Professional Documents
Culture Documents
1. Definisi
Pielonefritis merupakan infeksi bakteri piala ginjal, tubulus, dan
jaringan interstisial dari salah satu atau kedua ginjal. Bakteri mencapai
kandung kemih melalui uretra dan naik ke ginjal. Meskipun ginjal
menerima 20% - 25% curah jantung, bakteri jarang mencapai ginjal
melalui darah; kasus penyebaran secara hematogen kurang dari 3%.
Pielonefritis sering sebagai akibat dari refluks uretero vesikal,
dimana katup uretrovresikal yang tidak kompeten menyebabkan urin
mengalir baik(refluks) ke dalam ureter. Obstruksi traktus urinarius yang
meningkatkan kerentanan ginjal terhadap infeksi), tumor kandung kemih,
striktur, hyperplasia prostatik benigna, dan batu urinarius merupakan
penyebab yang lain.
Inflamasi pelvis ginjal disebut Pielonefritis, penyebab radang pelvis
ginjal yang paling sering adalah kuman yang berasal dari kandung kemih
yang menjalar naik ke pelvis ginjal. Pielonefritis ada yang akut dan ada
yang kronis (Tambayong. 200)
2. Etiologi
Escherichia coli (bakteri yang dalam keadaan normal ditemukan di
usus besar) merupakan penyebab dari 90% infeksi ginjal diluar rumah
sakit dan penyebab dari 50% infeksi ginjal di rumah sakit.
Infeksi biasanya berasal dari daerah kelamin yang naik ke kandung
kemih.
Pada saluran kemih yang sehat, naiknya infeksi ini biasanya bisa dicegah
oleh aliran air kemih yang akan membersihkan organisme dan oleh
penutupan ureter di tempat masuknya ke kandung kemih.
Berbagai penyumbatan fisik pada aliran air kemih (misalnya batu
ginjal atau pembesaran prostat) atau arus balik air kemih dari kandung
kemih ke dalam ureter, akan meningkatkan kemungkinan terjadinya
infeksi ginjal.
Infeksi juga bisa dibawa ke ginjal dari bagian tubuh lainnya melalui
aliran darah.
Keadaan lainnya yang meningkatkan resiko terjadinya infeksi ginjal
adalah:
kehamilan
kencing manis
4. Klasifikasi
Pyelonefritis dibagi menjadi 2 macam yaitu :
Pyelonefritis akut.
Pyelonefritis kronik.
Pyelonefritis akut biasanya singkat dan sering terjadi infeksi berulang
karena tetapi tidak sempurna atau infeksi baru.20 % dari infeksi yang
berulang terjadi setelah dua minggu setelah terapi selesai. Infeksi bakteri
dari saluran kemih bagian bawah ke arah ginjal, hal ini akan
mempengaruhi fungsi ginjal. Infeksi saluran urinarius atau dikaitkan
dengan selimut.abses dapat di jumpai pada kapsul ginjal dan pada taut
kortikomedularis.Pada akhirnya, atrofi dan kerusakan tubulus serta
glomerulus terjadi.
Pielonefritis kronik juga berasal dari adanya bakteri, tetapi dapat juga
karena faktor lain seperti obstruksi saluran kemih dan refluk urin.
Pyelonefritis kronik dapat merusak jaringan ginjal secara permanen akibat
inflamasi yang berulang kali dan timbulnya parut dan dapat menyebabkan
terjadinya renal faiure (gagal ginjal) yang kronik. Ginjal pun membentuk
jaringan parut progresif, berkontraksi dan tidak berfungsi. Proses
perkembangan kegagalan ginjal kronis dari infeksi ginjal yang berulang
ulang berlangsung beberapa tahun atau setelah infeksi yang gawat.
Pembagian Pyelonefritis akut sering di temukan pada wanita hamil,
biasanya diawali dengan hidro ureter dan Pyelonefrosis akibat obstruksi
ureter karena uterus yang membesar.
5. Manifestasi Klinik
Pyelonefritis akut
Gejala biasanya timbul secara tiba-tiba berupa demam, menggigil,
nyeri di punggung bagian bawah, mual dan muntah. Beberapa penderita
menunjukkan gejala infeksi saluran kemih bagian bawah, yaitu sering
berkemih dan nyeri ketika berkemih. Bisa terjadi pembesaran salah satu
atau kedua ginjal. Kadang otot perut berkontraksi kuat, bisa terjadi kolik
renalis, dimana penderita merasakan nyeri hebat yang disebabkan oleh
kejang ureter. Kejang bisa terjadi karena adanya iritasi akibat infeksi atau
karena lewatnya batu ginjal. Pada anak-anak, gejala infeksi ginjal
seringkali sangat ringan dan lebih sulit untuk dikenali pada pemeriksaan
urin didapat urin berwarna keruh atau hematuria dengan bau yang tajam,
selain itu juga adanya peningkatan sel darah putih.
Pyelonefritis kronik
Pyelonefritis kronik terjadi akibat infeksi yang berulang-ulang.Sehingga
kedua ginjal perlahan-lahan mejadi rusak.
a) Adanya serangan Pyelonefritis akut yang berulang-ulang biasanya tidak
mempunyai gejala yang sfesifik.
b) Adanya keletihan.
c) Sakit kepala, nafsu makan rendah dan berat badan menurun.
d) Adanya poliuria, haus yang berlebihan, azotemia, anemia, asidosis,
proteinuria, pyuria, dan kepekatan urin menurun.
7. Pemeriksaan Penunjang
Urinalisis
Leukosuria atau piuria: merupakan salah satu petunjuk penting adanya
ISK. Leukosuria positif bila terdapat lebih dari 5 leukosit/lapang pandang
besar (LPB) sediment air kemih.
Hematuria: hematuria positif bila terdapat 5-10 eritrosit/LPB
sediment air kemih. Hematuria disebabkan oleh berbagai keadaan
patologis baik berupa kerusakan glomerulus ataupun urolitiasis.
Bakteriologis
Mikroskopis : satu bakteri lapangan pandang minyak emersi. 102 -103
organisme koliform / mL urin plus piuria
Biakan bakteri
Tes kimiawi : tes reduksi griess nitrate berupa perubahan warna pada uji
carik
Kultur urine untuk mengidentifikasi adanya organisme spesifik
Hitung koloni : hitung koloni sekitar 100.000 koloni per milliliter urin dari
urin tampung aliran tengah atau dari specimen dalam kateter dianggap
sebagai criteria utama adanya infeksi.
