You are on page 1of 32

D.

Keseimbangan cairan dan elektrolit


Pendahuluan
Tubuh manusia terdiri dari dua bagian utama yaitu yang padat dan baigian
yang cair. Bagian padat teridiri dari tulang, kuku, rambut otot dan jaringan yang lain.
Sedangkan bagian yang cair merupakan bagian terbesar didalam tubuh yang berada
intra seluler, ekstra seluler dan bahkan dalam bagian yang padat pun berisi cairan.
Cairan dan elektrolit didalam tubuh merupakan satu kesatuan yang tidak
terpisahkan. Komposisi cairan dan elektrolit didalam tubuh diatur sedemikian rupa
agar keseimbangan fungsi organ vital dapat dipertahankan.
Keseimbangan distrbusi cairan dan elektrolit diatur melalui mekanisme
pengaturan yang beraneka ragam yang terjalin dalam satu kesatuan. Apabila terjadi
ganguan keseimbangan, segera akan diikuti oleh mekanisme kompensaisi untuk
mempertahankan kondisi optimal sehigga fungsi organ vital dapat dipertahankan.
Agar keseimbangan cairan dan elektrolit dapat dipertahankan secara optimal
dan terus menerus, diperlukan system irigasi yang memadai, maksudnya ada
masukan, pendistribusian pengolahan dan keluaran, yang masing masing diatur
melalui mekanisme tersendiri yang satu sma lain saling berkaitan.
Dalam keadaan normal air dan elektrolit, masuk melalui saluran cerna,
melalui proses penyerapan air dan elektrolit tersebut, masuk kedalam system
sirkulasi, selanjutnya didistribusikan keseluruh jaringan tubuh sebagai media
transportasi, subtansi yang terlarut. Kemudian, setelah ikut serta mengalami proses
pengolahan, dan elemen yang terlarut sebagai hasil olahan, kemabali masuk dalam
sirkulasi untuk digunakan atau dibuang melalui organ organ yang terkait.
Ginjal, yang merupakan salah satu organ penting dalam system irigasi
didalam tubuh, diandaikan sebagai sebuah pintu air yang berfungsi menahan
apabila cadangan air dalam tubuh berkurang, sebaliknya akan mengeluarkanya dalam

jlah yang banyak apabila terdapat kelebihan air didalam tubuh. Gangguan system
irigasi bias terjadi dalam bentuk gangguan masukan, distribusi, pengolahan dan
keluaran, masing masing bias menimbulkan keadaan patologis yang mengancam.
Distribusi dan komposisi cairan tubuh
Cairan tubuh total yang jumlahnya rata-rata 60% dari berat badan, dibagi
menjadi dua petak cairan utama, yaitu petak cairan intraseluler dan petak cairan
ekstraseluler. Petak cairan intraseluler kira-kira 40% dari berat badan sedangkan
petak cairan ekstraseluler 20% dari berat badan, terdiri dari 5% plasma dan 15%
cairan intertisial (tabel 1)
Jumlah cairan tubuh total pada masing-masing individu dapat bervariasi,
menurut umur,berat badan,jenis kelamin.Jumlah cairan tergantung dengan jumlah
lemak tubuh.Lemak tubuh tidak mengandung air, semakin banyak lemak semakin
sedikit mengandung air. Laki-laki normal dewasa berlemak sedang, mengandung
cairan kira-kira 60%BB sedangkan wanita normal dewasa lebih banyak lemak dan
mengandung cairan kira-kira 54%BB. (tabel 2)
Petak cairan intertisial, merupakan petak cairan tambahan Petak cairan
interstisial, merupakan petak cairan tambahal yang terdirl clari cairan dalam rongga
serosa, cairan dalam ruangal sinovial, cairan dalam traktus gastro-intestinal, cairan
dalam traktus biliaris dan cairan serebrospinalis.
Tabel 1: Distribusi cairan tubuh
Distribusi cairan
Total cairan tubuh (%)
Dalam sel
Diluar sel
Plasma

Laki-laki
60
40
20
4

Perempuan
50
30
20
4

bayi
75
40
35
5

Intertisial

16

16

30

Tabel 2 : Perbandingan komposisi cairan tubuh antara laki-laki dan perempuan


Laki-laki
Air
Lemak
Perempuan
Air
Lemak

kurus
70
40

normal
60
18

Gemuk
50
32

60
18

50
32

42
42

Ada 2 jenis bahan yang terlarut di dalam cairan tubuh, vaitu elektrolit dan nonelektrolit.
Non-elektrolit.
Adalah molekul-molekul yang statis menjadi partikel-partikei, yang terdiri
dari dekstrose, ureum, dan kreatinin.
Elektrolit.
Adalah molekul-molekul yang pecah menjadi partikeI-partikei bermuatan
Iistrik (ion). Kation, adalah ion yang bermuatan positif sedangkan anion adalah ion
yang bermuatan negatif. Keseimbangan kimiawi harus selalu dipertahankan, jumlah
total kation selalu sama dengan jumlah total anion. Jumlah muatan dan
konsentrasinya dinyatakan dalam miliequivalen (mEq)/L.
Komposisi elektrolit pada masing-masing petak cairan berbedabeda. Cairan
intra sel Iebih banyak mengandung ion kalium dan fosfat, sebaliknya cairan ekstra sel
Iebih dominan ion natrium dan klorida. (Iihat tabel 3 dan 4).
Tabel 3 Komposisi elektrolit ekstraseluler
Kation
Na+
K+
Ca++
Mg++

mEq/L
142
5
5
1

Anion
HCO3C1HPO4=
SO4=

mEq/L
24
105
2
1

total

Asam Org
Protein
Total

154

6
16
154

Tabel 4 Komposisi elektrolit intraseluler


Kation
Na+
K+
Ca++
Mg++

mEq/L
15
150
2
27

total

194

Anion
HCO3CLHPO4=
SO4=
protein
Total

mEq/L
10
1
100
20
63
194

Kesaimbangan Cairan dan Elektrolit.


Cairan tubuh yang terbagi manjadi petak-petak cairan dalam keadaan normal
relatif konstan. Antara petak satu dengan yang lainnya dibatasi oleh membran yang
semi permiabel. Masing-masing petak cairan mengandung elektroiit yang sangat
berperan dalam mempertahankan keseimbangan cairan pada masing-masing petak
cairan tersebut.
Ada beberapa mekanisme pengaturan keseimbangan cairan dan elektroiit
antara masing-masing petak cairan.

