadi di mukosa mulut,
gusi, hidung, saluran kemih, sendi lutut,
pergelangan kaki dan siku tangan, otot
iliospoas, betis dan lengan bawah.
Perdarahan di dalam otak, leher atau
tenggorokan dan saluran cerna yang masif
dapat mengancam jiwa

Diagnosis
Ditegakkan dengan anamesis, pemeriksaan
fisik dan laboratorium.
Anamnesis diarahkan pada riwayat mudah
timbul lebam sejak usia dini, perdarahan yang
sukar berhenti setelah suatu tindakan, trauma
ringan atau spontan, atau perdarahan sendi
dan otot.
Riwayat keluarga dengan gangguan
perdarahan terutama saudara laki-laki atau dari
pihak ibu juga mendukung ke arah hemofilia

Hasil pemeriksaan darah rutin dan


hemostasis sederhana sama pada
hemofilia A dan B.
Darah rutin biasanya normal, sedangkan
masa pembekuan dan masa
thromboplastin parsial teraktifkan (APTT)
memanjang, dan masa pembekuan
thromboplastin abnormal.
Masa perdarahan dan masa prothrombin
(PT) umumnya normal

Diagnosis pasti ditegakkan dengan


memeriksa kadar F VIII untuk hemofilia A
dan F IX untuk hemofilia B, dimana kedua
faktor tersebut di bawah normal.
Pemeriksaan pertanda gen hemofilia pada
kromosom X juga dapat memastikan
diagnosis hemofilia dan dapat digunakan
untuk diagnosis antenatal.
Secara klinis, hemofilia A tidak dapat
dibedakan dengan hemofilia B, oleh
karena itu diperlukan pemeriksaan
khusus F VIII dan IX.

Wanita pembawa sifat hemofilia A dapat


diketahui dengan memeriksa kadar F VIII
yang bisa di bawah normal, analisis
mutasi gen hemofilia atau rasio F VIII
dengan antigen faktor von Willebrand
(FVIII/vWF:Ag ratio) yang kurang dari 1.
Wanita pembawa sifat hemofilia B dapat
diketahui melalui aktivitas F IX yang
dapat menurun atau pemeriksaan
genetik

Diagnosis banding hemofilia adalah


penyakit von Willebrand, defisiensi
faktor koagulasi lain seperti FV, FVII,
FX, FXI, atau fibrinogen, atau
kelainan trombosit seperti
Glanzmann trombastenia

Penatalaksanaan
Dilakukan secara komprehensif meliputi
pemberian faktor pengganti yaitu F VIII
untuk hemofilia A dan F IX untuk hemofilia B
Bila terjadi perdarahan akut terutama
daerah sendi, maka tindakan RICE (rest, ice,
compression, elevation) segera dilakukan.
Sendi yang mengalami perdarahan
diistirahatkan dan diimobilisasi. Kompres
dengan es atau handuk basah yang dingin,
kemudian dilakukan penekanan atau
pembebatan dan meninggikan daerah
perdarahan. Penderita sebaiknya diberikan
faktor pengganti dalam 2 jam setelah
perdarahan

Komplikasi dan Prognosis


Salah satu komplikasi berat pada
penderita hemofilia adalah terbentuknya
neutralizing alloantibody atau inhibitor
Pada penderita hemofilia A, B, atau C,
inhibitor langsung melawan faktor VIII, IX,
atau XI selama diberikan terapi pengganti
Masih belum jelas mengapa perdarahan
sendi atau hemarthrosis sering terjadi
pada penderita hemofilia, namun diduga
bahwa hal ini disebabkan oleh rendahnya
ekspresi tissue factor di jaringan sinovial
sehingga perdarahan mudah terjadi.
Darah dan deposit besi dalam sendi
mengiritasi sinovium dan merangsang
reaksi inflamasi dalam sendi.

Sinovitis kronis ini menyebabkan


pertumbuhan jaringan sinovium yang
penuh dengan pembuluh darah yang rapuh
dan rawan terhadap perdarahan berikutnya
Sendi yang mengalami perdarahan
berulang ini disebut sebagai sendi target.
Hasil akhirnya adalah suatu arthropati
hemofilik dimana sendi menjadi kaku,
terjadi deformitas permanen, misalignment,
perbedaan panjang anggota gerak serta
hipotrofi otot yang berdekatan. Cacat sendi
ini merupakan salah satu morbiditas
penderita hemofilia yang utama

Perdarahan intrakranial merupakan penyebab


kematian utama penderita hemofilia.
Perdarahan otot terutama terjadi di otot paha,
betis, dinding perut bagian posterior dan
bokong. Tekanan akibat perdarahan otot ini
dapat mengakibatkan neuropati seperti
neuropati nervus femoralis akibat perdarahan
ileospoas.
Nekrosis iskhemik dan kontraktur merupakan
efek perdarahan otot lainnya

PENYAKIT von Willebrand


Erik von Willebrand pertama kali menemukan
kelainan dengan perdarahan yang diwariskan
secara otosomal dominan di masyarakat
kepulauan Aaland pada tahun 1926 di
Finlandia
Penyakit von Willebrand (vWD) adalah
kelainan yang diwariskan secara otosomal
dengan gejala perdarahan, disebabkan
mutasi gen faktor von Willebrand (vWF)
sehingga terjadi defisiensi atau disfungsi vWF

Fungsi vWF
Faktor von Willebrand mempunyai
peran penting dalam hemostasis
primer yaitu sebagai jembatan
antara endotel vaskuler dengan
trombosit dan dalam hemostasis
sekunder yaitu sebagai pembawa
faktor VIII aktif

Asuhan Keperawatan
I.Pengkajian
Keluhan utama perdarahan lama
(pada sirkumsisi) epitaksis, memar,
khususnya pada ekstremitas bawah
ketika mulai berjalan dan terbentur
pada sesuatu, bengkak yang nyeri,
sendi terasa hangat akibat
perdarahan jaringan lunak dan
hemoragi pada sendi

II. Diagnosa Keperawatan


Resiko tinggi kekurangan volume cairan
berhubungan mekanisme pembekuan darah
yang tidak normal.
Nyeri berhubungan dengan sendi dan
keterbatasan sendi sekunder akibat
hemartosis
Resiko tinggi cedera berhubungan dengan
ketidakcukupan pengetahuan tentang
penyakit
Kurang pengetahuan berhubungan dengan
informasi inadekuat
Resiko tinggi kerusakan mobilitas fisik
berhubungan dengan keterbatasan gerak
sendi sekunder akibat hemartosis
perdarahan pada sendi.

Terima Kasih

You might also like