You are on page 1of 36

KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim.
Alhamdulillah, puji syukur kehadirat Allah SWT karena berkat rahmatNya
yang begitu besar sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan makalah
presentasi kasus yang berjudul Osteoartritis pada kepaniteraan klinik Ilmu Bedah
Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Budhi Asih.
Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada berbagai
pihak yang telah membantu dalam penyusunan dan penyelesaian makalah ini,
terutama kepada :
1. Dr. David idrial, Sp.OT, selaku pembimbing yang telah memberikan
kesempatan dan bimbingannya sehingga makalah presentasi kasus ini
dapat terselesaikan.
2. Semua dokter dan staf Ilmu Bedah RSUD Budhi Asih
3. Rekan-rekan kepaniteraan klinik Ilmu Bedah RSUD Budhi Asih
Penulis berharap makalah presentasi kasus ini dapat menambah
pengetahuan dan memahami lebih lanjut mengenai osteoartritis serta salah
satunya untuk memenuhi tugas yang diberikan pada kepaniteraan klinik di RSUD
Budhi Asih.
Penulis menyadari bahwa dalam pembuatan makalah ini masih banyaknya
kekurangan, oleh karena itu, segala kritik dan saran dari semua pihak yang
membangun guna menyempurnakan makalah ini sangat penulis harapkan.
Demikian yang penulis dapat sampaikan, semoga makalah ini dapat bermanfaat
bagi berbagai pihak. Terimakasih

Jakarta, 12April 2016

Annisa Rizky Maulida


030. 11. 037

Lembar Pengesahan

Laporan kasus yang berjudul:


Osteoartritis
Yang disusun oleh
Annisa Rizky Maulida
030.11.037
Telah diterima dan disetujui oleh pembimbing:
dr. David Idrial, Sp. OT

Pada tanggal:

Sebagai salah satu syarat dalam mengikuti dan menyelesaikan


Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah Rumah Sakit Umum Daerah Budhi Asih
Periode 7 Maret 14 Mei 2016

Jakarta, 12 April 2016


Pembimbing

dr. David Idrial, Sp. OT


2

BAB I
PENDAHULUAN

Artritis adalah istilah umum yang berarti radang sendi. Osteoartritis


adalah jenis artritis yang paling umum dan paling banyak dijumpai. Penyakit ini
merupakan penyakit sendi degeneratif yang berkaitan dengan kerusakan kartilago
sendi dan bersifat kronik. Predileksi sendi yang terkena adalah sendi yang
menahan beban atau weight bearing joint yaitu lutut, pinggul, vetebra
lumbosacral, pergelangan kaki dan sendi metatarsal falangeal pertama, serta sendi
tangan CMC, PIP dan DIP.(1,2)
Osteoartritis memiliki prevalensi yang cukup tinggi, terutama pada orang
tua, mengenai dua per tiga orang yang berumur lebih dari 65 tahun, dengan
prevalensi 60,5% pada pria dan 70,5% pada wanita. Faktor risiko utama penyakit
ini adalah obesitas. Oleh sebab itu, semakin tinggi prevalensi obesitas pada suatu
populasi akan meningkatkan risiko kejadian penyakit osteoartritis. Di Amerika
Serikat, prevalensi osteoartritis diperkirakan akan meningkat sebesar 66-100%
pada tahun 2020.(3,4)
Pasien dengan osteoartritis biasanya mengeluh nyeri pada saat melakukan
aktivitas atau jika terdapat beban pada sendi yang terkena. Pada derajat yang lebih
berat, nyeri dapat dirasakan terus menerus sehingga mobilitas pasien dapat
terganggu. Selain itu, karena sifatnya yang kronik progresif, osteoartritis
berdampak sosioekonomik yang besar, baik di negara maju maupun di negara
berkembang.(3)
Dalam beberapa kasus osteoartritis yang parah, dibutuhkan operasi
artroplasti ataupun penggantian sendi yang sakit, dan diharapkan dapat membantu
mengembalikan gerakan dan fungsi sendi. Operasi ini dapat dilakukan ketika
kerusakan yang terjadi tidak dapat dipulihkan, kerusakan ini sering menyebabkan
rasa sakit, disfungsi dan mengurangi kualitas hidup terutama pada lansia.(3,5)

BAB II
ILUSTRASI KASUS

STATUS PASIEN
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH BUDHI ASIH
Nama Mahasiswa

: Annisa Rizky Maulida

NIM

: 030.11.037

Tanda Tangan :

Dokter Pembimbing : dr. David Idrial, Sp.OT


Pasien masuk rumah sakit pada hari Selasa, 22 Maret 2016
Nomor Rekam Medis

: 9935XX

I. IDENTITAS

Nama pasien
Usia
Jenis kelamin
Status perkawinan
Alamat
Agama
Bangsa
Pekerjaan
Pendidikan
Masuk RS sejak
No. RM

: Ny. NK
: 65 tahun
: Perempuan
: Menikah
: Kayu Manis I, Jakarta Timur
: Islam
: Indonesia
: Kepala sekolah
: S1
: 22 Maret 2016
: 993526

II. ANAMNESIS
Dilakukan secara autoanamnesis pada tanggal 24 Maret 2016 pukul 07.30
WIB.
4

A. Keluhan Utama
Nyeri di pinggul kiri sejak 1 tahun yang lalu
B. Keluhan Tambahan
Os mengeluhkan kaku, keterbatasan gerak, sulit berjalan, terdengar
bunyi krek
C. Riwayat Penyakit Sekarang
Os datang berobat ke poliklinik RSUD Budhi Asih dengan keluhan
nyeri di pinggul kiri sejak 1 tahun yang lalu. Nyeri awalnya dirasakan
hilang timbul terutama saat os berjalan dan beraktivitas dan sedikit
berkurang jika os beristirahat. Namun semakin lama nyeri dirasakan
semakin berat, os nyeri jika perubahan dari posisi duduk ke berdiri dan
jika menggerakkan kakinya atau anggota tubuh bawahnya secara tiba
tiba. Os juga mengaku sering terdengar bunyi krek apabila os bergerak
secara tiba-tiba. Karena nyeri tersebut, os mengeluhkan terdapatnya
keterbatasan gerak maupun keterbatasan berjalan. Os tidak tahan jika
terlalu lama berdiri maupun terlalu lama berjalan. Pergerakkan os pun
menjadi lebih lambat. Os juga menggunakan alat bantu untuk membantu
aktivitasnya sehari-hari.
Selain itu, os juga mengeluhkan kaku di pagi hari dengan durasi
5-10 menit. Selama kaku os memijat dan melatih menggerakkan

sedikit demi sedikit. Setelah itu, kaku tidak lama menghilang.