1. Keseimbangan Donnan.
A
H2O

B
Na+

Na+

CL-

Cl-

Na+
Cl-

Apabila 2 macam cairan, air dan larutan NaCl ditempatkan pada masingmasing sisi dari suatu membran yang permeabel terhadap ion Na dan Cl, maka
keduanya akan meiewati membran tersebut sehingga konsentrasi di kedua sisi
membran sama. Apabila pada suatu sisi dari membran terdapat NaCi sedang disisi
lain garam Na dari suatu protein (Na-R) sedangkan membran tersebut tidak
permeabel terhadap ion R (Protein) tetapi permeabel terhadap ion lain, maka NaCl
akan menembus masuk ke kiri (Iihat bagan).
A
Na+

B
Na+

Na+

R-

Cl-

R-

(1)

(2)

(1)

Na+

(2)

Na1 x Nazx Cl2


Pada (1) Na + ~ CI-+ RPada (2) Na + = CI2. Osmolalitas dan Osmolaritas.
Pengertian:

Osmolalitas suatu cairan ialah jumlah osmol dari solut per kilogram solven

(dalam klinik disebutkan dengan mosmol/kg.)


Osmolaritas suatu cairan ialah jumlah osmol dari selute per liter cairan.
Keadaan ini tergantung pada suhu.

Aktivitas osmotik suatu substansi dalam cairan tergantung hanya dari jumlah partikel
yang Iarut, tidak pada beratnya atau valensinya. Oleh karena itu maka pada substansi
yang terionisir Iengkap akan mempunyai efek 2 kali dari substansi yang sama yang
dalam keadaan tidak terionisir.

Osmolalitas cairan.
Faktor determinan yang terpenting yang menentukan osmoalalitas cairan ekstra
seluler ialah kadar ion Na. Bila kadar Na+ naik maka osmolaritas naik, air akan
ditarik dari sel untuk mempertahankan kembali osmolaritas tetap isotonis. Bila terjadi
hiponatremia yang akut maka akan menyebabkan penambahan jumlah air
selulertanpa memandang seluruh cairan tubuh total. Perubahan kadar Na+ lebih
sering disebabkan oleh perubahan volume air. Sedangkan faktor determinan
osmolalitas cairan intraseluler ialah kadar K+ intraseluler. Sampai sekarang belum
jelas, apakah K+ atau Na+ yang merupakan pengontrol utama dari osmolalitas tubuh.
3. Tekanan Koloid Osmotik.
Koloid merupakan molekul protein dengan BM lebih dari 20000-30000.
Walaupun hanya merupakan 0,5% dari osmolalitas plasma total, namun mempunyai
arti yang sangat panting. Hal ini disebabkan karena permeabilitas kapilerterhadap
koloid sangat kecil, sehingga mempunyai efek menahan air dalam komponen plasma.
Serta mempertahankan air antar petak cairan dalam tubuh. Bila tekanan koloid
osmotik turun, akanmerupakan faktor penyebab dalam timbulnya edema paru.
Tekanan koloid osmotik normal 20-25 mmHg (pada keadaan berdiri lebih
besar dari pada tidur). Tekanan ini sebagian besar dipengaruhi oleh plasma protein,
walaupun dalam keadaan stabil korelasi antara plasma albumin dan tekanan stabil
korelasi antara plasma album dan tekanan koloid osmotik tidak dapat dipercaya.
4. Kekuatan Starling (Starlings forces)

Tekanan koloid osmotik plasma kira-kira 25 mmHg sedang tekanan darah 36


mmHg pada ujung arteri dari kapiler darah dan 15 mmhg pada ujung vena. Keadaan
ini menyebabkan terjadinya difusi air dan ion-ion yang dapat berdifusi keluar dari
kapiler masuk ke cairan interstisiil pada akhir arteri dan reabsorbsi berkisar 90% dari
cairan ini pada akhir arteri dan reabsorbsi berkisar 90% dari cairan ini pada ujung
venous.
5. Pompa Natrium.
Protein intrasel yang tidak dapat berdifusi cenderung menerik air kedalam sel.
Natrium masuk kedalam sel dengan cara difusi dari kadar ekstrasel yang tinggi ke
intrasel yang rendah. lni dilmbangi dengan pompa natrium yang ada dalam sek ke
cairan ekstraseluler. Pompa natrium tergantung dari persediaan ATP, walaupun
hambatan ini sebagian diantagonis oleh kalium.

Sisiem pengaturan cairan tubuh.


Cairan tubuh relatif stabil dalam petaknya masing-masing, sedikit sekali
mengalami fluktuasi. Apabila terjadi kegoncangan cairan tubuh, mekanlsme kendali
akan segera bekerja untuk mempertahankannya.
Mekanisme pengaturannya dilakukan melalui dua cara:
1. Kendali Osmolar
2. Kendali Non Osmolar.
1. Kendali Osmolar.
Mekanisme kendali ini sangat dominan dan efektif dalam mengatur volume
cairan ekstra seluler.

Mekanisme kendalinya dilakukan meIalui:


1.1. Sistem Osmoreseptor Hipothalamus-Hipofisis -ADH,
Di daerah hipotalamus bagian anterior yang merupakan bagian dari nukleus
supra optik, terdapat neuron khusus yang dikenal sebagai osmoreceptor. Sel-sel ini
mengandung vesikel-vesikel besar yang mengandung cairan. Vesike! ini dapat
mengembang atau mengeriput sesuai dengan osmolaritas cairan ekstra seluler.
Aktivitas reseptor ini berlangsung terus menerus, tidak pernah berhanti.
Apabila cairan ekstraseluler Iebih pekat, osmolaritasnya akan meningkatkan maka
vesikel mengeriput. Hal ini akan meningkatkan pelepasan impuls. Sebaliknya bila
osmolaritas cairan ekstra seluler turun, maka vesikel akan mengembang, sehingga
impuls yang dilepas dari reseptor ini berkurang atau berhenti. lmpuls ini akan
merangsang hipofise posterior untuk melepaskan ADH. Jadi makin tinggi osmolaritas
cairan ekstraseluler, makin banyak ADH yang dilepaskan.
Sebaliknya makin rendah osmolaritas cairan ekstraseluler makin sedikit ADH
yang dilepaskan. ' ADH bekerja ditubulus kontortus distalis dan tubulus kolektivus
untuk menghemat air dengan memperbanyak reabsorbsinya, sehingga osmolaritas
cairan ekstraseluler turun, akantetapi dipihak Iain produksi urin akan berkurang tetapi
Iebih pekat.
Pada keadaan dimana pelepasan ADH kurang atau tidak ada, maka jumlah
airyang dibuang lewat urin menjadi 5-20 x normal. Sebaliknya bila pelepasan ADH
meningkat, reabsorpsi air meningkat sehingga produksi urin menurun sampai 1/3 dari
normal.
1.2. Sistem Renin-Angiotensin-Aldosteron.
Mekanisme kendali ini bekerja apabila terjadi perubahan keseimbangan cairan
yang bersifat isotonik. Mekanisme pengaturannya melalui pengaturan Na terutama

