Professional Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Masalah penyalahgunaan dan ketergantungan narkotika, psikotropika
dan zat adiktif lain (selanjutnya disebut napza) merupakan problema
kompleks yang penatalaksanaannya melibatkan banyak bidang keilmuan
(medik
dan
non-medik).
Penatalaksanaan
seseorang
dengan
Zat
adiktif
tersebut
mempengaruhi
otak
dan
selanjutnya
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tujuan dari Intervensi dan Penatalaksanaan Penggunaan NAPZA
Umumnya tujuan terapi ketergantungan napza adalah sebagai berikut :
1. Abstinensia atau penghentian total penggunaan napza.
Tujuan terapi ini tergolong sangat ideal, namun sebagian besar
pasien tidak mampu atau tidak bermotivasi untuk mencapai
sasaran ini, terutama pasien-pasien pengguna awal. Usaha pasien
untuk mempertahankan abstinensia tersebut dapat didukung
dengan meminimasi efek-efek yang langsung ataupun tidak
langsung akibat penggunaan napza. Sedangkan sebagian pasien
lain memang telah sungguh-sungguh abstinen terhadap salah satu
napza, tetapi kemudian beralih menggunakan jenis napza yang
lain.
2. Pengurangan frekuensi dan keparahan relaps.
Tujuan utamanya adalah mencegah relaps. Bila pasien pernah
menggunakan satu kali saja setelah abstinensia, maka ia disebut
slip. Bila ia menyadari kekeliruannya, dan ia memang telah
dibekali keterampilan untuk mencegah pengulangan penggunaan
kembali, pasien akan tetap mencoba bertahan untuk selalu
abstinen.
Program
pelatihan
ketrampilan
mencegah
relaps
ketergantungan
psikofarmakoterapi
dan
napza
terapi
merupakan
perilaku(1).
kombinasi
Meskipun
telah
dipahami bahwa
banyak
terapi
merubah
ketergantungan
Ketergantungan alkohol ringan sampai sedang
Ketergantungan nikotin/perokok
Ketergantungan ringan sampai sedang kanabis
Pasien
psikologis/psikiatrik
Pasien dengan ketergantungan berat
Pasien dengan kemampuan membaca yang rendah
Pasien dengan kesulitan terkait dengan gangguan fungsi
yang
kompleks
dengan
isu-isu
masalah
kognitif
Intervensi singkat dapat mengambil berbagai bentuk format
tetapi seringkali termasuk:
asesmen singkat
materi self - help (materi yang membantu pemahaman
NAPZA pada pasien, contoh : leaflet tentang penanganan
overdosis.cara menyuntik yang benar pada program harm
reduction)
informasi tingkat penggunaan yang aman
anjuran untuk mengurangi konsumsi
pengurangan dampak buruk
pencegahan kekambuhan
asesmen untuk kesiapan berubah termasuk wawancara
memotivasi
konseling singkat termasuk pemecahan masalah dan tujuan
follow up
2. Intervensi Psikososial
Intervensi psikologik merupakan komponen penting dalam
pengobatan yang komprehensif. Dapat diberikan konseling baik secara
individu maupun dalam kelompok. Konseling merupakan pendekatan
melalui suatu kolaborasi antara konselor dengan pasien dalam
perencanaan pengobatan yang didiskusikan dan disetujui bersama.
Tidak ada satu pendekatan psikososial yang superior, program
pengobatan harus disesuaikan dengan kebutuhan pasien secara
individu dengan mempertimbangkan Ludaya, jender dan komorbiditas
yang ada.
Konseling secara umum harus meliputi:
menghubungkan pasien dengen
dengan kebutuhan
layanan
yang
sesuai
ketidakmampuan pasien
mempertimbangkan secara lebih luas untuk membantu
pasien dalam hal lain seperti makanan, tempat tinggal,
keuangan
bila sesuai, libatkan dukungan lain untuk mengembangkan
kemungkinan perubahan perilaku melalui lingkungan dalam
layanan pengobatan maupun lingkungan luar pengobatan
tersebut
sehingga
menimbulkan
konsekuensi
yang
mempengaruhi
emosionalnya,
sehingga
tidak
komplek
Penyalahgunaan zat dan hubungannya dengan proses kognitif
psiko-edukasi
ketrampilan
perilaku
yang
dengan
menggabungkan
teknik
intervensi
prosedur
latihan
kognitif.
