Professional Documents
Culture Documents
Bismillahirrahmanirrahim.
Alhamdulillah, puji syukur kehadirat Allah SWT karena berkat rahmatNya
yang begitu besar sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan makalah
presentasi kasus yang berjudul Osteoartritis pada kepaniteraan klinik Ilmu Bedah
Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Budhi Asih.
Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada berbagai
pihak yang telah membantu dalam penyusunan dan penyelesaian makalah ini,
terutama kepada :
1. Dr. David idrial, Sp.OT, selaku pembimbing yang telah memberikan
kesempatan dan bimbingannya sehingga makalah presentasi kasus ini
dapat terselesaikan.
2. Semua dokter dan staf Ilmu Bedah RSUD Budhi Asih
3. Rekan-rekan kepaniteraan klinik Ilmu Bedah RSUD Budhi Asih
Penulis berharap makalah presentasi kasus ini dapat menambah
pengetahuan dan memahami lebih lanjut mengenai osteoartritis serta salah
satunya untuk memenuhi tugas yang diberikan pada kepaniteraan klinik di RSUD
Budhi Asih.
Penulis menyadari bahwa dalam pembuatan makalah ini masih banyaknya
kekurangan, oleh karena itu, segala kritik dan saran dari semua pihak yang
membangun guna menyempurnakan makalah ini sangat penulis harapkan.
Demikian yang penulis dapat sampaikan, semoga makalah ini dapat bermanfaat
bagi berbagai pihak. Terimakasih
Lembar Pengesahan
Pada tanggal:
BAB I
PENDAHULUAN
BAB II
ILUSTRASI KASUS
STATUS PASIEN
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH BUDHI ASIH
Nama Mahasiswa
NIM
: 030.11.037
Tanda Tangan :
: 9935XX
I. IDENTITAS
Nama pasien
Usia
Jenis kelamin
Status perkawinan
Alamat
Agama
Bangsa
Pekerjaan
Pendidikan
Masuk RS sejak
No. RM
: Ny. NK
: 65 tahun
: Perempuan
: Menikah
: Kayu Manis I, Jakarta Timur
: Islam
: Indonesia
: Kepala sekolah
: S1
: 22 Maret 2016
: 993526
II. ANAMNESIS
Dilakukan secara autoanamnesis pada tanggal 24 Maret 2016 pukul 07.30
WIB.
4
A. Keluhan Utama
Nyeri di pinggul kiri sejak 1 tahun yang lalu
B. Keluhan Tambahan
Os mengeluhkan kaku, keterbatasan gerak, sulit berjalan, terdengar
bunyi krek
C. Riwayat Penyakit Sekarang
Os datang berobat ke poliklinik RSUD Budhi Asih dengan keluhan
nyeri di pinggul kiri sejak 1 tahun yang lalu. Nyeri awalnya dirasakan
hilang timbul terutama saat os berjalan dan beraktivitas dan sedikit
berkurang jika os beristirahat. Namun semakin lama nyeri dirasakan
semakin berat, os nyeri jika perubahan dari posisi duduk ke berdiri dan
jika menggerakkan kakinya atau anggota tubuh bawahnya secara tiba
tiba. Os juga mengaku sering terdengar bunyi krek apabila os bergerak
secara tiba-tiba. Karena nyeri tersebut, os mengeluhkan terdapatnya
keterbatasan gerak maupun keterbatasan berjalan. Os tidak tahan jika
terlalu lama berdiri maupun terlalu lama berjalan. Pergerakkan os pun
menjadi lebih lambat. Os juga menggunakan alat bantu untuk membantu
aktivitasnya sehari-hari.
Selain itu, os juga mengeluhkan kaku di pagi hari dengan durasi
5-10 menit. Selama kaku os memijat dan melatih menggerakkan
mengaku
mempunyai
riwayat
diabetes
melitus
yang
Riwayat Pengobatan
Os rutin kontrol ke poli orthopedi RSUD Budhi Asih. Sebelum
operasi dan saat nyerinya muncul, os ke puskesmas terdekat dan
diberikan obat allopuriol namun os merasa obat tersebut tidak cukup
mengatasi keluhannya tersebut lalu os menggunakan obat herbal
montalin setiap nyeri dan setiap akan beraktivitas. Os merasa membaik
dengan obat herbal tersebut. Os pernah dirujuk ke RSCM atas
permintaan sendiri dan diinformasikan perlunya dilakukan tindakan
operasi. 5 bulan yang lalu os sudah melakukan operasi penggantian
pinggul kanan atau THRT atau total hip replacement therapy di RSUD
Budhi Asih.