Metode tes
Tes dipstick multistrip untuk WBC (tes esterase lekosit) dan nitrit
(tes Griess untuk pengurangan nitrat).
8. Penatalaksanaan
Pielonefritis Akut : pasien pielonefritis akut beresiko terhadap
bakteremia dan memerlukan terapi antimikrobial yang intensif. Terapi
parentral di berikan selama 24-48 jam sampai pasien afebril. Pada waktu
tersebut, agens oral dapat diberikan. Pasien dengan kondisi yang sedikit
kritis akan efektif apabila ditangani hanya dengan agens oral. Untuk
mencegah berkembangbiaknya bakteri yang tersisa, maka pengobatan
pielonefritis akut biasanya lebih lama daripada sistitis.
Masalah yangmungkin timbul dalam penanganan adalah infeksi
kronik atau kambuhan yang muncul sampai beberapa bulan atau tahun
tanpa gejala. Setelah program antimikrobial awal, pasien dipertahankan
untuk terus dibawah penanganan antimikrobial sampai bukti adanya
infeksi tidak terjadi, seluruh faktor penyebab telah ditangani dan
dikendalikan, dan fungsi ginjal stabil. Kadarnya pada terapi jangka
panjang.
Pielonefritis kronik: agens antimikrobial pilihan di dasarkanpada
identifikasi patogen melalui kultur urin, nitrofurantion atau kombinasi
sulfametoxazole dan trimethoprim dan digunakan untuk menekan
pertumbuhan bakteri. Fungsi renal yang ketat, terutama jika medikasi
potensial toksik.
Pengobatan
Mengurangi demam dan nyeri dan menentukan obat-obat
antimikrobial seperti trimethroprim-sulfamethoxazole (TMF-SMZ, Septra),
gentamycin dengan atau tanpa ampicilin, cephelosporin, atau
ciprofloksasin (cipro) selama 14 hari.
Pengertian
Batu saluran kemih adalah adanya batu di traktus urinarius. (ginjal, ureter, atau
kandung kemih, uretra) yang membentuk kristal; kalsium, oksalat, fosfat, kalsium urat, asam
urat dan magnesium.(Brunner & Suddath,2002).
Batu saluran kemih atau Urolithiasis adalah adanya batu di dalam saluran kemih.
(Luckman dan Sorensen)
Dari dua definisi tersebut diatas saya mengambil kesimpulan bahwa batu saluran
kemih adalah adanya batu di dalam saluran perkemihan yang meliputi ginjal,ureter,kandung
kemih dan uretra.
B. Klasifikasi Batu Saluran Kemih
Batu saluran kemih dapat dibagi berdasarkan lokasi terbentuknya, menurut lokasi
1.
a.
b.
2.
a.
Etiologi
Penyebab terbentuknya batu saluran kemih sampai saat ini belum
diketahui pasti, tetapi ada beberapa faktor predisposisi terjadinya batu pada
saluran kemih yaitu:
1.
Infeksi
Infeksi saluran kencing dapat menyebabkan nekrosis jaringan ginjal dan
akan menjadi inti pembentukan batu saluran kemih . Infeksi bakteri akan
memecah ureum dan membentuk amonium yang akan mengubah pH urine
2.
menjadi alkali.
Stasis dan Obstruksi urine
Adanya obstruksi dan stasis urine akan mempermudah pembentukan batu
3.
saluran kemih.
Ras
Pada daerah tertentu angka kejadian batu saluran kemih lebih tinggi
daripada daerah lain, Daerah seperti di Afrika Selatan hampir tidak dijumpai
4.
5.
anak
Asupan Air minum
Memperbanyak diuresis dengan cara banyak minum air akan mengurangi
kemungkinan terbentuknya batu ,sedangkan kurang minum menyebabkan kadar
6.
7.
mengurangi
kemungkinan
8.
Masyarakat
yang
banyak
mengkonsumsi
protein
hewani
angka
bersatu
membentuk
ginjal
tempat
terkumpulnya
urine.
Ureter
ekskresi air.
Mempertahankan kadar masing-masing elektrolit plasma dalam rentang normal.
Mempertahankan pH plasma dengan mengeluarkan kelebihan dan membentuk
d.
kembali Hco3.
Mengekskresikan produk ahkir nitrogen dan metabolisme protein terutama
2.
a.
b.
c.
d.
e.
E.
Patofisisiologi
Mekanisme terbentuknya batu pada saluran kemih atau dikenal dengan
urolithiasis belum diketahui secara pasti. Namun demikian ada beberapa faktor
predisposisi terjadinya batu antara lain: peningkatan konsentrasi larutan urin
akibat dari intake cairan yang kurang serta peningkatan bahan-bahan organik
akibat infeksi saluran kemih atau statis urin menjadikan sarang untuk
pembentukan batu.
Supersaturasi elemen urin seperti kalsium, fosfat dan faktor lain yang
mendukung terjadinya batu meliputi: pH urin yang berubah menjadi asam,
jumlah
casiran
urin.
Masalah-masalah
dengan
metabolisme
purin
ginjal
tidak
mampu
melakukan
fungsinya
secara
normal,
yang
F.
1.
a.
Infeksi pielonefritis dan sintesis disertai menggigil, demam dan disuria, dapat
terjadi iritasi batu yang terus menerus. Beberapa batu menyebabkan sedikit
b.
2.
a.
b.
c.
d.
e.
3.
a.
b.
c.
d.
4.
a.
b.
Teori Intimatriks
Terbentuknya BSK. memerlukan adanya substansi organik sebagai inti
.Substansi
ini
terdiri
dari
mukopolisakarida
dan
mukoproptein
yang
2.
3.
4.
sitrat
magnesium,
asam
G. Pemeriksaan Diagnostik
peptid
mukopolisakarida
fosfat,
akan
1.
Urinalisa;
warna
mungkin
kuning
,coklat
gelap,berdarah,secara
umum
fosfat,
oksalat,
atau
sistin
mungkin
meningkat),
kultur
urine
4.
reabsobsi kalsium dari tulang, meningkatkan sirkulasi serum dan kalsium urine.
Foto Rntgen; menunjukan adanya kalkuli atau perubahan anatomik pada area
5.
6.
(distensi ureter).
Sistoureterokopi;visualiasi kandung kemih dan ureter dapat menunjukan batu
7.