Prinsip
seorang
obat,
dan
yang
mengambil
secara
ilegal
atau
lagi ;
Mampu menolak tawaran penyalahgunakan NAPZA;
Pulih kepercayaan dirinya,hilang rasa rendah dirinya;
Mampu mengelola waktu dan berubah perilaku sehari-hari
dengan baik;
Dapat berkonsentrasi untuk belajar atau bekerja;
Dapat diterima dan dapat membawa diri dengan baik dalam
pergaulan di lingkungannya.
Beberapa Bentuk Program/Pendekatan Rehabilitasi yang ada,
antara lain :
a. Program Antagonis Opiat (Naltrexon)
Setelah detoksifikasi (dilepaskan dari ketergantungan fisik)
terhadap opioid (heroin/putauw/PT) penderita sering mengalami
keadaan rindu yang sangat kuat (craving, kangen,sugesti)
terhadap efek heroin. Antagonis opiat (Naltrexon HCI,) dapat
mengurangi kuatnya dan frekuensi datangnya perasaan rindu
itu. Apabila pasien menggunakan opieat lagi,ia tidak merasakan
efek euforiknya sehingga dapat terjadi overdosis. Oleh karena itu
perlu seleksi dan psikoterapi untuk membangun motivasi pasien
yang
kuat
sebelum
memutuskan
pemberian
antagonis.
sosial
keperibadian
dan
yang
sikap
bertujuan
mental
mengembangkan
yang
dewasa,
serta
Psikoterapi
yang
berorientasi
analitik
mengambil
keberhasilan.
Psikoterapi yang menggunakan sasaran pencegahan relaps
seperti
Cognitivi
Behaviour
Therapy
Prevention Training
Supportive Expressive Psychotherapy
Psychodrama,art-therapy
adalah
dan
Relaps
psikoterapi
yang
profesional hanya
waktu
dan
perilakunya
secara
efektif
serta
anggota
bertanggung
jawab
terhadap
behavioral
atau
agama
lain
professional.
Program dapat bersifat primer atau sekunder, program
berlangsung 3 bulan hingga 2 tahun dengan penekanan
terfokus
pada
masalah
penyelamatan
hidup
(life
b. Bila
memungkinkan
hindari
pemberian
obat-obatan,
karena
khususnya
bila
berhadapan
dengan
pasien
panik,
vital
yang
membahayakan
berkaitan
dengan
kondisi intoksikasi. Kemungkinan akan disertai dengan gejalagejala halusinasi, waham dan kebingungan akan tetapi kondisi
ini
akan
kembali
normal
setelah
gejala-gejala
intoksikasi
mereda.
Tanda-tanda vital pasien pada dasarnya stabil tetapi ada gejalagejala putus zat yang diperlihatkan pasien maka bila ada gejalagejala kebingungan atau psikotik hal itu merupakan bagian dari
gejala putus zat. Pasien dengan tanda-tanda vital yang stabil
dan tidak memperlihatkan gejala putus zat yang jelas tetapi
secara klinis menunjukkan adanya gejala kebingungan seperti
pada kondisi delirium atau demensia. Dalam perjalanannya
mungkin timbul gejala halusinasi atau waham, tetapi gejala ini
akan menghilang bilamana kondisi klinis delirium atau dementia
sudah diterapi dengan adekuat.
Bilamana tanda-tanda vital pasien stabil dan secara klinis tidak ada gejalagejala kebingungan atau putus zat secara bermakna, tetapi menunjukkan adanya
halusinasi atau waham dan tidak memiliki insight maka pasien menderita
psikosis.
E. Program Pasca Rawat (After Care)
Setelah selesai mengikuti suatu program rehabilitasi, penyalahguna
NAPZA masih harus mengikuti program pasca rawat (After care) untuk
memperkecil
kemungkinan
relaps
(kambuh).
Setiap
tempat/panti
rehabilitasi yang baik mempunyai program pasca rawat ini. Program After
Care juga berperan ebagai sarana transisi dari proses terapi dan
rehabilitasi ke lingkungan sosial, dimana mantan pecandu tinggal
bersama dibantu oleh pengawas yang berasal dari tenaga profesional,
biasanya terdiri dari 20 orang pecandu dan mereka bertanggung jawab
memelihara tempat tinggal seperti belanja, memasak, membersihkan
rumah, dan lain - lain. Tujuannya agar timbul rasa tanggung jawab pada
mantan pecandu, disiplin dan mampu bersosialisasi dengan dunia luar.