melalui ekse resi Na lewat urin. Pengaturan ini dilakukan melalui intert aksi antara
aktivitas ginjal dengan hormon kortek adrenal.
Keseimbangan natrium diatur melalui proses filtrasi glomerulus dan
reabsorbsi tubulus. Dari sekian banyak Na yang keluar melalui filtrasi ini, lebih dari
95% direabsorbsi oleh tubulus. kortek adrenal merupakan faktor utama yang menjaga
volume cairan ekstra seluler melalui efek hormon aldosteron terhadap Na. Sebagian
besar, hampur 2/3 dari retensi Na terjadi oleh aktivitasnya.
Renin merupakan suatu hormon proteolitik yang disin~ tesis, disimpan dan
dieksresi oleh ginjal. Renin disentesis di "Juxtaglomerular apparatus. Pelepasan renin,
secara teori dipengaruhi oleh baroreseptor ginjal.

Ada 2 mekanisme yang berperan dalam pelepasan renin.


(l). Konsep makula lutea.
Hal ini tergantung dari perubahan Na dalam tubulus distalis. Bila Na yang
terdapat dalam tubulus distalis menurun, maka akan diikuti oleh berkurangnya
volume tubulus sehingga akan mengurangi kontak antara makula dengan sel-sel
arteriole. Keadaan ini akan diikuti
oleh pelepasan renin.
(2). Konsep reseptor regangan.
lni tergantung darl tekanan atau perubahan tekanan dan distensi dari arteriole
afferen. Bila terjadi penurunan volume arteriole atau perfusi ke ginjal
menurun/berkurang, misalnya karena hiponatremia atau hipovolumia, maka hal ini

akan diikuti oleh berkurangnya kontak antara makula dengan arteriole sehingga renin
meningkat.
Setelah renin dilepaskan, akan terjadi beberapa proses enzimatik sebagai
berikut:
(1). Renin dengan alfa 2 globulin pada hati akan membentuk angiotensin I, yang
merupakan dekapeotide.
(2). Angiotensin l oleh enzim " converting yang dihasilkan oleh paru, akan diubah
menjadi Angiotensin II, yang merupakan oktapeptide yang berkhasiat vasokonstrik
tor kuat dan merangsang kelenjar supra renal untuk menghasilkan aldosteron.
Peranan Angiotensin ll dalam homeotasis adalah untuk mempertahankan
tekanan darah apabila terjadi penurunan volume sirkulasi atau penurunan kadar
elektrolit dalam sirkulasi. Dengan meningkatnya sekresi aldosteron, terjadi
peningkatan reabsorbsi Na dan ini akan menyebabkan retensi air. Konsekuensi
fisiologi yang terjadi adalah meningkatnya volume sirkulasi, meningkatnya tekanan
darah dan perbaikan perfusi ke jaringan tubuh.
2. Kendali Non Osmolar.
Selain pengaturan secara osmotik, diketahui pula ada beberapa mekanisme
neural yang berperan dalam pengaturan volume cairan.
2.1. Refleks Stretch Receptor
Pada dinding atrium terdapat Stretch Receptor " yang dirangsang oleh
perubahan kapasitas atrium kiri. Apabila atrium kiri mengalami distensi, maka
reseptor ini akan terangsang sehingga timbul impuls aferen melalui jalur simpatis
yang akan mencapai hipotalamus. Kemudian oleh aktivitas sistem hipotalamushipofisis akan disekresikan ADH. Hal ini berarti terdapat kerja sama antara refleks ini
dengan kendali osmotik, namun kendali osmotik umumnya

lebih sensitif.

1.2. Refleks Baroreseptor.


Baroreseptor akan terangsang apabila terjadi perubahan tekanan darah,
selanjutnya sinyal ini akan diteruskan pada sistem hipotalamus-hipofisis yang akan
memberikan respons melalui penahanan atau pelepasan ADH ke dalam sirkulasi .
Terdapat 2 jenis refleks baroreseptor yang bekerja saling berlawanan.
(1). Baroreseptor Karotid
Reseptor ini akan terangsang bila terjadl penurunan tekanan arteri sehingga
menyebabkan impuls aferen yang melalui jalur parasimpatis menurun, Sehingga
terjadi hambatan efek hipotalamus terhadap hipofisis sehingga sekresi ADH
meningkat.
(2). Baroreseptor Lengkung Aorta.
Reseptor ini akan terangsang bila terjadi peningkatan tekanan darah arteri.
impuls-impuls aferen akan mempengaruhi hipotalamus yang akan menginhibisi
hipofi_ sis poterlor sehingga sekresi ADH berkurang.
Masukan dan keluaran cairan.
Dalam keadaan normal masukan cairan dipenuhi melalui minum atau
makanan yang masuk ke dalam tubuh secara peroral. Selanjutnya proses metabolisme
di dalam tubuh juga akan memberikan konstribusi terhadap air tubuh total.
Keluaran cairan tubuh dalam keadaan normal dapat terjadi melalui urin,
insensibel dan melalui saluran cerna. Pada keadaan patologis, kehilangan cairan bisa
melalui gastrointestinal (muntah dan mencret), insensibel yang berlebihan, poliuri,
trauma dllnya.

