You are on page 1of 82

Asuhan Keperawatan Pielonefritis

1. Definisi
Pielonefritis merupakan infeksi bakteri piala ginjal, tubulus, dan
jaringan interstisial dari salah satu atau kedua ginjal. Bakteri mencapai
kandung kemih melalui uretra dan naik ke ginjal. Meskipun ginjal
menerima 20% - 25% curah jantung, bakteri jarang mencapai ginjal
melalui darah; kasus penyebaran secara hematogen kurang dari 3%.
Pielonefritis sering sebagai akibat dari refluks uretero vesikal,
dimana katup uretrovresikal yang tidak kompeten menyebabkan urin
mengalir baik(refluks) ke dalam ureter. Obstruksi traktus urinarius yang
meningkatkan kerentanan ginjal terhadap infeksi), tumor kandung kemih,
striktur, hyperplasia prostatik benigna, dan batu urinarius merupakan
penyebab yang lain.
Inflamasi pelvis ginjal disebut Pielonefritis, penyebab radang pelvis
ginjal yang paling sering adalah kuman yang berasal dari kandung kemih
yang menjalar naik ke pelvis ginjal. Pielonefritis ada yang akut dan ada
yang kronis (Tambayong. 200)
2. Etiologi
Escherichia coli (bakteri yang dalam keadaan normal ditemukan di
usus besar) merupakan penyebab dari 90% infeksi ginjal diluar rumah
sakit dan penyebab dari 50% infeksi ginjal di rumah sakit.
Infeksi biasanya berasal dari daerah kelamin yang naik ke kandung
kemih.
Pada saluran kemih yang sehat, naiknya infeksi ini biasanya bisa dicegah
oleh aliran air kemih yang akan membersihkan organisme dan oleh
penutupan ureter di tempat masuknya ke kandung kemih.
Berbagai penyumbatan fisik pada aliran air kemih (misalnya batu
ginjal atau pembesaran prostat) atau arus balik air kemih dari kandung
kemih ke dalam ureter, akan meningkatkan kemungkinan terjadinya
infeksi ginjal.
Infeksi juga bisa dibawa ke ginjal dari bagian tubuh lainnya melalui
aliran darah.
Keadaan lainnya yang meningkatkan resiko terjadinya infeksi ginjal
adalah:

kehamilan

kencing manis

keadaan-keadaan yang menyebabkan menurunnya sistem


kekebalan tubuh untuk melawan infeksi.
3. Patofisiologi
Bakteri Masuk ke dalam pelvis ginjal dan terjadi inflamasi.Inflamasi ini
menyebabkan pembekakan daerah tersebut, dimulai dari papila dan
menyebar ke daerah korteks. Infeksi terjadi setelah terjadinya cytitis,
prostatitis (asccending) atau karena infeksi steptococcus yang berasal
dari darah (descending).

4. Klasifikasi
Pyelonefritis dibagi menjadi 2 macam yaitu :
Pyelonefritis akut.
Pyelonefritis kronik.
Pyelonefritis akut biasanya singkat dan sering terjadi infeksi berulang
karena tetapi tidak sempurna atau infeksi baru.20 % dari infeksi yang
berulang terjadi setelah dua minggu setelah terapi selesai. Infeksi bakteri
dari saluran kemih bagian bawah ke arah ginjal, hal ini akan
mempengaruhi fungsi ginjal. Infeksi saluran urinarius atau dikaitkan
dengan selimut.abses dapat di jumpai pada kapsul ginjal dan pada taut
kortikomedularis.Pada akhirnya, atrofi dan kerusakan tubulus serta
glomerulus terjadi.
Pielonefritis kronik juga berasal dari adanya bakteri, tetapi dapat juga
karena faktor lain seperti obstruksi saluran kemih dan refluk urin.
Pyelonefritis kronik dapat merusak jaringan ginjal secara permanen akibat
inflamasi yang berulang kali dan timbulnya parut dan dapat menyebabkan
terjadinya renal faiure (gagal ginjal) yang kronik. Ginjal pun membentuk
jaringan parut progresif, berkontraksi dan tidak berfungsi. Proses
perkembangan kegagalan ginjal kronis dari infeksi ginjal yang berulang
ulang berlangsung beberapa tahun atau setelah infeksi yang gawat.
Pembagian Pyelonefritis akut sering di temukan pada wanita hamil,
biasanya diawali dengan hidro ureter dan Pyelonefrosis akibat obstruksi
ureter karena uterus yang membesar.

5. Manifestasi Klinik
Pyelonefritis akut
Gejala biasanya timbul secara tiba-tiba berupa demam, menggigil,
nyeri di punggung bagian bawah, mual dan muntah. Beberapa penderita
menunjukkan gejala infeksi saluran kemih bagian bawah, yaitu sering
berkemih dan nyeri ketika berkemih. Bisa terjadi pembesaran salah satu
atau kedua ginjal. Kadang otot perut berkontraksi kuat, bisa terjadi kolik
renalis, dimana penderita merasakan nyeri hebat yang disebabkan oleh
kejang ureter. Kejang bisa terjadi karena adanya iritasi akibat infeksi atau
karena lewatnya batu ginjal. Pada anak-anak, gejala infeksi ginjal
seringkali sangat ringan dan lebih sulit untuk dikenali pada pemeriksaan
urin didapat urin berwarna keruh atau hematuria dengan bau yang tajam,
selain itu juga adanya peningkatan sel darah putih.
Pyelonefritis kronik
Pyelonefritis kronik terjadi akibat infeksi yang berulang-ulang.Sehingga
kedua ginjal perlahan-lahan mejadi rusak.
a) Adanya serangan Pyelonefritis akut yang berulang-ulang biasanya tidak
mempunyai gejala yang sfesifik.
b) Adanya keletihan.
c) Sakit kepala, nafsu makan rendah dan berat badan menurun.
d) Adanya poliuria, haus yang berlebihan, azotemia, anemia, asidosis,
proteinuria, pyuria, dan kepekatan urin menurun.

e) Kesehatan pasien semakin menurun, pada akhirnya pasien mengalami


gagal ginjal.
f) Ketidaknormalan kalik dan adanya luka pada daerah korteks.
g) Ginjal mengecil dan kemampuan nefron menurun dikarenakan luka
pada jaringan.
6. Komplikasi
Pielonefritis kronik adalah penyakit ginjal stadium akhir(mulai dari
hilangnya progresifitas nefron akibat inflamasi kronik dan jaringan
parut)hipertensi, danpembentukan batu ginjal (akibat infeksi kronik
disertai organisme pengurai-urea, yang mengakibatkan terbentuknya
batu).

7. Pemeriksaan Penunjang
Urinalisis
Leukosuria atau piuria: merupakan salah satu petunjuk penting adanya
ISK. Leukosuria positif bila terdapat lebih dari 5 leukosit/lapang pandang
besar (LPB) sediment air kemih.
Hematuria: hematuria positif bila terdapat 5-10 eritrosit/LPB
sediment air kemih. Hematuria disebabkan oleh berbagai keadaan
patologis baik berupa kerusakan glomerulus ataupun urolitiasis.
Bakteriologis
Mikroskopis : satu bakteri lapangan pandang minyak emersi. 102 -103
organisme koliform / mL urin plus piuria
Biakan bakteri
Tes kimiawi : tes reduksi griess nitrate berupa perubahan warna pada uji
carik
Kultur urine untuk mengidentifikasi adanya organisme spesifik
Hitung koloni : hitung koloni sekitar 100.000 koloni per milliliter urin dari
urin tampung aliran tengah atau dari specimen dalam kateter dianggap
sebagai criteria utama adanya infeksi.
Metode tes

Tes dipstick multistrip untuk WBC (tes esterase lekosit) dan nitrit
(tes Griess untuk pengurangan nitrat).

Tes esterase lekosit positif: maka pasien mengalami piuria.

Tes pengurangan nitrat, Griess positif jika terdapat bakteri yang


mengurangi nitrat urin normal menjadi nitrit.
Penyakit Menular Seksual (PMS): Uretritia akut akibat organisme menular
secara seksual (misal, klamidia trakomatis, neisseria gonorrhoeae, herpes
simplek).
Tes- tes tambahan :

Pielografi (IVP), msistografi, dan ultrasonografi juga dapat dilakukan


untuk menentukan apakah infeksi akibat dari abnormalitas traktus
urinarius, adanya batu, massa renal atau abses, hodronerosis atau
hiperplasie prostate.

Urogram IV atau evaluasi ultrasonic, sistoskopi dan prosedur


urodinamik dapat dilakukan untuk mengidentifikasi penyebab kambuhnya
infeksi yang resisten.

8. Penatalaksanaan
Pielonefritis Akut : pasien pielonefritis akut beresiko terhadap
bakteremia dan memerlukan terapi antimikrobial yang intensif. Terapi
parentral di berikan selama 24-48 jam sampai pasien afebril. Pada waktu
tersebut, agens oral dapat diberikan. Pasien dengan kondisi yang sedikit
kritis akan efektif apabila ditangani hanya dengan agens oral. Untuk
mencegah berkembangbiaknya bakteri yang tersisa, maka pengobatan
pielonefritis akut biasanya lebih lama daripada sistitis.
Masalah yangmungkin timbul dalam penanganan adalah infeksi
kronik atau kambuhan yang muncul sampai beberapa bulan atau tahun
tanpa gejala. Setelah program antimikrobial awal, pasien dipertahankan
untuk terus dibawah penanganan antimikrobial sampai bukti adanya
infeksi tidak terjadi, seluruh faktor penyebab telah ditangani dan
dikendalikan, dan fungsi ginjal stabil. Kadarnya pada terapi jangka
panjang.
Pielonefritis kronik: agens antimikrobial pilihan di dasarkanpada
identifikasi patogen melalui kultur urin, nitrofurantion atau kombinasi
sulfametoxazole dan trimethoprim dan digunakan untuk menekan
pertumbuhan bakteri. Fungsi renal yang ketat, terutama jika medikasi
potensial toksik.

Pengobatan
Mengurangi demam dan nyeri dan menentukan obat-obat
antimikrobial seperti trimethroprim-sulfamethoxazole (TMF-SMZ, Septra),
gentamycin dengan atau tanpa ampicilin, cephelosporin, atau
ciprofloksasin (cipro) selama 14 hari.