III.
PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan Fisik dilakukan pada tanggal 24 Maret 2016
1
Keadaan Umum
Kesadaran
Kesan sakit
Sikap
Status Gizi
BB
TB
BMI
: Compos mentis
: Tampak sakit sedang
: Kooperatif
:
: 74 kg
: 159 cm
: 29,3 kg/m2 (Obesitas 1)
Tanda Vital
Tekanan Darah
Nadi
Pernapasan
Suhu
: 140/100 mmHg
: 92 kali/menit
: 20 x/menit
: 36,70C
Status Generalis
a. Kesadaran
GCS : E4M6V5 = 15 (Compos Mentis)
b. Kulit : Warna sawo matang, tidak ikterik maupun sianosis
c. Kepala : Bentuk normal, normocephali, rambut hitam terdapat
uban distribusi merata.
d. Mata : Konjungtiva anemis (-)/(-), sclera ikterik (-)/(-), pupil bulat
isokhor, reflex cahaya langsung (+)/(+), reflex cahaya tak langsung
(+)/(+), oedema palpebra (-)/(-)
midclavicula sinistra
Perkusi
: Batas kanan di ICS III-V garis sternalis
dextra, batas kiri di ICS V garis midklavikularis sinistra,
gallop (-)
k. Abdomen
Inspeksi
l. Ekstremitas
Atas
Status lokalis
Ekstremitas inferior regio hip sinistra (pre-op THR)
a. Look : cara berjalan pelan dan berhati-hati, warna seperti kulit
sekitarnya, deformitas (-), oedem (-), luka atau jejas (-)
b. Feel : hangat (-), penebalan dan penonjolan tulang (-), fungsi
sensorik (+), nyeri lokal (+)
c. Move :
Aktif: abduksi <30, adduksi <20, fleksi <45
Pasif: abduksi <45, adduksi <30, fleksi <45
Terdapat keterbatasan range of motion (ROM) akibat nyeri
d. Kekuatan: sulit dinilai akibat nyeri
Status lokalis
Ekstremitas inferior regio hip sinistra (post-op THR)
a. Look : cara berjalan pelan, warna seperti kulit sekitarnya,
deformitas (-), oedem (-)
b. Feel
: hangat (-), penebalan dan penonjolan tulang (-), fungsi
sensorik (+), nyeri lokal (-)
c. Move :
Aktif: abduksi <45, adduksi <30, fleksi <90
Pasif: abduksi <45, adduksi <30, fleksi <90
IV.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Pemeriksaan Laboratorium
23 Maret 2016
Pemeriksaan
HEMATOLOGI
Hemoglobin
Leukosit
Eritrosit
Trombosit
Hematokrit
Hasil
Unit
Nilai rujukan
12.6
11.1
4.4
362
37
g/dL
ribu/uL
juta/uL
ribu/uL
%
11.7 15.5
3.6 11
3.8 5.2
150 440
35 47
9
LED
MCV
MCH
MCHC
2
83.2
28.5
34.2
mm/jam
fL
Pg
g/dL
0 30
80 100
26 34
32 36
FAAL HEMOSTASIS
Waktu perdarahan
Waktu pembekuan
2.30
12.00
menit
menit
16
5 15
KIMIA
Gula darah sewaktu
Albumin
SGOT
SGPT
144
3.5
16
9
mg/dL
g/dL
mU/dl
mU/dl
< 110
3.2 4.6
< 27
< 34
ELEKTROLIT
Natrium
Kalium
Klorida
142
3.6
109
mmol/L
mmol/L
mmol/L
135 155
3.6 5.5
98 109
10
V.
RESUME
o Pasien perempuan berinisial Ny. NK berusia 65 tahun
11
tinggi.
Pada pemeriksaan fisik ekstremitas didapatkan: terdapat perubahan
berjalan lebih lambat dan hati-hati, pada gerak pasif abduksi <45,
adduksi <30, ekstensi <30 range of motion (ROM) terbatas karena
nyeri.
Pemeriksaan
laboratorium
terdapat
gula
darah
sewaktu
12
DIAGNOSIS KERJA
VII.