Program ini belum banyak diterapkan di Indonesia. Jenis perawatan ini
cocok bagi pecandu yang tidak memperoleh banyak kemajuan selama
terapi primer, bagi mereka yang tidak mendapatkan akses ke rumah
sakit/pusat rehabilitasi dan bagi mereka yang belum dapat dipulangkan
ke lingkungan tempat tinggalnya.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Masalah gangguan penggunaan NAPZA adalah penyakit otak yang
menimbulkan dampak fisik, psikologis dan sosial. Gangguan penggunaan
NAPZA tergolong sebagai penyakit kronis kambuhan, dimana untuk
proses pemulihannya memakan waktu relatif cukup lama dan melibatkan
berbagai pendekatan dan latar belakang profesi. Tiap jenis NAPZA
memberikan
efek
yang
khas
pada
tubuh
manusia,
sehingga
DAFTAR PUSTAKA
Ametembun,
0910321008
0910322038
0910322044
0910323052
0910323076
0910323098
Memahami konsep dasar psikososial yang mencakup konsep diri, stres dan
adaptasi.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
PENGERTIAN PSIKOSOSIAL
Manusia adalah makhluk biopsikososial yang unik dan menerapkan system
terbuka serta saling berinteraksi. Manusia selaulu berusaha untuk mempertahankan
keseimbangan hidupnya. Keseimbangan yang dipertahankan oleh setiap individu
untuk dapat menyesuaikan diri dengan lingkungannya, keadaan ini disebut dengan
sehat. Sedangkan seseorang dikatakan sakit apabila gagal dalam mempertahankan
keseimbangan diri dan lingkungannya. Sebagai makhluk social, untuk mencapai
kepuasan dalam kehidupan, mereka harus membina hubungan interpersonal
positif .
B. STATUS EMOSI
Setiap individu mempunyai kebutuhan emosi dasar, termasuk kebutuhan
akan cinta, kepercayaan, otonomi, identitas, harga diri, penghargaan dan rasa
aman. Schultz (1966) Merangkum kebutuhan tersebut sebagai kebutuhan
interpersonal untuk inklusi, control dan afeksi. Bila kebutuhan tersebut tidak
terpenuhi, akibatnya dapt berupa perasaan atau prilaku yang tidak diharapkan,
seperti ansietas, kemarahan, kesepian dan rasa tidak pasti.
C. KONSEP DIRI
Konsep diri adalah semua perasaan kepercayaan dan nilai yang diketahui
tentang dirinya dan memengaruhi individu dalam bersosialisasi dengan orang lain.
Konsep diri berkembang secara bertahap saat bayi molai mengenal dan
membedakan dirinya dengan orang lain.
Pembentukan konsep diri ini sangat dipengaruhi oleh asuhan orang tua dan
lingkungannya.
a. Komponen konsep diri
1)
Citra diri
adalah sikap seseorang terhadap tubuhnya secara sadar dan tidak sadar. Sikap ini
mencakup presepsi dari pasangan tentang ukuran, bentuk, dan fungsi penampilan
tubuh saat ini dan masa lalu.
2)
Ideal diri
Harga diri
Harga diri adalah penilaian terhadap hasil yang dicapai dengan analisis, sejauh
mana perilaku memenuhi ideal diri. Jika individu selalu sukses maka cenderung
harga dirinya akan tinggi dan jika mengalami kegagalan cenderung harga diri
menjadi rendah. Harga diperoleh dari diri sendiri dan orang lain.
4)
Peran diri
Peran diri adalah pola sikap, perilaku nilai yang diharapkan dari seseorang
berdasarkan posisinya di masyarakat.
5)
Identitas diri
Identitas diri adalah kesadaran akan dirinya sendiri yang bersumber dari observasi
dan penilaian yang merupakan sintesis dari semua aspek konsep diri sebagai suatu
kesatuan yang utuh.
b.
Budaya
Pada usia anak-anak nilai-nilai akan diadopsi dari orang tuanya, kelompoknya, dan
lingkungannya. Orang tua yang bekerja seharian akan membawa anak lebih dekat
pada lingkungannya.
3)
Ada kecenderungan bahwa riwayat sukses akan meningkatkan konsep diri demikian
pula sebaliknya.
5)
Sensor
Stresor dalam kehidupan misalnya perkawinan, pekerjaan baru, ujian dan kekuatan.
Jika koping individu tidak adekuat maka akan menimbulkan depresi, menarik diri,
dan kecemasan.
6)
Kesadaran akan diri berdasar atas observasi mandiri dan perhatian yang sesuai
akan kesehatan diri. Termasuk presepsi saat ini dan masa lalu.
2)
Individu mempunyai ideal diri yang realitas dan mempunyai tujuan hidup yang
dapat dicapai.
3)
Konsep diri yang positif menunjukkan bahwa individu akan sesuai dalam hidupnya.
4)
Seseorang yang akan mempunyai harga diri tinggi akan memandang dirinya
sebagai seorang yang berarti dan bermanfaat. Ia memandang dirinya sama dengan
apa yang ia inginkan.