Sejak 6 tahun SMRS, os pernah merasakan keluhan serupa. Os
mengeluhkan nyeri pada kedua pinggulnya. Nyeri timbul perlahan-lahan
makin lama makin memberat tetapi os masih bisa beraktivitas seperti
biasanya. Nyeri dirasakan tidak sesakit sekarang. Os sudah periksa ke
dokter di puskesmas terdekat dan diberikan obat allopurinol, nyeri
menghilang namun tidak lama os merasakan nyeri muncul kembali.
Kemudian os meminta di rujuk dan berobat di RSCM. Dokter RSCM
mengatakan bahwa os sakit pengapuran sendi dan perlu dilakukannya

tindakan operasi. Awalnya os merasa nyeri paling dirasakan di pinggul


kanan namun setelah mengikuti operasi di RSUD Budhi Asih os mengaku
saat ini pinggul kirinya terasa lebih nyeri.
D. Riwayat Penyakit Dahulu
Os

mengaku

mempunyai

riwayat

diabetes

melitus

yang

diketahuinya sejak 6 tahun yang lalu dan hipertensi. Riwayat obesitas


atau kegemukan sejak os masih remaja. Os pernah dinyatakan mengalami
pengapuran pada kedua sendi lututnya 16 tahun yang lalu dan sudah
melakukan fisioterapi. Os juga mempunyai riwayat asam urat yang tinggi.
Riwayat trauma, penyakit asma, paru, ginjal serta alergi disangkal.

E. Riwayat Penyakit Keluarga


Os mengaku dalam keluarga tidak ada yang pernah mengalami hal
yang sama seperti os. Ayah os mempunyai hipertensi. Kakak os
mempunyai riwayat hipertensi dan diabetes melitus.
F.

Riwayat Pengobatan
Os rutin kontrol ke poli orthopedi RSUD Budhi Asih. Sebelum
operasi dan saat nyerinya muncul, os ke puskesmas terdekat dan
diberikan obat allopuriol namun os merasa obat tersebut tidak cukup
mengatasi keluhannya tersebut lalu os menggunakan obat herbal
montalin setiap nyeri dan setiap akan beraktivitas. Os merasa membaik
dengan obat herbal tersebut. Os pernah dirujuk ke RSCM atas
permintaan sendiri dan diinformasikan perlunya dilakukan tindakan
operasi. 5 bulan yang lalu os sudah melakukan operasi penggantian
pinggul kanan atau THRT atau total hip replacement therapy di RSUD
Budhi Asih.

G. Riwayat Kebiasaan dan Lingkungan

Saat sakit os tidak pernah berolahraga. Dahulu saat masih


menjadi mahasiswi os aktif mengikuti berbagai organisasi dan mengikuti
olahraga seperti tennis. Os mengaku sehari-hari biasa menggunakan
sepatu heels terutama saat bekerja. Os menyangkal mengkonsumsi kopi,
merokok, minuman berakohol. Os sering mengkonsumsi obat-obatan
herbal untuk mengurangi nyerinya tersebut.

III.

PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan Fisik dilakukan pada tanggal 24 Maret 2016
1

Keadaan Umum
Kesadaran
Kesan sakit
Sikap
Status Gizi
BB
TB
BMI

: Compos mentis
: Tampak sakit sedang
: Kooperatif
:
: 74 kg
: 159 cm
: 29,3 kg/m2 (Obesitas 1)

Tanda Vital
Tekanan Darah
Nadi
Pernapasan
Suhu

: 140/100 mmHg
: 92 kali/menit
: 20 x/menit
: 36,70C

Status Generalis
a. Kesadaran
GCS : E4M6V5 = 15 (Compos Mentis)
b. Kulit : Warna sawo matang, tidak ikterik maupun sianosis
c. Kepala : Bentuk normal, normocephali, rambut hitam terdapat
uban distribusi merata.
d. Mata : Konjungtiva anemis (-)/(-), sclera ikterik (-)/(-), pupil bulat
isokhor, reflex cahaya langsung (+)/(+), reflex cahaya tak langsung
(+)/(+), oedema palpebra (-)/(-)

e. Telinga : Normotia, sekret (-)/(-), darah (-)/(-), nyeri tekan dan


nyeri tarik (-)/(-), serumen (-)/(-),
f. Hidung : Bentuk normal, tidak ada deviasi septum, sekret (-)/(-),
darah (-)/(-), pernapasan cuping hidung (-), nyeri tekan (-)/(-)
g. Mulut : tidak pucat, tidak sianosis, lidah tidak kotor, arcus faring
simetris, uvula di tengah, faring tidak hiperemis, tonsil T1 / T1
tenang
h. Leher : Pembesaran KGB (-), JVP 5 3 cmH20, trakea di tengah,
kelenjar tiroid tidak teraba
i. Paru
Inspeksi
: Bentuk normal, gerakan napas simetris,

tipe pernafasan thorakoabdominal, retraksi sela iga (-)/(-)


Palpasi
: Gerak napas simetris kiri dan kanan, vocal

fremitus simteris di kedua lapang paru


Perkusi
: Sonor pada kedua lapang paru
Auskultasi
: Suara napas vesikuler di kedua lapang

paru (+)/(+), wheezing (-)/(-), ronchi (-)/(-)


j. Jantung
Inspeksi
: Ictus cordis tidak terlihat
Palpasi
: Ictus cordis teraba di ICS V garis

midclavicula sinistra
Perkusi
: Batas kanan di ICS III-V garis sternalis
dextra, batas kiri di ICS V garis midklavikularis sinistra,

batas atas jantung di ICS II garis parasternalis sinistra


Auskultasi
: Bunyi jantung I/II regular, murmur (-),

gallop (-)
k. Abdomen
Inspeksi

: Bentuk normal, tidak skafoid, tidak ada

sagging of the flank, tidak ada kelainan kulit yang bermakna,

ikterus (-), venektasi (-), smilling umbilikus (-),


Auskultasi
: Bising usus (+) 2x/menit
Palpasi
: Supel (+), tidak teraba pembesaran organ,

nyeri tekan (-), ballottement (-)


Perkusi: Timpani pada seluruh kuadran abdomen

l. Ekstremitas

Atas

(-), akral hangat, CRT < 2 detik, pitting oedem (-)/(-)


Bawah
: Simetris, deformitas (-)/(-), kuku sianosis

: Simetris, deformitas (-)/(-), kuku sianosis

(-), akral hangat, CRT < 2 detik, pitting oedem (-)/(-).


4

Status lokalis
Ekstremitas inferior regio hip sinistra (pre-op THR)
a. Look : cara berjalan pelan dan berhati-hati, warna seperti kulit
sekitarnya, deformitas (-), oedem (-), luka atau jejas (-)
b. Feel : hangat (-), penebalan dan penonjolan tulang (-), fungsi
sensorik (+), nyeri lokal (+)
c. Move :
Aktif: abduksi <30, adduksi <20, fleksi <45
Pasif: abduksi <45, adduksi <30, fleksi <45
Terdapat keterbatasan range of motion (ROM) akibat nyeri
d. Kekuatan: sulit dinilai akibat nyeri
Status lokalis
Ekstremitas inferior regio hip sinistra (post-op THR)
a. Look : cara berjalan pelan, warna seperti kulit sekitarnya,
deformitas (-), oedem (-)
b. Feel
: hangat (-), penebalan dan penonjolan tulang (-), fungsi
sensorik (+), nyeri lokal (-)
c. Move :
Aktif: abduksi <45, adduksi <30, fleksi <90
Pasif: abduksi <45, adduksi <30, fleksi <90

IV.

PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Pemeriksaan Laboratorium
23 Maret 2016
Pemeriksaan
HEMATOLOGI
Hemoglobin
Leukosit
Eritrosit
Trombosit
Hematokrit

Hasil

Unit

Nilai rujukan

12.6
11.1
4.4
362
37

g/dL
ribu/uL
juta/uL
ribu/uL
%

11.7 15.5
3.6 11
3.8 5.2
150 440
35 47
9

LED
MCV
MCH
MCHC

2
83.2
28.5
34.2

mm/jam
fL
Pg
g/dL

0 30
80 100
26 34
32 36

FAAL HEMOSTASIS
Waktu perdarahan
Waktu pembekuan

2.30
12.00

menit
menit

16
5 15

KIMIA
Gula darah sewaktu
Albumin
SGOT
SGPT

144
3.5
16
9

mg/dL
g/dL
mU/dl
mU/dl

< 110
3.2 4.6
< 27
< 34

ELEKTROLIT
Natrium
Kalium
Klorida

142
3.6
109

mmol/L
mmol/L
mmol/L

135 155
3.6 5.5
98 109

b. Pemeriksaan Rongent Hip


Foto hip AP (pre op THR)

10

Deskripsi : Terdapat penyempitan celah sendi antara acetabulum dan


femoral head sinistra, terdapat osteofit pada tepi acetabulum sinistra
dan terpasang protease femur dextra
Kesan : Osteoartritis hip sinistra
Foto hip AP (post-op THR)

V.

RESUME
o Pasien perempuan berinisial Ny. NK berusia 65 tahun

11

o datang ke poliklinik bedah orthopedi RSUD Budhi Asih dengan keluhan


nyeri di pinggul sejak 1 tahun yang lalu.
o Nyeri awalnya hilang timbul, timbul terutama saat os berjalan dan
beraktivitas. Semakin lama nyeri dirasakan semakin berat, seperti jika
perubahan dari posisi duduk ke berdiri dan jika menggerakkan kakinya
tiba-tiba. Os juga mengaku terasa bunyi krek bila bergerak tiba-tiba. Os
terdapat keterbatasan gerak dan tidak tahan jika terlalu lama berjalan. Os
mengeluhkan kaku di pagi hari dengan durasi 5 - 10 menit.
o Sejak 6 tahun SMRS, os pernah merasakan keluhan serupa. Os
mengeluhkan nyeri pada kedua pinggulnya tetapi os masih bisa
beraktivitas seperti biasa, nyeri dirasakan tidak sesakit sekarang.
o Os ke puskesmas terdekat dan diberikan obat allopurinol, nyeri
menghilang namun tidak lama nyeri muncul kembali. Tidak cukup
dengan obat tersebut, os mengkonsumsi obat herbal montalin setiap
nyeri timbul maupun saat akan beraktivitas. Kemudian os meminta di
rujuk dan berobat di RSCM. Dokter RSCM mengatakan bahwa os sakit
pengapuran sendi dan perlu dilakukannya tindakan operasi.
o Awalnya os merasa nyeri paling dirasakan di pinggul kanan namun
setelah mengikuti operasi THR di RSUD Budhi Asih 5 bulan yang lalu,
os mengaku saat ini pinggul kirinya terasa lebih nyeri.
o Os mempunyai diabetes melitus dan hipertensi sejak 6 tahun yang
lalu. Sejak muda os mengalami kegemukan atau obesitas dan aktif
megikuti kegiatan organisasi serta berolahraga tennis. 16 tahun yang lalu
os dinyatakan mengalami pengapuran pada kedua lutut dan sudah
melakukan fisioterapi. Os juga mempunyai riwayat asam urat yang

tinggi.
Pada pemeriksaan fisik ekstremitas didapatkan: terdapat perubahan
berjalan lebih lambat dan hati-hati, pada gerak pasif abduksi <45,
adduksi <30, ekstensi <30 range of motion (ROM) terbatas karena
nyeri.

Pemeriksaan

laboratorium

terdapat

gula

darah

sewaktu

tinggi/hiperglikemi. Pada pemeriksaan rontgen hip didapatkan kesan

12

gambaran penyempitan celah sendi antara acetabulum dan femoral head


sinistra dan terdapat osteofit pada tepi acetabulum sinistra serta terdapat
protease pada femur dextra.
VI.

DIAGNOSIS KERJA

VII.

Osteoartritis Hip Sinistra grade IV

DIAGNOSIS BANDING

Rheumatoid artritis
Avascular necrosis

VIII. PENATALAKSANAAN
A. Non Medika Mentosa

Berjalan dengan alat bantu seperti walker


Diet (menurunkan berat badan)
Edukasi
Fisioterapi (rehabilitasi medis)
Olahraga ringan

B. Medika Mentosa

Cefixime 2 x 200 mg
Meloxicam 2 x 15 mg
Lansoprazole 2 x 1 tab
Osteocare 2 x 1

C. Bedah
Total hip replacement therapy (THRT)
IX.

PROGNOSIS
Ad Vitam

: ad Bonam

Ad functionam

: Dubia ad Bonam

Ad sanationam

: ad Bonam

13

LAPORAN PEMBEDAHAN
Tanggal

: 24 Maret 2016

Dokter ahli bedah

: dr. David Idrial, Sp. OT

Diagnosis pra bedah

: Severe Osteoarthtritis Hip Sinistra

Diagnosis pasca bedah

: Severe Osteoarthtritis Hip Sinistra

Jenis operasi

: Clear

Klasifikasi

: Elektif

Tindakan pembedahan

: Total Hip Replacement (Cementless)

Uraian pembedahan

1
2

Posisi RLD dalam std anastesi RA


Asepsis dan antisepsis medan operasi, dipersempit dengan duk

3
4
5

steril.
Incisi posterolateral hip, diperdalam lapis demi lapis, kapsul dibuka
Dilakukan ekstraksi head femur
Preparasi acetabulum, dilanjutkan pemasangan acetabular cup
diameter 50 mm dan acetabullar liner head size 32 mm, cancelous

screw 6.5 mm, 30 mm + 35 mm


Preparasi stem femur, dilakukan pemasangan femoral component

7
8

size 6, cementless
Cek stabilitas stabil
Kontrol perdarahan dan tutup luka operasi lapis demi lapis dengan

meninggalkan vacuum drain


Operasi selesai

Instruksi post op:

Awasi KU dan VS
IVFD Asering 15 tetes per menit
Injeksi fosmicin 2 x 2 gr
Injeksi dynastat 3 x 40 gr
Injeksi pantoprazole 2 x 40 gr
Transfusi PRC 500 cc sampai dengan Hb >10 g/dL
Rontgen kontrol hip sinistra Ap + Oblique
Pertahankan posisi tungkai kiri abduksi + eksternal rotasi
(mengangkang)