DIAGNOSIS BANDING
Rheumatoid artritis
Avascular necrosis
VIII. PENATALAKSANAAN
A. Non Medika Mentosa
B. Medika Mentosa
Cefixime 2 x 200 mg
Meloxicam 2 x 15 mg
Lansoprazole 2 x 1 tab
Osteocare 2 x 1
C. Bedah
Total hip replacement therapy (THRT)
IX.
PROGNOSIS
Ad Vitam
: ad Bonam
Ad functionam
: Dubia ad Bonam
Ad sanationam
: ad Bonam
13
LAPORAN PEMBEDAHAN
Tanggal
: 24 Maret 2016
Jenis operasi
: Clear
Klasifikasi
: Elektif
Tindakan pembedahan
Uraian pembedahan
1
2
3
4
5
steril.
Incisi posterolateral hip, diperdalam lapis demi lapis, kapsul dibuka
Dilakukan ekstraksi head femur
Preparasi acetabulum, dilanjutkan pemasangan acetabular cup
diameter 50 mm dan acetabullar liner head size 32 mm, cancelous
7
8
size 6, cementless
Cek stabilitas stabil
Kontrol perdarahan dan tutup luka operasi lapis demi lapis dengan
Awasi KU dan VS
IVFD Asering 15 tetes per menit
Injeksi fosmicin 2 x 2 gr
Injeksi dynastat 3 x 40 gr
Injeksi pantoprazole 2 x 40 gr
Transfusi PRC 500 cc sampai dengan Hb >10 g/dL
Rontgen kontrol hip sinistra Ap + Oblique
Pertahankan posisi tungkai kiri abduksi + eksternal rotasi
(mengangkang)
14
Follow Up
26 Maret 2016
SUBJECTIVE
OBJECTIVE
ASSESMENT
PLANNING
Nyeri post
KU : CM, TSS
Post total hip
Diet sesuai gizi klinik
TD : 130/80
operasi
replacement Terapi injeksi lanjut
Pertahankan
posisi
Os mulai
mmHg
therapy (THR)
tungkai kiri abduksi
menggerakkan N : 92 x/m
hip
sinistra
RR : 20 x/m
+ eksterna rotasi
kaki kirinya S : 36,7 C
POD II
(mengangkang)
Status lokalis :
perlahan-lahan
Posisi badan boleh
ROM terbatas
demam (-)
setengah duduk, kaki
karena nyeri,
NVD baik.
Drain: 50 cc
daerah
pingul immobilisasi
Pindah ruang rawat
biasa: rontgen pelvis
AP dan Hip sinistra
AP
Lain-lain sesuai terapi
penyakit dalam
29 Maret 2016
SUBJECTIV
E
Nyeri post
operasi
berkurang
OBJECTIVE
ASSESMENT
PLANNING
KU : CM, TSS
Post total hip
Diet sesuai gizi klinik
TD : 110/80 mmHg
Terapi injeksi lanjut
replacement
N : 78 x/m
Aff drain + GV
therapy
(THR)
RR : 20 x/m
dengan betadine
15
Demam (-)
Mual
S : 36,9 C
Status lokalis :
ROM terbatas
hip sinistra
POD V
Aff DC
Bladder training
Lain-lain
sesuai
terapi
baik. Drain: 10 cc
GDS : 103 mg/dL
penyakit
dalam
30 Maret 2016
SUBJECTIV
E
Keluhan (-)
OBJECTIVE
ASSESMENT
PLANNING
KU : CM, TSS
Post total hip
Diet sesuai gizi klinik
TD : 130/70 mmHg
Venflon (+) terapi
replacement
N : 84 x/m
injeksi lanjutkan
therapy (THR)
RR : 20 x/m
Motivasi
untuk
S : 36,2 C
hip sinistra
mobilisasi duduk,
Status lokalis :
POD VI
ROM terbatas
jalan dengan walker
Lain-lain
sesuai
karena nyeri, NVD
terapi
baik.
GDS : 110 mg/dL
penyakit
dalam
31 Maret 2016
SUBJECTIV
E
Tidak ada
keluhan
OBJECTIVE
ASSESMENT
KU : CM, TSS
Post total hip
TD : 110/80 mmHg
replacement
N : 72 x/m
therapy (THR)
RR : 20 x/m
S : 36,5 C
hip sinistra
Status lokalis :
POD VII
ROM terbatas
karena nyeri, NVD
PLANNING
BLPL
Obat ganti oral:
Cefixime 2 x 200 mg
Meloxicam 2 x 15 mg
Pregabalin 1 x 75 mg
Lansoprazol 2 x 1
Osteocare 2 x 1
Nutriflam 2 x 1
baik.