Gambaran keseimbangan masukan dan keluaran air dapat dllihat pada tabel 4.
Tabel 4. Keseimbangan masukan dan keluaran air.
Masukan
Terlihat
minuman
650
makanan
oksigenasi
-

Keluaran
Tak terlihat
Terlihat
Tak terlihat
Urin
700
750
Kulit
500
350
Nafas
400
Feses
150
650 ml
1100 ml
700 ml
1050 ml
Kebutuhan air setiap hari dapat ditentukan dengan berbagai cara, antara lain :

1. Berdasarkan umur
1.1 th memerlukan air sekitar 120 ml/kg BB
1-3 th memerlukan air sekitar 100 ml/kg BB
3- 6 th memerlukan air sekitar 90 ml/kg BB
7 th memerlukan air sekitar 70 ml/kg BB
Dewasa, memerlukan sekitar 4O 50 ml/kg BB
2. Berdasarkan berat badan.
O 10 kg
= l00ml/kgBB
10 - 20 kg
=1000 ml + 50 ml / kg BB(diatas 10 kg)
Di atas 20 kg = 1500 ml + 20 ml / kg BB (di atas 20 kg)
Dewasa
= 40 50 ml / kg BB
3. Mengukur perbedaan masukan dan keluaran. Ukur perbedaan tersebut
(termasuk urin, muntah, drainase, insensible water loss, dll) serta kebutuhan
minimum perhari. Perbedaan ini sebaiknya tidak lebih besar 200-400 ml hari.
lnsensible water loss kira-kira, 15 ml/kg BB/hari. Kehilangan akibat
peningkatan suhu/derajat Celsius/hari kurang lebih 10% dari kebutuhan perhari.

4. Hitung perbedaan berat badan sebelum dan sesudah sakit. Selisih berat
sebelumnya dan sekarang, kemudian kurangi dengan hasil katabolisme normal
selama puasa (0,5 kg/hari). 1 kg sebanding dengan 1 liter.
5. Menghitung kelebihan atau kekurangan elektrolit. Yang sering digunakan
untuk menghitung kelebihan atau kekurangan cairan adalah natrium.
Untuk mengatahui imbang masukan dan keluaran cairan tubuh, dilakukan
penilaian klinis non invasif, bahkan kalau diperlukan dilakukan penilaian invasif
dengan mamasang kanul vena sentral.
Penilaian non invasif
Dilakukan pencatatan perbuhan tanda dan gejala klinis sebelum dilakukan
terapi cairan, selama terapi dan sampai terapi dinyatakn berhasil.

Parameter yang dinilai adalah :


1. Perubahan tingkat kesadaran, dilakukan penilaian Glasgow Coma Scale
secara berkala.
2. Perubahan perangai hemodinamik, tekanan darah dan denyut nadi normal
atau ada perbaaikan
3. Perubahan kimia darah dari pemeriksaan laboratorium, misalnya asam
basa elektrolit
4. Perubahan perfusi perifer atau turgor kulit
5. Produksi urin, diusahakan produksi urin paling sedikit 0,5 ml/kg BB/jam
Penilaian invasif.
Dilakukan pemasangan kateter vena sentral melalui vena dilengan atas, vena
subklavia atau vena jugularis. Kanulasi ini disamping untuk mengukur tekanan vena
sentral juga digunakan untuk jalur infus jangka panjang dan nutrisi parenteral.

Apabila dilakukan kanulasi vena sentral, bisa digunakan sebagai penuntun


dalam program terapi cairan, terutama pada pasien kritis yang memeriukan terapi
cairan.
E. GANGGUAN KESEIMBANGAN CAIRAN DAN ELEKTROLIT.
1. Gangguan Keseimbangan Cairan Tubuh.
Bentuk

gangguan

kiinikadalahkelebihan

keseimbangan

cairan

yang

umum

ataukekurangancairan(air).Ketebihancairan

terjadi

(air)

di

disebut

dengan istilah overhidrasi", sebaliknya kekurangan cairan disebut dengan


dehidrasi.

Overhidrasi.
istilah Overhidrasi" atau intoksikasi air atau kelebihan ai dalam tubuh
kerapkali disebut-sebut oleh para klinisi, mmtarna berv kaitan dengan tindakan terapi
cairan yang keliru. Oleh karena, kejadian ini semestinya tidak periu sampai terjadi.
Etiologi overhidrasi
(1). Gangguan eksresi air lewat ginjal, misalnya pada gagal ginjal akut intrinsik atau
obstruktif.
(2). Masukan air yang beriebihan pada terapi cairan.
(3). Masuknya cairan irigator pada tindalcan reseksi prostat transurethrae.
(4). Korban tenggelam di air tawar.
Gejaia dan tanda

Gejala-gejalanya antara lain: sesak nafas, edema, peningkatan tekanan vena


yugulan's atau vena sentral, edema pam akut dan payah jantung. Diagnostik
penunjang: dijumpai hiponatremia dalam plasma.
Terapi:
Selama fungsi ginjal masih normal, pemberian diuretik masih bermanfaat.
Sedangkan bila fungsi ginjal jelek, harus dilakukan uitraiiltrasi atau dialisis.
Pada keadaan mendesak bisa dilakukan flebotomi, yaitu mengeluarkan voiume darah
melalui kanulasi vena perifer atau vena sentral.
Dehidrasi.
Dehidrasi adalah defisit air dalam tubuh, yang disebabkan oleh masukan yang kurang
atau ekskresi yang berlebihan.
Keadaan dehidrasi ada beberapa bentuk yaitu:
(1). lsotonik: bila yang hilang air bersama-sama dengan garam, misalnya pada
gastroenteritis akut, overdosis diuretik.
(2) Hipotonik: bila yang hilang hanya garam saja, Misal berian air saja pada
pasien dehidrasi isotonik,
(3). Hipertonik: bila yang hilang hanya air saja, misalnya kehilangan air lewat
keringat.
Gejala dan tanda :
Gejala-gejala dehidrasi tergantung pada berat ringannya dehidrasi.
Hal ini dapat dilihat pada tabel berikut ini.
Tabel 5. Derajat dehidrasi, % kehilangan air dan gejala
Derajat

% kehilangan air

Gejala

1.Ringan
2.Sedang

2 4 % dari BB

Rasa haus, mukosa dan kulit

4 8 % dari BB

kering, mata cowong.