14

Tirah baring 24 jam + post op observasi di HCU atau ICU


Terapi lain sesuai IPD

Follow Up
26 Maret 2016
SUBJECTIVE
OBJECTIVE
ASSESMENT
PLANNING
Nyeri post
KU : CM, TSS
Post total hip
Diet sesuai gizi klinik
TD : 130/80
operasi
replacement Terapi injeksi lanjut
Pertahankan
posisi
Os mulai
mmHg
therapy (THR)
tungkai kiri abduksi
menggerakkan N : 92 x/m
hip
sinistra
RR : 20 x/m
+ eksterna rotasi
kaki kirinya S : 36,7 C
POD II
(mengangkang)
Status lokalis :
perlahan-lahan
Posisi badan boleh
ROM terbatas
demam (-)
setengah duduk, kaki
karena nyeri,
NVD baik.

kiri boleh bergerak,

Drain: 50 cc

lutut boleh ditekuk


kecuali

daerah

pingul immobilisasi
Pindah ruang rawat
biasa: rontgen pelvis
AP dan Hip sinistra
AP
Lain-lain sesuai terapi
penyakit dalam
29 Maret 2016
SUBJECTIV
E
Nyeri post

operasi

berkurang

OBJECTIVE

ASSESMENT

PLANNING

KU : CM, TSS
Post total hip
Diet sesuai gizi klinik
TD : 110/80 mmHg
Terapi injeksi lanjut
replacement
N : 78 x/m
Aff drain + GV
therapy
(THR)
RR : 20 x/m
dengan betadine
15

Demam (-)
Mual

S : 36,9 C
Status lokalis :
ROM terbatas

hip sinistra
POD V

Aff DC
Bladder training
Lain-lain
sesuai

karena nyeri, NVD

terapi

baik. Drain: 10 cc
GDS : 103 mg/dL

penyakit

dalam

30 Maret 2016
SUBJECTIV
E
Keluhan (-)

OBJECTIVE

ASSESMENT

PLANNING

KU : CM, TSS
Post total hip
Diet sesuai gizi klinik
TD : 130/70 mmHg
Venflon (+) terapi
replacement
N : 84 x/m
injeksi lanjutkan
therapy (THR)
RR : 20 x/m
Motivasi
untuk
S : 36,2 C
hip sinistra
mobilisasi duduk,
Status lokalis :
POD VI
ROM terbatas
jalan dengan walker
Lain-lain
sesuai
karena nyeri, NVD
terapi

baik.
GDS : 110 mg/dL

penyakit

dalam

31 Maret 2016
SUBJECTIV
E
Tidak ada

keluhan

OBJECTIVE

ASSESMENT

KU : CM, TSS
Post total hip
TD : 110/80 mmHg
replacement
N : 72 x/m
therapy (THR)
RR : 20 x/m
S : 36,5 C
hip sinistra
Status lokalis :
POD VII
ROM terbatas
karena nyeri, NVD

PLANNING

BLPL
Obat ganti oral:
Cefixime 2 x 200 mg
Meloxicam 2 x 15 mg
Pregabalin 1 x 75 mg
Lansoprazol 2 x 1
Osteocare 2 x 1
Nutriflam 2 x 1

baik.
Albumin : 3,5 g/dL

16

BAB III
ANALISA KASUS

Pada kasus ini, pasien Ny. NK dengan usia 65 tahun yang datang ke
poliklinik bedah orthopedic RSUD Budhi Asih:
Faktor risiko
Beberapa faktor risiko yang dapat ditemukan pada os, yaitu jenis kelamin
wanita dimana prevalensi OA wanita lebih banyak dibandingkan laki-laki,
terutama pada usia di atas 50 tahun. Meningkatnya angka kejadian OA pada
wanita dengan usia tersebut dihub nungkan dengan keadaan wanita menopause
yang memiliki kadar estrogen yang lebih rendah diduga berperan dalam terjadinya
OA pada usia tersebut. Namun masih belum ada penelitian jelas tentang hal
tersebut.
OA terjadi selain karena faktor intrinsik seperti berkurangnya fungsi pada
sel tulang rawan dan menurunnya kekuatan yang disebabkan oleh proses
degradasi atau bertambahnya usia, faktor mekanik juga memegang pengaruh besar
terhadap terjadinya OA. Pada kasus ini os memiliki faktor resiko terhadap OA
lainnya seperti, aktifitas yang berlebih, seperti mengikuti berbagai organisasi saat
me njadi mahasiswa, aktif mengikuti olahraga tennis, riwayat kebiasaaan
menggunakan sepatu heels sehari-hari, dengan berat badan yang berlebih (obesitas

17

grade I). Hal-hal ini dapat menyebabkan stress mekanis berulang dengan memberi
beban berlebih pada sendi-sendi penumpu berat badan atau weight bearing joint
seperti sendi pinggul dan lutut yang dapat menjadi OA.(6)
Anamnesis
Keluhan nyeri pada os awalnya muncul saat os beraktifitas dan berkurang
saat istirahat. Pada OA, cairan synovial yang terletak diujung tulang penyusun
sendi yang bertindak sebagai bahan pelumas dan mencegah ujung-ujung tulang
tersebut bergesekan berkurang, akibatnya adalah tulang rawan atau kartilago yang
menutup tulang akan bergesekan satu sama lain dan saling mengikis sehingga
akan membuat lapisan tersebut semakin tipis dan menimbulkan rasa nyeri,
disamping itu diduga akibat terbentuknya osteofit di tepi sendi. Namun saat ini os
merasa nyerinya lebih berat daripada sebelumnya, ini karena OA merupakan
penyakit yang bersifat kronik dan progresif hingga menyebabkan os kesulitan
berjalan karena os berusaha mengurangi dan mencegah keluhan nyerinya tersebut.
Kaku sendi 5 10 menit merupakan gejala khas pada OA yaitu kaku < 30
menit, dimana biasanya kaku sendi dirasakan pada pagi hari atau setelah duduk
maupun berbaring lama. Krepitasi atau suara krek yang os rasakan merupakan
tanda adanya pergesekan antar tulang.
Pemeriksaan fisik
Pada pemeriksaan fisik status generalis: os mengalami obesitas 1 dengan
BMI 29,3 kg/m2, merupakan salah satu faktor risiko yang dapat dimodifikasi.
Dengan tekanan darah: 140/100 mmHg (hipertensi grade 2).
Pada pemeriksaan status lokalis regio hip sinistra didapatkan:

Look : cara berjalan pelan dan berhati-hati


Feel : nyeri lokal (+)
Move : terdapat keterbatasan gerak aktif dan pasif akibat nyeri
Kekuatan: sulit dinilai akibat nyeri

Pemeriksaan rontgen hip AP:

18

Pada pemeriksaan rontgen hip AP didapatkan penyempitan celah sendi antara


acetabulum dan femoral head sinistra dan terdapat osteofit pada tepi acetabulum
sinistra.
Kesan : Osteoartritis sinistra
Diagnosis
Pada kasus ini, pasien Ny. NK dengan usia 62 tahun didiagnosis OA hip
sinistra. Pasien didiagnosis berdasarkan anamnesis dari gejala osteoartritis dan
pada pemeriksaan radiologis pasien yang memenuhi kriteria OA hip menurut ACR
(American

College

of

Rheumatology).