Albumin : 3,5 g/dL
16
BAB III
ANALISA KASUS
Pada kasus ini, pasien Ny. NK dengan usia 65 tahun yang datang ke
poliklinik bedah orthopedic RSUD Budhi Asih:
Faktor risiko
Beberapa faktor risiko yang dapat ditemukan pada os, yaitu jenis kelamin
wanita dimana prevalensi OA wanita lebih banyak dibandingkan laki-laki,
terutama pada usia di atas 50 tahun. Meningkatnya angka kejadian OA pada
wanita dengan usia tersebut dihub nungkan dengan keadaan wanita menopause
yang memiliki kadar estrogen yang lebih rendah diduga berperan dalam terjadinya
OA pada usia tersebut. Namun masih belum ada penelitian jelas tentang hal
tersebut.
OA terjadi selain karena faktor intrinsik seperti berkurangnya fungsi pada
sel tulang rawan dan menurunnya kekuatan yang disebabkan oleh proses
degradasi atau bertambahnya usia, faktor mekanik juga memegang pengaruh besar
terhadap terjadinya OA. Pada kasus ini os memiliki faktor resiko terhadap OA
lainnya seperti, aktifitas yang berlebih, seperti mengikuti berbagai organisasi saat
me njadi mahasiswa, aktif mengikuti olahraga tennis, riwayat kebiasaaan
menggunakan sepatu heels sehari-hari, dengan berat badan yang berlebih (obesitas
17
grade I). Hal-hal ini dapat menyebabkan stress mekanis berulang dengan memberi
beban berlebih pada sendi-sendi penumpu berat badan atau weight bearing joint
seperti sendi pinggul dan lutut yang dapat menjadi OA.(6)
Anamnesis
Keluhan nyeri pada os awalnya muncul saat os beraktifitas dan berkurang
saat istirahat. Pada OA, cairan synovial yang terletak diujung tulang penyusun
sendi yang bertindak sebagai bahan pelumas dan mencegah ujung-ujung tulang
tersebut bergesekan berkurang, akibatnya adalah tulang rawan atau kartilago yang
menutup tulang akan bergesekan satu sama lain dan saling mengikis sehingga
akan membuat lapisan tersebut semakin tipis dan menimbulkan rasa nyeri,
disamping itu diduga akibat terbentuknya osteofit di tepi sendi. Namun saat ini os
merasa nyerinya lebih berat daripada sebelumnya, ini karena OA merupakan
penyakit yang bersifat kronik dan progresif hingga menyebabkan os kesulitan
berjalan karena os berusaha mengurangi dan mencegah keluhan nyerinya tersebut.
Kaku sendi 5 10 menit merupakan gejala khas pada OA yaitu kaku < 30
menit, dimana biasanya kaku sendi dirasakan pada pagi hari atau setelah duduk
maupun berbaring lama. Krepitasi atau suara krek yang os rasakan merupakan
tanda adanya pergesekan antar tulang.
Pemeriksaan fisik
Pada pemeriksaan fisik status generalis: os mengalami obesitas 1 dengan
BMI 29,3 kg/m2, merupakan salah satu faktor risiko yang dapat dimodifikasi.
Dengan tekanan darah: 140/100 mmHg (hipertensi grade 2).
Pada pemeriksaan status lokalis regio hip sinistra didapatkan:
18
College
of
Rheumatology).
Dan
berdasarkan
derajatnya
BAB IV
TINJAUAN PUSTAKA
I. ANATOMI SENDI
Sendi adalah tempat pertemuan antara dua tulang atau lebih. Sendi ialah
suatu hubungan antara setiap bagian tulang atau tulang rawan pada kerangka.
Yang fungsi utamanya untuk memberikan gerakan fleksibel dalam tubuh.
Tipe-Tipe Sendi:
Sendi Fibrosa (Sinartrosis)
Merupakan sendi yang tidak memungkinkan tulang-tulang yang
berhubungan dapat bergerak satu sama lain.