8.
H.
1.
a.
b.
c.
d.
2.
a.
b.
b.
Batu struvite; makanan yang perlu dikurangi adalah keju, telur, susu dan
c.
d.
daging.
Batu cystin; makanan yang perlu dikurangi antara lain sari buah, susu, kentang.
Anjurkan konsumsi air putih kurang lebih 3 -4 liter/hari serta olah raga secara
teratur.
Diagnosa keperawatan
Diagnosa Keperawatan yang mungkin muncul adalah ;
1. Pre operasi
a.
Nyeri berhubungan dengan peningkatan frekuensi
b.
c.
d.
/dorongan
kontraksi
G.
PENATALAKSANAAN
Pielonefritis Akut Pasien pielonefritis akut beresiko terhadap bakteremia dan memerlukan
terapi antimikrobial yang intensif. Terapi parentral di berikan selama 24-48 jam sampai
pasien afebril. Pada waktu tersebut, agens oral dapat diberikan. Pasien dengan kondisi yang
sedikit kritis akan efektif apabila ditangani hanya dengan agens oral. Untuk mencegah
berkembangbiaknya bakteri yang tersisa, maka pengobatan pielonefritis akut biasanya lebih
lama daripada sistitis. Masalah yang mungkin timbul dalam penanganan adalah infeksi kronik
atau kambuhan yang muncul sampai beberapa bulan atau tahun tanpa gejala. Setelah
program antimikrobial awal, pasien dipertahankan untuk terus dibawah penanganan
antimikrobial sampai bukti adanya infeksi tidak terjadi, seluruh faktor penyebab telah
ditangani dan dikendalikan, dan fungsi ginjal stabil. Kadarnya pada terapi jangka panjang.
Pielonefritis Kronik Agens antimikrobial pilihan didasarkan pada identifikasi patogen melalui
kultur urin, nitrofurantion atau kombinasi sulfametoxazole dan trimethoprim dan digunakan
untuk menekan pertumbuhan bakteri. Fungsi renal yang ketat, terutama jika medikasi
potensial toksik. Pengobatan pielonefritis : a.
Terapi antibiotik untuk membunuh bakteri gram positif maupun gram negatif. Terapi kausal
dimulai dengan kotrimoksazol 2 tablet 2x sehari atau ampisilin 500 mg 4x sehari selama 5
hari. Setelah diberikan terapi antibiotik 4
6 minggu, dilakukan pemeriksaan urin ulang untuk memastikan bahwa infeksi telah berhasil
diatasi. b.
Pada penyumbatan,kelainan struktural atau batu,mungkin perlu dilakukan pembedahan
dengan merujuk ke rumah sakit. c.
Apabila pielonefritis kronisnya di sebabkan oleh obstruksi atau refluks, maka diperlukan
penatalaksanaan spesifik untuk mengatasi masalah-masalah tersebut.
d.
Di anjurkan untuk sering minum dan BAK sesuai kebutuhan untuk membilas
mikroorganisme yang mungkin naik ke uretra, untuk wanita harus membilas dari depan ke
belakang untuk menghindari kontaminasi lubang urethra oleh bakteri faeces. Penatalaksanaan
medis menurut Barbara K. Timby dan Nancy E. Smith tahun 2007:
Merilekskan otot halus pada ureter dan kandung kemih, meningkatkan rasa nyaman, dan
meningkatkan kapasitas kandung kemih menggunakan obat farmakologi tambahan
antispasmodic dan anticholinergic seperti oxybutinin (Ditropan) dan propantheline (ProBanthine)
Pada kasus kronis, pengobatan difokuskan pada pencegahan kerusakan ginjal secara
progresif. Penatalaksanaan keperawatan menurut Barbara K. Timby dan Nancy E. Smith
tahun 2007:
Nekrosis papila ginjal. Sebagai hasil dari proses radang, pasokan darah pada area medula
akan terganggu dan akan diikuti nekrosis papila ginjal, terutama pada penderita diabetes
melitus atau pada tempat terjadinya obstruksi.
Fionefrosis. Terjadi apabila ditemukan obstruksi total pada ureter yang dekat sekali dengan
ginjal. Cairan yang terlindung dalam pelvis dan sistem kaliks mengalami supurasi, sehingga
ginjal mengalami peregangan akibat adanya pus.
Abses perinefrik. Pada waktu infeksi mencapai kapsula ginjal, dan meluas ke dalam jaringan
perirenal, terjadi abses perinefrik. Komplikasi pielonefritis kronis mencakup penyakit ginjal
stadium akhir (mulai dari hilangnya progresifitas nefron akibat inflamasi kronik dan jaringan
parut), hipertensi, dan pembentukan batu ginjal (akibat infeksi kronik disertai organisme
pengurai urea, yang mangakibatkan terbentuknya batu) (Brunner&Suddarth, 2002: 1437). I.
PROGNOSIS
Pielonefritis kronis Bila diagnosis pielonefritis kronis terlambat dan kedua ginjal telah
menyusut pengobatan konserfatif semata-mata untuk mempertahankan faal jaringan ginjal
yang masih utuh
Job Board
About
Press
Blog
People
Terms
Privacy
Copyright
We're Hiring!
15. Drach
GW, Dretler
S, Fair W,
Finlayson B,
Gillenwater J,
Griffith D, et
al. Report
of the United
States
cooperative
study of
extracorporea
l shock wave
lithotripsy. J
Urol1986;
135: 1127
37.16.
Logarakis NF,
Jewett MAS,
Luymes J,
Honey JDA.
Variation in
clinical
outcomefollo
wing shock
wave
lithotripsy. J
Urol 163: 721
5.17. Pak
CYC, Barilla
DE, Holt K,
Brinkley L,
Tolentino R,
Zerwekh JE.
Effect of
oral purine
load and
allopurinol on
the
crystallization
of calcium
salts in urine
of
patientswith
hyperuricosuri
c calcium
urolithiasis.
Am J of
Medicine
1978; 85: 593
9.18.
Shekarriz B,
Stoller ML.
Uric acid
nephrolithiasi
s : current
concepts and
controversies.
J Urol 2002;
168: 1307
14.19. Hande
KR. Noone
RM, Stone WJ.
Severe
allopurinol
toxicity. Am J
of Medicine
1984;76: 47
56.20.
Schwartz BF,
Stoller ML.:
The vesical
calculus. Urol
Clin North Am
2000;27(2):3
33-346.21.