5)
Identitas jelas
2. Objektifitas
Yaitu kemampuan untuk membedakan antara komponen-komponen emosional dan
logis dalam pemikiran, penalaran maupun tingkah laku. Kemampuan ini juga
meliputi kemampuan untuk membedakan antara pikiran-pikiran yang berhubungan
dengan persoalan yang tidak berkaitan.
3. Konsentrasi
Yaitu kemampuan untuk memusatkan perhatian secara penuh pada persoalan yang
sedang dihadapi. Konsentrasi memungkinkan individu untuk terhindar dari pikiranpikiran yang mengganggu ketika berusaha untuk memecahkan persoalan yang
sedang dihadapi.
4. Humor
Yaitu kemampuan untuk melihat segi yang lucu dari persoalan yang sedang
dihadapi, sehingga perspektif persoalan tersebut menjadi lebih luas, terang dan
tidak dirasa sebagai menekan lagi ketika dihadapi dengan humor.
5. Supresi
Yaitu kemampuan untuk menekan reaksi yang mendadak terhadap situasi yang ada
sehingga memberikan cukup waktu untuk lebih menyadari dan memberikan reaksi
yang lebih konstruktif.
6. Toleransi terhadap Kedwiartian atau Ambiguitas
Yaitu kemampuan untuk memahami bahwa banyak hal dalam kehidupan yang
bersifat tidak jelas dan oleh karenanya perlu memberikan ruang bagi ketidak
jelasan tersebut.
7. Empati
Yaitu kemampuan untuk melihat sesuatu dari pandangan orang lain. Empati juga
mencakup kemampuan untuk menghayati dan merasakan apa yang dihayati dan
dirasakan oleh orang lain.
1. Antisipasi
Antisipasi berkaitan dengan kesiapan mental individu untuk menerima suatu
perangsang. Ketika individu berhadap dengan konflik-konflik emosional atau pemicu
stres baik dari dalam maupun dari luar, dia mampu mengantisipasi akibat-akibat
dari konflik atau stres tersebut dengan cara menyediakan alternatif respon atau
solusi yang paling sesuai.
2. Afiliasi
Afiliasi berhubungan dengan kebutuhan untuk berhubungan atau bersatu dengan
orang lain dan bersahabat dengan mereka. Afiliasi membantu individu pada saat
menghadapi konflik baik dari dalam dan luar, dia mampu mencari sumber- sumber
dari orang lain untuk mendapatkan dukungan dan pertolongan.
3. Altruisme
Altruisme merupakan salah satu bentuk koping dengan cara mementingkan
kepentingan orang lain. Konflik-konflik yang memicu timbulnya stres baik dari dalam
maupun dari luar diri dialihkan dengan melakukan pengabdian pada kebutuhan
orang lain.
4. Penegasan diri (self assertion)
Individu berhadapan dengan konflik emosional yang menjadi pemicu stres dengan
cara mengekspresikan perasaan-perasaan dan pikiran-pikirannya secara lengsung
tetapi dengan cara yang tidak memaksa atau memanipulasi orang lain.
5. Pengamatan diri (Self observation)
Pengamatan diri sejajar dengan introspeksi, yaitu individu melakukan pengujian
secara objektif proses-proses kesadaran diri atau mengadakan pengamatan
terhadap tingkah laku, motif, ciri, sifat sendiri, dan seterusnya untuk mendapatkan
pemahaman mengenai diri sendiri yang semakin mendalam.
E. HUBUNGAN SOSIAL
Hubungan sosial dapat dibedakan menjadi dua, yaitu proses yang asosiatif dan
disosiatif. Hubungan sosial asosiatif merupakan hubungan yang bersifat positif, artinya
hubungan ini dapat mempererat atau memperkuat jalinan atau solidaritas kelompok.
Adapun hubungan sosial disosiatif merupakan hubungan yang bersifat negatif, artinya
hubungan ini dapat merenggangkan atau menggoyahkan jalinan atau solidaritas
kelompok yang telah terbangun.
a. Kerja sama
b. Akomodasi; dapat diartikan sebagai suatu keadaan atau sebagai suatu proses.