Dan

berdasarkan

derajatnya

diklasifikasikan derajat IV menurut klasifikasi Kellgren- Lawrence.(7,8)

BAB IV
TINJAUAN PUSTAKA

I. ANATOMI SENDI
Sendi adalah tempat pertemuan antara dua tulang atau lebih. Sendi ialah
suatu hubungan antara setiap bagian tulang atau tulang rawan pada kerangka.
Yang fungsi utamanya untuk memberikan gerakan fleksibel dalam tubuh.
Tipe-Tipe Sendi:
Sendi Fibrosa (Sinartrosis)
Merupakan sendi yang tidak memungkinkan tulang-tulang yang
berhubungan dapat bergerak satu sama lain.
Sendi Kartilaginosa (Amfiartrosis)
Merupakan sendi yang dapat sedikit bergerak atau bergerak secara
terbatas. Misalnya pada sendi sacroiliaca dan sendi-sendi antara corpus
vertebra.
Sendi Sinovial (Diartrosis)

19

Merupakan sendi yang dapat digerakkan dengan bebas. Sendi ini


memiliki rongga sendi dan permukaan sendi dilapisi rawan hialin. Rongga
sendi yang disebut cavum articulare mengandung cairan sinovial, yang
memberi nutrisi pada tulang rawan sendi yang tidak mengandung pembuluh
darah dan keseluruhan sendi tersebut dikelilingi kapsul fibrosa yang di
lapisi membran sinovial. Ada beberapa jenis sendi sinovial, yaitu: sendi
peluru, sendi engsel, sendi pelana, sendi pivot, dan sendi peluncur.
Pada sendi sinovial terdapat kartilago hialin dimana lapisan kartilago yang
memiliki ketebalan 7 mm pada orang muda dan asemakin tipis seiring dengan
pertambahan usia. Kartilago hialin merupakan kartilago yang miskin pembuluh
darah tetapi menerima nutrisi dari cairan sinovial. Sendi sinovial dijaga oleh
ligamentum dan kapsul sendi yang rerdiri dari jaringan fibrosa di bagian luar dan
membran sinovial dibagian dalamnya. kapsul sendi ini berisi cairan sinovial yang
kental dan trannsparan berfungsi untuk menyediakan nutrisi untuk tulang rawan
hialin yang miskin pembuluh darah, menyediakan beberapa molekul lubrikan
seperti glikoaminoglikan, oksigen dan protein plasma serta untuk mencegah
terjadinya gesekan atau friksi antara tulang saat bergerak. Cairan ini diproduksi
oleh membran synovial dimana membran ini memiliki dua sel yaitu sel sinovisit
tipe B (70-80%) dan sinovisit tipe A (20-30%). Sel sinovisit tipe B berfungsi
mensintesis hialuronat dan komponen matriks seperti kolagen. Sinovisit tipe A
yang berfungsi sebagai makrofag pada kapsul sendi.

II.

ANATOMI PINGGUL (HIP)


Sendi pinggul (hip joint) adalah sambungan tulang yang terletak diantara pinggul
dan pangkal tulang paha atas. Hip joint manusia terdiri dari tiga bagian utama
yaitu femur, femoral head dan round socket.(9)

20

Gambar 1. Anatomi sendi pinggul


Didalam hip joint yang normal terdapat suatu jaringan lembut dan titpis yang
disebut membran synovial. Selaput ini membuat cairan yang melumasi dan
hamper menghilangkan efek gesekan di dalam hip joint. Permukaan tulang juga
mempunyai suatu

lapisan

rawan

merupaab

yang

bantalan lembut

dan

memungkinkan

tulang

bergerak

dengan

Lapisan
cairan

bebas
ini
yang

tulang

untuk
mudah.

mengeluarkan
melumasi

dan

mengurangi

gesekan di dalam

hip joint. Akibat

gesekan

gerak

hampir

terjadi

setiap hari, maka

tulang

rawan

tersebut

semakin

yang
akan

dan

melemah dan dapat menyebabkan artritis. Selain menimbulkan rasa sakit,


pergerakan menjadi tidak lancar dan kadang-kadang berbunyi.

21

Sendi panggul (lihat gambar) adalah ball and socket synovial joint: bola adalah
kepala femur dan socketnya adalah acetabulum. Sendi panggul adalah artikulasi
painggul dengan tulang paha, yang menghubungkan kerangka aksial dengan
ekstremitas bawah.
Femur
femur adalah tulang terpanjang dan terberat pada tubuh manusia. Ini terdiri dari
superior atau proksimal dan inferior atau distal.
Bagian superior dari tulang femur adalah sisi artikulasi yang terhubung dengan
acetabulum. Bagian ini terdiri dari femoral head, femoral neck, greater
trochanters dan lesser trochanters. Femoral head terhubung dengan femoral body
(shaft) melalui femoral neck. Batas superior femoral neck dimulai dari bagian
lateral femoral head sampai dengan inferior trochanter. Batas superior lebih
pendek dari inferior. Femoral head dan femoral neck terletak pada sudut 130 (
7) dari shaft. Sudut ini semakin menyepit seiring dengan bertambahnya usia.
Greater trochanter merupakan tempat insersi m. gluteus medius dan m. gluteus
minimus, terletak di anterolateral dari shaft proksimal, sebelah distal femoral
neck. Lesser trokanter terletak di medial shaft, sebagai tempat insersi iliopsoas.

22

Pelvis
Saat lahir, masing-masing setengah panggul terdiri dari 3 terpisah tulang primer:
ilium, iskium, dan pubis. Tulang-tulang ini dihubungkan dengan tulang rawan
hialin.
Pada bayi dan anak-anak, ini sebagian besar tulang ini belum sempurna. Pada
masa pubertas, 3 tulang primer masih dipisahkan oleh kartilago berbentuk Y
yang terletak di tengah acetabulum. Tulang primer mulai berfusi di 15-17 tahun.
Fusion selesai antara 20-25 tahun.

23

Ilium
ilium adalah bagian terbesar dari tulang pinggul dan membentuk bagian superior
dari acetabulum. Di bagian anterio ilium terdapat anterior superior iliac spine
(ASIS) atau spina iliaca anterior superior (SIAS). Dari ASIS, secara anterior,
terdapat krista iliaka yang terletak sekitar lateral dan berlanjut terus ke posterior
tulang belakang atau ke posterior superior iliac spine (PSIS).
Permukaan lateral ilium yang memiliki 3 garis lengkung: garis gluteal posterior,
anterior, dan inferior. Di medial ilium terdapat fossa iliaka. Di posterior ilium
dapat ditemukan permukaan auricular.
iskium
iskium adalah bagian inferior pelvis. Iskium berfusi dengan pubis dan ilium di
sebelah superior, membentuk aspek posteroinferior dari acetabulum. Ramus
ischium bergabung dengan ramus inferior pubis membentuk sebuah ramus
ischiopubic, yang merupakan batas inferomedial dari foramen obturatorius. Batas
ujung inferior iskium terdapat tuberositas iskia.