Jenkin AD.
Childhood
urolithiasis. In
: Gillenwater
JY, Grayhack
JT, Howards
SS.,eds.
Adult and
pediatric
urology.
Philadelphia:
Lippincott.
2002: 383.22.
Razvi HA,
Song TY,
Denstedt JD:
Management
of vesical
calculi:
Comparison
of lithotripsy
devices. J
Endourol
1996;10:559563.23.
Bhatia V,
Biyani VG:
Vesical
lithiasis:
Open surgery
vs.
cystolithotrip
sy
vs.extracorpo
real shock
wave
lithotripsy. J
Urol
1994;151:660
-662.24.
Bulow H,
Frohmuller
HGW:
Electrohydrau
lic lithotripsy
with
aspiration of
fragmentsund
er vision-304
consecutive
cases. J Urol
1981;126:454
-456.25.
Schulze H,
Haupt G,
Piergiovanni
M, et al: The
Swiss
lithoclast: A
new device
for endoscopi
c stone
disintegration.
J Urol
1993;149:1518.26.
Teichman
JMH, Rogenes
Urology
1997b;50:4448.27. Badlani
GH. In : Walsh
PC.,eds.
Campbells
urology.
Saunders.200
2:3385.28.
Franbboni R,
Santi V,
Ronchi M, et
al: Echoguided ESL of
vesical stone
with
theDornier
MPL 9000
lithotriptor in
obstructed
and
unobstructed
patients. J
Endourol1998
;12:81-86.29.
Kojima Y. In :
Walsh
PC.,eds.
Campbells
urology.
Saunders.200
2:3386.37
30. Sofer M,
Kaver I,
Greenstein A,
et al:
Refinements
in treatment
of large
bladder calcu
li:
simultaneous
percutaneous
suprapubic
and
transurethral
cystolithotrip
sy.Urology
2004;64(4):65
1-654.31.
Gault MH,
Chafe L. :
Relationship
of frequency,
age, sex,
stone weight
andcompositi
on in 15,624
stones:compa
rison of
results for
1980 to 1983
and 1995 to
1998.J Urol
2000;164:302
-307.32. AlAnsari A,
Shamsodini
A, Younis N,
et al:
Extracorporea
l shock wave
lithotripsymo
notherapy for
treatment of
patients with
urethral and
bladder stone
presenting
withacute
urinary
retention.
Urology 2005;
66(6):11691171.33.
Chtourou M,
Younes B,
Binous A, et
al:
Combination
of ballistic
lithotripsy
andtransuret
hral
prostatectom
y in bladder
stone with
benign
prostatic
hyperplasia.
JEndourol
2001;15(8):85
1-853.34.
Menon M,
Resnick
MI.In : Walsh
PC.,eds.
Campbells
urology.
Saunders.
2002:32883289.35.
Jenkin AD.
Urethral
calculi. In :
Gillenwater JY,
Grayhack JT,
Howards SS.,
eds. Adultand
pediatric
urology.
Philadelphia:
Lippincott.
2002: 383.36.
Maheswari
PN, Shah
HN : In-situ
holmium
laser
lithotripsy for
impacted
urethralcalcul
i. J Endourol
2005;19(8):10
09-1011.37.
Kamal BA,
Anikwe RM,
Darawani H,
et al:
Urethral
calculi:
presentation
andmanagem
ent. BJU
International
2004;93(4):54
9-552.38.
Walker BR,
Hamilton BD :
Urethral
calculi
managed with
transurethral
Holmium
laser ablation.
J Pediatr Surg
2001; 36(9) :
E16.39.
Yinghao S,
Linhui W,
Songxi Q, et
al : Treatment
of urinary
calculi with
uretroscopya
nd Swiss
lithoclast
pneumatic
lithotripter:
report of 150
cases. J
Endourol
2000;
14(3):281283.38
39
Activity (13)
Filters
Add to collectionReviewAdd NoteLike
1 thousand reads
1 hundred reads
Noer Rizky Helga W liked this
anitacharis liked this
Don Morrison liked this
Bunga Tri Amanda liked this
Qomariah Ria liked this
Ines Zent liked this
Geo Fernanda liked this
Fadzil Jumat liked this
Load more
Prostatitis
Eko Subekti
Klasifikasi Glomerulonefritis
Saza Alleira
Referat Meningitis
Greisy Rivta
11PROTAPTRIASEfix
Ridy Ishvara P
Pre Eclampsia
Ridy Ishvara P
Ridy Ishvara P
04-Psikopatologi
Ridy Ishvara P
Retardasi Mental
Ridy Ishvara P
Kehamilan Ganda
Ridy Ishvara P
Cord Prolapse
Ridy Ishvara P
Pathway Caes
Ridy Ishvara P
Cord Prolapse
Ridy Ishvara P
MaternityCarePathwayAntenatalcare(Riddhi)
Ridy Ishvara P
Ridy Ishvara P
REFERAT-ANTIHISTAMIN-1
Ridy Ishvara P
LEMBAR PENGESAHAN
Ridy Ishvara P
Anterior Uveitis
Ridy Ishvara P
Choose a format:
.DOC
Download
Recommended
Berita Acara pemerkosaan, ver, pemerkosaan, ver hidup, visum et repertum, vis...
Browse books
Browse documents
About Scribd
Our blog
Contact Us
Support
Help
FAQ
Press
Purchase help
AdChoices
Partners
Publishers
Developers / API
Legal
o
o
Terms
Privacy
Copyright
Memberships
Join today
Invite Friends
Gifts
Stay Connected
SINDROM NEFROTIK
I.
PENDAHULUAN
Sindrom
nefrotik
(SN)
merupakan
salah
satu
manifestasi
klinik
protein
kreatinin
pada
urin
sewaktu
>
300-350
mg/mmol),
1,2, 3
SN dapat terjadi pada semua usia, dengan perbandingan pria dan wanita
1:1 pada orang dewasa. SN terbagi menjadi SN primer yang tidak diketahui
kausanya dan SN sekunder yang dapat disebabkan oleh infeksi, penyakit
sistemik, metabolik, obat-obatan, dan lain-lain. 1,2,3,4
Proteinuria masif merupakan tanda khas SN, tetapi pada SN yang berat
yang disertai kadar albumin serum rendah ekskresi protein dalam urin juga
berkurang. Proteinuria juga berkontribusi terhadap berbagai komplikasi yang
terjadi pada SN.Hipoalbuminemia, hiperlipidemia, dan lipiduria, gangguan
keseimbangan nitrogen, hiperkoagulabilitas, gangguan metabolisme kalsium dan
tulang, serta hormon tiroid sering dijumpai pada SN.Umumnya pada SN fungsi
ginjal normal kecuali pada sebagian kasus yang berkembang menjadi penyakit
ginjal tahap akhir. Pada beberapa episode SN dapat sembuh sendiri dan
menunjukkan respon yang baik terhadap terapi steroid, tetapi sebagian lagi
dapat berkembang menjadi kronik.1,2, 3
II.