Sebagai keadaan, akomodasi adalah suatu bentuk keseimbangan dalam interaksi
antarindividu atau kelompok manusia dalam kaitannya dengan norma sosial dan
nilai sosial yang berlaku. n masalah yang terjadi dapat dilakukan.
c. Asimilasi; adalah proses sosial yang timbul apabila ada kelompok masyarakat
dengan latar belakang kebudayaan yang berbeda, saling bergaul secara interaktif
dalam jangka waktu lama.
d. Akulturasi; adalah suatu keadaan diterimanya unsur-unsur budaya asing ke dalam
kebudayaan sendiri.
memahami kegagalan
kebodohan.
tersebut
sebagai
jalan
untuk
sukses,
bukan
sebagi
Konsep Diri remaja tepat dan sama dengan kenyataan pada diri remaja tersebut,
contohnya adalah remaja merasa dirinya mampu berprestasi di sekolah,
kenyataannya memang dia berpretasi di sekolah, atau seorang remaja laki-laki
mampu memerankan diri dengan baik dalam penampilan dan tugas serta tanggung
jawabnya sebagai seorang lelaki.
2.
Fleksibel.
Konsep Diri remaja yang sehat ditandai oleh fleksibel atau keluwesan remaja dalam
menjalankan peran dalam masyarakat. Contohnya sebagai siswa di sekolah
tugasnya adalah belajar, sedangkan dirumah tugasnya sebagai seorang kakak
mengasuh adik dan membantu keluarga. Remaja ini mudah berubah pendapat, sulit
dipercaya dan tidak tegas dalam menentukan jalan hidupnya.
3.
Kontrol diri.
Konsep diri remaja yang sehat mampu mengatur hidupnya sendiri sesuai standar
tingkah laku dirinya sendiri, bukan di atur oleh orang lain. Remaja ini mudah
menyesuaikan diri dengan standar tingkah laku yang dituntut lingkungan, mudah
memotivasi diri untuk mencapai tujuan hidup.
G.
2.
3.
4.
5.
Menghargai usaha siswa melebihi hasil, bukan memberikan penghargaan dari apa
yang bukan hasil usaha mereka.
6.
7.
Suka menyokong
menyalahkan.
8.
9.
dan
memberikan
penghargaan
belajar
bukan
yang
sukses
memberi
melalui
mencela
dan
10. Lingkunga sekolah yang menimbulkan perasaan sukses dalam diri setiap siswa
dengan berbagai cara.
11. Berfikir positif dalam menilai menapilkan fisik dan psikis siswa.
H.
ASUHAN KEPERAWATAN
Pengkajian
b.
c.
d.
Status emosional
1)
2)
3)
4)
5)
Konsep diri
1)
2)
3)
Cara komunikasi
1)
2)
3)
4)
Pola interaksi
1)
e.
f.
g.
3)
2)
3)
Pendidikan terakhir
2)
3)
Pekerjaan klien
4)
Status keuangan
Hubungan sosial
1)
2)
3)
2)
i.
Pola hidup
1)
2)
3)
4)
Keluarga
1)
2)
3)
4)
5)
2.
Diagnosa
Diagnosa keperawatan pada klien menurut Tarwoto tahun 2003 adalah sebagai
berikut:
a. Gangguan konsep diri: Harga Diri Rendah b.d kesehatan.
b. Gangguan konsep diri: Body Image b.d hilangnya bagian tubuh.
c. Gangguan konsep diri: Perubahan Peran b.d kesehatan.
d. Gangguan konsep diri: Identitas Diri b.d kesehatan.
3.
Intervensi
2)
3)
Intervensi:
1)
Bina hubungan saling percaya dan menjelaskan semua prosedur dan tujuan
dengan singkat dan jelas.
2)
3)
4)
5)
6)
7)
2)
3)
Intervensi: .
1)
2)
3)
4)
5)
6)
2)
3)
Intervensi:
1)
Bina hubungan saling percaya dan menjelaskan semua prosedur dan tujuan
dengan singkat dan jelas.
2)
3)
4)
5)
6)
7)
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Konsep diri adalah semua perasaan kepercayaan dan nilai yang diketahui
tentang dirinya dan memengaruhi individu dalam bersosialisasi dengan orang lain.
Konsep diri berkembang secara bertahap saat bayi molai mengenal dan
membedakan dirinya dengan orang lain.
Stress merupakan bagian dari kehidupan yang mempunyai efek positif dan
negatif yang disebabkan karena perubahan lingkungan.
Perubahan
dari
suatu
keadaan
dari
respons
akibat
stressor
disebut adaptasi.Adaptasi sesungguhnya terjadi apabila adanya keseimbangan
antara lingkungan internal dan eksternal. Contoh adaptasi misalnya: optimalnya
semua fungsi tubuh, pertumbuhan normal, normalnya reaksi antara fisik dan emosi,
kemampuan menolerir perubahan situasi.