Merilekskan otot halus pada ureter dan kandung kemih,


meningkatkan rasa nyaman, dan meningkatkan kapasitas kandung kemih
menggunakan obat farmakologi tambahan antispasmodic dan
anticholinergic seperti oxybutinin (Ditropan) dan propantheline (ProBanthine)

Pada kasus kronis, pengobatan difokuskan pada pencegahan


kerusakan ginjal secara progresif.

BATU SALURAN KEMIH (BSK)


A

Pengertian
Batu saluran kemih adalah adanya batu di traktus urinarius. (ginjal, ureter, atau

kandung kemih, uretra) yang membentuk kristal; kalsium, oksalat, fosfat, kalsium urat, asam
urat dan magnesium.(Brunner & Suddath,2002).
Batu saluran kemih atau Urolithiasis adalah adanya batu di dalam saluran kemih.
(Luckman dan Sorensen)
Dari dua definisi tersebut diatas saya mengambil kesimpulan bahwa batu saluran
kemih adalah adanya batu di dalam saluran perkemihan yang meliputi ginjal,ureter,kandung
kemih dan uretra.
B. Klasifikasi Batu Saluran Kemih
Batu saluran kemih dapat dibagi berdasarkan lokasi terbentuknya, menurut lokasi
1.
a.
b.
2.
a.

beradanya, menurut keadaan klinik, dan menurut susunan kimianya.


Menurut tempat terbentuknya
Batu ginjal
Batu kandung kemih
Menurut lokasi keberadaannya :
Batu urin bagian atas (mulai ginjal sampai ureter distal)

b. Batu urin bagian bawah (Mulai kandung kemih sampai uretra)


3. Menurut Keadaan Klinik :
a. Batu urin metabolic aktif : bila timbul dalam satu tahun trakhir, batu bertambah besar atau
kencing batu.
b. Batu urin metabolic inaktif : bila tidak ada gejala seperti yang aktif
c. Batu urin yang aktifitasnya diketahui (asimtomatik)
d. Batu urin yang perlu tindakan bedah (surgically active) bila menyebabkan obstruksi, infeksi,
kolik, hematuria.
.

Etiologi
Penyebab terbentuknya batu saluran kemih sampai saat ini belum
diketahui pasti, tetapi ada beberapa faktor predisposisi terjadinya batu pada
saluran kemih yaitu:

1.

Infeksi
Infeksi saluran kencing dapat menyebabkan nekrosis jaringan ginjal dan
akan menjadi inti pembentukan batu saluran kemih . Infeksi bakteri akan
memecah ureum dan membentuk amonium yang akan mengubah pH urine

2.

menjadi alkali.
Stasis dan Obstruksi urine
Adanya obstruksi dan stasis urine akan mempermudah pembentukan batu

3.

saluran kemih.
Ras
Pada daerah tertentu angka kejadian batu saluran kemih lebih tinggi
daripada daerah lain, Daerah seperti di Afrika Selatan hampir tidak dijumpai

4.

penyakit batu saluran kemih.


Keturunan
Herediter atau faktor keturunan yang juga memainkan dari semua jenis
penyakit yang menjadi alasan suatu penyakit dapat diturunkan oleh orang tua ke

5.

anak
Asupan Air minum
Memperbanyak diuresis dengan cara banyak minum air akan mengurangi
kemungkinan terbentuknya batu ,sedangkan kurang minum menyebabkan kadar

6.

7.

semua substansi dalam urine meningkat


Pekerjaan
Pekerja keras yang banyak bergerak

mengurangi

kemungkinan

terbentuknya batu daripada pekerja yang lebih banyak duduk.


Suhu
Tempat yang bersuhu
panas menyebabkan banyak mengeluarkan
keringat sedangkan asupan air kurang dan tingginya kadar mineral dalam air

8.

minum meningkatkan insiden batu saluran kemih


Makanan

Masyarakat

yang

banyak

mengkonsumsi

protein

hewani

angka

morbiditasbatu saluran kemih berkurang. Penduduk yang vegetarian yang


kurang makan putih telur lebih sering menderita batu saluran kemih ( buli-buli
dan Urethra ).
D. Anatomi Ginjal
Ginjal adalah bagian utama dari sistem perkemihan yang juga masuk
didalamnya ureter, kandung kemih dan uretra. Ginjal terletak pada rongga
abdomen posterior, dibelakang peritonium diarea kanan dan kiri dari kolumna
vertebralis. Ginjal dipertahankan dalam posisi tersebut oleh bantalan lemak yang
tebal. Pada orang dewasa normal panjangnya 12 13 cm, lebar 6 cm dan
beratnya antara 120 -150 gram. Setiap ginjal memiliki korteks dibagian luar dan
di bagian dalam yang terbagi menjadi piramide-piramide. Pada setiap piramide
membentuk duktus papilaris yang selanjutnya menjadi kaliks minor, kaliks mayor
dan

bersatu

membentuk

ginjal

tempat

terkumpulnya

urine.

Ureter

menghubungkan ginjal dengan kandung kemih.


Garis-garis yang terlihat pada piramide disebut nefron yang merupakan
satuan fungsional ginjal. Setiap ginjal terdiri dari satu juta nefron. Setiap nefron
terdiri atas glomerulus yang merupakan lubang-lubang yang terdapat pada
piramide-piramide renal, membentuk simpul dan kapiler badan satu mulpigli,
kapsul bowman, tubulus proximal, ansa henle dan tubulus distal.
Ureter menghubungkan pelvis ginjal dengan kandung kemih. Kedua
ureter merupakan saluran yang panjangnya 10 12 inc. Ureter berfungsi
menyalurkan urin ke kandung kemih. Kandung kemih mempunyai tiga muara.
Dua maura ureter dan satu muara uretra. Kandung kemih sebagai tempat
menyimpannya urin dan mendorong urin untuk keluar. Uretra adalah saluran
kecil yang berjalan dari kandung kemih sampai ke luar tubuh yang disebuat
meatus uretra.
Fungsi ginjal:
1. Fungsi ekskresi
a. Mempertahankan osmolaritas plasma sekitar 285 cm osmol dengan mengubag
b.
c.

ekskresi air.
Mempertahankan kadar masing-masing elektrolit plasma dalam rentang normal.
Mempertahankan pH plasma dengan mengeluarkan kelebihan dan membentuk

d.

kembali Hco3.
Mengekskresikan produk ahkir nitrogen dan metabolisme protein terutama

2.
a.
b.

urea, asam urat dan kretinin.


Fungsi non ekskresi
Menghasilkan renin, penting untuk mengatur tekanan darah.
Menghasilkan eritropoitin, faktor penting dalam stimulasi produksi sel darah
merah dan sumsum tulang.

c.
d.
e.

Metabolisme vitamin D menjdai bentuk aktifnya.


Degradasi insulin.
Menghasilkan prostaglandin.

E.

Patofisisiologi
Mekanisme terbentuknya batu pada saluran kemih atau dikenal dengan
urolithiasis belum diketahui secara pasti. Namun demikian ada beberapa faktor
predisposisi terjadinya batu antara lain: peningkatan konsentrasi larutan urin
akibat dari intake cairan yang kurang serta peningkatan bahan-bahan organik
akibat infeksi saluran kemih atau statis urin menjadikan sarang untuk
pembentukan batu.
Supersaturasi elemen urin seperti kalsium, fosfat dan faktor lain yang
mendukung terjadinya batu meliputi: pH urin yang berubah menjadi asam,
jumlah

casiran

urin.

Masalah-masalah

dengan

metabolisme

purin

mempengaruhi pembentukan batu asam urat. pH urin juga mendukung


pembentukan batu. Batu asam urat dan cyscine dapat mengendap dalam urin
yang alkalin, sedangkan batu oxalat tidak dipengaruhi oleh pH urin.
. Batu yang terbentuk dalam saluran kemih sangat bervariasi. Ada
batu yang kecil, ada yang besar. Batu yang kecil dapat lekuar lewat urin dan
akan menimbulkan rasa nyeri, trauma pada saluran kemih dan akan tampak
darah dalam urin; sedangkan batu yang besar dapat menyebabkan obstruksi
saluran kemih yang menimbulkan dilatasi struktur, akibat dari dilatasi akan
terjadi refluks urin dan akan menimbulkan terjadinya hidronefrosis karena
dilatasi ginjal. Kerusakan pada srtuktur ginjal yang lama akan mengakibatkan
kerusakan-kerusakan pada organ dalam ginjal sehingga terjadi gagal ginjal kronis
karena

ginjal

tidak

mampu

melakukan

fungsinya

secara

normal,

yang

mengakibatkan terjadinya penyakit gagal ginjal kronik yang dapat menyebabkan


kematian. Selain itu batu dapat mengabrasi dinding sehingga darah akan keluar
bersama urin.

F.

1.

Tanda dan gejala


Manifestasi klinis adanya batu dalam traktus urinarius tergantung pada
adanya obstruksi, infeksi dan edema.
Ketika batu menghambat aliran urin, terjadi obstruksi piala ginjal serta ureter
proksimal.

a.

Infeksi pielonefritis dan sintesis disertai menggigil, demam dan disuria, dapat
terjadi iritasi batu yang terus menerus. Beberapa batu menyebabkan sedikit

b.
2.
a.
b.
c.

gejala, namun secara perlahan merusak unit fungsional (nefron) ginjal.


Nyeri hebat dan ketidaknyamanan.
Batu di ginjal
Nyeri dalam dan terus menerus di area kontovertebral.
Hematuri.
Nyeri berasal dari area renal menyebar secara anterior dan pada wanita nyeri

d.
e.
3.
a.
b.
c.
d.
4.
a.

kebawah mendekati kandung kemih sedangkan pada pria mendekati testis.


Mual dan muntah.
Diare.
Batu di ureter
Nyeri menyebar kepaha dan genitalia.
Rasa ingin berkemih namun hanya sedikit urin yang keluar.
Hematuri akibat abrasi batu.
Biasanya batu keluar secara spontan dengan diameter batu 0,5 1 cm.
Batu di kandung kemih
Biasanya menimbulkan gejala iritasi dan berhubungan dengan infeksi traktus

b.

urinarius dan hematuri.


Jika batu menimbulkan obstruksi pada leher kandung kemih akan terjadi retensi
urin.

Teori terbentuknya batu


1.

Teori Intimatriks
Terbentuknya BSK. memerlukan adanya substansi organik sebagai inti
.Substansi

ini

terdiri

dari

mukopolisakarida

dan

mukoproptein

yang

2.

mempermudah kristalisasi dan agregasi substansi pembentukan batu.