Rasa haus, mukosa dan kulit
kering, mata cowong disertai
delirium,oligo-uri, suhu tubuh

3.Berat

8 14 % dari BB

meningkat.
Rasa haus, mukosa dan kulit
kering, mata cowong disertai
delirium,oligo-uri, suhu tubuh
meningkat, koma, hipernatremia, viskositas plasma
meningkat.

Data laboratorium menunjukkan : hipernatremia dan peningkatan hematokrit.


Terapi.
Prinsip terapi dehidrasi adalah mengembalikan air dan garam yang hilang
jumlah dan jenis cairan yang harus diberikan , tergantung pada derajat dan jenis
dehidrasinya, dengan memperhatikan pula jenis elektrolit yang hilang.
Pilihan cairan untuk koreksi dehidrasi adalah cairan pengganti jenis kristaioid,
misalnya RL (ringer laktat) atau NaCL.
2. Gangguan Keseimbangan Elektrolit.
Gangguan keseimbangan eiektrolit yang akan dibicarakan hanyalah beberapa
saja: yaitu yang sering dijumpai di klinik seharihari. Keadaan keadaan tersebut
adalah:
2.1. Hiponatremia dan hipernatremia
2.2. Hipokalemia dan hiperkalemia

2.3. Hipokaisemia
2.1, Hiponatremia clan Hipernatremla. Natrium adalah ion yang dominan berada di
petak cairan ekstrasel, dengan kadar normal dalam plasma berklsar antara 135 145
mEq/L.
Hiponatremia.
Keadaan hiponatremia, apabila kadar natrium dalam plasma di bawah 130
mEq/L dan baru memberikan gejala apabila kadar natrium plasma kurang dari 118
mEq/L.
Keadaan hiponatremia beratyang disertai gejala-gejala, merupakan keadaan
gawat darurat yang harus segera dikoreksi.Apabila dibiarkan,tidakdikoreksisecara
cepatdan tepat dapat mengakibatkan odema otak, selanjutnya akan menimbulkan
kerusakan otak yang bersifat ireversibel.
Dilihat dari perbandlngan terhadap volume plasma, hiponatremia dibagi
menjadl tiga bentuk yaitu:
(1). Hiponatremia hipervolemik (edematous).
(2). Hiponatremia normovolemik
(3). Hiponatremia hipovolemik
Etiologi Hiponatremia:
(1). Faktor renal:

- pemakaian duretik berlebihan .


- salt losing nephritis"
- renal tubular acidosis

(2). Faktor ekstra renal: - muntah/diare berkepanjangan


- berkeringat berlebihan

- pankreatis akut
- SIADH
- minum/infus cairan berlebihan
Gejala dan tanda.
GajaIa-gejala

hiponatremia

bervariasi

tergantung

pada

derajat

hiponatremianya dan hal ini dapat dilihat pada tabel 6.


Terapi.
Pada hiponatremia ringan, cukup dengan memberikan garam atau cairan NaCI
fisiologis. Sedangkan pada hiponatremia sedang sampal berat, perlu diberikan NaCl
hipertonik. Apabi|a disertai keadaan hipervolemik, perlu diberikan diuretik,
pembatasan 06m. berian air dan garam, serta terapi terhadap penyakit dasarnya,
Dosis NaCl yang harus diberikan, dapat dihitung dari rumus berikut:
NaCI=0.6(N-n)XBB
-

N = Kadar Na yang diinginkan


n = Kadar Na sekarang
BB = Berat badan dalam kg

Dipasaran tersedia beberapa bentuk sediaan NaCl yaitu:


-

NaC10,4S 96, dengan kandungan Na = 77 meq/I t


NaCi 0,90 % dengan kandungan Na = 154 meq/I t
NaCl 3,00 % dengan kandungan Na = 513 meq/l t

Hipernatremia
Hipernatremia adalah suatu keadaan yangjarang terjadi, mungkin karena
ginjal sangat efisien dalam mengekskresikan Na. Disebut hipernatremia bila kadar
natrium plasma lebih dari 150 meQ/t

Banyak kelainan yang bisa mengakibatkan hipernatremia antara lain


1, Diabetes insipidus
2. Pemberian nutrisi parenteral atau obat-obatan yang tinggi natrium pada
pasien dengan fungsi ginjal yang jelek
3. Penyakit aldosteronism primer
4. Dan lain-Iain.

2. Hipokalemia dan hiperkalemia


Kalium adalah ion yang dominan berada di dalam sel, nilai normal di dalam
plasma berkisar antara 3,5 4,5 mEq/L
Hipokalemia
Disebut hipokalemia bila kadar kalium dalam plasma kurang dari 3,5 meq/l.
Hipokalemia merupakan salah satu gangguan keseimbangan elektrolit
yang harus segera mendapat perhatian serius, karena keadaan ini bisa
mengakibatkan aritmia jantung yang gawat.
Penyebab hipokalemia antara lain:
(1). Masukan K yang kurang dari makanan
(2). Masuknya K dari p|asma ke dalam sel, misalnya pada ketoasidosis diabetik dan
alkalosis metabolik.
(3). Kehllangan K Iewat saluran cerna, misalnya pada diare dan ileus
(4). Kehilangan K Iewat urine, misalnya pada pemakaian diuretik yang lama

(5). Hiperaldosteronisme primer


Gejala-gejala Hipokalemia:
(1). Perasaan lemah
(2). Otot-otot Iemas
(3). Gangguan irama jantung, yang pada EKG bisa timbul gel.U
(4). Bila berat dan lama, dapat mengakibatkan henti jantung.
Terapi
(1) Dalam keadaan gawat darurat. Dilakukan koreksi secara parenteral tetes
kontinyu, tidak boleh memberikan preparat K langsung intravenous karena bis
mengakibatkan henti jantung. Preparat yang diberikan bisa dalam bentuk KBikarbonat atau Kcl. Selama pembe~ rian, kadar K plasma harus dipantau setiap
jam. Formula yang digunakan untuk koreksi:
Densit K = K (normal) K (hasil pemeriksaan) x 0,4 x BB
(2). Koreksi bertahap. Koreksi secara oral dengan memberikan masukan makanan
yang kaya dengan kalium, seperti misalnya buah-buahan, ikan, sayur~sayuran,
kaldu.
Hiperkalemia.
Disebut hiperkalemia bila kadar K dalam plasma lebih dari 5 meq/lt. Keadaan
ini merupakan keadaan gawat darurat.
Etiologi Hiperkalemia:
(1). Masukan K yang berlebihan, misalnya melalui makanan atau obat-obatan. '
(2). Hemolisis intravaskular
(3). Distribusi K yang abnormal misalnya pada asidosis metabolik dan pemakaia
nobat beta bloker.