Sendi Kartilaginosa (Amfiartrosis)
Merupakan sendi yang dapat sedikit bergerak atau bergerak secara
terbatas. Misalnya pada sendi sacroiliaca dan sendi-sendi antara corpus
vertebra.
Sendi Sinovial (Diartrosis)
19
II.
20
lapisan
rawan
merupaab
yang
bantalan lembut
dan
memungkinkan
tulang
bergerak
dengan
Lapisan
cairan
bebas
ini
yang
tulang
untuk
mudah.
mengeluarkan
melumasi
dan
mengurangi
gesekan di dalam
gesekan
gerak
hampir
terjadi
tulang
rawan
tersebut
semakin
yang
akan
dan
21
Sendi panggul (lihat gambar) adalah ball and socket synovial joint: bola adalah
kepala femur dan socketnya adalah acetabulum. Sendi panggul adalah artikulasi
painggul dengan tulang paha, yang menghubungkan kerangka aksial dengan
ekstremitas bawah.
Femur
femur adalah tulang terpanjang dan terberat pada tubuh manusia. Ini terdiri dari
superior atau proksimal dan inferior atau distal.
Bagian superior dari tulang femur adalah sisi artikulasi yang terhubung dengan
acetabulum. Bagian ini terdiri dari femoral head, femoral neck, greater
trochanters dan lesser trochanters. Femoral head terhubung dengan femoral body
(shaft) melalui femoral neck. Batas superior femoral neck dimulai dari bagian
lateral femoral head sampai dengan inferior trochanter. Batas superior lebih
pendek dari inferior. Femoral head dan femoral neck terletak pada sudut 130 (
7) dari shaft. Sudut ini semakin menyepit seiring dengan bertambahnya usia.
Greater trochanter merupakan tempat insersi m. gluteus medius dan m. gluteus
minimus, terletak di anterolateral dari shaft proksimal, sebelah distal femoral
neck. Lesser trokanter terletak di medial shaft, sebagai tempat insersi iliopsoas.
22
Pelvis
Saat lahir, masing-masing setengah panggul terdiri dari 3 terpisah tulang primer:
ilium, iskium, dan pubis. Tulang-tulang ini dihubungkan dengan tulang rawan
hialin.
Pada bayi dan anak-anak, ini sebagian besar tulang ini belum sempurna. Pada
masa pubertas, 3 tulang primer masih dipisahkan oleh kartilago berbentuk Y
yang terletak di tengah acetabulum. Tulang primer mulai berfusi di 15-17 tahun.
Fusion selesai antara 20-25 tahun.
23
Ilium
ilium adalah bagian terbesar dari tulang pinggul dan membentuk bagian superior
dari acetabulum. Di bagian anterio ilium terdapat anterior superior iliac spine
(ASIS) atau spina iliaca anterior superior (SIAS). Dari ASIS, secara anterior,
terdapat krista iliaka yang terletak sekitar lateral dan berlanjut terus ke posterior
tulang belakang atau ke posterior superior iliac spine (PSIS).
Permukaan lateral ilium yang memiliki 3 garis lengkung: garis gluteal posterior,
anterior, dan inferior. Di medial ilium terdapat fossa iliaka. Di posterior ilium
dapat ditemukan permukaan auricular.
iskium
iskium adalah bagian inferior pelvis. Iskium berfusi dengan pubis dan ilium di
sebelah superior, membentuk aspek posteroinferior dari acetabulum. Ramus
ischium bergabung dengan ramus inferior pubis membentuk sebuah ramus
ischiopubic, yang merupakan batas inferomedial dari foramen obturatorius. Batas
ujung inferior iskium terdapat tuberositas iskia.
24
Pubis
pubis membentuk bagian anteromedial dari tulang pinggul dan memberikan
kontribusi bagian anterior acetabulum. Di medial, permukaan symphyseal pubis
berartikulasi dengan pubis kontralateral membentuk simfisis pubis. Pubic crest
terbentuk dari batas anterosuperior dari pubic bodies dan simfisis. Pubic
tubercles, yang merupakan projeksi kecil pada bagian ujung lateral dari pubic
crest adalah tempat melekatnya ligamen inguinal secara medial dan merupakan
landmark yang sangat penting dari daerah inguinal. Foramen obturator adalah
permukaan oval yang dibentuk oleh rami pubis dan ischium.
acetabulum
Seperti ditunjukkan di atas, acetabulum terbentuk dari bagian dari ilium, iskium,
dan pubis. acetabulum adalah soket berbentuk cangkir (cup-shaped) yang terletak
di lateral pelvis, yang berartikulasi dengan femoral head untuk membentuk sendi
panggul. Tepi fibrocartilaginous dari acetabulum disebut sebagai labrum
acetabular. Fungsi labrum untuk memperdalam acetabulum, sehingga memegang
femoral head lebih aman dan kuat. Ligament acetabular transversal terletak di
sepanjang aspek inferior acetabulum; berfungsi mencegah femoral head agar
tidak bergerak dan bergeser ke inferior.