Teori Supersaturasi
Terjadi kejenuhan substansi pembentuk batu dalam urine seperti; sistin,

3.

santin, asam urat, kalsium oksalat akan mempermudah terbentuknya batu.


Teori Presipitasi-Kristaliasi
Perubahan pH urine akan mempengaruhi solubilitas substasi dalam
urine .Urine yang bersifat asam akan mengendap sistin,santin,asam dan garam

4.

urat,urine alkali akan mengendap garam-garam fosfat..


Teori Berkurangnya faktor penghambat
Berkurangnya
faktor
penghambat
seperti
pirofosfatpolifosfat,

sitrat

magnesium,

asam

mempermudah terbentuknya batu saluran kemih.

G. Pemeriksaan Diagnostik

peptid

mukopolisakarida

fosfat,
akan

1.

Urinalisa;

warna

mungkin

kuning

,coklat

gelap,berdarah,secara

umum

menunjukan SDM, SDP, kristal ( sistin,asam urat,kalsium oksalat), pH asam


(meningkatkan sistin dan batu asam urat) alkali ( meningkatkan magnesium,
fosfat amonium, atau batu kalsium fosfat), urine 24 jam :kreatinin, asam urat
kalsium,

fosfat,

oksalat,

atau

sistin

mungkin

meningkat),

kultur

urine

menunjukan ISK, BUN/kreatinin serum dan urine; abnormal (tinggi pada


serum/rendah pada urine) sekunder terhadap tingginya batu obstruktif pada
2.
3.

ginjal menyebabkan iskemia/nekrosis.


Darah lengkap: Hb,Ht,abnormal bila psien dehidrasi berat atau polisitemia.
Hormon Paratyroid mungkin meningkat bila ada gagal ginjal ( PTH. Merangsang

4.

reabsobsi kalsium dari tulang, meningkatkan sirkulasi serum dan kalsium urine.
Foto Rntgen; menunjukan adanya kalkuli atau perubahan anatomik pada area

5.

ginjal dan sepanjang ureter.


IVP: memberikan konfirmasi cepat urolithiasis seperti penyebab nyeri,
abdominal atau panggul.Menunjukan abnormalitas pada struktur anatomik

6.

(distensi ureter).
Sistoureterokopi;visualiasi kandung kemih dan ureter dapat menunjukan batu

7.
8.

atau efek obstruksi.


CT Scan : menggambarkan kalkuli dan masa lain.
USG ginjal: untuk menentukan perubahan obstruksi,dan lokasi batu.

H.
1.
a.
b.
c.
d.
2.
a.
b.

Therapy dan Penatalaksanaan medik


Tujuan:
Menghilangkan obstruksi
Mengobati infeksi.
Mencegah terjadinya gagal ginjal.
Mengurangi kemungkinan terjadinya rekurensi (terulang kembali).
Operasi dilakukan jika:
Sudah terjadi stasis/bendungan.
Tergantung letak dan besarnya batu, batu dalam pelvis dengan bendungan

positif harus dilakukan operasi.


Therapi
Analgesik untuk mengatasi nyeri.
Allopurinol untuk batu asam urat.
Antibiotik untuk mengatasi infeksi.
Diet
Diet atau pengaturan makanan sesuai jenis batu yang ditemukan.
a. Batu kalsium oksalat
Makanan yang harus dikurangi adalah jenis makanan yang mengandung kalsium
3.
a.
b.
c.
4.

oksalat seperti: bayam, daun sledri, kacang-kacangngan, kopi, coklat; sedangkan


untuk kalsium fosfat mengurangi makanan yang mengandung tinggi kalsium
seperti ikan laut, kerang, daging, sarden, keju dan sari buah.

b.

Batu struvite; makanan yang perlu dikurangi adalah keju, telur, susu dan

c.
d.

daging.
Batu cystin; makanan yang perlu dikurangi antara lain sari buah, susu, kentang.
Anjurkan konsumsi air putih kurang lebih 3 -4 liter/hari serta olah raga secara
teratur.

Namun biasanya tindakan dikerjakan jika diameter batu 8-10 mm atau


lebih. Pengeluaran batu konservatif dilakukan bila cara-cara yang memerlukan
tindakan dapat disingkirkan. Cara ini dilakukan berupa diuresis paksa dengan
ketentuan:
a.
b.
c.

Batu ureter sepertiga tengah atau sepertiga distal


Tidak ada penyumbatan total
Batu memiliki diameter keciL
Demineralisasi Tulang Yang Dapat Menyebabkan Batu
Demineralisasi merupakan proses yang antagonis dengan mineralisasi
yaitu proses pengambilan kalsium dari jaringan tulang. . Osteoklas membuat
terowongan ke dalam tulang korteks yang diikuti oleh osteoblas, sedangkan
remodeling tulang trabekular terjadi di permukaan trabekular. Ketika kalsitonin
yang menurunkan kadar kalsium dengan cara menghambat resorpsi tulang, dan
menghambat aktivitas osteoklas(demineralisasi)

secara in vitro menyebabkan

gerakan kalsium menuju tulang akan terhambat peningkatan serum kalsium


akan menambah beban cairan yang akan di ekskresikan . penumpukan kalsium
yang tidak terserap pada sauran kemih menyebabkan batu.
B.

Diagnosa keperawatan
Diagnosa Keperawatan yang mungkin muncul adalah ;
1. Pre operasi
a.
Nyeri berhubungan dengan peningkatan frekuensi
b.
c.
d.

/dorongan

kontraksi

ureteral,trauma jaringan,pembentukan edema,iskemia seluler.


Perubahan pola eliminasi: urine berhubungan dengan obstruksi karena batu.
Risiko tinggi kekurangan volume cairan berhubungan dengan mual dan muntah
Kurang pengetahuan tentang diet, dan kebutuhan pengobatan

C. Rencana Asuhan Keperawatan

G.
PENATALAKSANAAN

Pielonefritis Akut Pasien pielonefritis akut beresiko terhadap bakteremia dan memerlukan
terapi antimikrobial yang intensif. Terapi parentral di berikan selama 24-48 jam sampai
pasien afebril. Pada waktu tersebut, agens oral dapat diberikan. Pasien dengan kondisi yang
sedikit kritis akan efektif apabila ditangani hanya dengan agens oral. Untuk mencegah
berkembangbiaknya bakteri yang tersisa, maka pengobatan pielonefritis akut biasanya lebih
lama daripada sistitis. Masalah yang mungkin timbul dalam penanganan adalah infeksi kronik
atau kambuhan yang muncul sampai beberapa bulan atau tahun tanpa gejala. Setelah
program antimikrobial awal, pasien dipertahankan untuk terus dibawah penanganan
antimikrobial sampai bukti adanya infeksi tidak terjadi, seluruh faktor penyebab telah
ditangani dan dikendalikan, dan fungsi ginjal stabil. Kadarnya pada terapi jangka panjang.

Pielonefritis Kronik Agens antimikrobial pilihan didasarkan pada identifikasi patogen melalui
kultur urin, nitrofurantion atau kombinasi sulfametoxazole dan trimethoprim dan digunakan
untuk menekan pertumbuhan bakteri. Fungsi renal yang ketat, terutama jika medikasi
potensial toksik. Pengobatan pielonefritis : a.
Terapi antibiotik untuk membunuh bakteri gram positif maupun gram negatif. Terapi kausal
dimulai dengan kotrimoksazol 2 tablet 2x sehari atau ampisilin 500 mg 4x sehari selama 5
hari. Setelah diberikan terapi antibiotik 4

6 minggu, dilakukan pemeriksaan urin ulang untuk memastikan bahwa infeksi telah berhasil
diatasi. b.
Pada penyumbatan,kelainan struktural atau batu,mungkin perlu dilakukan pembedahan
dengan merujuk ke rumah sakit. c.
Apabila pielonefritis kronisnya di sebabkan oleh obstruksi atau refluks, maka diperlukan
penatalaksanaan spesifik untuk mengatasi masalah-masalah tersebut.
d.
Di anjurkan untuk sering minum dan BAK sesuai kebutuhan untuk membilas
mikroorganisme yang mungkin naik ke uretra, untuk wanita harus membilas dari depan ke
belakang untuk menghindari kontaminasi lubang urethra oleh bakteri faeces. Penatalaksanaan
medis menurut Barbara K. Timby dan Nancy E. Smith tahun 2007:

Mengurangi demam dan nyeri dan menentukan obat-obat antimikrobial seperti


trimethroprim-sulfamethoxazole (TMF-SMZ, Septra), gentamycin dengan atau tanpa
ampicilin, cephelosporin, atau ciprofloksasin (cipro) selama 14 hari.

Merilekskan otot halus pada ureter dan kandung kemih, meningkatkan rasa nyaman, dan
meningkatkan kapasitas kandung kemih menggunakan obat farmakologi tambahan
antispasmodic dan anticholinergic seperti oxybutinin (Ditropan) dan propantheline (ProBanthine)

Pada kasus kronis, pengobatan difokuskan pada pencegahan kerusakan ginjal secara
progresif. Penatalaksanaan keperawatan menurut Barbara K. Timby dan Nancy E. Smith
tahun 2007:

Mengkaji riwayat medis, obat-obatan, dan alergi.

Monitor Vital Sign.

Melakukan pemeriksaan fisik.

Mengobservasi dan mendokumentasi karakteristik urine klien.

Mengumpulkan spesimen urin segar untuk urinalisis.

Memantau input dan output cairan.

Mengevaluasi hasil tes laboratorium (BUN, creatinin, serum electrolytes).


H.
KOMPLIKASI Ada tiga komplikasi penting dapat ditemukan pada pielonefritis akut
(Patologi Umum & Sistematik J. C. E. Underwood, 2002: 669):

Nekrosis papila ginjal. Sebagai hasil dari proses radang, pasokan darah pada area medula
akan terganggu dan akan diikuti nekrosis papila ginjal, terutama pada penderita diabetes
melitus atau pada tempat terjadinya obstruksi.

Fionefrosis. Terjadi apabila ditemukan obstruksi total pada ureter yang dekat sekali dengan
ginjal. Cairan yang terlindung dalam pelvis dan sistem kaliks mengalami supurasi, sehingga
ginjal mengalami peregangan akibat adanya pus.


