Professional Documents
Culture Documents
BAB 1
LAPORAN KASUS
1.1
1.2
Identitas Pasien
Nama
Umur
Jenis kelamin
Alamat
Agama
Suku bangsa
Dirawat di
Tanggal masuk
Tanggal pemeriksaan
No. RM
: An. AS
: 1 Tahun
: Laki-laki
: Kedungsari 02/01, Gebog-Kudus
: Islam
: Jawa
: Bougenville 2
: 23 Maret 2016
: 24 Maret 2016
: 729 823
Anamnesis
Alloanamnesis dilakukan kepada orangtua pasien pada tanggal 24 Maret 2016 pukul
09.00 wib
1.2.1
Keluhan Utama
Kejang
1.2.2
Keluhan Tambahan
Demam
1.2.3
Kejang Demam
1.2.4
1.2.5
1.2.6
Riwayat Pengobatan
Pasien sebelumnya sudah diberikan sirup parasetamol tetapi demam tidak turun.
1.2.7
Riwayat Prenatal
Ibu pasien memeriksakan kandungannya ke bidan setiap bulan secara teratur . Selama
hamil ibu pasien mengaku mendapat imunisasi TT 2x di bidan. Tidak pernah
mengalami sakit serius selama masa kehamilan.
1.2.8
Riwayat Kelahiran
Anak laki-laki lahir dari ibu dengan G1P0A0, hamil 39 minggu, persalinan ditolong
oleh bidan, anak lahir langsung menangis. Lahir secara spontan per vaginam dengan :
Berat badan : 3600 gram
Panjang badan : 49 cm
Lingkar kepala : tidak diketahui
Lingkar dada : tidak diketahui
Tanpa cacat bawaan
1.2.9
Kejang Demam
Hal ini menunjukkan bahwa pertumbuhan dan perkembangan pasien sesuai dengan
anak seusianya.
Kejang Demam
Kejang Demam
Interpretasi
ILMU KESEHATAN ANAK
Fakultas kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode : 22 februari- 30 April 2016
Kejang Demam
Pemeriksaan Fisik
Dilakukan pada tanggal 24 Maret 2016 pukul 09.30 wib, didampingi oleh ibu dan
ayah pasien.
Keadaan umum : Lemah
Kesadaran
: Compos Mentis, GCS 15
Tanda vital
:
Nadi
: 115 x/menit, regular, isi cukup
Pernafasan
: 25 x/menit
SpO2
: 99%
Suhu
: 38,8 oC (axilla)
Pemeriksaan Sistematis
Kepala
Bentuk dan ukuran
Rambut
Leher
Mata
Hasil Pemeriksaan
Normosefali
Warna hitam, distribusi merata, tidak mudah
dicabut
Kaku kuduk (-)
Konjungtiva tidak pucat, sclera tidak ikterik,
Kejang Demam
Mulut
Bibir
Lidah
Tonsil
Faring
Leher
Thorax
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
o Bunyi napas
o Bunyi jantung
Bunyi nafas vesikuler, ronki -/-, wheezing -/Bunyi jantung I dan II regular, murmur (-),
gallop (-)
Abdomen
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
Anggota gerak
Tampak datar
Supel, hepar dan lien tidak teraba
Timpani pada semua kuadran
Bising usus (+) Normal
Akral hangat, capillary refill time< 2 detik,
Kulit
edema(-), sianosis(-)
Turgor baik, kulit tidak kering, sianosis (-),
warna kulit kuning langsat
Kejang Demam
Pemeriksaan Neurologis
-
1.4
Resume
Telah diperiksa pasien anak laki-laki usia 1 tahun dengan berat badan 9,3 kg dan
tinggi badan 74 cm dengan keluhan kejang kurang lebih 10 menit, kelojotan dengan
mata mendelik keatas, setelah kejang pasien sadar dan menangis. Riwayat demam 3
hari SMRS, sudah diberi paracetamol sirup demam tidak turun. Tidak terdapat riwayat
kejang demam dan tidak terdapat riwayat trauma kepala.
Telah dilakukan pemeriksaan tanda vital : nadi 115 x/menit, regular, isi cukup,
Pernafasan: 25 x /menit, Suhu 38,8 C. Pemeriksaan fisik dan neurologis dalam batas
normal.