DAFTAR PUSTAKA
http:///E:/KDM/PSIKOSOSIAL 3.html
http:///E:/KDM/KOPING%20STRES.html
http:///E:/KDM/Konsep%20Dasar%20Psikososial%20_%20RANGK
.http:///E:/KDM/kebutuhan-dasar-manusia-psikososial.html
http://dedeol.blogspot.com/2013/10/makalah-konsep-dasar-psikososial.html
Perkembangan Psikososial
A.Definisi Perkembangan Psikososial
Apa itu perkembangan psikososial?
Perkembangan psikososial adalah perkembangan yang membahas tentang
perkembangan kepribadian manusia khususnya yang berkaitan dengan emosi,
motivasi dan perkembangan kepribadian.
umum, dan lebih sering terjadi diantara anak-anak yang sama jenis kelamin
daripada diantara anak-anak yang berbeda jenis kelamin.
2.Peer Status
Mana anak yang akan menjadi populer dengan anak sesamanya dan mana
yang tidak disukai ? ilmu perkembangan mengalamatkan dan memeriksa
pertanyaan yang mirip dari sociometric status, sebuah istilah menggambarkan
tingkat untuk mana anak yang disukai atau yang tidak disukai oleh teman
sebayanya.
Jenis sosimetrc status dinilai berdasarkan anak-anak diminta untuk menilai
berapa banyak teman sekelas mereka yang menyukai atau yang tidak menyukai
mereka. Atau mungkin dinilai berdasarkan anak diminta untuk menunjuk mana
anak yang paling mereka sukai dan yang kurang mereka sukai.
Average Children menerima jumlah rata-rata dari kedua nominasi positif dan
negatif dari teman sebaya mereka.
Anak yang populer memiliki kemampuan sosial yang membuat mereka disukai.
Mereka memberi penguatan, pendengar yang baik, mempertahankan komunikasi
yang saling terbuka dengan sebaya, menyenangkan, mengontrol emosi negatif
mereka, bertindak seperti mereka, menunjukkan antusiasme dan perhatian pada
yang lainya, dan self-confident tanpa menjadi sombong.
Anak yang ditolak sering memiliki masalah adaptasi yang serius dibandingkan
anak yang kurang perhatian . suatu study menemukan bahwa di TK anak-anak yang
ditolak teman sebayanya kurang berpartisipasi dalam kelas , lebih berekspresi
menghindari sekolah dan lebih menyendiri dibandingkan anak yang diterima teman
sebaya.
John coie menyediakan tiga alasan mengapa anak agresif yang ditolak mempunyai
masalah dalam hubungan sosial:
Bagaimana supaya anak yang ditolak itu lebih efektif dengan teman sebayanya?
Tujuan program-program pelatihan bagi anak-anak yang diabaikan haruslah untuk
menolong mereka menarik perhatian teman-teman sebaya mereka dengan caracara yang positif dan mempertahankan perhatian dengan mengajukan pertanyaanpertanyaan , mendengarkan dengan cara yang hangat dan bersahabat, dan bila
berbicara mengenai diri sendiri mereka sendiri, bicarakanlah hal-hal yang menarik
minat teman sebaya . mereka juga diajarkan untuk memasuki kelompok secara
lebih efektif.
3.Social Cognition
Menginterpretasikan.
Bertindak.
Dari perspektif kognitif sosial, anak-anak yang tidak dapat menyesuaikan diri
tidak memilki keterampilan kognitif sosial yang memadai untuk berinteraksi secara
efektif dengan orang lain (Kelly & De Armas, 1989; Weisberg,Caplan, & Sivo,
1989).
Anak laki-laki yang tidak mengalami masalah penyesuaian diri dengan teman
sebayanya mengajukan lebih banyak alternatif pemecahan yang lebih tegas dan
matang, memberi pemecahan agresif terhadap masalah yang kurang tegang,
memperlihatkan perencanaan yang lebih dapat menyesuaikan diri, dan
mengevaluasi tanggapan agresif yang secara fisik kurang positif dibandingkan
anak-anak yang mengalami masalah-masalah penyesuaian diri dengan teman
sebaya.
4.Bullying
Companionship.
Stimulation.
Persahabatan membuat
kesenangan dan hiburan.
anak-anak
mempunyai
informasi
yang
menarik,
Physical support.
Ego support.
Persahabatan
memberikan
harapan,
dorongan
yang
membantu
anak
mempertahankan kesan dirinya sebagai kompeten, individu yang menarik, dan
bermanfaat.
Social comparison.
Persahabatan memberikan anak sebuah hubungan yang hangat dan dekat, saling
percaya dengan orang lain. Keintiman dalam persahabatan ditandai dengan
berbagai tentang pengalaman pribadi.
1.