Abses perinefrik. Pada waktu infeksi mencapai kapsula ginjal, dan meluas ke dalam jaringan
perirenal, terjadi abses perinefrik. Komplikasi pielonefritis kronis mencakup penyakit ginjal
stadium akhir (mulai dari hilangnya progresifitas nefron akibat inflamasi kronik dan jaringan
parut), hipertensi, dan pembentukan batu ginjal (akibat infeksi kronik disertai organisme
pengurai urea, yang mangakibatkan terbentuknya batu) (Brunner&Suddarth, 2002: 1437). I.
PROGNOSIS

Pielonefritis akut Prognosis pielonefritis baik bila memperlihatkan penyembuhan klinis


maupun bakteriologis terhadap antibiotic.

Pielonefritis kronis Bila diagnosis pielonefritis kronis terlambat dan kedua ginjal telah
menyusut pengobatan konserfatif semata-mata untuk mempertahankan faal jaringan ginjal
yang masih utuh
Job Board
About

Press

Blog

People

Terms

Privacy

Copyright

We're Hiring!

Pemilihan Pemeriksaan Penunjang Dan Terapi Pada Batu


Saluran Kemih
Ratings:
(0)|Views: 1,027|Likes: 9
Published by Ridy Ishvara P
See more

15. Drach
GW, Dretler
S, Fair W,
Finlayson B,
Gillenwater J,
Griffith D, et
al. Report
of the United

States
cooperative
study of
extracorporea
l shock wave
lithotripsy. J
Urol1986;
135: 1127

37.16.
Logarakis NF,
Jewett MAS,
Luymes J,
Honey JDA.
Variation in
clinical
outcomefollo

wing shock
wave
lithotripsy. J
Urol 163: 721
5.17. Pak
CYC, Barilla
DE, Holt K,
Brinkley L,

Tolentino R,
Zerwekh JE.
Effect of
oral purine
load and
allopurinol on
the
crystallization

of calcium
salts in urine
of
patientswith
hyperuricosuri
c calcium
urolithiasis.
Am J of

Medicine
1978; 85: 593
9.18.
Shekarriz B,
Stoller ML.
Uric acid
nephrolithiasi
s : current

concepts and
controversies.
J Urol 2002;
168: 1307
14.19. Hande
KR. Noone
RM, Stone WJ.
Severe

allopurinol
toxicity. Am J
of Medicine
1984;76: 47
56.20.
Schwartz BF,
Stoller ML.:
The vesical

calculus. Urol
Clin North Am
2000;27(2):3
33-346.21.
Jenkin AD.
Childhood
urolithiasis. In
: Gillenwater

JY, Grayhack
JT, Howards
SS.,eds.
Adult and
pediatric
urology.
Philadelphia:
Lippincott.

2002: 383.22.
Razvi HA,
Song TY,
Denstedt JD:
Management
of vesical
calculi:
Comparison

of lithotripsy
devices. J
Endourol
1996;10:559563.23.
Bhatia V,
Biyani VG:
Vesical

lithiasis:
Open surgery
vs.
cystolithotrip
sy
vs.extracorpo
real shock
wave

lithotripsy. J
Urol
1994;151:660
-662.24.
Bulow H,
Frohmuller
HGW:
Electrohydrau

lic lithotripsy
with
aspiration of
fragmentsund
er vision-304
consecutive
cases. J Urol
1981;126:454

-456.25.
Schulze H,
Haupt G,
Piergiovanni
M, et al: The
Swiss
lithoclast: A
new device

for endoscopi
c stone
disintegration.
J Urol
1993;149:1518.26.
Teichman
JMH, Rogenes

VJ, McIver BJ,


et al:
Holmium
:YAG laser
cystolithotrips
yof large
bladder
calculi.

Urology
1997b;50:4448.27. Badlani
GH. In : Walsh
PC.,eds.
Campbells
urology.

Saunders.200
2:3385.28.
Franbboni R,
Santi V,
Ronchi M, et
al: Echoguided ESL of
vesical stone

with
theDornier
MPL 9000
lithotriptor in
obstructed
and
unobstructed
patients. J

Endourol1998
;12:81-86.29.
Kojima Y. In :
Walsh
PC.,eds.
Campbells
urology.

Saunders.200
2:3386.37
30. Sofer M,
Kaver I,
Greenstein A,
et al:
Refinements

in treatment
of large
bladder calcu
li:
simultaneous
percutaneous
suprapubic
and

transurethral
cystolithotrip
sy.Urology
2004;64(4):65
1-654.31.
Gault MH,
Chafe L. :
Relationship

of frequency,
age, sex,
stone weight
andcompositi
on in 15,624
stones:compa
rison of
results for

1980 to 1983
and 1995 to
1998.J Urol
2000;164:302
-307.32. AlAnsari A,
Shamsodini
A, Younis N,

et al:
Extracorporea
l shock wave
lithotripsymo
notherapy for
treatment of
patients with
urethral and

bladder stone
presenting
withacute
urinary
retention.
Urology 2005;
66(6):11691171.33.

Chtourou M,
Younes B,
Binous A, et
al:
Combination
of ballistic
lithotripsy
andtransuret

hral
prostatectom
y in bladder
stone with
benign
prostatic
hyperplasia.
JEndourol

2001;15(8):85
1-853.34.
Menon M,
Resnick
MI.In : Walsh
PC.,eds.
Campbells
urology.

Saunders.
2002:32883289.35.
Jenkin AD.
Urethral
calculi. In :
Gillenwater JY,
Grayhack JT,

Howards SS.,
eds. Adultand
pediatric
urology.
Philadelphia:
Lippincott.
2002: 383.36.
Maheswari

PN, Shah
HN : In-situ
holmium
laser
lithotripsy for
impacted
urethralcalcul
i. J Endourol

2005;19(8):10
09-1011.37.
Kamal BA,
Anikwe RM,
Darawani H,
et al:
Urethral
calculi:

presentation
andmanagem
ent. BJU
International
2004;93(4):54
9-552.38.
Walker BR,
Hamilton BD :

Urethral
calculi
managed with
transurethral
Holmium
laser ablation.
J Pediatr Surg
2001; 36(9) :

E16.39.
Yinghao S,
Linhui W,
Songxi Q, et
al : Treatment
of urinary
calculi with
uretroscopya

nd Swiss
lithoclast
pneumatic
lithotripter:
report of 150
cases. J
Endourol
2000;

14(3):281283.38
39
Activity (13)
Filters
Add to collectionReviewAdd NoteLike
1 thousand reads
1 hundred reads
Noer Rizky Helga W liked this
anitacharis liked this
Don Morrison liked this
Bunga Tri Amanda liked this
Qomariah Ria liked this
Ines Zent liked this
Geo Fernanda liked this
Fadzil Jumat liked this
Load more

Similar to Pemilihan Pemeriksaan Penunjang Dan Terapi


Pada Batu Saluran Kemih
Laporan Tutorial Skenario 1 Blok Psikiatri

Gilda Ditya Asmara

Contoh Visum Perkosaan


Andika Metrisiawan

Identifikasi Umur & Pembusukan Forensik


rhlmfs

Batu Saluran Kemih.pdf


Marhaban Wien

Prostatitis
Eko Subekti

Klasifikasi Glomerulonefritis
Saza Alleira

LAPORAN KASUS Spondilitis Tb


Laili Khairani

Referat Meningitis

Greisy Rivta

Refrat Nefrolitiasis Dan Uretrolitiasis


nuymocha

REFERAT VERTIGO PERIFER DAN SENTRAL


Athas Alathas

More From This User


261312730-PPT-Vulnus
Ridy Ishvara P

11PROTAPTRIASEfix
Ridy Ishvara P

Pre Eclampsia
Ridy Ishvara P

Trauma Sengatan Listrik internship


Ridy Ishvara P

Hasil Pelaksanaan Assesment Peserta Ukdi Februari 2014 23 Juni 2014

Ridy Ishvara P

Kasus Dementia - Zulfadli


Ridy Ishvara P

04-Psikopatologi
Ridy Ishvara P

Case Lissa CRF


Ridy Ishvara P

Retardasi Mental
Ridy Ishvara P

Obat - obatan antihistamin


Ridy Ishvara P

KULIAH PHANTOM Letak Sungsang


Ridy Ishvara P

Kehamilan Ganda

Ridy Ishvara P

Cord Prolapse
Ridy Ishvara P

Pathway Caes
Ridy Ishvara P

Waiver Guide US Navy2010


Ridy Ishvara P

Cord Prolapse
Ridy Ishvara P

MaternityCarePathwayAntenatalcare(Riddhi)
Ridy Ishvara P

slide macam-macam Kontrasepsi


Ridy Ishvara P

Contoh pembuatan Proposal Penelitian Ilmiah

Ridy Ishvara P

7 Pengaruh Stress Kerja Terhadap Kepuasan Kerja


Ridy Ishvara P

Job Stress Survey


Ridy Ishvara P

REFERAT-ANTIHISTAMIN-1
Ridy Ishvara P

LEMBAR PENGESAHAN
Ridy Ishvara P

Anterior Uveitis
Ridy Ishvara P

leflet bayi kuning


Ridy Ishvara P

Download and print this document

Read and print without ads

Download to keep your version

Edit, email or read offline

Choose a format:
.DOC

.PDF

Download

Recommended

Laporan Tutorial Skenario 1 Blok Psikiatri


Gilda Ditya Asmara

Contoh Visum Perkosaan


Andika Metrisiawan

Berita Acara pemerkosaan, ver, pemerkosaan, ver hidup, visum et repertum, vis...

Identifikasi Umur & Pembusukan Forensik


rhlmfs

Batu Saluran Kemih.pdf


Marhaban Wien
Page 1 of 3
.DOC
Download

.PDF

Read Unlimited Books for $8.99 per month


Start your free 14 days
No commitment.Cancel anytime.
Movie lovers have Netflix, music lovers have Spotify and book lovers
(whether they read literary fiction or best-selling potboilers) now have Scribd.
NPR
[Scribd] is a place where you can browse and skim and read whatever strikes
your fancy Wired
For less than the price of buying one new book a month (e- or otherwise), you
can wander through more than 50,000 books. Entrepreneur
This has got to be the next best thing to sliced bread. I can finish reading one
book and go grab another instantly Wendy Brooks, a Scribd reader
Close
About

Browse books
Browse documents

About Scribd

Meet the team

Our blog

Join our team!

Contact Us

Support
Help
FAQ

Press

Purchase help

AdChoices

Partners
Publishers
Developers / API
Legal
o
o

Terms
Privacy

Copyright

Memberships
Join today
Invite Friends

Gifts

Stay Connected

Copyright 2015 Scribd Inc. .Terms of service.Privacy.Mobile Site.Site Language:


English
scribd

SINDROM NEFROTIK

I.