24

Pubis
pubis membentuk bagian anteromedial dari tulang pinggul dan memberikan
kontribusi bagian anterior acetabulum. Di medial, permukaan symphyseal pubis
berartikulasi dengan pubis kontralateral membentuk simfisis pubis. Pubic crest
terbentuk dari batas anterosuperior dari pubic bodies dan simfisis. Pubic
tubercles, yang merupakan projeksi kecil pada bagian ujung lateral dari pubic
crest adalah tempat melekatnya ligamen inguinal secara medial dan merupakan
landmark yang sangat penting dari daerah inguinal. Foramen obturator adalah
permukaan oval yang dibentuk oleh rami pubis dan ischium.
acetabulum
Seperti ditunjukkan di atas, acetabulum terbentuk dari bagian dari ilium, iskium,
dan pubis. acetabulum adalah soket berbentuk cangkir (cup-shaped) yang terletak
di lateral pelvis, yang berartikulasi dengan femoral head untuk membentuk sendi
panggul. Tepi fibrocartilaginous dari acetabulum disebut sebagai labrum
acetabular. Fungsi labrum untuk memperdalam acetabulum, sehingga memegang
femoral head lebih aman dan kuat. Ligament acetabular transversal terletak di
sepanjang aspek inferior acetabulum; berfungsi mencegah femoral head agar
tidak bergerak dan bergeser ke inferior.

III. OSTEOARTRITIS
3.1 Definisi
Osteoartritis (OA) dikenal juga sebagai artritis degeneratif merupakan
suatu penyakit sendi yang bersifat kronik menyerang persendian terutama
kartilago sendi yang disebabkan oleh ketidakseimbangan antara degradasi dan
sintesis rawan sendi serta martiks ekstraseluler, kondrosit dan tulang subkondral
pada orang-orang lanjut usia.(1,2)
Penyakit ini menyerang sendi-sendi penumpu berat badan atau weight
bearing joint seperti sendi di leher, vetebra lumbosacral, panggul, lutut,

25

pergerakan kaki, dan sendi metatarsal falangeal pertama serta sendi tangan CMC,
PIP, dan DIP. (1,2)

3.2 Etiologi
Berdasarkan penyebabnya, OA dibedakan menjadi dua yaitu OA primer dan
OA sekunder. OA primer, atau dapat disebut OA idiopatik, tidak memiliki
penyebab yang pasti (tidak diketahui) dan tidak disebabkan oleh penyakit sistemik
maupun proses perubahan lokal pada sendi. OA sekunder, berbeda dengan OA
primer, merupakan OA yang disebabkan oleh inflamasi, trauma, kelainan sistem
endokrin atau metabolik, dan kelainan anatomi atau struktur sendi.(10)

3.3 Faktor resiko


Faktor resiko OA secara garis besar dapat dibagi menjadi dua, yaitu resiko yang
tidak dapat dimodifikasi dan yang dapat dimodifikasi. Faktor resiko yang tidak
dapat dimodifikasi adalah umur, jenis kelamin, dan genetik. Sedangkan, faktor
resiko yang dapat dimodifikasi adalah obesitas, kelemahan otot, trauma berulang,
aktivitas fisik yang berat, dan gaya hidup.(12)

Faktor yang tidak dapat dimodifikasi


26

Usia
Dari semua faktor risiko timbulnya OA, faktor penuaan adalah yang terkuat.
Faktor mekanik dan protektif pada kartilago akan terganggu dengan
bertambahnya usia. OA dialami sekitar 50% orang berusia 65 tahun ke atas dan
prevalensinya meningkat menjadi 85% pada kelompok 75 tahun keatas.(1)

Jenis kelamin
Jenis kelamin dapat mempengaruhi terjadinya OA melalui berbagai faktor, seperti
pengaruh hormonal. Wanita lebih sering mengalami OA dibandingkan pria.
Prevalensi OA kurang lebih sama pada laki-laki dan wanita pada usia <45 tahun,
namun diatas 50 tahun (setelah menopause) frekuensi OA lebih banyak pada
wanita daripada pria.(1)

Genetik
Kejadian OA pada ibu dengan OA pada sendi-sendi interfalang distal (nodus
heberden) terdapat 2 kali lebih sering OA pada sendi-sendi tersebut, dan anakannak perempuannya cendering mempunyai 3 kali lebih seing, daripada ibu dan
anak perempuan dari wanita tanpa OA. Adanya mutasi dalam gen prokolagen II
atau gen-gen structural lain untuk unsur-unsur tulang rawan sendi, protein
pengikat atau proteoglikan dikatakan berperan dalam timbulnya ecenderungan
familial pada OA tertentu (terutama OA generalisata atau OA banyak sendi).(1)
Faktor yang dapat dimodifikasi

Obesitas
Berat badan yang berlebih ternyata berkaitan dengan meningkatnya risiko
seseorang menderita OA pada kemudian hari, baik wanita maupun pria. Menurut
penelitian dari Grotle (2008), selain umur, berat badan yang berlebih terutama
obesitas turut berperan dalam patogenesis dan patofisiologi dari OA, terutama
dalam perkembangan penyakit ke derajat yang lebih tinggi. Kelebihan berat badan
akan meningkatkan stress biomekanis pada sendi yang menyangga berat badan
27

dan dapat mengakibatkan kerusakan kartilago. Dengan berat badan yang lebih
atau overweight dapat memberikan beban yang berlebih pada sendi-sendi
penyangga tubuh, dan dapat menyebabkan inflamasi dan nyeri pada sendi yang
bersangkutan.(1,13)

Trauma
Trauma atau riwayat operasi yang mempengaruhi kartilago sendi,
ligament, tulang dapat menyebabkan abnormalitas biokimia di sendi dan
menyebabkan

OA.

Walaupun

perbaikan

trauma

ligament

biasanya

mengembalikan fungsi sendi, namun OA dapat terjadi 5-15 tahun kemudian pada
50-60% pasien.(13)

Aktifitas berlebih
Pada pekerjaan yang memberikan stress berulang pada sendi tertentu
sendi tersebut mudah menderita OA. Mikrotrauma juga bisa menyebabkan
kerusakan, khususnya pada individu yang memiliki pekerjaan atau gaya hidup
yang berhubungan dengan gerakan-gerakan repetitive pada sendi.(6,13)

3.4 Patofisiologi
OA

adalah

gangguan

sendi

kronis

yang

disebabkan

oleh

ketidakseimbangan antara degradasi dan sintesis rawan sendi serta matriks


ekstraseluler, kondrosit dan tulang subkondral pada usia tua. Pada OA terjadi
perubahan morfologi, biokimia, molekuler dan biomekanik baik pada sel
kondrosit maupun matriks tulang rawan sendi yang mengakibatkan perlunakan,
ulserasi, hilangnya rawan sendi, sklerosis dan eburnasi tulang subkondral, osteofit
dan kista subkondral.(6,11)
Terdapat lima gambaran khas pada OA: 1) kerusakan kartilago yang
progresif, 2) terbentuknya kista subartikular, 3) sclerosis pada sekitar tulang, 4)
pembentukan osteofit, 5) kapsular fibrosis.(6)
28