Beberapa ahli dalam psikologi pendidikan percaya bahwa guru yang efektif
menggunakan pendekatan konstruktivis dan pembelajaran langsung bersamaan
daripada hanya melakukan salah satunya secara ekslusif.
2.
Accountability
Sejak tahun 1990, publik AS dan pemerintah disetiap tingkatan menuntut
meningkatkan dari sekolah. Salah satu hasilnya adalah penyebaran tes negara
untuk mengukur apa yang telah maupun belum dipelajari siswa. Pendekatan ini
menjadi hukum.
Pendukung berpendapat bahwa pengujian standar diseluruh negara bagian akan
memiliki sejumlah efek positif. Ini termasuk prestasi siswa yang lebih banyak
ditingkatkan dalam mata pelajaran yang diuji agar sesuai dengan harapan.
Kritikus berpendapat bahwa undang-undang NCLB melakukan lebih banyak hal
yang berbahaya daripada hal yang baik. Kritik satu menyatakan menggunakan tes
tunggal sebagai indikator tunggal kemajuan siswa dan kompetensi menyajikan
pandangan yang sangat sempit dari kemampuan siswa.
Kritik ini mirip dengan yang ditujukan pada tes IQ, dimana psikolog dan
pendidikan menekankan bahwa sejumlah langkah harus digunakan, termasuk uji
kuis, proyek, pengamatan kelas, dan sebagainya.
Dan dari pasal 9 bahwa beberapa orang khawatir bahwa di era kebijakan NCLB
akan ada pengabaian siswa yang berbakat dalam upaya untuk meningkatkan
tingkat pencapaian siswa yang tidak melakukanya dengan baik. Pertimbangan juga
bahwa masing-masing negara diperbolehkan untuk memiliki kriteria yang berbeda
untuk menentukan nilai kelulusan atau tidak pada tes untuk dimasukkan NCLB.
Sebuah analis data NCLB menunjukan bahwa hampir setiap siswa kelas empat di
Mississippi tahu cara membaca tetapi hanya setengah dari siswa massachusetts
yang melakukannya. Jelas, standar Mississippi untuk lulus tes membaca jauh
dibawah orang-orang dari massachusetts.
Dalam analisis terakhir dibeberapa negara, banyak negara telah mengambil
rute aman dan tetap standar untuk prestasi dalam sekolah di mereka, tampaknya
kemungkinan negara untuk menetapkan standar mereka sendiri mungkin telah
menurunkan standar prestasi.
Pertimbangkan juga bahwa salah satu tujuan NCLB adalah untuk menutup
kesenjangan prestasi etnis yang mencirikan prestasi rendah oleh mahasiswa
ameriak dan afrika latin dan prestasi yang lebih tinggi dengan siswa asia amerika
dan amerika latin. Namun, ahli terkemuka linda sayang hammond baru-baru ini
menyimpulkan bahwa NCLB telah gagal mencapai tujuan ini.
Dia mengkritik NCLB dengan penilaian yang tidak tepat dalam pembelajaran bahasa
inggris untuk siswa dengan kebutuhan khusus, insentif yang kuat untuk
mengecualikan siswa berprestasi rendah dari sekolah untuk mencapai target skor
tes, dan kekurangan guru berkualifikasi tinggi disekolah kebutuhan terus meninggi .
Meskipun menuai kritik, departemen pendidikan AS berkomitmen untuk
menerapkan NCLB dan sekolah membuat akomodasi un tuk memenuhi persyaratan
hukum. Memang, pendidikan yang paling mendukung pentingnya harapan dan
standar yang tinggi untuk keunggulan siswa dan guru.
6.
2.Ethnicity in Schools
Lebih dari sepertiga siswa afrika, amerika dan hampir sepertiga dari siswa
latin bersekolah di 47 sekolah besar diamerika dibandingkan 5% dari siswa kulit
putih dan 22% dari siswa dalam kota masih tersisa adalah kekurangan dana dan
tidak memeberikan kesempatan yang cukup bagi anak untuk belajar secara efektif
(Healy,2009) .
Bahkan diluar sekolah dalam kota pemisahan sekolah (Gollnick dan
Dagu,2009;Nieto dan Pertanda,2008) hampir sepertiga dari semua mahasiswa dan
afrika latin mengobati sekolah dimana 90% atau lebih dari murid-murid adalah dari
group (kelompok) minoritas (Banks,2008) .
Antropolog dari amerika john ogbu (1989) mengusulkan bahwa siswa etnis
minoritas ditempatkan dalam posisi lebih rendah dan ekspoitasi anak. Dalam sistem
pendidikan amerika, berikut ini beberapa strategis untuk meningkatkan hubungan
diantara siswa beragam etnis:
1.