(4). Gangguan eksresi misalnya pada gagal ginjal.


(5).

Gangguan

sekresi

tubulus

akibat

pemakaian

obat~obatan,

misalnya

spironolakton, triamterene, amiloride, dan digitalis.


Gejala klinis.
Gejala yang paling menonjol akibat hiperkalemia adalah gangguan irama
jantung. Peningkatan kadar kalium dalam plasma, akan memperlihatkan gambaran
EKG yang spesifik sesuai dengan derajat peningkatannya, seperti pada tabel 7,
berikut ini.
Tabel 7. Hubungan kadar kalium dengan EKG
Kadar K plasma
5,5 6 mEq/L
6 7 mEq/L
7 8 mEq/L
>8 mEq/L

Gambaran EKG
Gel. T tinggi
P-R memanjang QRS melebar
P mengecil & takikardi ventrikel
Fibrilasi ventrikel

Terapi
Konsep dasar dalam koreksi ini adalah memasukkan kaiium Re dalam sel atau
mengetuarkannya dari dalam tubuh melaiui organ ekskresi atau dialisis. Terapi
hiperkaIemia tergantung pada kadarnya dalam darah dan kemampuan ekskresi ginjal.
Bila kadar K ptasma kurang dari 6,5 meq/l, diberikan:
1. Diureu'k, untuk mengeskresikan K lewat ginjal
2. Natrium bikarbonat, untuk memasukkan K ke dalam sel.
3. Calcium Glukonas, meningkatkan ambang potensial miokard
4. GIukonas-lnsulin, memasukkan K ke dalam set.
5. Kayekselate (K exchange), menarik K ke saluran cerna.

Semua tindakan tersebut di atas dapat dilaksanakan secara bersamaan. Apabila


da!am 6 jam belum tampak perbaikan, dilakukan hemodialisis. Sementara menunggu
persiapan, terapi farmakologis di atas dapat dilaksanakan. Bila fungsi ginjal jelek,
tindakan hemodialisis periu dipertimbangkan lebih dini.
Apabila kalium di atas 6,5 mEq/l, segera dilakukan diatisis.

Hipokalsemia.
Kalsium serum total terikat dalam protein plasma dan 90% di antaranya
terikat dalam albumin, sehingga dapat dimengerti bahwa keadaan hipokalsemia juga
terjadi pada pasien yang menderita hipoalbuminemia.
Etiologi hipokalcemia:
1. Hipoparatireoidism, kongenital, idiopatik atau surgikal
2. Defisiensi Vit D.
3. Defisiensi 125 (OH) 2.03, pada gagal ginjal kronik
4. Hiperposfatemia
Gambaran Klinis.
Gambaran klinik hipokalsemia terjadi akibat meningkatnya iritabilitas neuro
muskuler. Gejalanya antara lain, tetani dengan Spasme karpopedal, adanya tanda
Chovsteks, kulit kering, gelisahl gangguan irama jantung. Pada EKG tampak
perpanjangan interval Q-T.
Terapi.
Hipokalsemia

adalah

suatu

keadaan

gawat

darurat,

karena

dapat

mengaklbatkan kejang umum dan henti jantung. Dalam keadaan tersebut dapat

diberikan 20-30 ml preparat kalsium glukonas 10% atau CaCl 10%. Terapi ini dapat
diulang 3O sampai 60 menlt kemudian, sampai kadarnya dalam plasma optimal. Pada
hipocalsemia kronik, dapat dilanjutkan dengan terapi peroral.

F. TERAPl CAlRAN
Pendahuluan
Terapi cairan dan elektrolit adalah salah satu terapi yang sangat menentukan
keberhasilan penanganan pasien kritis. Dalam langkah-langkah resusitasi, langkah D
(drug and fluid treatment) dalam bantuan hidup lanjut, merupakan langkah penting
yang dilakukan secara simultan dengan langkah-langkah yang lainnya Tindakan ini
seringkali merupakan Iangkah life saving pada pasier yang menderita kehilangan
cairan yang banyak seperti dehldraf karena muntah mencret dan syok.
Tujuan Terapi Cairan.
1.
2.
3.
4.
5.
6.

Mengganti cairan yang hilang


Mengganti kehilangan cairan yang sedang berlangsung
Mencukupi kebutuhan erhari
Mengatasi Syok
Mengoreksi dehidrasi
Mengatasi kelainan akibat terapi lain.

Jenis Cairan dan Indikasinya.


Berdasarkan penggunaannya, cairan infuse dapat digolongkan kedalam 4 (empaat)
kelompok, yaitu :
1. Cairan pemeliharaan:

`Tujuannya adalah untuk mengganti kehilangan air tubuh lewat urin, feses,
paru dan keringat. Jumlah ke hilangan air tubuh ini berbeda sesuai dengan umur,
yaitu:
Dewasa 1.5 - 2 mi/kg/jam
Anak-anak 2 - 4 mI/kg/jam
Bayi 4 - 6 ml/kg/jam
Orok (neonatus) 3 mI/kg/jam
Mengingat cairan yang hilang dengan cara ini sedikit sekali mengandung
eiektroiit, maka sebagai cairan pengganti adalah yang hipotonis-isotonis, dengan
perhatian khusus untuk natrium, yaitu:
Dextrose 5% dalam NaCi 0,9 % (DSNaCI 0,9)
0,4 % (DSNaCI 0,45)
0,225 % (DSNaCI 0,225)
Dextrose 5% dalam Ringer Laktat.
Dextrose 5% dalam Ringer
Maltose 5% dalam Ringer
Disamping itu dapat juga digunakan cairan non elektrolit misalnya:
2. Cairan Pengganti:
Tujuannya adalah untuk mengganti kehilangan air tubuh yang disebabkan
oleh sekuestrasi atau proses patologi yang lain misalnya fistula, efusi pleura,
asites. drainase lambung, dehidrasi dan perdarahan pada pembedahan atau cedera.