ETIOLOGI
2.
Nefropati membranosa
3.
4.
b. Penyebab Sekunder
a. Infeksi : malaria, hepatitis B dan C, GNA pasc infeksi, HIV, sifilis, TB, lepra,
skistosoma1
b. Keganasan : leukemia, Hodgkins disease, adenokarsinoma :paru, payudara,
colon, myeloma multiple, karsinoma ginjal1,3,5
c. Jaringan penghubung : SLE, artritis rheumatoid, MCTD (mixed connective tissue
disease)1
d. Metabolik : Diabetes militus, amylodosis5
e. Efek obat dan toksin : OAINS, preparat emas, penisilinami, probenesid, kaptopril,
heroin1
f.
III. EPIDEMIOLOGI
Insidens dapat mengenai semua umur tetapi sebagian besar (74%)
dijumpai pada usia 2-7 tahun. Rasio laki-laki : perempuan= 2:1, sedangkan pada
masa remaja dan dewasa rasio ini berkisar 1:1. Biasanya 1 dari 4 penderita
sindrom nefrotik adalah penderita dengan usia>60 tahun. Namun secara
tepatnya insiden dan prevalensi sindrom nefrotik pada lansi tidak diketahui
karena sering terjadi salah diagnosa 2
IV. PATOFISIOLOGI
a. Proteinuria
Proteinuria disebabkan peningkatan permeabilitas kapiler terhadap protein
akibat kerusakan glomerulus ( kebocoran glomerulus) yang ditentukan oleh
besarnya molekul dan muatan listrik, dan hanya sebagian kecil berasal dari
sekresi tubulus (proteinuria tubular). Proteinuria sebagian berasal dari kebocoran
glomerulus (proteinuria glomerular) dahn hanya sebagaian kecil berasal dari
sekresi tubulus (proteinuria tubular). Perubahan integritas membrane basalis
glomerulus
menyebabkan
peingkatan
permeabilitas
glomerulus
terhadap
perotein plasma dan protein utama yang dieksresikan dalam urin adalah
albumin1,2,6
b.
Hipoalbuminemia
Hipoalbumin
disebabka
oleh
hilangnya
albumin
melalui
urin
dan
c.
Hiperlipidemia
Kolesterol serum, VLDL (very low density lipoprotein), LDL (low density
lipoprotein), trigliserida meningkat sedangkan HDL (high density lipoprotein)
dapat meningkat, normal atau meningkat.Hal ini disebabkan sintesis hipotprotein
lipid disintesis oleh penurunan katabolisme di perifer.Peningkatan albumin serum
dan penurunan tekanan onkotik.2,4
d.
Hiperkoagulabilitas
Keadaan ini disebabkan oleh hilangnya antitrombin (AT) III, protein S, C,
dan plasminogen activating factor dalam urin dan meningkatnya factor V, VII,
VIII, X, trombosit, fibrinogen, peningkatan agregasi trombosit, perubahan fungsi
sel endotel serta menurunnya factor zymogen. 2,4
V.
VI. DIAGNOSA
diagnose
hiperkoagulabilitas.
Pada
thrombosis
SN
vena
primer
yang
untuk
dapat
menentukan
terjadi
jenis
akibat
kelainan
Diagnosis
sindrom
nefrotik
dapat
ditegakkan
melalui
beberapa
Urinalisis
Urinalisis adalah tes awal diagnosis sindromk nefrotik.Proteinuria berkisar 3+
atau 4+ pada pembacaan dipstik, atau melalui tes semikuantitatif dengan asam
sulfosalisilat.3+ menandakan kandungan protein urin sebesar 300 mg/dL atau
lebih, yang artinya 3g/dL atau lebih yang masuk dalam nephrotic range.2
Pemeriksaan sedimen urin
Pemeriksaan sedimen akan memberikan gambaran oval fat bodies: epitel sel
yang mengandung butir-butir lemak, kadang-kadang dijumpai eritrosit, leukosit,
torak hialin dan torak eritrosit. 2
Pengukuran protein urin
Pengukuran protein urin dilakukan melalui timed collection atau single spot
collection. Timed collection dilakukan melalui pengumpulan urin 24 jam, mulai
dari jam 7 pagi hingga waktu yang sama keesokan harinya. Pada individu sehat,
total protein urin 150 mg. Adanya proteinuria masif merupakan kriteria
diagnosis.2, 8
Single spot collection lebih mudah dilakukan. Saat rasio protein urin dan
kreatinin > 2g/g, ini mengarahkan pada kadar protein urin per hari sebanyak
3g.2,8
Albumin serum
- kualitatif
: ++ sampai ++++
steroid,
dependen
steroid
atau
frequent
relaps,
serta
terdapat
dilakukan
karena
masing-masing
tipe
memiliki
pengobatan
dan
VIII.
PENATALAKSANAAN
dan
atau
imunomodulator,
dan
pengobatan
suportif
atau
atau
penyakit
penyebab
(pada
SN
sekunder),
mengurangi
atau
Terapi Kortikosteroid
Nefropati lesi minimal dan nefropati membranosa adalah dua kelainan
yang memberikan respon terapi yang baik terhadap steroid.Pengobatan dengan
kortikosteroid dibedakan antara pengobatan inisial dan pengobatan relaps. 2,5
Regimen penggunaan kortikosteroid pada SN bermacam-macam, di
antaranya pada orang dewasa adalah prednison/prednisolon 1-1,5 mg/kg berat
badan/hari selama 4 8minggu diikuti 1 mg/kg berat badan selang 1 hari selama
4-12 minggu, tapering di 4 bulan berikutnya.Sampai 90% pasien akan remisi bila
terapi diteruskan sampai 20-24 minggunamun 50% pasien akan mengalami
kekambuhan setelah kortikosteroid dihentikan.2,5
Respon klinis terhadap kortikosteroid dapat dibagi menjadi remisi lengkap,
remisi parsial dan resisten.Dikatakan remisi lengkap jika proteinuria minimal (<
200 mg/24 jam), albumin serum >3 g/dl, kolesterol serum < 300 mg/dl, diuresis
lancar dan edema hilang. Remisi parsial jika proteinuria<3,5 g/hari, albumin
serum >2,5 g/dl, kolesterol serum <350 mg/dl, diuresis kurang lancar dan masih
edema. Dikatakan resisten jika klinis dan laboratoris tidak memperlihatkan
perubahan atau perbaikan setelah pengobatan 4 bulan dengan kortikosteroid. 5
Kelompok SNSS dalam perjalanan penyakit dapat dibagi menjadi 4
kelompok, yaitu SN non-relaps (30%), SN relaps jarang (10-20%), SN relaps
sering dan SN dependen steroid (40-50%).