PENDAHULUAN

Sindrom

nefrotik

(SN)

merupakan

salah

satu

manifestasi

klinik

glomerulonefritis yang ditandai dengan proteinuria masif ( 3 3,5 g/hari atau


rasio

protein

kreatinin

pada

urin

sewaktu

>

300-350

mg/mmol),

hipoalbuminemia (<25 g /l), hiperkolesterolemia(total kolesterol > 10 mmol/L),


dan manifestasi klinis edema periferal. Pada proses awal atau SN ringan untuk
menegakkan diagnosis tidak semua gejala tersebut harus ditemukan.

1,2, 3

SN dapat terjadi pada semua usia, dengan perbandingan pria dan wanita
1:1 pada orang dewasa. SN terbagi menjadi SN primer yang tidak diketahui
kausanya dan SN sekunder yang dapat disebabkan oleh infeksi, penyakit
sistemik, metabolik, obat-obatan, dan lain-lain. 1,2,3,4
Proteinuria masif merupakan tanda khas SN, tetapi pada SN yang berat
yang disertai kadar albumin serum rendah ekskresi protein dalam urin juga
berkurang. Proteinuria juga berkontribusi terhadap berbagai komplikasi yang
terjadi pada SN.Hipoalbuminemia, hiperlipidemia, dan lipiduria, gangguan
keseimbangan nitrogen, hiperkoagulabilitas, gangguan metabolisme kalsium dan
tulang, serta hormon tiroid sering dijumpai pada SN.Umumnya pada SN fungsi
ginjal normal kecuali pada sebagian kasus yang berkembang menjadi penyakit
ginjal tahap akhir. Pada beberapa episode SN dapat sembuh sendiri dan

menunjukkan respon yang baik terhadap terapi steroid, tetapi sebagian lagi
dapat berkembang menjadi kronik.1,2, 3

II.

ETIOLOGI

Sindrom nefrotik dapat disebabkan oleh glomerulonefritis primer dan


sekunder akibat infeksi, keganasan, penyakit jaringan penghubung (connective
tissue disease), obat atau toksin, dan akibat penyakit sistemik.
Klasifikasi dan penyebab sindrom nefrotik didasarkan pada penyebab
primer ( gangguan glomerular karena umur), dan sekunder (penyebab sindrome
nefrotik). 1,5
a. Penyebab Primer
Umumnya tidak diketahui kausnya dan terdiri atas sindrome nefrotik
idiopatik (SNI) atau yang sering disebut juga SN primer yang bila berdasarkan
gambaran dari histopatologinya, dapat terbagi menjadi ;
1.

Sindroma nefrotik kelainan minimal

2.

Nefropati membranosa

3.

Glomerulonephritis proliferative membranosa

4.

Glomerulonephritis stadium lanjut 1,3,5

b. Penyebab Sekunder
a. Infeksi : malaria, hepatitis B dan C, GNA pasc infeksi, HIV, sifilis, TB, lepra,
skistosoma1
b. Keganasan : leukemia, Hodgkins disease, adenokarsinoma :paru, payudara,
colon, myeloma multiple, karsinoma ginjal1,3,5
c. Jaringan penghubung : SLE, artritis rheumatoid, MCTD (mixed connective tissue
disease)1
d. Metabolik : Diabetes militus, amylodosis5

e. Efek obat dan toksin : OAINS, preparat emas, penisilinami, probenesid, kaptopril,
heroin1
f.

Berdasarkan respon steroid, dibedakan respon terhadap steroid (sindrom nefrotik


yang sensitive terhadap steroid (SNSS) yang lazimnya berupa kelainan minimal,
tidak perlu biopsy), dan resisten steroid atau SNRS yang lazimnya bukan
kelainan minimal dan memerlukan biopsy. 5

III. EPIDEMIOLOGI
Insidens dapat mengenai semua umur tetapi sebagian besar (74%)
dijumpai pada usia 2-7 tahun. Rasio laki-laki : perempuan= 2:1, sedangkan pada
masa remaja dan dewasa rasio ini berkisar 1:1. Biasanya 1 dari 4 penderita
sindrom nefrotik adalah penderita dengan usia>60 tahun. Namun secara
tepatnya insiden dan prevalensi sindrom nefrotik pada lansi tidak diketahui
karena sering terjadi salah diagnosa 2

IV. PATOFISIOLOGI
a. Proteinuria
Proteinuria disebabkan peningkatan permeabilitas kapiler terhadap protein
akibat kerusakan glomerulus ( kebocoran glomerulus) yang ditentukan oleh
besarnya molekul dan muatan listrik, dan hanya sebagian kecil berasal dari
sekresi tubulus (proteinuria tubular). Proteinuria sebagian berasal dari kebocoran
glomerulus (proteinuria glomerular) dahn hanya sebagaian kecil berasal dari
sekresi tubulus (proteinuria tubular). Perubahan integritas membrane basalis
glomerulus

menyebabkan

peingkatan

permeabilitas

glomerulus

terhadap

perotein plasma dan protein utama yang dieksresikan dalam urin adalah
albumin1,2,6

b.

Hipoalbuminemia
Hipoalbumin

disebabka

oleh

hilangnya

albumin

melalui

urin

dan

peningkatan katabolisme albumin di ginjal. Sintesis protein di hati biasanya

meningkat ( namun tidak memadai untuk mengganti kehilagan albumin dalam


urin), tetapi mungkin normal menurun
Peningkatan permeabilitas glomerulus menyebabkan albuminuria dan
hipoalbumineia. Sebagai akibatnya hipoalbuminemia menurunkan tekanan
onkotik plasma koloid, meyebabkan peningkatan filtrasi transkapiler cairan
keluar tubuh dan menigkatkan edema. 2

c.

Hiperlipidemia
Kolesterol serum, VLDL (very low density lipoprotein), LDL (low density
lipoprotein), trigliserida meningkat sedangkan HDL (high density lipoprotein)
dapat meningkat, normal atau meningkat.Hal ini disebabkan sintesis hipotprotein
lipid disintesis oleh penurunan katabolisme di perifer.Peningkatan albumin serum
dan penurunan tekanan onkotik.2,4

d.

Hiperkoagulabilitas
Keadaan ini disebabkan oleh hilangnya antitrombin (AT) III, protein S, C,
dan plasminogen activating factor dalam urin dan meningkatnya factor V, VII,
VIII, X, trombosit, fibrinogen, peningkatan agregasi trombosit, perubahan fungsi
sel endotel serta menurunnya factor zymogen. 2,4

V.

TANDA DAN GEJALA

Gejala pertama yang muncul meliputi anorexia,rasa lemah, urin berbusa


(disebabkan oleh konsentrasi urin yang tinggi). Retensi cairan menyebabkan
sesak nafas (efusi pleura), oligouri, arthralgia, ortostatik hipotensi, dan nyeri
abdomen (ascites).
Untuk tanda dan gejala yang lain timbul akibat komplikasi dari
sindromnefrotik.5,6

VI. DIAGNOSA

Diagnose SN dibuat berdasarkan gambaran klinis dan pemeriksaan


laboratorium berupa proteinuria massif >3,5 g/1,73 m2 luas permukaan
tubuh/hari), hipoalbuminemia <3 g/dl, edema, hiperlipideia, lipiduria, dan
hiperkoagulabilitas. Pemeriksaan tambahan seperti venerologi diperlukan untuk
menegakkan

diagnose

hiperkoagulabilitas.

Pada

thrombosis
SN

vena

primer

yang

untuk

dapat

menentukan

terjadi
jenis

akibat
kelainan

histopatologi ginjal yang menentukan prognosis dan respon terhadap terapi,


diperlukan biopsi ginjal.2,5

VII. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Diagnosis

sindrom

nefrotik

dapat

ditegakkan

melalui

beberapa

pemeriksaan penunjang berikut:

Urinalisis
Urinalisis adalah tes awal diagnosis sindromk nefrotik.Proteinuria berkisar 3+
atau 4+ pada pembacaan dipstik, atau melalui tes semikuantitatif dengan asam
sulfosalisilat.3+ menandakan kandungan protein urin sebesar 300 mg/dL atau

lebih, yang artinya 3g/dL atau lebih yang masuk dalam nephrotic range.2
Pemeriksaan sedimen urin
Pemeriksaan sedimen akan memberikan gambaran oval fat bodies: epitel sel
yang mengandung butir-butir lemak, kadang-kadang dijumpai eritrosit, leukosit,
torak hialin dan torak eritrosit. 2
Pengukuran protein urin
Pengukuran protein urin dilakukan melalui timed collection atau single spot
collection. Timed collection dilakukan melalui pengumpulan urin 24 jam, mulai
dari jam 7 pagi hingga waktu yang sama keesokan harinya. Pada individu sehat,
total protein urin 150 mg. Adanya proteinuria masif merupakan kriteria
diagnosis.2, 8
Single spot collection lebih mudah dilakukan. Saat rasio protein urin dan
kreatinin > 2g/g, ini mengarahkan pada kadar protein urin per hari sebanyak
3g.2,8
Albumin serum
- kualitatif

: ++ sampai ++++

- kuantitatif :> 50 mg/kgBB/hari (diperiksa dengan memakai reagen ESBACH)

Pemeriksaan serologis untuk infeksi dan kelainan imunologis


USG renal
Terdapat tanda-tanda glomerulonefritis kronik. 2
Biopsi ginjal
Biopsi ginjal diindikasikan pada anak dengan SN congenital, onset usia> 8 tahun,
resisten

steroid,

dependen

steroid

atau

frequent

relaps,

serta

terdapat

manifestasi nefritik signifikan.Pada SN dewasa yang tidak diketahui asalnya,


biopsy mungkin diperlukan untuk diagnosis.Penegakan diagnosis patologi
penting

dilakukan

karena

masing-masing

tipe

memiliki

pengobatan

dan

prognosis yang berbeda. Penting untuk membedakan minimal-change disease


pada dewasa dengan glomerulosklerosisfokal, karena minimal-change disease
memiliki respon yang lebih baik terhadap steroid. 2
Darah:
Pada pemeriksaan kimia darah dijumpai:2
- Protein total menurun (N: 6,2-8,1 gm/100ml)
- Albumin menurun (N:4-5,8 gm/100ml)
- 1 globulin normal (N: 0,1-0,3 gm/100ml)
- 2 globulin meninggi (N: 0,4-1 gm/100ml)
- globulin normal (N: 0,5-0,9 gm/100ml)
- globulin normal (N: 0,3-1 gm/100ml)
- rasio albumin/globulin <1 (N:3/2)
- komplemen C3 normal/rendah (N: 80-120 mg/100ml)
- ureum, kreatinin dan klirens kreatinin normal.