1.5
1.5.1
Diagnosis
Diagnosis Kerja
Kejang demam simpleks
1.5.2
Diagnosis Banding
Kejang demam kompleks
Status epileptikus
1.6
1.6.1
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Laboratorium
Kejang Demam
Hemoglobin
Eritrosit
Hematokrit
Trombosit
Leukosit
Netrofil
Limfosit
Monosit
Eosinofil
Basofil
MCH
MCHC
MCV
S.typhi O
S.typhi H
S.paratyphi AH
S.paratyphi BH
Hasil
10.2g/dL
3,92jt/ul
30%
187 103/ul
14,7 103 /ul
69,3
22,5
7,5
0.1
0,2
26,0 pg
34,0 g/dL
76,5 fL
(+) 1/160
(+) 1/80
Negatif
Negatif
Nilai Rujukan
11,5-13,5 g/dL
3,9-5,9 jt/ul
34-40 %
150-400 103/ul
6,0-17,03/ul
50-70
25-40
2-8
2-4
0-1
27,0-31,0pg
33,0-37,0 g/dL
79,0-99,0fL
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
1.7
1.7.1
Penatalaksanaan
Penatalaksanaan Farmakologis
IVFD RL 10 tpm
Cotrimoxazol 2x100 mg IV
Paracetamol 4x1 cth
Stesolid 5 mg supp
1.7.2
Kejang Demam
1.8
Prognosis
ad Vitam
ad Fungtionam
ad Sanationam
: bonam
: dubia ad bonam
: dubia ad bonam
FOLLOW UP
Tanggal
24/03/2016
25/03/2016
26/03/2016
S:
Demam (+),
Kejang (-). Makan
dan minum baik.
BAK dan BAB dbn
KU
Lemah
Lemah
Baik
Kesadaran
GCS
Nadi
Suhu
RR
Mata
Cor
Compos mentis
15
115
38.8 (aksila)
25
CA -/- , SI -/Bunyi jantung S1-S2
Compos mentis
15
119
38 (aksila)
27
CA -/- , SI -/Bunyi jantung S1-S2
Compos mentis
15
109
37,7 (aksila)
25
CA -/- , SI -/Bunyi jantung S1-
tunggal, reguler,
tunggal, reguler,
S2 tunggal, reguler,
O:
Pulmonal
(-)
sdV +/+, ronkhi -/-,
Abdomen
Oedema-/-
NT (-)
Turgor baik.
Akral hangat,
Oedema-/-
normal, NT (-)
Turgor baik.
Akral hangat,
Oedema-/-
KDS
KDS
KDS
NT (-)
Kulit
Turgor baik.
Ekstremitas Akral hangat,
wA:
10
Kejang Demam
IVFD RL 10 tpm
Cotrimoxazol
2x100 mg IV
Metronidazol
3x200 mg IV
Paracetamol 4x1
cth
IVFD RL 10 tpm
Cotrimoxazol
2x100 mg IV
IVFD RL 10 tpm
Cotrimoxazol
2x100 mg IV
Metronidazol
Metronidazol
3x200 mg IV
Paracetamol 4x1
3x200 mg IV
Paracetamol
cth
4x1 cth
BAB 2
ILMU KESEHATAN ANAK
Fakultas kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode : 22 februari- 30 April 2016
11
Kejang Demam
TINJAUAN PUSTAKA
Kejang Demam
2.1 Definisi
Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu
rektal diatas 38C) yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium. Kejang demam terjadi
pada 2 - 4% anak berumur 6 bulan - 5 tahun.
Menurut ILAE, Commission on Epidemiology and Prognosis Epilepsi anak yang
pernah mengalami kejang tanpa demam, kemudian mengalami kejang demam tidak termasuk
dalam kejang demam dan kejang disertai demam yang terjadi pada bayi berumur kurang dari
1 bulan juga tidak termasuk dalam kejang demam.
2.2 Manifestasi Klinis
Bangkitan kejang pada bayi dan anak-anak sering terjadi bersamaan dengan kenaikan
suhu badan yang tinggi dan cepat, biasanya berkembang bila suhu tubuh mencapai 39C atau
lebih, disebabkan oleh infeksi di luar susunan saraf pusat (ISPA, OMA, dll).
Serangan kejang biasanya terjadi 24 jam pertama sewaktu demam. Kejang dapat
bersifat tonik-klonik, tonik, klonik, fokal, atau akinetik. Berlangsung singkat beberapa detik
sampai 10 menit, diikuti periode mengantuk singkat pasca kejang. Kejang demam yang
menetap lebih dari 15 menit menunjukkan adanya penyebab organik seperti infeksi atau
toksik dan memerlukan pengamatan menyeluruh.