Sebagai cairan pengganti untuk tujuan ini digunakan cairan kristaloid,


misalnya NaCl 0.9% dan Ringer laktat atau Mold. misalnya Dextrans 40 dan 70.
Expafusin. Hemasel Albumin dan plasma.
Tabel 1 : Perbandingan antara kristaloid dan koloid

1.
2.
3.
4.
5.

Sifat-sifat
Berat molekul
Distribusi
Faal hemostasis
Penggunaan
Untuk koreksi perdarah

kristaloid
Lebih kecil
Lebih cepat
Tidak ada pengaruh
Untuk dehidrasi
Diberikan 2-3x jumlah

koloid
Lebih besar
Lebih lama dalam sirkulasi
Mengganggu
Pada perdarahan masif
Sesuai dengan jumlah

perdarahan

perdarahan

3. Cairan untuk tujuan khusus.


Yang dimaksud adalah cairan kristalmd yang dlgunakan khusus, misalnya
natrium bikarbonat 7,5%, kalsium glukonas dll, Untuk tujuan koreksi khusus
terhadap gangguan keseimbangan elektrolit.
4. Cairan nutrisi.
Digunakan untuk nutrisi parenteral pada pasien yang tidak mau makan,
tidak boleh makan dan tidak bisa makan peroral. Jenis calran nutrisi parenteral
pada saat ini sudah dalam berbagai komposisi baik untuk parenteral parsial atau
total mau_pun untuk kasus penyakit tertentu.
Untuk mendapatkan jenis produk cairan yang ada dipasaran, masing
perusahaan yang memproduksi cairan infuse sudah menggelar tabel produksinya
lengkap dengan kemasan, komposisinya, sifat kimianya dan sifat fisiknya.
Jalur pemberian terapi cairan
Secara umum telah disepakati bahwa pemberian terapi cairan dilakukan melalui jalur
vena, baik vena perifer maupun vena sentral melalui kanulasi tertutup atau terbuka
dengan seksi vena.

1. Kanulasi Vena Perifer


syarat~syarat kanulasi vena perifer:
1.1. Pilihan vena
Pilihan pertama adalah vena-vena di daerah ekstremitas atas, berikutnya bari
pada vena di daerah ekstremitas bawah. Hindari vena didaerah kepa!a karena
sangat tidak stabil fiksasinya, sehingga mudah terjadi hematom. Pada bayi
baru lahir, vena umbilikalis bisa digunakan untuk kanulasi terutama dalam
keadaan darurat.
Pilihan vena
Pilihan pertama :
Lengan bawah
Lengan atas
Pilihan kedua pada tungkai bawah
1.2. Tusukan atau seksi vena.
Tusukan dimulai dari daerah paling distal pada vena yang cukup besar dan
lurus. Hindari tusukan didaerah persendian karena mudah mengalami pergerakan
sehingga mengganggu kelancaran aliran infus.
Tindakan vena seksi hanya dilakukan apabila vena perifer sulit diidentifikasi
secara langsung terutama pada bayi, anak. anak, pasien gemuk dan pada keadaan
kolaps kardiovaskular, Teknik seksi vena tidak dibahas.

1.3. Kanul atau kateter.


Gunakan kanul teflon atau kanul sejenis yang f1eksibel. Hindari penggunaan
jarum infus yang merupakan satu kesatuan dengan set infus. Pemakaian jarum
bersayap hanya digunakan pada prosedur singkat.
4.4. Asepsis, untuk mencegah infeksi.
5.5. Fiksasi yang adekuat.
Kanulasi vena perifer dilakukan untuk:
(1). Terapi cairan pemeliharaan dalam waktu singkat (tidak Iebih dari tiga hari).
Apabila Iebih dari tiga hari, harus pindah lokasi vena dan set infus harus diganti
pula.
(2). Terapi cairan pengganti dalam keadaan darurat, untuk mengganti kehilangan
cairan tubuh atau perdarahan akut. Pada keadaan ini bisa dilakukan beberapa
kenulasi pada tempat yang berbeda.
(3). Terapi obat Iain secara intravena yang diberikan secara kontinyu atau
berulang.
2.

Kanulasi Vena Sentral.


Syarat-syarat kanulasi vena sentral.
2,1. Pilihan vena tempat tusukan. Pada kanulasi jangka panjang, misalnya untuk
nutrisi parenteral total, kanulasi dilakukan meialui vena Subklavikula atau
vena jugularis interna. Untuk jangka pendek, dilakukan melalui vena-vena di
daerah ektremitas atas (kubiti) secara tertutup atau tertutup dengan seksi
vena.
2.2. Pelaksana: Dilakukan oleh dokter yang terlatih untuk itu.
2.3. Kanul atau kateter: Digunakan kanul atau kateter yang khusus untuk itu
2.4. Asepsis, Karena kanul atau kateter yang dipasang \angsung masuk kedalam
jantung,

maka hal ini mutlak harus diperhankan.

2.5. Fiksasi, Harus adekuat, untuk mencegah ke|uar masuknya kateter yang
berada di luar kulit.
Kanulasi Vena Sentral dilakukan untuk:
(1).Terapi cairan dan nutrisi parenteral jangka panjang. Terurama untuk cairan
nutrisi parenteral dengan osmolaritas yang tinggi, untuk mencegah iritasi pada
vena.
(2). Jalur pintas terapi cairan pada keadaan darurat. Pada keadaan darurat,
misalnya kolaps kardio-vascular, vena perifer sulit untuk didentifikasi.
Sebaliknya vena Jugularis interna masih tetap terbuka dan sangat mudah
dikanulasi.
(3). Untuk pemantauan aliran darah balik secara invasif. Pada keadaan syok,
pemantauan ini mutlak harus dilakukan. Pedoman pemantauan syok hipovolemik
dapat dilihat pada tabel (2) berikut ini.
(4). Untuk pemasangan alat pacu jantung. Dilakukan pada keadaan darurat.
Tabel 2 : Pedoman pemberian cairan
CVP sebagai edoman (rumus (5-2)
Observasi CVP selama 10
< 8 cm H2O

200 m x 10 mnt

menit

< 14 cm H2O

100 ml x 10 mnt

Selama infuse 0-9 menit


Setelah infus

>14 cm H2O
>5 cm H2O
2-5 cm H2O

50 ml x 10 mnt
Stop
Tunggu 10 mnt

>2 cm H2O

Tunggu stop

< 5cm H2O

Lanjutkan infus

Komplikasi Terapi Cairan.