VIII.

PENATALAKSANAAN

Tata laksana sindrom nefrotik dibedakan atas pengobatan dengan


imunosupresif

dan

atau

imunomodulator,

dan

pengobatan

suportif

atau

simtomatik. Penatalaksanaan ini meliputi terapi spesifik untuk kelainan dasar


ginjal

atau

penyakit

penyebab

(pada

SN

sekunder),

mengurangi

atau

menghilangkan proteinuria, memperbaiki hipoalbuminemia, serta mencegah dan


mengatasi penyulit.2,5

Terapi Kortikosteroid
Nefropati lesi minimal dan nefropati membranosa adalah dua kelainan
yang memberikan respon terapi yang baik terhadap steroid.Pengobatan dengan
kortikosteroid dibedakan antara pengobatan inisial dan pengobatan relaps. 2,5
Regimen penggunaan kortikosteroid pada SN bermacam-macam, di
antaranya pada orang dewasa adalah prednison/prednisolon 1-1,5 mg/kg berat
badan/hari selama 4 8minggu diikuti 1 mg/kg berat badan selang 1 hari selama
4-12 minggu, tapering di 4 bulan berikutnya.Sampai 90% pasien akan remisi bila
terapi diteruskan sampai 20-24 minggunamun 50% pasien akan mengalami
kekambuhan setelah kortikosteroid dihentikan.2,5
Respon klinis terhadap kortikosteroid dapat dibagi menjadi remisi lengkap,
remisi parsial dan resisten.Dikatakan remisi lengkap jika proteinuria minimal (<
200 mg/24 jam), albumin serum >3 g/dl, kolesterol serum < 300 mg/dl, diuresis
lancar dan edema hilang. Remisi parsial jika proteinuria<3,5 g/hari, albumin
serum >2,5 g/dl, kolesterol serum <350 mg/dl, diuresis kurang lancar dan masih
edema. Dikatakan resisten jika klinis dan laboratoris tidak memperlihatkan
perubahan atau perbaikan setelah pengobatan 4 bulan dengan kortikosteroid. 5
Kelompok SNSS dalam perjalanan penyakit dapat dibagi menjadi 4
kelompok, yaitu SN non-relaps (30%), SN relaps jarang (10-20%), SN relaps
sering dan SN dependen steroid (40-50%).
Sindrom nefrotik non relaps ialah penderita yang tidak pernah mengalami
relaps setelah mengalami episode pertama penyakit ini. Sindrom nefrotik relaps
jarang ialah anak yang mengalami relaps kurang dari 2 kali dalam periode 6
bulan atau kurang dari 4 kali dalam periode 12 bulan setelah pengobatan inisial.
Sindrom nefrotik relaps sering ialah penderita yang mengalami relaps >2 kali
dalam periode 6 bulan pertama setelah respons awal atau > 4 kali dalam periode
12 bulan. Sindrom nefrotik dependen steroid bila dua relaps terjadi berturut-turut
pada saat dosis steroid diturunkan atau dalam waktu 14 hari setelah pengobatan
dihentikan.

5,7

Pengobatan SN relaps sering atau dependen steroid dapat diberikan


dengan steroid jangka panjang, yaitu setelah remisi dengan prednison dosis
penuh dilanjutkan dengan steroid alternating dengan dosis yang diturunkan
bertahap sampai dosis terkecil yang tidak menimbulkan relaps yaitu antara 0,10,5 mg/kg secara alternating. Dosis ini disebut sebagai dosis treshold, diberikan
minimal selama 3-6 bulan, kemudian dicoba untuk dihentikan. 5,7
Pengobatan

lain

adalah

menggunakan

terapi

nonsteroid

yaitu:Siklofosfamid, Klorambusil, Siklosporin A, Levamisol, obat imunosupresif


lain, dan ACE inhibitor.Obat-obat ini utamanya digunakan untuk pasien-pasien
yang non-responsif terhadap steroid.5

Terapi suportif/simtomatik
Proteinuria
ACE inhibitor diindikasikan untuk menurunkan tekanan darah sistemik dan
glomerular serta proteinuria. Obat ini mungkin memicu hiperkalemia pada pasien
dengan insufisiensi ginjal moderat sampai berat.Restriksi protein tidak lagi
direkomendasikan karena tidak memberikan progres yang baik. 1,4
Edema
Diuretik hanya diberikan pada edema yang nyata, dan tidak dapat
diberikan SN yang disertai dengan diare, muntah atau hipovolemia, karena
pemberian diuretik dapat memperburuk gejala tersebut.Pada edema sedang
atau edema persisten, dapat diberikan furosemid dengan dosis 1-3 mg/kg per
hari.Pemberian spironolakton dapat ditambahkan bila pemberian furosemid telah
lebih dari 1 minggu lamanya, dengan dosis 1-2 mg/kg per hari.Bila edema
menetap dengan pemberian diuretik, dapat diberikan kombinasi diuretik dengan
infus albumin.Pemberian infus albumin diikuti dengan pemberian furosemid 1-2
mg/kg intravena.Albumin biasanya diberikan selang sehari untuk menjamin
pergeseran cairan ke dalam vaskuler dan untuk mencegah kelebihan cairan
(overload).Penderita yang mendapat infus albumin harus dimonitor terhadap
gangguan napas dan gagal jantung. 1,2,5,7
Dietetik

Jenis diet yang direkomendasikan ialah diet seimbang dengan protein dan
kalori yang adekuat. Kebutuhan protein anak ialah 1,5 2 g/kg, namun anakanak dengan proteinuria persisten yang seringkali mudah mengalami malnutrisi
diberikan protein 2 2,25 g/kg per hari. Maksimum 30% kalori berasal dari
lemak.Karbohidrat diberikan dalam bentuk kompleks seperti zat tepung dan
maltodekstrin.Restriksi garam tidak perlu dilakukan pada SNSS, namun perlu
dilakukan pada SN dengan edema yang nyata. 1,2,5,7
Infeksi
Penderita SN sangat rentan terhadap infeksi, yang paling sering ialah
selulitis dan peritonitis.Hal ini disebabkan karena pengeluaran imunoglobulin G,
protein faktor B dan D di urin, disfungsi sel T, dan kondisi hipoproteinemia itu
sendiri.Pemakaian

imunosupresif

infeksi.Pemeriksaan

fisis

untuk

menambah
mendeteksi

risiko
adanya

terjadinya
infeksi

perlu

dilakukan.Selulitis umumnya disebabkan oleh kuman stafilokokus, sedang sepsis


dapa SN sering disebabkan oleh kuman Gram negatif.Peritonitis primer umumnya
disebabkan oleh kuman Gram-negatif dan Streptococcus pneumoniae sehingga
perlu diterapi dengan penisilin parenteral dikombinasikan dengan sefalosporin
generasi ke-tiga, seperti sefotaksim atau seftriakson selama 10-14 hari. Di
Inggris, penderita SN dengan edema anasarka dan asites masif diberikan
antibiotik profilaksis berupa penisilin oral 125 mg atau 250 mg, dua kali sehari
sampai asites berkurang.1,2,5,7

Hipertensi
Hipertensi pada SN dapat ditemukan sejak awal pada 10-15% kasus, atau
terjadi sebagai akibat efek samping steroid.Pengobatan hipertensi pada SN
dengan golongan inhibitor enzim angiotensin konvertase, calcium channel
blockers, atau beta adrenergic blockers. 1,2,5,7
Hipovolemia
Komplikasi hipovolemia dapat terjadi sebagai akibat pemakaian diuretik
yang tidak terkontrol, terutama pada kasus yang disertai dengan sepsis, diare,
dan muntah. Gejala dan tanda hipovolemia ialah hipotensi, takikardia, akral

dingin dan perfusi buruk, peningkatan kadar urea dan asam urat dalam plasma.
Pada beberapa anak memberi keluhan nyeri abdomen.Hipovalemia diterapi
dengan pemberian cairan fisiologis dan plasma sebanyak 15-20 ml/kg dengan
cepat, atau albumin 1 g/kg berat badan. 1,2,5,7
Tromboemboli
Risiko untuk mengalami tromboemboli disebabkan oleh karena keadaan
hiperkoagulabilitas. Selain disebabkan oleh penurunan volume intravaskular,
keadaan hiperkoagulabilitas ini dikarenakan juga oleh peningkatan faktor
pembekuan darah antara lain faktor V, VII, VIII, X serta fibrinogen, dan
dikarenakan oleh penurunan konsentrasi antitrombin III yang keluar melalui urin.
Risiko terjadinya tromboemboli akan meningkat pada kadar albumin plasma < 2
g/dL, kadar fibrinogen > 6 g/dL, atau kadar antitrombin III < 70%. Pada SN
dengan risiko tinggi, pencegahan komplikasi tromboemboli dapat dilakukan
dengan pemberian asetosal dosis rendah dan dipiridamol. Heparin hanya
diberikan bila telah terhadi tromboemboli, dengan dosis 50 U/kg intravena dan
dilanjutkan dengan 100 U/kg tiap 4 jam secara intravena. 1,2,5,7
Hiperlipidemia
Hiperlipidemia pada SN meliputi peningkatan kolesterol, trigliserida,
fosfolipid dan asam lemak. Kolesterol hampir selalu ditemukan meningkat,
namun kadar trigliserida, fosfolipid tidak selalu meningkat. Peningkatan kadar
kolesterol berbanding terbalik dengan kadar albumin serum dan derajat
proteinuria. Keadaan hiperlipidemia ini disebabkan oleh karena penurunan
tekanan onkotik plasma sebagai akibat dari proteinuria merangsang hepar untuk
melakukan sintesis lipid dan lipoprotein, di samping itu katabolisme lipid pada SN
juga menurun. Hiperlipidemia pada SNSS biasanya bersifat sementara, kadar
lipid kembali normal pada keadaan remisi, sehingga pada keadaan ini cukup
dengan pengurangan diit lemak. Pengaruh hiperlipidemia terhadap morbiditas
dan mortalitas akibat kelainan kardiovaskuler pada anak penderita SN masih
belum jelas.Manfaat pemberian obat-obat penurun lipid seperti kolesteramin,
derivat

asam

fibrat

diperdebatkan.1,2,5,7
IX. PROGNOSIS

atau

inhibitor

HMG-CoA

reduktase

(statin)