Sindrom nefrotik non relaps ialah penderita yang tidak pernah mengalami
relaps setelah mengalami episode pertama penyakit ini. Sindrom nefrotik relaps
jarang ialah anak yang mengalami relaps kurang dari 2 kali dalam periode 6
bulan atau kurang dari 4 kali dalam periode 12 bulan setelah pengobatan inisial.
Sindrom nefrotik relaps sering ialah penderita yang mengalami relaps >2 kali
dalam periode 6 bulan pertama setelah respons awal atau > 4 kali dalam periode
12 bulan. Sindrom nefrotik dependen steroid bila dua relaps terjadi berturut-turut
pada saat dosis steroid diturunkan atau dalam waktu 14 hari setelah pengobatan
dihentikan.
5,7
lain
adalah
menggunakan
terapi
nonsteroid
Terapi suportif/simtomatik
Proteinuria
ACE inhibitor diindikasikan untuk menurunkan tekanan darah sistemik dan
glomerular serta proteinuria. Obat ini mungkin memicu hiperkalemia pada pasien
dengan insufisiensi ginjal moderat sampai berat.Restriksi protein tidak lagi
direkomendasikan karena tidak memberikan progres yang baik. 1,4
Edema
Diuretik hanya diberikan pada edema yang nyata, dan tidak dapat
diberikan SN yang disertai dengan diare, muntah atau hipovolemia, karena
pemberian diuretik dapat memperburuk gejala tersebut.Pada edema sedang
atau edema persisten, dapat diberikan furosemid dengan dosis 1-3 mg/kg per
hari.Pemberian spironolakton dapat ditambahkan bila pemberian furosemid telah
lebih dari 1 minggu lamanya, dengan dosis 1-2 mg/kg per hari.Bila edema
menetap dengan pemberian diuretik, dapat diberikan kombinasi diuretik dengan
infus albumin.Pemberian infus albumin diikuti dengan pemberian furosemid 1-2
mg/kg intravena.Albumin biasanya diberikan selang sehari untuk menjamin
pergeseran cairan ke dalam vaskuler dan untuk mencegah kelebihan cairan
(overload).Penderita yang mendapat infus albumin harus dimonitor terhadap
gangguan napas dan gagal jantung. 1,2,5,7
Dietetik
Jenis diet yang direkomendasikan ialah diet seimbang dengan protein dan
kalori yang adekuat. Kebutuhan protein anak ialah 1,5 2 g/kg, namun anakanak dengan proteinuria persisten yang seringkali mudah mengalami malnutrisi
diberikan protein 2 2,25 g/kg per hari. Maksimum 30% kalori berasal dari
lemak.Karbohidrat diberikan dalam bentuk kompleks seperti zat tepung dan
maltodekstrin.Restriksi garam tidak perlu dilakukan pada SNSS, namun perlu
dilakukan pada SN dengan edema yang nyata. 1,2,5,7
Infeksi
Penderita SN sangat rentan terhadap infeksi, yang paling sering ialah
selulitis dan peritonitis.Hal ini disebabkan karena pengeluaran imunoglobulin G,
protein faktor B dan D di urin, disfungsi sel T, dan kondisi hipoproteinemia itu
sendiri.Pemakaian
imunosupresif
infeksi.Pemeriksaan
fisis
untuk
menambah
mendeteksi
risiko
adanya
terjadinya
infeksi
perlu
Hipertensi
Hipertensi pada SN dapat ditemukan sejak awal pada 10-15% kasus, atau
terjadi sebagai akibat efek samping steroid.Pengobatan hipertensi pada SN
dengan golongan inhibitor enzim angiotensin konvertase, calcium channel
blockers, atau beta adrenergic blockers. 1,2,5,7
Hipovolemia
Komplikasi hipovolemia dapat terjadi sebagai akibat pemakaian diuretik
yang tidak terkontrol, terutama pada kasus yang disertai dengan sepsis, diare,
dan muntah. Gejala dan tanda hipovolemia ialah hipotensi, takikardia, akral
dingin dan perfusi buruk, peningkatan kadar urea dan asam urat dalam plasma.
Pada beberapa anak memberi keluhan nyeri abdomen.Hipovalemia diterapi
dengan pemberian cairan fisiologis dan plasma sebanyak 15-20 ml/kg dengan
cepat, atau albumin 1 g/kg berat badan. 1,2,5,7
Tromboemboli
Risiko untuk mengalami tromboemboli disebabkan oleh karena keadaan
hiperkoagulabilitas. Selain disebabkan oleh penurunan volume intravaskular,
keadaan hiperkoagulabilitas ini dikarenakan juga oleh peningkatan faktor
pembekuan darah antara lain faktor V, VII, VIII, X serta fibrinogen, dan
dikarenakan oleh penurunan konsentrasi antitrombin III yang keluar melalui urin.