Komplikasi yang terjadi sangat berkaitan dengan kanulasi vena yang
dilakukan, pilihan cairan, kelalaian dalam pemantauan dan kemungkinan risiko
infeksi.
Komplikasi yang bisa timbul adalah:
1. Gangguan keseimbangan cairan.
Pada umumhya akan terjadi kelebihan cairan dengan segala akibatnya, seperti
misalnya payah ajntung dan odema baik di otak, paru dan jaringan Iainnya.
Hal ini terjadi karena pemantauannya tidak adekuat.
2. Gangguan keseimbangan elektrolit dan asam basa. Hal ini terjadi apabila
pilihan cairan tidak tepat.
3. Komplikasi akibat kanulasi.
Terutama pada kanulasi vena sentraL bisa terjadi hematom, emboli udara,
pneumo-hidro-hematotoraks dan refleks vagal.
4. lnfeksi. lnfeksi lokal pada jalur vena yang dilalui, menimbulkan rasa nyeri
yang hebat, keadaan ini bisa berlangsung lama. Kemungkinan terjadinya
risiko sepsis, tidak bisa dihindari apabila keadaan asepsis kurang diperhatikan,
terutama pada kanulasi vena sentral yang digunakan untuk memasukkan obat
suntik berulang.
Terapi Cairan Perioperatif.
Terdapat tiga periode yang dialami oleh pasien apabila menjalani tindakan
pembedahan, yaitu: pra bedah, selama pembedahan dan pasca bedah. Ketiga periode
tersebut mempunyai permasalahan yang berbeda yang satu sama lain tidak bisa
dipisahkan. Salah satu masalah yang perlu mendapatkan perhatian adalah terapi
cairan.

1. Terapi cairan prabedah.


Tujuannya adalah: mengganti cairan dan kalori yang dialami pasien prabedah
akibat puasa, fasilitas vena terbuka bahkan untuk koreksi defisit akibat
hipovolemik atau dehidrasi.
Cairan yang digunakan adalah:
Untuk mengganti puasa diberikan cairan pemeliharaan
Untuk koreksi defisit puasa atau dehidrasi berikan cairan kristaloid.
Perdarahan akut berikan cairan kristaloid + koloid atau transfusi
Pedoman koreksinya adalah:

Hitung kebutuhan cairan perhari (perjam)


Hitung defisit puasa (lama puasa) atau dehidrasi (derajat dehidrasi)
pada jam pertama setelah infus terpasar berikan 50% defisit + cairan

pemeliharaan/jam
Pada jam ke dua; berikan 25% defisit+ cairan pemeliharaan perjam
Pada jam ke tiga; berikan 25% defisit + cairan pemeliharaan perjam

2. Terapi cairan selama operasi.


Tujuanya adalah: fasilitas vena terbuka, koreksi kehilangan cairan melalui
luka Operasi, mengganti pedarahan dan meng~ ganti cairan yang hilang melalui
organ ekskresi.
Cairan yang digunakan adalah cairan pengganti, bisa kris~ taloid dan
koloid atau transfusi darah. Pedoman koreksinya:

Mengikuti ped oman terapi cairan prabedah


Berikan tambahan cairan sesuai dengan jumlah perdarahan yang terjadi
ditambah dengan koreksi cairan sesuai dengan perhitungan cairan yang hilang

berdasarkan jenis operasi yang dilakukan, dengan asumsi:


Operasi besar: 6 - 8 ml/kgbb/jam
Operasi sedang: 4 - 6 mI/kgbb/jam
Operasi kecil: 2 - 4 mI/kgbb/jam
Koreksi perdarahan selama operasi:
Dewasa:

Perdarahan > 20% dari perkiraan volume darah = transfusi


Perdarahan <20% dari perkiraan volume darah = berikan kristaloid sebanyak
2 3 x jumlah perdarahan atau koloid yang jumlahnya sama dengan perkiraan

jumlah perdarahan atau campuran kristaloid + koloid.


Bayi dan anak:
Perdarahan > 10% dari perkiraan volume darah = transfuse
Perdarahan <10% dari perkiraan volume darah = berikan kristaloid
sebanyak 2 3 x jumlah perdarahan atau koloid yang jumlahnya sama dengan
perkiraan jumlah perdarahan atau campuran kristaloid + koloid.
Jumlah perdarahan selama operasi dihitung berdasarkan:
Jumlah darah yang tertampung di dalam botol penampung
Tambahan berat kasa yang digunakan ( 1 gram = 1 ml darah)
Ditambah dengan faktor koreksi sebesar 25% x jumlah yang terukur +
terhitung (jumlah darah yang tercecer dan melekat pada kain penutup
lapangan operasi
3.Terapi cairan pasca bedah.
Tujuannya adalah: fasilitas vena terbuka, pemberian cairan pemeliharaan,
nutrisi parenteral dan koreksi terhadap kelainan akibat terapi yang lain. Cairan yang
digunakan tergantung masalah yang dijumpai, bisa mempergunakan cairan
pemeliharaan, cairan pengganti atau cairan nutrisi.

Prinsip terapi cairan pasca bedah adalah:

Pasien dewasa:
Pasien yang diperbolehkan makan/minum pasca bedah, berikan cairan
pemeliharaan sebagai jalur vena terbuka
Pada pasien puasa pasca bedah:
Diperkirakan puasa < 3 hari: berikan cairan nutrisi dasar yang
mengandung air + elektrolit + karbohidrat + asam amino esensial

Diperkirakan puasa > 3 hari: berikan cairan nutrisi yang mengandung air
+ elektrolit + karbohidrat dosis dinaikkan + asam amino dan pada hari ke

lima ditambahkan dengan emulsi lemak.


Pada keadaan tertentu, misalnya pada status nutrisi pra bedah yang buruk

segera diberikan nutrisi parenteral total.


Pada bayi dan anak, prinsipnya sama, hanya komposisinya sedikit berbeda,

misalnya: kandungan elektrolitya, jumlah karbohidratnya dllnya


Pada keadaan tertentu, misalnya pada penderita syok
penatalaksanaannya disesuaikan dengan etiologinya.

atau

anemia,

You might also like