2.3 Patofisiologi
Sel dikelilingi oleh suatu membran yang terdiri dari permukaan dalam (lipid) dan
permukaan luar (ion). Dalam keadaan normal membran sel neuron dapat dengan mudah
dilalui oleh ion Kalium (K+) dan sangat sulit dilalui oleh ion Natrium (Na +) dan elektrolit
lainnya kecuali Klorida (Cl-). Akibatnya konsentrasi ion K dalam sel neuron tinggi dan ion
Na rendah. Karena perbedaan jenis dan konsentrasi ion di dalam dan luar sel maka terdapat
potensial membran sel neuron. Untuk menjaga keseimbangan potensial membran ini
diperlukan energi dan bantuan enzim Na-K-ATP-ase yang terdapat pada permukaan sel.
12
Kejang Demam
Pada keadaan demam, kenaikan suhu 1C akan menaikan metabolisme basal 10-15%
dan kebutuhan oksigen akan meningkat 20%. Pada seorang anak berusia 3 tahun, sirkulasi
otak mencapai 65% dari seluruh tubuh, dibandingkan orang dewasa yang hanya 15%. Jadi
pada kenaikan suhu tubuh tertentu, dapat terjadi perubahan keseimbangan dari membran sel
neuron,dan dalam waktu yang singkat terjadi difusi ion K maupun Na melalui membran.
Perpindahan ini mengakibatkan lepas muatan listrik yang besar, sehingga meluas ke
membran sel lain melalui neurotransmitter, dan terjadilah kejang.
Tiap anak mempunyai ambang kejang yang berbeda. Pada anak dengan ambang
kejang yang rendah, kejang telah terjadi pada suhu 38C. Pada anak dengan ambang kejang
yang tinggi, kejang baru terjadi pada suhu 40C. Terulangnya kejang demam lebih sering
terjadi pada anak dengan ambang kejang yang rendah, sehingga dalam penanggulangannya
perlu diperhatikan pada suhu berapa penderita kejang.
13
Kejang Demam
Kejang Demam Sederhana (Simple Febrile Seizure) merupakan 80% di antara seluruh
kejang demam.
Kejang fokal atau parsial satu sisi, atau kejang umum didahului kejang parsial.
14
Kejang Demam
Selain klasifikasi diatas, terdapat juga klasifikasi lain, yaitu klasifikasi Livingston.
Klasifikasi ini dibuat karena jika anak kejang maka akan timbul pertanyaan, dapatkah
diramalkan dari sifat dan gejala mana yang memiliki kemungkinan lebih besar untuk
menderita epilepsi. Livingston (1954) membagi kejang demam atas 2 golongan :
1. Kejang demam sederhana (simple febrile convulsion)
2. Epilepsi yang diprovokasi oleh demam (epilepsy triggered off by fever)
Modifikasi Livingston diatas dibuat untuk diagnosis kejang demam sederhana adalah:
1. Umur anak ketika kejang adalah 6 bulan dan 4 tahun
2. Kejang berlangsung hanya sebentar saja, tidak lebih dari 15 menit
3. Kejang bersifat umum
4. Kejang timbul dalam 16 jam pertama setelah timbulnya demam
5. Pemeriksaan saraf sebelum dan sesudah kejang normal
6. Pemeriksaan EEG yang dibuat sedikitnya 1 minggu sesudah suhu normal tidak
menunjukkan kelainan
7. Frekuensi bangkitan kejang di dalam 1 tahun tidak melebihi 4 kali.
Kejang demam yang tidak memenuhi salah satu atau lebih dari ketujuh kriteria
modifikasi Livingston diatas digolongkan pada epilepsi yang diprovokasi oleh demam.
Kejang kelompok kedua ini memiliki kelainan yang menyebabkan timbulnya kejang,
sedangkan demam hanya merupakan faktor pencetus saja.
2.5 Diagnostik
Dari anamnesis yang harus ditanyakan adalah adanya kejang, kesadaran, lama kejang,
suhu sebelum/ saat kejang, frekuensi, interval, keadaan pasca kejang, penyebab demam di
luar susunan saraf pusat. Riwayat perkembangan anak, riwayat kejang demam dalam
keluarga, epilepsi dalam keluarga. Pertanyaan juga harus menyingkirkan penyebab kejang
lainnya, misalnya tetanus.