masih

Sebelum era antibiotik, infeksi merupakan salah satu penyebab kematian


tersering pada SN.Pengobatan SN dan komplikasinya saat ini telah menurunkan
morbiditas dan mortalitas yang berhubungan dengan sindrom.Saat ini, prognosis
pasien dengan SN bergantung pada penyebabnya. Remisi sempurna dapat
terjadi dengan atau tanpa pemberian kortikosteroid. 2
Hanya sekitar 20 % pasien dengan glomerulosklerosis fokal mengalami
remisi proteinuria, 10 % lainnya membaik namun tetap proteinuria. Banyak
pasien yang mengalami frequent relaps, menjadi dependen-steroid, atau
resisten-steroid. Penyakit ginjal kronik dapat muncul pada 25-30 %

pasien

dengan glomerulosklerosis fokal segmental dalam 5 tahun dan 30-40 % muncul


dalam 10 tahun.2
Orang dewasa dengan minimal-change nephropathymemiliki kemungkinan
relaps yang sama dengan anak-anak. Namun, prognosis jangka panjang pada
fungsi ginjal sangat baik, dengan resiko rendah untuk gagal ginjal. 2Pemberian
kortikosteroid memberi remisi lengkap pada 67% kasus SN nefropati lesi
minimal, remisi lengkap atau parsialpada 50% SN nefropati membranosa dan
20%-40% pada glomerulosklerosis fokal segmental.Perlu diperhatikan efek
samping pemakaian kortikosteroid jangka lama di antaranya nekrosis aseptik,
katarak, osteoporosis, hipertensi, diabetes mellitus. 2,4
Respon yang kurang terhadap steroid dapat menandakan luaran yang
kurang baik. Prognosis dapat bertambah buruk disebabkan (1) peningkatan
insidens gagal ginjal dan komplikasi sekunder dari SN, termasuk episode
trombotik dan infeksi, atau (2) kondisi terkait pengobatan, seperti komplikasi
infeksi dari pemberian imunosupressive.2Penderita SN non relaps dan relaps
jarang mempunyai prognosis yang baik, sedangkan penderita relaps sering dan
dependen steroid merupakan kasus sulit yang mempunyai risiko besar untuk
memperoleh efek samping steroid. SN resisten steroid mempunyai prognosis
yang paling buruk.2,8
Pada SN sekunder, prognosis tergantung pada penyakit primer yang
menyertainya.Pada

nefropati

diabetik,

besarnya

proteinuria

berhubungan

langsung tingkat mortalitas.Biasanya, ada respon yang baik terhadap blockade


angiotensin, dengan penurunan proteinuria, dan level subnefrotik.Jarang terjadi
remisi nyata. Resiko penyakit kardiovaskular meningkat seiring penurunan fungsi
ginjal, beberapa pasienakan membutuhkan dialisis atau transplantasi ginjal. 2

Pada amiloidosis primer, prognosis tidak baik, bahkan dengan kemoterapi


intensif. Pada amiloidosis sekunder, remisi penyebab utama, seperti rheumatoid
arthritis, diikuti dengan remisi amiloidosis dan ini berhubungan dengan SN. 2
Diposkan oleh Here we are :) di 19.29
Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke FacebookBagikan
ke Pinterest
2 komentar:
1.
inan18 Mei 2015 01.37

daftar pustakanya kalo boleh kak :)


Balas

2.
Eleazar Christopher19 Agustus 2015 23.11

Daftar pustakanya ada ga?


Balas
Muat yang lain...

glomerulonefritis
By riezakirah

1 Vote

Glomerulonefritis adalah peradangan pada glomerulus.


glomerulonefritis yaitu akut, progresif cepat, dan kronis.

Terdapat

tiga

golongan

A. Manifestasi Klinik
Glomerulonefritis Akut
Glomerulonefritis akut adalah peradangan glomerulus secara mendadak. Peradangan akut
glomerulus terjadi akibat pengendapan kompleks antigen-antibodi di kapiler-kapiler
glomerulus. Kompleks biasanya terbentuk 7-20 hari setelah infeksi faring atau kulit oleh
streptococcus (glomerulonefritis pascastreptokokus) tetapi dapat timbul setelah infeksi lain.
Pengendapan kompleks antigen-antibodi di glomerulus akan memacu suatu rekasi
peradangan. Reaksi peradangan di glomerulus menyebabkan pengaktifan komplemen dan
degranulasi sel mast, sehingga terjadi peningkatan aliran darah, peningkatan permeabilitas
kapiler glomerulus, dan peningkatan filtrasi glomerulus. Protein plasma dan sel darah merah
bocor melalui glomerulus. Akhirnya membran glomerulus rusak sehingga terjadi
pembengkan dan edema di ruang intertisium Bowman. Hal ini meningkatkan tekanan cairan
intertisium, yang dapat menyebabkan kolapsnya setiap glomerulus di daerah tersebut.
Akhirnya, peningkatan tekanan cairan interstisium akan melawan filtrasi glomerulus lebih
lanjut.
Pengaktifan reakasi peradangan juga menarik sel-sel darah putih dan trombosit ke daerah
glomerulus. Pada peradangan, terjadi pengaktifan faktor-faktor koagulasi, yang dapat
menyebabkan pengendapan finrin, pembentukan jaringan parut, dan hilangnya fungsi
glomerulus. Membran glomerulus menebal dan menyebabkan penurunan GFR lebih lanjut.
Glomerulonefritis Progresif Cepat
Glomerulonefritis progresif cepat adalah peradangan glomerulus yang terjadi sedemikian
cepat sehingga terjadi penurunan GFR 50% dalam 3 bulan setelah awitan penyakit.
Glomerulonefritis progresif cepat dapat terjadi akibat perburukan Glomerulonefritis akut,
suatu penyakit otoimun, atau sebabnya idiopatik ( tidak diketahui ).
Glomerulonefritis progresif cepat berikatan dengan proliferasi difus sel-sel glomerulus di
dalam ruang Bowman. Hal ini menimbulkan struktur yang berbentuk mirip bulan sabit yang
merusak ruang Bowman. GFR menurun sehingga terjadi gagal ginjal.
Sindrom Goodpasture adalah suatu jenis Glomerulonefritis progresif cepat yang disebabkan
oleh terbentuknya oto-antibodi yang melawan sel-sel glomerulus itu sendiri. Kapiler paru
juga terkena. Terjadi pembentukan jaringan parut luas di glomerulus. Dalam beberapa
minggu atau bulan sering timbul gagal ginjal.
Glomerulonefritis Kronik
Glomerulonefritis kronik adalah peradangan lama di sel-sel glomerulus. Kelainan ini dapat
terjadi akibat glomerulonefritis akut yang tidak membaik atau timbul secara spontan.
Glomerulonefritis kronis sering timbul beberapa tahun setelah cedera dan peradangan
glomerulus subklinis yang disertai oleh hematuria (darah dalam urin) dan proteinuria (protein
dalam urin) ringan.
Penyebabnya sering kali adalah diabetes melitus dan hipertensi kronis. Kedua penyakit ini
berkaitan dengan cedera glomerulus yang bermakna dan berulang. Hasil akhir dari

peradangan tersebut adalah pembentukan jaringan parut dan menuruunnya fungsi glomerulus.
Kerusakan glomerulus sering diikuti oleh atrifu tubulus. Para pengidap glomerulonefritis
kronis yang disertai diabetes atau yang mungkin mengalami hipertensi ringan, memiliki
prognosis fungsi ginjal jangka panjang yang kurang baik. Glomerulonefritis kronis juga dapat
menyertai lupus eritematosus sistemik sekunder.
GAMBARAN KLINIS
a. Gambaran Klinis secara umum untuk semua glomerulonefritis :
1.

Penurunan volume urin

2.

Darah dalam urin (urin berwarna kecoklatan), baik makroskopik maupun mikroskopik

3.

Retensi cairan urin

b. Gambaran Klinis untuk Glomerulonefritis Akut :


1.
Pembengkakan jaringan (edema) karena retensi cairan cairan, edema pertama muncul
sebagai bengkak pada wajah dan kelopak mata dan kemudian menonjol pada kaki.
2.

Tekanan darah meningkat sebagai fungsi ginjal menjadi terganggu

3.
Pada saat tekanan darah meningkat juga terjadi pembengkakan otak sehingga
menghasilkan sakit kepala, gangguan visual, dan gangguan lebih serius fungsi otak (misalnya
kejang atau koma)
4.

Pada orang tua, gejala spesifik, seperti mual dan malaise.

c. Gambaran Klinis Glomerulonefritis Progresif Cepat :


1.

Kelemahan, kelelahan, dan demam

2.

Hilang nafsu makan, mual, muntah, sakit perut

3.

Nyeri sendi

d. Gambaran Klinis Glomerulonefritis Kronik :


1.

Tekanan darah tinggi

2.

Edema

B. DIAGNOSIS
a. Pemeriksaan fisik
Riwayat kesehatan umum, meliputi gangguan atau penyakit yang lalu, berhubungan dengan
penyakit sekarang. Contoh: ISPA

Riwayat kesehatan sekarang, meliputi; keluhan/gangguan yang berhubungan dengan penyakit


saat ini. Seperti; mendadak nyeri abdomen, Pinggang, edema.
PEMERIKSAAN FISIK
1. Aktivitas/istirahat

Gejala: kelemahan/malaise

Tanda: kelemahan otot, kehilangan tonus otot

2. Sirkulasi

Tanda: hipertensi, pucat,edema

3. Eliminasi

Gejala: perubahan pola berkemih (oliguri)

Tanda: Perubahan warna urine (kuning pekat, merah)

4. Makanan/cairan

Gejala: (edema), anoreksia, mual, muntah

Tanda: penurunan keluaran urine

5. Pernafasan

Gejala: nafas pendek

Tanda: Takipnea, dispnea, peningkatan frekwensi, kedalaman (pernafasan kusmaul)

6. Nyeri/kenyamanan

Gejala: nyeri pinggang, sakit kepala

Tanda: perilaku berhati-hati/distraksi, gelisah

b. Pemeriksaan Penunjang
Pada laboratorium didapatkan:

Hb menurun ( 8-11 )

Ureum dan serum kreatinin meningkat.