Frekuensi OA jelas meningkat dengan bertambahnya usia. Tetapi hal


ini bukan berarti penambahan usia merupakan hal yang menjadi penyebab utama
dari terjadinya OA. Kartilago memang akan menua, terlihat dari selularitasnya
yang berkurang, berkurangnya konsentrasi proteoglikan, hilangnya elastisitas
dengan bertambahnya usia. Faktor-faktor perubahan pada kartilago ini dapat
dikatakan merupakan sebuah predisposisi terhadap terjadinya OA, namun hal ini
dapat dilihat jelas melalui gejala klinis dan radiologi bahwa hanya terbatas pada
sendi-sendi tertentu, sementara sendi lainnya hanya memperlihatkan sedikit
perubahan atau tidak ada sama sekali kelainan seiring dengan bertambahnya usia.
(6)

Perubahan utama pada matrix tulang rawan dapat melemahkan struktur


tulang rawan tersebut dan hal ini merupakan predisposisi terhadap terjadinya
kerusakan pada kartilago. Perubahan yang paling cepat terjadi saat kartilago
secara morfologi masih intak adalah meningkatnya kadar air pada kartilago dan
mudahnya ekstraktabilitas matriks proteoglikan. Hal yang sama juga ditemukan
pada jaringan kolagen internal yang gagal untuk mempertahankan gel antar
matriks. Pada stadium yang lebih lanjut terdapat hilangnya proteoglikan dan mulai
terlihat defek pada kartilago. Saat kartilago semakin kurang kaku, kerusakan
sekunder terjadi pada kondrosit akan mensintesis enzim-enzim dan merusak
matrix lebih lanjut. Deformitas pada kartilago akan menyebabkan stres pada
jaringan kolagennya dan hal ini dapat memperberat perubahan yang dapat
menyebabkan kerusakan jairngan.(6)
Kartilago sendi mempunyai pernanan penting dalam mendistribusikan berat
atau tekanan yang diterima ke seluruh permukaan sendi sehingga meringankan
dampak yang diterima. Ketika kehilangan keutuhannya, tekanan atau beban yang
didapat akan terkonsentrasi pada tulang subkondral. Hasilnya adalah sebagai
degenerasi fokal trabecular, terbentuknya kista subkondral, dan meningkatnya
vaskularitas dan skerosis pada daerah yang mendapat beban paling berat.
Kartilago yang masih tersisa masih dapat berregenerasi, melakukan perbaikan dan
remodeling. Kartilago pada tepi sendi akan kembali tumbuh dan tampak osifikasi

29

endokondral, menyebabkan tumbuhnya taji tulang atau osteofit.(6,11)


Dengan terjadinya kerusakan kartilago yang progresif, tulang di bawahnya
akan terekspos dan sebagian are akan terpoles atau mingkilap tampak seperti
gading (ivory like smoothness) yang disebut dengan eburnasi. Dibawah kartilago
yang rusak, terdapat tulang yang padat dna sklerotik. Pada area subkondral yang
sklerotik ini tepat dibawah permukaan biasanya terdapat kista yang mengandung
gel gelatinosa yang kental. Kapsul sendi biasanya menunjukan penebalan dan
fibrosis. Membran synovial akan mengalami inflamasi, tebal, merah, dan tertutupi
oleh villi.(6)

3.5 Gejala Klinis

Anamnesis
Pada umumnya penderita OA mengatakan bahwa keluhannya sudah
berlangsung lama tetapi berkembang secara perlahan. Penderita OA biasanya
mengeluh nyeri pada sendi yang terkena yang bertambah dengan gerakan atau
waktu melakukan aktifitas dan berkurang dengan istirahat. Namun, seiring dengan
perkembangan penyakit, nyeri OA bisa menjadi persistent. Selain itu juga terdapat
kaku sendi yang dapat timbul setelah immobilitas seperti dari duduk yang lama
atau bahkan setelah bangun tidur. Krepitasi juga kadang-kadang terdengar pada
sendi yang sakit, perubahan bentuk sendi, dan gangguan fungsi sendi. Gangguan
berjalan dan gangguan fungsi bisa menyukarkan aktivitas pasien yang umumnya
berusia tua.(6,1)
Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan pergeraka yang terbatas karea
nyeri dan sering disertai dengan krepitasi. Pada pemeriksaan penunjang seperti
laboratorium sering tidak terlalu mendukung. Darah tepi tidak menggambarkan
OA kecuali pada OA generalisata yang harus dibedakan dengan artritis
peradangan. Pada pemeriksaan imunologi juga dapat normal. Pada OA yang
disertai peradangan, mungkin didapatkan penurunan viskositas, pleositosis ringan
hingga sedang, peningatan ringan sel radang (<8000/m) dan peningkatan protein.
30

Pada pemeriksaan radiografi dapat ditemukan penyempitan celah sendi yang


seringkali asimetris, peningkatan densitas (sclerosis) tulang subcondral dan
terdapat osteofit.(6)

3.6 Diagnosis
Kriteria diagnosis OA berdasarkan American College of Rheumatology
(ACR):(10) OA pinggul
Berdasarkan kriteria klinis dan laboratoris:
Nyeri pada pinggul/koksa dan paling sedikit salah satu dari dua kelompok kriteria
di bawah ini:
1. rotasi internal sendi pinggul < 15 disertai LED 45mm/jam atau fleksi
sendi pinggul 115 derajat (jika LED sulit dilakukan)
2. rotasi internal sendi pinggul > 15 disertai nyeri yang terkait pergerakan
rotasi internal sendi panggul, kekakuan sendi panggul pagi hari 60
menit, dan usia > 50 tahun
Berdasarkan kriteria klinis, laboratoris dan radiologis
Nyeri pada sendi panggul/koksa dan paling sedikit dua dari tiga kriteria dibawah
ini:
1. LED <20mm pada jam pertama
2. Osteofit pada femoral dan atau asetabular pada gambar radiologis
3. Penyempitan celah sendi secara radiologis
Derajat klasifikasi OA:

31

3.8 Penatalaksanaan
Strategi penatalaksanaan pasien dan pilihan jenis pengobatan ditentukan
oleh letak sendi yang mengalami OA, sesuai dengan karakteristik masing-masing
serta kebutuhannya. Oleh karena itu diperlukan penilaian yang cermat pada sendi
dan pasiennya secara keseluruhan, agar penatalaksanaannya aman, sederhana,
memperhatikan edukasi pasien serta melakukan pendekatan multidisiplin. Penting
untuk melakukan penilaian menyeluruh kualitas hidup pasien OA sebelum
memulai pengobatan.(10)
Tujuan dari penatalaksanaan OA adalah 1) Mengurangi/mengendalikan
nyeri 2) Mengoptimalkan fungsi gerak sendi 3) Mengurangi keterbatasan aktivitas
fisik sehari-hari (ketergantungan kepada orang lain) dan meningkatkan kualitas
hidup 4) Menghambat progresivitas penyakit serta 5) Mencegah terjadinya
komplikasi.(10)
Non farmakologis

Edukasi
Edukasi atau penjelasan kepada pasien perlu dilakukan agar pasien dapat
mengetahui serta memahami tentang penyakit yang dideritanya, bagaimana agar
penyakitnya tidak bertambah semakin parah, dan agar persendiaanya tetap
terpakai.