Pemeriksaan fisik yang harus dilakukan adalah kesadaran, suhu tubuh, tanda rangsang
meningeal, refleks patologis, tanda peningkatan tekanan intrakranial, tanda infeksi di luar
SSP.
Pemeriksaan penunjang dilakukan sesuai indikasi untuk mencari penyebab kejang
demam, di antaranya:
a)
Pemeriksaan darah tepi lengkap, gula darah, elektrolit, kalsium serum, urinalisis, biakan
15
Kejang Demam
menderita meningitis. Pemeriksaan ini pada KDS masih kontroversial karena masih
c)
Jika pasien datang dalam keadaan kejang, berikan diazepam intravena dengan dosis
0,3-0,5 mg/kg perlahan-lahan dengan kecepatan 1-2 mg/menit atau dalam waktu 3-5 menit
dengan dosis maksimal 20 mg. Obat yang praktis dan dapat diberikan oleh orang tua dirumah
adalah diazepam rektal dengan dosis 0,5-0,75 mg/kg atau diazepam rektal untuk anak dengan
berat badan kurang dari 10kg dan 10 mg untuk anak dengan berat badan lebih dari 10 kg.
Atau diazpam rektal dengan dosis 5 mg untuk anak dibawah 3 tahun atau dosis 7,5 mg untuk
anak diatas usia 3 tahun.
ILMU KESEHATAN ANAK
Fakultas kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode : 22 februari- 30 April 2016
16
Kejang Demam
Bila pada pemberian diazepam rektal kejang belum berhenti, diazepam dapat
diberikan lagi dengan interval 5 menit. Bila masih gagal dianjurkan ke RS dan diberikan
diazepam intravena dengan dosis 0,3-0,5 mg/kg. Bila masih belum berhenti berikan fenitoin
secara IV dengan dosis awal 10-20 mg/kg/ kali dengan kecepatan 1mg/kg/menit atau kurang
dari 50 mg/menit. Bila kejang berhenti dosis selanjutnya adalah 4-8 mg/kg/ hari dimulai 12
jam setelah dosis awal. Bila belum berhenti maka pasien harus dirawat di ruang rawat
intensif.
Bila kejang berhenti, tentukan apakah anak termasuk dalam kejang demam yang
memerlukan pengobatan rumatan atau hanya memerlukan pengobatan intermiten bila demam.
Pengobatan rumatan adalah pengobatan yang diberikan terus menerus untuk waktu yang
cukup lama, yaitu 1 tahun bebas kejang, kemudian dihentikan secara bertahap selama 1-2
bulan. Pengobtan rumatan diberikan bila kejang demam menunjukkan salah satu atau lebih
gejala berikut :
17
Kejang Demam
2.7 Komplikasi
Kejang demam yang berlangsung singkat pada umumnya tidak berbahaya dan tidak
menimbulkan gejala sisa. Tetapi pada kejang yang berlangsung lebih lama (>15 menit)
biasanya disertai apnoe, hipoksemia, hiperkapnea, asidosis laktat, hipotensi artrial, suhu
tubuh makin meningkat, metabolisme otak meningkat.
2.8 Prognosis
ILMU KESEHATAN ANAK
Fakultas kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode : 22 februari- 30 April 2016
18
Kejang Demam
Daftar Pustaka
1. Pusponegoro Hardiono D, Widodo Dwi Putro, Ismael Sofyan. Konsensus
Penatalaksanaan Kejang Demam. Unit Kerja Koordinasi Neurologi Ikatan Dokter
Anak Indonesia, Jakarta. 2006.
19
Kejang Demam
2. Saharso Darto. Kejang Demam, dalam Pedoman Diagnosis dan Terapi Bag./SMF
Ilmu Kesehatan Anak RSU dr. Soetomo, Surabaya. 2006
3. Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FK Unhas. Standar Pelayanan Medik. Bagian
Ilmu Kesehatan Anak FK Unhas Makassar.
4. Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI. Ilmu Kesehatan Anak. Bagian Ilmu
KesehatanAnak FKUI Jakarta. 1985
5. Hendarto S. K. Kejang Demam. Subbagian Saraf Anak, Bagian Ilmu Kesehatan
Anak,Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, RSCM, Jakarta. Cermin Dunia
Kedokteran No. 27.1982
6. Haslam Robert H. A. Sistem Saraf, dalam Ilmu Kesehatan Anak Nelson, Vol. 3, Edisi
15. Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta. 2000;
20