Risiko terjadinya tromboemboli akan meningkat pada kadar albumin plasma < 2
g/dL, kadar fibrinogen > 6 g/dL, atau kadar antitrombin III < 70%. Pada SN
dengan risiko tinggi, pencegahan komplikasi tromboemboli dapat dilakukan
dengan pemberian asetosal dosis rendah dan dipiridamol. Heparin hanya
diberikan bila telah terhadi tromboemboli, dengan dosis 50 U/kg intravena dan
dilanjutkan dengan 100 U/kg tiap 4 jam secara intravena. 1,2,5,7
Hiperlipidemia
Hiperlipidemia pada SN meliputi peningkatan kolesterol, trigliserida,
fosfolipid dan asam lemak. Kolesterol hampir selalu ditemukan meningkat,
namun kadar trigliserida, fosfolipid tidak selalu meningkat. Peningkatan kadar
kolesterol berbanding terbalik dengan kadar albumin serum dan derajat
proteinuria. Keadaan hiperlipidemia ini disebabkan oleh karena penurunan
tekanan onkotik plasma sebagai akibat dari proteinuria merangsang hepar untuk
melakukan sintesis lipid dan lipoprotein, di samping itu katabolisme lipid pada SN
juga menurun. Hiperlipidemia pada SNSS biasanya bersifat sementara, kadar
lipid kembali normal pada keadaan remisi, sehingga pada keadaan ini cukup
dengan pengurangan diit lemak. Pengaruh hiperlipidemia terhadap morbiditas
dan mortalitas akibat kelainan kardiovaskuler pada anak penderita SN masih
belum jelas.Manfaat pemberian obat-obat penurun lipid seperti kolesteramin,
derivat
asam
fibrat
diperdebatkan.1,2,5,7
IX. PROGNOSIS
atau
inhibitor
HMG-CoA
reduktase
(statin)
masih
pasien
nefropati
diabetik,
besarnya
proteinuria
berhubungan
2.
Eleazar Christopher19 Agustus 2015 23.11
glomerulonefritis
By riezakirah
1 Vote
Terdapat
tiga
golongan
A. Manifestasi Klinik
Glomerulonefritis Akut
Glomerulonefritis akut adalah peradangan glomerulus secara mendadak. Peradangan akut
glomerulus terjadi akibat pengendapan kompleks antigen-antibodi di kapiler-kapiler
glomerulus. Kompleks biasanya terbentuk 7-20 hari setelah infeksi faring atau kulit oleh
streptococcus (glomerulonefritis pascastreptokokus) tetapi dapat timbul setelah infeksi lain.
Pengendapan kompleks antigen-antibodi di glomerulus akan memacu suatu rekasi
peradangan. Reaksi peradangan di glomerulus menyebabkan pengaktifan komplemen dan
degranulasi sel mast, sehingga terjadi peningkatan aliran darah, peningkatan permeabilitas
kapiler glomerulus, dan peningkatan filtrasi glomerulus. Protein plasma dan sel darah merah
bocor melalui glomerulus. Akhirnya membran glomerulus rusak sehingga terjadi
pembengkan dan edema di ruang intertisium Bowman. Hal ini meningkatkan tekanan cairan
intertisium, yang dapat menyebabkan kolapsnya setiap glomerulus di daerah tersebut.
Akhirnya, peningkatan tekanan cairan interstisium akan melawan filtrasi glomerulus lebih
lanjut.
Pengaktifan reakasi peradangan juga menarik sel-sel darah putih dan trombosit ke daerah
glomerulus. Pada peradangan, terjadi pengaktifan faktor-faktor koagulasi, yang dapat
menyebabkan pengendapan finrin, pembentukan jaringan parut, dan hilangnya fungsi
glomerulus. Membran glomerulus menebal dan menyebabkan penurunan GFR lebih lanjut.
Glomerulonefritis Progresif Cepat
Glomerulonefritis progresif cepat adalah peradangan glomerulus yang terjadi sedemikian
cepat sehingga terjadi penurunan GFR 50% dalam 3 bulan setelah awitan penyakit.
Glomerulonefritis progresif cepat dapat terjadi akibat perburukan Glomerulonefritis akut,
suatu penyakit otoimun, atau sebabnya idiopatik ( tidak diketahui ).
Glomerulonefritis progresif cepat berikatan dengan proliferasi difus sel-sel glomerulus di
dalam ruang Bowman. Hal ini menimbulkan struktur yang berbentuk mirip bulan sabit yang
merusak ruang Bowman. GFR menurun sehingga terjadi gagal ginjal.
Sindrom Goodpasture adalah suatu jenis Glomerulonefritis progresif cepat yang disebabkan
oleh terbentuknya oto-antibodi yang melawan sel-sel glomerulus itu sendiri. Kapiler paru
juga terkena. Terjadi pembentukan jaringan parut luas di glomerulus. Dalam beberapa
minggu atau bulan sering timbul gagal ginjal.
Glomerulonefritis Kronik
Glomerulonefritis kronik adalah peradangan lama di sel-sel glomerulus. Kelainan ini dapat
terjadi akibat glomerulonefritis akut yang tidak membaik atau timbul secara spontan.
Glomerulonefritis kronis sering timbul beberapa tahun setelah cedera dan peradangan
glomerulus subklinis yang disertai oleh hematuria (darah dalam urin) dan proteinuria (protein
dalam urin) ringan.
Penyebabnya sering kali adalah diabetes melitus dan hipertensi kronis. Kedua penyakit ini
berkaitan dengan cedera glomerulus yang bermakna dan berulang. Hasil akhir dari
peradangan tersebut adalah pembentukan jaringan parut dan menuruunnya fungsi glomerulus.
Kerusakan glomerulus sering diikuti oleh atrifu tubulus. Para pengidap glomerulonefritis
kronis yang disertai diabetes atau yang mungkin mengalami hipertensi ringan, memiliki
prognosis fungsi ginjal jangka panjang yang kurang baik. Glomerulonefritis kronis juga dapat
menyertai lupus eritematosus sistemik sekunder.
GAMBARAN KLINIS
a. Gambaran Klinis secara umum untuk semua glomerulonefritis :
1.
2.
Darah dalam urin (urin berwarna kecoklatan), baik makroskopik maupun mikroskopik
3.
3.
Pada saat tekanan darah meningkat juga terjadi pembengkakan otak sehingga
menghasilkan sakit kepala, gangguan visual, dan gangguan lebih serius fungsi otak (misalnya
kejang atau koma)
4.
2.
3.
Nyeri sendi
2.