III. OSTEOARTRITIS
3.1 Definisi
Osteoartritis (OA) dikenal juga sebagai artritis degeneratif merupakan
suatu penyakit sendi yang bersifat kronik menyerang persendian terutama
kartilago sendi yang disebabkan oleh ketidakseimbangan antara degradasi dan
sintesis rawan sendi serta martiks ekstraseluler, kondrosit dan tulang subkondral
pada orang-orang lanjut usia.(1,2)
Penyakit ini menyerang sendi-sendi penumpu berat badan atau weight
bearing joint seperti sendi di leher, vetebra lumbosacral, panggul, lutut,
25
pergerakan kaki, dan sendi metatarsal falangeal pertama serta sendi tangan CMC,
PIP, dan DIP. (1,2)
3.2 Etiologi
Berdasarkan penyebabnya, OA dibedakan menjadi dua yaitu OA primer dan
OA sekunder. OA primer, atau dapat disebut OA idiopatik, tidak memiliki
penyebab yang pasti (tidak diketahui) dan tidak disebabkan oleh penyakit sistemik
maupun proses perubahan lokal pada sendi. OA sekunder, berbeda dengan OA
primer, merupakan OA yang disebabkan oleh inflamasi, trauma, kelainan sistem
endokrin atau metabolik, dan kelainan anatomi atau struktur sendi.(10)
Usia
Dari semua faktor risiko timbulnya OA, faktor penuaan adalah yang terkuat.
Faktor mekanik dan protektif pada kartilago akan terganggu dengan
bertambahnya usia. OA dialami sekitar 50% orang berusia 65 tahun ke atas dan
prevalensinya meningkat menjadi 85% pada kelompok 75 tahun keatas.(1)
Jenis kelamin
Jenis kelamin dapat mempengaruhi terjadinya OA melalui berbagai faktor, seperti
pengaruh hormonal. Wanita lebih sering mengalami OA dibandingkan pria.
Prevalensi OA kurang lebih sama pada laki-laki dan wanita pada usia <45 tahun,
namun diatas 50 tahun (setelah menopause) frekuensi OA lebih banyak pada
wanita daripada pria.(1)
Genetik
Kejadian OA pada ibu dengan OA pada sendi-sendi interfalang distal (nodus
heberden) terdapat 2 kali lebih sering OA pada sendi-sendi tersebut, dan anakannak perempuannya cendering mempunyai 3 kali lebih seing, daripada ibu dan
anak perempuan dari wanita tanpa OA. Adanya mutasi dalam gen prokolagen II
atau gen-gen structural lain untuk unsur-unsur tulang rawan sendi, protein
pengikat atau proteoglikan dikatakan berperan dalam timbulnya ecenderungan
familial pada OA tertentu (terutama OA generalisata atau OA banyak sendi).(1)
Faktor yang dapat dimodifikasi
Obesitas
Berat badan yang berlebih ternyata berkaitan dengan meningkatnya risiko
seseorang menderita OA pada kemudian hari, baik wanita maupun pria. Menurut
penelitian dari Grotle (2008), selain umur, berat badan yang berlebih terutama
obesitas turut berperan dalam patogenesis dan patofisiologi dari OA, terutama
dalam perkembangan penyakit ke derajat yang lebih tinggi. Kelebihan berat badan
akan meningkatkan stress biomekanis pada sendi yang menyangga berat badan
27
dan dapat mengakibatkan kerusakan kartilago. Dengan berat badan yang lebih
atau overweight dapat memberikan beban yang berlebih pada sendi-sendi
penyangga tubuh, dan dapat menyebabkan inflamasi dan nyeri pada sendi yang
bersangkutan.(1,13)
Trauma
Trauma atau riwayat operasi yang mempengaruhi kartilago sendi,
ligament, tulang dapat menyebabkan abnormalitas biokimia di sendi dan
menyebabkan
OA.