32

Penurunan berat badan


Penurunan berat badan pada pasien dengan OA telah menunjukan
peningkatan kualitas hidup, fungsi secara fisik, menurunkan gejala nyeri, dan
menurunkan kejadian disabilitas.

Olahraga
Olahraga ringan yang teratur seperti, latihan kekuatan, bersepeda, ataupun
berjalan dikenal bermanfaat bagi pasien OA, tanpa menyebabkan perburukan pada
sendi dan meningkatkan inflamasi. Pada sebuah penelitian didapatkan bahwa 4
minggu latihan dengan frekuensi 4 kali per minggu dapat mereduksi bahan-bahan
inflamasi pada cairan synovial pada sendi penderita OA. Penelitian tersebut
menilai bahwa olahraga ringan yang teratur memiliki efek anti inflamasi pada
sendi yang mengalami perburukan pada OA.
Jenis aktifitas fisik yang paling efektif pada penderita OA adalah aktifitas
dengan low impact, aerobic dengan intensitas ringan, termasuk olahraga air,
bersepeda,, dan berjalan. Latihan minimal dilakukan 150 menit perminggu dengan
dua kali latihan kekuatan dalam seminggu untuk mengurangi nyeri dan gejala
lainnya pada OA.
Farmakologis
American Colleges of Rheumatology menjadikan NSAID sebagai pilihan
terapi farmakologi lini pertama pada OA panggul dan lutut dengan menambah
pemberian proton pump inhibitor (PPI) untuk mengurangi potensi terjadinya
gangguan pada sistem gastrointestinal akibat penggunaan NSAID jangka panjang.
Saat ini Tramadol dan injeksi intraartikular kortikosteroid menjadi inisial terapi
pada OA, dimana sebelumnya acetaminophen merupakan terapi awal untuk OA.
Namun, acetaminophen masih menjadi pilihan sama seperti halnya NSAID untuk
pengobatan pada pasien OA tanpa kormobiditas.(10)
Injeksi intraartikular ataupun periartikular bukan merupakan pilihan utama dalam

33

penanganan OA. Pada dasarnya ada dua indikasi suntikan intra artikular yakni
penanganan

simtomatik

dengan

steroid,

dan

viskosuplementasi

dengan

hyaluronan untuk memodifikasi perjalanan penyakit.(10)


Bedah
Destruksi sendi yang progresif, dengan nyeri yang hebat, serta
terdapatnya deformitas biasanya memerlukan tindakan bedah rekonstruksi. Segera
rujuk ke bedah ortopedi pada pasien dengan gejala klinis OA yang berat, gejala
nyeri menetap atau bertambah berat setelah mendapat pengobatan yang standar
sesuai dengan rekomendasi baik secara non-farmakologik dan farmakologi.
Penggantian panggul atau lutut buatan total adalah solusi terakhir untuk OA
tingkat lanjut. Ini adalah pengobatan pasti untuk OA yang lanjut, dan aman serta
sangat efektif. Dengan adanya kemajuan dalam desain panggul atau lutut buatan
dan juga peningkatan teknik bedah. Dalam penggantian panggul atau lutut total
sekali pun, sebagian besar pasien dapat kembali pada gaya hidupnya yang normal
dalam waktu 2 hingga 3 bulan setelah pembedahan. Tindakan ini untuk pasien OA
panggul maupun lutut dapat menjanjikan perbaikan pada sendi yang dapat
bertahan hingaa 15 tahun atau lebih. Bagaimanapun tindakan ini tergantung pada
kemampuan teknik operator dan design implant yang tersedia.(10)

3.9 Prognosis
OA mempunyai pengaruh besar terhadap kesehatan fisik dan mental
pasien. OA panggul dan lutut memiliki hubungan yang erat dengan terjadinya
disabilitas dan kesulitan melakukan aktifitas sehari-hari. OA juga dapat
mempengaruhi keadaan mental pasien seperti keadaan pesimis, perasaan tertekan
akibat konsekuensi menahan rasa nyeri yang berkepanjangan. Pada pasien OA
banyak dilaporkannya penurunan kualitas hidup dibandingkan dengan pasien yang
tidak menderita OA. Lebih dari 60% penderita OA memiliki keadaan
kormobiditas lainnya yan menambah beban pada pasien yang dapat menyebabkan

34

penurunan produktifitas hidup pasien. Pada beberapa penelitian berpendapat


bahwa pasien dengan OA lutut dan panggul memiliki resiko mortalitas yang lebih
tinggi dibandingkan populasi biasa.

DAFTAR PUSTAKA

1. Soeroso J, Isbagio H, Kalim H, Broto R, Pramudiyo R. Osteoartritis. In:


Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S, editors. Buku
Ajar Ilmu Penyakit Dalam. 4th ed. Jakarta: Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit
Dalam Fakultas Kedokteran Indonesia; 2006. p. 1195-201.
2. Tanto C, Liwang F, Hanifati S, Pradipta EA. Osteoartritis. Kapita Selekta
Kedokteran. 4th ed. Jakarta: Media Aesculapius; 2014. p. 837-8

35

3. Pratiwi

AI.

Diagnosis

2015;4(4):10-7
4. Fauci, Anthony

S,

et

and

treatment

osteoarthritis.

Majority

al. Osteoarthritis. Harrisons Principles Of

Internal Medicine. 18th ed. The McGraw-Hill Companies. 2012.


5. Wood MA, Brock TM, Heil K, Holmes R, Weusten A. A review on the
management of hip and knee osteoarthtritis. Hindawi Publishing
International

Journal

of

Chronic

Disease

2013.

Doi:

org/10.1155/2013/845015
6. Solomon Louis. Osteoarthritis. Apleys system of orthopedics and
fractures. Ed 9th. Hodder Arnold;2010:p.85-103.
7. American College of Rheumatology. Diagnostic

guidelines

for

osteoarthtritis. Available at: http://www.hopkinsarthritis.org/physiciancorner/education/arthritis-education-diagnostic-guidelines/


8. Reijman M, Hazes JMW, Pols HAP, Bernsen RMD, KoesBW, BiermaZeinstra SMA. Validity and reability of three definitions of hip
osteoarthritis: Cross sectional and longitudinal approach. Ann rheum dis
2004;63.

p.

1427-33.

Available

http://ard.bmj.com/content/63/11/1427.full.pdf
9. Anatomy
of
the
hip.

Available

at:
at:

http://emedicine.medscape.com/article/1898964-overview#a2
10. Rekomendasi IRA untuk Diagnosis dan Penatalaksanaan Osteoartritis.
Available

at:

http://reumatologi.or.id/var/rekomendasi/Rekomendasi_IRA_Osteoarthriti
s_2014.pdf
11. Dejong. Sjamsuhidayat. Osteoarthritis. Kelainan degenerative. Buku ajar
ilmu bedah. Jakarta:ECG;2010.p.1006-8
12. Betancourt MCC. Hip Osteoarthritis; genetics, epidemiology, risk factors
and burden of the disease. Reumafonds;2015.p.9-193

36

You might also like