Jigsaw anonson mengembangkan konsep dari ruang kelas jigsaw dimana muridmurid berasal dari latar belakang budaya yang berbeda ditempatkan pada
kelompok untuk bekerja sama dimana mereka harus menyusun beberapa bagian
berbeda dan sebuah proyek untuk mencapai suatu tujuan tertentu.
2.
Dengan siswa yang berbeda mereka harus melihat satu sama lain sebagai individu
bukan bagian dari kelompok tertentu ( kelompok yang homogen ).
3.
Reduce bias.
Mengurangi bias dengan cara mengubah pandangan anak-anak yang berasal dari
beragam etnis dan kelompok budaya, memilih bahan permainan dan aktivitas
diruangan kelas yang meningkatkan pengertian mengenai budaya, membantu siswa
melawan stereotipe dan bekerja sama dengan orang tua untuk mengurangi
pandangan bias dan prasangka dirumah.
4.
James corner mengatakan pendekatan tim merupakan cara terbaik untuk mengajar
anak-nak.
Lomer percaya bahwa keseluruhan bagian sekolah harus saling bekerja sama.
5.
Guru-guru harus dapat berperan sebagai mediator budaya dengan cara menjadi
lebih peka terhadap bias-bias pada interaksi dalam, lebih mempelajari mengenai
kelompok etnis yang berbeda, lebih peka terhadap perilaku etnis anaka-anak
melihat siswa dengan sudut pandang yang positif dan berfikir positif mengenai
orang tua agar terlibat sebagai partner guru dalam mengajar anak.
Perbedaan-perbedaan yang lainnya juga ditemukan pada orang tua Asia dan
Amerika. Orang tua Amerika sepertinya lebih percaya bahwa prestasi matematika
anak-anak mereka merupakan kemampuan bawaan lahir, sedangkan orang tua Asia
lebih mengatakan bahwa prestasi matematika anak-anak mereka merupakan hasil
dari usaha dan latihan.
Selain itu, pada penelitian Stevensons, orang tua Amerika juga memiliki
ekspektasi yang rendah terhadap pendidikan dan prestasi anak-anak mereka
daripada orang tua Asia. Menurut pandangan Stevensons, perubahan yang sangat
dibutuhkan dalam dunia pendidikan di Amerika adalah semakin tingginya
ekspektasi terhadap prestasi.
Ahli yang lainnya, seperti Phylis Blumenfeld, Jacquelynne Eccles dan Joyce
Epstein berkesimpulan bahwa semakin tinggi standart ekspektasi terhadap prestasi
begitu pula dengan perhatian guru terhadap setiap individu anak-anak,
mengikutsertakan anak-anak dalam pembelajaran tugas yang bermakna dan
menarik, dan hubungan yang positif antara sekolah dengan keluarga siswa,
merupakan aspek-aspek utama dalam meningkatkan prestasi akademik anak-anak
di Amerika.
Saudara kandung yang lebih tua memiliki peranan penting yang telah
ditentukan secara culturalnya hal ini disebutkan dalam komunitas pastoral dan
agricultural. Orang-orang tua mengajarkan anak kandung mereka yang lebih tua
untuk mengajari adik-adiknya mencari kayui bakar , mengembala ternak dan
bercocok tanam. Saudara sekandung diajarkan untuk menghormati yang lebih tua
(Cicirelly,1994a).
Sering kali pengajaran muncul secara spontan ketika saudara yang lebih tua
mengasuh yang lebih muda. Dalam masyarakat industrialis,saudara kandung
cenderung berjumlah kcil dan jarak antar saudara yang lebih jauh,memudahkan
orang tuanya untuk mengejar karier atau ketertarikan yang lain dan memfokuskan
lebih banyak sumber daya serta perhatian kepada tiap anak (Cicirelly,1994a).
sebagai
cara
efektif
untuk
dapat diterima. Semakin besar posisi televisi, semakin besar efek merusak yang
tampak.
anak usia 8-12 tahun tampaknya sangat mudah terpengaruh (Eron &
Huesmann, 1986). Dalam studi lanjutan, jumlah jam menonton televisi pada usia 8
tahun, dan kecenderungan terhadap tayangan aksi pada anak laki-laki,
memprediksi tingkat keparahan serangan kriminal pada usia 30 tahun.
Masa ini terjadi pada umur 6 - 7 tahun sampai kurang lebih 12 13 tahun.
Periode ini dimulai setelah anak melewati masa degil, di mana proses
sosialisasi telah dapat berlangsung lebih efektif, dan menjadi matang untuk
memasuki sekolah.
Referensi