Walaupun
perbaikan
trauma
ligament
biasanya
mengembalikan fungsi sendi, namun OA dapat terjadi 5-15 tahun kemudian pada
50-60% pasien.(13)
Aktifitas berlebih
Pada pekerjaan yang memberikan stress berulang pada sendi tertentu
sendi tersebut mudah menderita OA. Mikrotrauma juga bisa menyebabkan
kerusakan, khususnya pada individu yang memiliki pekerjaan atau gaya hidup
yang berhubungan dengan gerakan-gerakan repetitive pada sendi.(6,13)
3.4 Patofisiologi
OA
adalah
gangguan
sendi
kronis
yang
disebabkan
oleh
29
Anamnesis
Pada umumnya penderita OA mengatakan bahwa keluhannya sudah
berlangsung lama tetapi berkembang secara perlahan. Penderita OA biasanya
mengeluh nyeri pada sendi yang terkena yang bertambah dengan gerakan atau
waktu melakukan aktifitas dan berkurang dengan istirahat. Namun, seiring dengan
perkembangan penyakit, nyeri OA bisa menjadi persistent. Selain itu juga terdapat
kaku sendi yang dapat timbul setelah immobilitas seperti dari duduk yang lama
atau bahkan setelah bangun tidur. Krepitasi juga kadang-kadang terdengar pada
sendi yang sakit, perubahan bentuk sendi, dan gangguan fungsi sendi. Gangguan
berjalan dan gangguan fungsi bisa menyukarkan aktivitas pasien yang umumnya
berusia tua.(6,1)
Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan pergeraka yang terbatas karea
nyeri dan sering disertai dengan krepitasi. Pada pemeriksaan penunjang seperti
laboratorium sering tidak terlalu mendukung. Darah tepi tidak menggambarkan
OA kecuali pada OA generalisata yang harus dibedakan dengan artritis
peradangan. Pada pemeriksaan imunologi juga dapat normal. Pada OA yang
disertai peradangan, mungkin didapatkan penurunan viskositas, pleositosis ringan
hingga sedang, peningatan ringan sel radang (<8000/m) dan peningkatan protein.
30
3.6 Diagnosis
Kriteria diagnosis OA berdasarkan American College of Rheumatology
(ACR):(10) OA pinggul
Berdasarkan kriteria klinis dan laboratoris:
Nyeri pada pinggul/koksa dan paling sedikit salah satu dari dua kelompok kriteria
di bawah ini:
1. rotasi internal sendi pinggul < 15 disertai LED 45mm/jam atau fleksi
sendi pinggul 115 derajat (jika LED sulit dilakukan)
2. rotasi internal sendi pinggul > 15 disertai nyeri yang terkait pergerakan
rotasi internal sendi panggul, kekakuan sendi panggul pagi hari 60
menit, dan usia > 50 tahun
Berdasarkan kriteria klinis, laboratoris dan radiologis
Nyeri pada sendi panggul/koksa dan paling sedikit dua dari tiga kriteria dibawah
ini:
1. LED <20mm pada jam pertama
2. Osteofit pada femoral dan atau asetabular pada gambar radiologis
3. Penyempitan celah sendi secara radiologis
Derajat klasifikasi OA:
31
3.8 Penatalaksanaan
Strategi penatalaksanaan pasien dan pilihan jenis pengobatan ditentukan
oleh letak sendi yang mengalami OA, sesuai dengan karakteristik masing-masing
serta kebutuhannya. Oleh karena itu diperlukan penilaian yang cermat pada sendi
dan pasiennya secara keseluruhan, agar penatalaksanaannya aman, sederhana,
memperhatikan edukasi pasien serta melakukan pendekatan multidisiplin. Penting
untuk melakukan penilaian menyeluruh kualitas hidup pasien OA sebelum
memulai pengobatan.(10)
Tujuan dari penatalaksanaan OA adalah 1) Mengurangi/mengendalikan
nyeri 2) Mengoptimalkan fungsi gerak sendi 3) Mengurangi keterbatasan aktivitas
fisik sehari-hari (ketergantungan kepada orang lain) dan meningkatkan kualitas
hidup 4) Menghambat progresivitas penyakit serta 5) Mencegah terjadinya
komplikasi.(10)
Non farmakologis
Edukasi
Edukasi atau penjelasan kepada pasien perlu dilakukan agar pasien dapat
mengetahui serta memahami tentang penyakit yang dideritanya, bagaimana agar
penyakitnya tidak bertambah semakin parah, dan agar persendiaanya tetap
terpakai.