Edema
B. DIAGNOSIS
a. Pemeriksaan fisik
Riwayat kesehatan umum, meliputi gangguan atau penyakit yang lalu, berhubungan dengan
penyakit sekarang. Contoh: ISPA
Gejala: kelemahan/malaise
2. Sirkulasi
3. Eliminasi
4. Makanan/cairan
5. Pernafasan
6. Nyeri/kenyamanan
b. Pemeriksaan Penunjang
Pada laboratorium didapatkan:
Hb menurun ( 8-11 )
Dokter menyelidiki kemungkinan glomerulonefritis akut pada orang yang hasil uji
laboratorium menunjukkan disfungsi ginjal atau darah dalam air seni dan pada orang yang
mengembangkan gejala gangguan tersebut, terutama mereka yang memiliki radang
tenggorokan atau infeksi lain. Uji laboratorium menunjukkan jumlah variabel sel protein dan
darah dalam urin dan sering disfungsi ginjal, sebagaimana ditunjukkan oleh konsentrasi
tinggi urea dan (produk limbah) kreatinin dalam darah.
Pada orang dengan glomerulonefritis progresif cepat, cast (gumpalan sel darah merah atau sel
darah putih) yang hampir selalu terlihat dalam sampel urin yang diperiksa di bawah
mikroskop. Tes darah mendeteksi anemia dan sering abnormal tinggi jumlah sel darah putih.
Ketika dokter menduga glomerulonefritis, biopsi ginjal biasanya dilakukan untuk
mengkonfirmasi diagnosis, membantu menentukan penyebabnya, dan menentukan jumlah
jaringan parut dan potensi untuk reversibilitas. Biopsi ginjal dilakukan dengan memasukkan
jarum di salah satu ginjal bawah bimbingan ultrasound atau tomografi (CT) dihitung untuk
memperoleh sejumlah kecil jaringan ginjal. Walaupun ginjal biopsi merupakan prosedur
invasif dan kadang-kadang bisa menjadi rumit, biasanya aman.
Pengujian tambahan kadang-kadang membantu untuk mengidentifikasi penyebabnya.
Misalnya, budaya tenggorokan dapat memberikan bukti infeksi streptokokus. Darah tingkat
antibodi terhadap streptokokus mungkin lebih tinggi dari normal atau semakin bertambah
selama beberapa minggu. Glomerulonefritis akut yang mengikuti infeksi selain radang
tenggorokan biasanya lebih mudah untuk mendiagnosis, karena gejala sering mulai saat
infeksi masih jelas. Budaya dan tes darah yang membantu mengidentifikasi organisme yang
menyebabkan jenis lain infeksi kadang-kadang diperlukan untuk mengkonfirmasi diagnosis.
Glomerulonefritis kronis berkembang secara bertahap, dan karena itu, dokter mungkin tidak
dapat memberitahu kapan tepatnya dimulai. Ini mungkin ditemukan saat tes urine, dilakukan
sebagai bagian dari pemeriksaan medis, mengungkapkan adanya sel protein dan darah pada
orang yang merasa baik, memiliki fungsi ginjal normal, dan tidak memiliki gejala. Dokter
biasanya melakukan tes pencitraan pada ginjal, seperti USG, CT scan, atau Magnetic
Resonance Imaging (MRI) scan. ginjal Biopsi adalah cara yang paling dapat diandalkan
untuk membedakan glomerulonefritis kronis dari penyakit ginjal lainnya. Biopsi,
bagaimanapun, adalah jarang dilakukan dalam stadium lanjut. Dalam kasus ini, ginjal
menyusut dan bekas luka, dan kesempatan memperoleh informasi spesifik tentang
penyebabnya adalah kecil. Dokter menduga bahwa ginjal menyusut dan berbakat jika fungsi
ginjal sudah buruk untuk waktu yang lama dan ginjal muncul abnormal kecil pada tes
pencitraan.
Prognosis
Glomerulonefritis akut poststreptococcal menyebabkan sepenuhnya dalam banyak kasus,
terutama pada anak-anak. Sekitar 0,1% anak dan 25% dari orang dewasa menderita gagal
ginjal kronis.
Prognosis untuk orang dengan glomerulonefritis progresif cepat tergantung pada tingkat
keparahan jaringan parut glomerular dan apakah penyakit yang mendasari, seperti infeksi,
bisa disembuhkan. Pada sekitar 75% dari orang-orang yang diobati dini (dalam minggu
sampai beberapa bulan), fungsi ginjal dipertahankan dan dialisis tidak diperlukan.
Namun, karena gejala-gejala awal bisa tak jelas dan samar-samar, banyak orang yang telah
glomerulonefritis progresif cepat tidak menyadari penyakit yang mendasarinya dan tidak
mencari perawatan medis sampai gagal ginjal berkembang. Jika pengobatan terjadi terlambat,
orang tersebut lebih mungkin menderita gagal ginjal kronis. Prognosis juga tergantung pada
penyebab, usia orang tersebut, dan setiap penyakit lain orang tersebut mungkin. Jika
penyebabnya tidak diketahui atau orang yang lebih tua, prognosis lebih buruk.
Pada beberapa anak-anak dan orang dewasa yang tidak pulih sepenuhnya dari
glomerulonefritis akut, jenis gangguan ginjal berkembang, seperti proteinuria asimtomatik
dan sindrom hematuria atau sindrom nefrotik. Orang lain dengan glomerulonefritis akut,
terutama orang dewasa yang lebih tua, sering mengembangkan glomerulonefritis kronis.
C. KOMPLIKASI
1.
2.
Enselofati
3.
Hipertensi
4.
Gangguan sirkulasi
5.
Anemia
D. PENATALAKSANAAN
1.
Apabila kelainan disebabkan oleh glomerulonefritis pasca sterptococcus akut, maka
diperlukan terapi antibiotik.
2.
Kerusakan glomerulus akibat proses otoimun dapat diobati dengan kortikosteroid untuk
imunosupresi.
3.
Pada Glumerulonefritis progresif cepat dapat digunakan antikoagulan untuk
mengurangi pengedapan fibrin dan pembentukan jaringan parut.
4.
Kontrol glukosa yang ketat pada penderita diabetes terbukti memperlambat atau
mengurangi progresi glomerulonefritis. Penelitian menunjukkan inhibitor enzim pengubahangiotensin ( ACE ) dapat mengurangi kerusakan glomerulus pada penderita diabetes bahkan
jika tidak terbukti adanya hipertensi nyata.
5.
Inhibotor ACE dapat mengurangi kerusakan glomerulus pada individu dengan
hipertensi kronis.
6.
7.
Modifikasi diet.
8.
9.
Antihipertensi
Share this:
Berbagi
Terkait
Tubular Nekrosis Akutdalam "patofisiologi"
Konsep Patofisiologisdalam "patofisiologi"
Typusdalam "Diagnostik Klinik"
About riezakirah