( Ureum : Laki-laki = 8,84-24,7 mmol/24jam atau 1-2,8 mg/24jam, wanita = 7,9-14,1


mmol/24jam atau 0,9-1,6 mg/24jam, Sedangkan Serum kreatinin : Laki-laki = 55-123
mikromol/L atau 0,6-1,4 mg/dl, wanita = 44-106 mikromol/L atau 0,5-1,2 mg/dl ).

Elektrolit serum (natrium meningkat, normalnya 1100 g)

Urinalisis (BJ. Urine meningkat : 1,015-1,025 , albumin , Eritrosit , leukosit )

Pada rontgen: IVP abnormalitas pada sistem penampungan (Ductus koligentes)

Dokter menyelidiki kemungkinan glomerulonefritis akut pada orang yang hasil uji
laboratorium menunjukkan disfungsi ginjal atau darah dalam air seni dan pada orang yang
mengembangkan gejala gangguan tersebut, terutama mereka yang memiliki radang
tenggorokan atau infeksi lain. Uji laboratorium menunjukkan jumlah variabel sel protein dan
darah dalam urin dan sering disfungsi ginjal, sebagaimana ditunjukkan oleh konsentrasi
tinggi urea dan (produk limbah) kreatinin dalam darah.
Pada orang dengan glomerulonefritis progresif cepat, cast (gumpalan sel darah merah atau sel
darah putih) yang hampir selalu terlihat dalam sampel urin yang diperiksa di bawah
mikroskop. Tes darah mendeteksi anemia dan sering abnormal tinggi jumlah sel darah putih.
Ketika dokter menduga glomerulonefritis, biopsi ginjal biasanya dilakukan untuk
mengkonfirmasi diagnosis, membantu menentukan penyebabnya, dan menentukan jumlah
jaringan parut dan potensi untuk reversibilitas. Biopsi ginjal dilakukan dengan memasukkan
jarum di salah satu ginjal bawah bimbingan ultrasound atau tomografi (CT) dihitung untuk
memperoleh sejumlah kecil jaringan ginjal. Walaupun ginjal biopsi merupakan prosedur
invasif dan kadang-kadang bisa menjadi rumit, biasanya aman.
Pengujian tambahan kadang-kadang membantu untuk mengidentifikasi penyebabnya.
Misalnya, budaya tenggorokan dapat memberikan bukti infeksi streptokokus. Darah tingkat
antibodi terhadap streptokokus mungkin lebih tinggi dari normal atau semakin bertambah
selama beberapa minggu. Glomerulonefritis akut yang mengikuti infeksi selain radang
tenggorokan biasanya lebih mudah untuk mendiagnosis, karena gejala sering mulai saat
infeksi masih jelas. Budaya dan tes darah yang membantu mengidentifikasi organisme yang
menyebabkan jenis lain infeksi kadang-kadang diperlukan untuk mengkonfirmasi diagnosis.
Glomerulonefritis kronis berkembang secara bertahap, dan karena itu, dokter mungkin tidak
dapat memberitahu kapan tepatnya dimulai. Ini mungkin ditemukan saat tes urine, dilakukan
sebagai bagian dari pemeriksaan medis, mengungkapkan adanya sel protein dan darah pada
orang yang merasa baik, memiliki fungsi ginjal normal, dan tidak memiliki gejala. Dokter
biasanya melakukan tes pencitraan pada ginjal, seperti USG, CT scan, atau Magnetic
Resonance Imaging (MRI) scan. ginjal Biopsi adalah cara yang paling dapat diandalkan
untuk membedakan glomerulonefritis kronis dari penyakit ginjal lainnya. Biopsi,
bagaimanapun, adalah jarang dilakukan dalam stadium lanjut. Dalam kasus ini, ginjal
menyusut dan bekas luka, dan kesempatan memperoleh informasi spesifik tentang
penyebabnya adalah kecil. Dokter menduga bahwa ginjal menyusut dan berbakat jika fungsi
ginjal sudah buruk untuk waktu yang lama dan ginjal muncul abnormal kecil pada tes
pencitraan.
Prognosis
Glomerulonefritis akut poststreptococcal menyebabkan sepenuhnya dalam banyak kasus,
terutama pada anak-anak. Sekitar 0,1% anak dan 25% dari orang dewasa menderita gagal
ginjal kronis.

Prognosis untuk orang dengan glomerulonefritis progresif cepat tergantung pada tingkat
keparahan jaringan parut glomerular dan apakah penyakit yang mendasari, seperti infeksi,
bisa disembuhkan. Pada sekitar 75% dari orang-orang yang diobati dini (dalam minggu
sampai beberapa bulan), fungsi ginjal dipertahankan dan dialisis tidak diperlukan.
Namun, karena gejala-gejala awal bisa tak jelas dan samar-samar, banyak orang yang telah
glomerulonefritis progresif cepat tidak menyadari penyakit yang mendasarinya dan tidak
mencari perawatan medis sampai gagal ginjal berkembang. Jika pengobatan terjadi terlambat,
orang tersebut lebih mungkin menderita gagal ginjal kronis. Prognosis juga tergantung pada
penyebab, usia orang tersebut, dan setiap penyakit lain orang tersebut mungkin. Jika
penyebabnya tidak diketahui atau orang yang lebih tua, prognosis lebih buruk.
Pada beberapa anak-anak dan orang dewasa yang tidak pulih sepenuhnya dari
glomerulonefritis akut, jenis gangguan ginjal berkembang, seperti proteinuria asimtomatik
dan sindrom hematuria atau sindrom nefrotik. Orang lain dengan glomerulonefritis akut,
terutama orang dewasa yang lebih tua, sering mengembangkan glomerulonefritis kronis.
C. KOMPLIKASI
1.

Dapat menyebabkan gagal ginjal

2.

Enselofati

3.

Hipertensi

4.

Gangguan sirkulasi

5.

Anemia

D. PENATALAKSANAAN
1.
Apabila kelainan disebabkan oleh glomerulonefritis pasca sterptococcus akut, maka
diperlukan terapi antibiotik.
2.
Kerusakan glomerulus akibat proses otoimun dapat diobati dengan kortikosteroid untuk
imunosupresi.
3.
Pada Glumerulonefritis progresif cepat dapat digunakan antikoagulan untuk
mengurangi pengedapan fibrin dan pembentukan jaringan parut.
4.
Kontrol glukosa yang ketat pada penderita diabetes terbukti memperlambat atau
mengurangi progresi glomerulonefritis. Penelitian menunjukkan inhibitor enzim pengubahangiotensin ( ACE ) dapat mengurangi kerusakan glomerulus pada penderita diabetes bahkan
jika tidak terbukti adanya hipertensi nyata.
5.
Inhibotor ACE dapat mengurangi kerusakan glomerulus pada individu dengan
hipertensi kronis.
6.

Istirahat 1-2 minggu.

7.

Modifikasi diet.

8.

Pembatasan cairan dan natrium.

9.

Antihipertensi

10. Pemberian diuretik furosemid secara IV (1mg/kg BB dosis tunggal)


11. Bila anuria berlangsung lama (5-7 hari) dianjurkan dialisa peritoneal atau hemodialisa.
Pemeriksaan penunjang yang penting pada pasien dengan dugaan glomerulonefritis
mencakup penilaian fungsi ginjal dengan kreatinin serum dan bersihan kreatinin, tes dipstik
urine, dan pemeriksaan mikroskopik terutama untuk mencari sel darah merah dan silinder,
ekskresi protein 24 jam, dan USG ginjal untuk mengetahui ukuran ginjal. Proteinurea yang
signifikan (lebih dari 1g/hari) merupakan petunjuk kuat adanya glomerulonefritis. Tes-tes
imunologis penting untuk menentukan apakah glomerolunefritis tersebut bersifat sekunder
atau tidak, dan tes ini harus mengikutsertakan antibody sitoplasmik antineutrofil
(antineutrophil cytoplasmic antibodies, ANCA), faktor antinuklear (antinucleat factor, ANF),
komplemen C3 dan C4, antibody anti-membran basal glomerolus (anti-glomerular basal
membrane, anti-GMB), dan titer antistreptolisin O atau ASO. Biopsi ginjal dibutuhkan untuk
menegakkan diagnosis yang akurat, namun biasanya tidak dilakukan apabila ginjal berukuran
kecil.
Tarapi glomerulonefritis tergantung dari jenisnya:
1.
Pada glomerulonefritis lesi minimal, terapu kortikosteroid sering kali menimbulkan
remisi. Separuh dari pasien dewasa mengalami relaps satu kali setelah remisi awal: hal ini
merupakan indikasi pemberian regimen kortikosteroid kedua. Relaps-relpas berikutnya dan
kegagalan untuk menimbulkan remisi adalah indikasi untuk dilakukannya prosedur
imunosupresi yang lebih agresif.
2.
Prognosis glomerulonefritis membranosa cukup bervariasi. Dalam sepuluh tahun, 25%
mengalami remisi spontan, 25% mengalami proteinurea nonnefrotik yang resisten, 25%
mengalami proteinurea nefrotik, dan 25% mengalami gagal ginjal. Pada pasien dengan
penurunan fungsi ginjal, rejimen pengobatan dengan steroid dan klorambusil (rejimen
ponticelli) cukup menguntungkan. GN membranosa yang disebabkna oleh obat-abatan dapat
mengalami remisi setelah penghentian pengobatan.
3.
Pada RPGN atau glomerulonefritis sekunder, biasanya diberikan rejimen imunosupresi
yang lebih agresif, termasuk kortikosteroid, siklofosfamid, dan plasmaferesis.
4.
Pada GN, terapi yang agresif terhadap tekanan darah dapat mengurangi kecepatan
progresifitas penyakit, pengendalian lipid adalah penting, dan obat-obatan yang bersifat
nefrotoksik harus dihindari.
DAFTAR PUSTAKA
Arfin, Behrama Kliegman, 2000. Nelson : Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta : EEC
Brunner and Suddarth, 2001. Keperawatan Medikal Bedah. Ed.8 Vol.2. Jakarta : EEC

Carpenito, Lynda Juall, 2000. Diagnosa Keperawatan. Ed.8. Jakarta : EEC


Doengoes, Marilynn E, 1999. Rencana Asuhan Keperawatan. Ed.3. Jakarta : EEC
Mansjoer, Arif.dkk, 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Ed.3. Jilid 2. Jakarta : Media
Aesculapius. FKUI
Tentang iklan-iklan ini

Share this:

Berbagi

Terkait
Tubular Nekrosis Akutdalam "patofisiologi"
Konsep Patofisiologisdalam "patofisiologi"
Typusdalam "Diagnostik Klinik"

About riezakirah

You might also like