32
Olahraga
Olahraga ringan yang teratur seperti, latihan kekuatan, bersepeda, ataupun
berjalan dikenal bermanfaat bagi pasien OA, tanpa menyebabkan perburukan pada
sendi dan meningkatkan inflamasi. Pada sebuah penelitian didapatkan bahwa 4
minggu latihan dengan frekuensi 4 kali per minggu dapat mereduksi bahan-bahan
inflamasi pada cairan synovial pada sendi penderita OA. Penelitian tersebut
menilai bahwa olahraga ringan yang teratur memiliki efek anti inflamasi pada
sendi yang mengalami perburukan pada OA.
Jenis aktifitas fisik yang paling efektif pada penderita OA adalah aktifitas
dengan low impact, aerobic dengan intensitas ringan, termasuk olahraga air,
bersepeda,, dan berjalan. Latihan minimal dilakukan 150 menit perminggu dengan
dua kali latihan kekuatan dalam seminggu untuk mengurangi nyeri dan gejala
lainnya pada OA.
Farmakologis
American Colleges of Rheumatology menjadikan NSAID sebagai pilihan
terapi farmakologi lini pertama pada OA panggul dan lutut dengan menambah
pemberian proton pump inhibitor (PPI) untuk mengurangi potensi terjadinya
gangguan pada sistem gastrointestinal akibat penggunaan NSAID jangka panjang.
Saat ini Tramadol dan injeksi intraartikular kortikosteroid menjadi inisial terapi
pada OA, dimana sebelumnya acetaminophen merupakan terapi awal untuk OA.
Namun, acetaminophen masih menjadi pilihan sama seperti halnya NSAID untuk
pengobatan pada pasien OA tanpa kormobiditas.(10)
Injeksi intraartikular ataupun periartikular bukan merupakan pilihan utama dalam
33
penanganan OA. Pada dasarnya ada dua indikasi suntikan intra artikular yakni
penanganan
simtomatik
dengan
steroid,
dan
viskosuplementasi
dengan
3.9 Prognosis
OA mempunyai pengaruh besar terhadap kesehatan fisik dan mental
pasien. OA panggul dan lutut memiliki hubungan yang erat dengan terjadinya
disabilitas dan kesulitan melakukan aktifitas sehari-hari. OA juga dapat
mempengaruhi keadaan mental pasien seperti keadaan pesimis, perasaan tertekan
akibat konsekuensi menahan rasa nyeri yang berkepanjangan. Pada pasien OA
banyak dilaporkannya penurunan kualitas hidup dibandingkan dengan pasien yang
tidak menderita OA. Lebih dari 60% penderita OA memiliki keadaan
kormobiditas lainnya yan menambah beban pada pasien yang dapat menyebabkan
34
DAFTAR PUSTAKA
35
3. Pratiwi
AI.
Diagnosis
2015;4(4):10-7
4. Fauci, Anthony
S,
et
and
treatment
osteoarthritis.
Majority
Journal
of
Chronic
Disease
2013.
Doi:
org/10.1155/2013/845015
6. Solomon Louis. Osteoarthritis. Apleys system of orthopedics and
fractures. Ed 9th. Hodder Arnold;2010:p.85-103.
7. American College of Rheumatology. Diagnostic
guidelines
for
p.
1427-33.
Available
http://ard.bmj.com/content/63/11/1427.full.pdf
9. Anatomy
of
the
hip.
Available
at:
at:
http://emedicine.medscape.com/article/1898964-overview#a2
10. Rekomendasi IRA untuk Diagnosis dan Penatalaksanaan Osteoartritis.
Available
at:
http://reumatologi.or.id/var/rekomendasi/Rekomendasi_IRA_Osteoarthriti
s_2014.pdf
11. Dejong. Sjamsuhidayat. Osteoarthritis. Kelainan degenerative. Buku ajar
ilmu bedah. Jakarta:ECG;2010.p.1006-8
12. Betancourt MCC. Hip Osteoarthritis; genetics, epidemiology, risk factors
and burden of the disease. Reumafonds;2015.p.9-193
36