You are on page 1of 20

PENDAHULUAN

Keluhan dispepsia merupakan keadaan klinik yang sering dijumpai dalam praktek seharihari. Diperkirakan bahwa hampir 30% kasus pada praktek umum dan 60% pada praktek
gastroenterologist merupakan kasus dispepsia ini. Istilah dispepsia mulai gencar dikemukakan
sejak akhir tahun 80 an, yang menggambarkan keluhan atau kumpulan gejala (sindrom) yang
terdiri dari nyeri atau rasa tidak nyaman di epigastrium,mual, muntah, kembung, cepat kenyang,
rasa perut penuh, sendawa, regurgitasi dan rasa panas yang menjalar di dada. Sindroma atau
keluhan ini dapat disebabkan atau didasari oleh berbagai penyakit, tentunya termasuk pula
penyakit pada lambung, yang diasumsikan oleh orang awam sebagai penyakit maag/lambung.
Tujuan mempelajari dispepsia ini adalah untuk pegangan dalam penanganan dalam praktek
sehari hari nantinya.

PEMBAHASAN
Definisi
Dispepsia merupakan kumpulan keluhan/gejala klinis yang terdiri dari rasa tidak enak/sakit
di perut bagian atas yang menetap atau mengalami kekambuhan. Keluhan refluks gastroesofagus
klasik berupa rasa panas di dada (heartburn) dan regurgitasi asam lambung, kini tidak lagi
termasuk dispepsia. Pengertian dispepsia terbagi dua, yaitu :
1. Dispepsia organik, bila telah diketahui danya kelainan organik sebagai penyebabnya. Sindroma
dispepsi organik terdapat kelainan yang nyata terhadap organ tubuh misalnya tukak (luka)
lambung, usus dua belas jari, radang pankreas, radang empedu, dan lain-lain.
2. Dispepsia nonorganik atau dispepsia fungsional, atau dispesia nonulkus (DNU), bila tidak jelas
penyebabnya. Dispepsi fungsional tanpa disertai kelainan atau gangguan struktur organ
berdasarkan pemeriksaan klinis, laboratorium, radiologi, dan endoskopi (teropong saluran
pencernaan).
Definisi lain, dispepsia adalah nyeri atau rasa tidak nyaman pada perut bagian atas atau dada,
yang sering dirasakan sebagai adanya gas, perasaan penuh atau rasa sakit atau rasa terbakar di
perut.Setiap orang dari berbagai usia dapat terkena dispepsia, baik pria maupun wanita. Sekitar
satu dari empat orang dapat terkena dispepsia dalam beberapa waktu.1

Anamnesis
-Menanyakan identitas pasien (nama, alamat, TTL, status sosial, pekerjaan, agama)
-Menanyakan keluhan utama yang dirasakan pasien
-Menanyakan riwayat penyakit sekarang
-Menanyakan riwayat terdahulu
-Menanyakan riwayat kesehatan keluarga

-Menanyakan riwayat minum obat termasuk minuman yang mengandung alkohol dan jamu yang
dijual bebas di masyarakat.
-Menanyakan apakah ada tanda dan gejala alarm(peringatan) seperti disfagia, berat badan
turun, nyeri menetap dan hebat, nyeri yang menjalar ke punggung, muntah yang sangat sering,
hematemesis, melena atau jaudice.2
-Perlu ditanyakan hal-hal yang berhubungan dengan stresor psikososial misalnya: masalah anak
(meninggal, nakal, sakit, tidak punya), hubungan antar manusia (orang tua, mertua, tetangga,
adik ipar, kakak), hubungan suami-istri (istri sibuk, istri muda, dimadu, bertengkar, cerai),
pekerjaan dan pendidikan.

Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan abdomen paling baik dilakukan pada pasien dalam keadaan berbaring dan
relaks, kedua lengan berada disamping, dan pasien bernapas melalui mulut. Pasien diminta
untuk menekukan kedua lutut dan pinggulnya sehingga otot-otot abdomen menjadi relaks.
Dokter yang memeriksa harus merasa nyaman dan relaks, dan oleh sebab itu ranjang harus
dinaikkan arau pemeriksa berlutut disamping tempat tidur. Tangan pemeriksa harus hangat untuk
menghindari terjadinya refleks tahanan otot oleh pasien. 2
INSPEKSI
Setelah melakukan inspeksi menyeluruh dan keadaan sekitarnya secara cepat, perhatikan
abdomen untuk memeriksa hal berikut ini:

Apakah abdomen dapat bergerak tanpa hambatan ketika pasien bernapas?


Apakah pasien menderita nyeri abdominal yang nyata?
Apakah pasien menderita iritasi peritoneum, yaitu pergerakan abdomen menjadi terbatas?
Apakah terdapat jaringan parut akibat operasi sebelumnya?
Apakah terdapat distensi abdominal yang nyata?
Apakah terdapat vena-vena yang berdilatasi?
Apakah terdapat gerakan peristaltic yang dapat terlihat?
Apakah terdapat kelainan-kelainan lain yang dapat terlihat?

Distensi yang menyeluruh biasanya disebabkan oleh lemak, cairan, janin, atau udara,
sedangkan penyebab dari bengkakan yang terlokalisasim antara lain hernia atau pembesaran
3

organ tertentu. Pada distensi abdomen yang menyeluruh, terutama jika disebabkan oleh asites,
umbilicus dapat menonjol keluar.
Kelainan-kelainan lainnya pada inspeksi dapat meliputi bercak-bercak kecil
makulopapular berwarna merah yang tidak bermakna (bercak Campbell de Morgan), dan tandatanda pancreatitis, seperti memar periumbilikus (tanda Cullen) atau memar pada bagian belakang
abdomen (tanda Gray Turner).
Peristaltic yang terlihat (gelombang kontraksi usus) dapat dijumpai pada individu normal
yang kurus, tetapi sebaliknya, pada orang yang gemuk, gerakan peristaltic hanya terlihat sebagai
proksimal dari letak lesi obstruktif usus.2
Vena-vena yang mengalami dilatasi dapat dijumpai jika darah yang kembali dari saluran
cerna menuju hati tidak dapat melalui hati karena terjadi peningkatan tekanan atau thrombosis
pada vena porta (ketika darah mengalir dari saluran cerna ke dalam hati). Aliran darah pada vena
yang berdilantasi akan menjauhi umbikulus, dan menaik searah dengan system vena kava
superior atau menurun searah dengan system vena kava inferior.
Jika terdapat obstruksi vena kava inferior, darah secara keseluruhan akan mengalir
kearah atas melewati tepi kostal. Identifikasi aliran darah keatas dengan melakukan penekanan
pada bagian bawah vena dengan menggunakan jari , kosongkan vena tersebut dengan melakukan
pemijatan kearah atas dengan jari yang lain, kemudian perhatikan adanya kegagalan pengisian
vena oleh darah dari atas. Untuk memastikan bahwa darah mengalir dari bawah ke atas, lakukan
tindakan sebaliknya (tekan bagian atas vena dengan jari, lalu pijat darah ke bawah dengan jari
yang lain), dan angkat jari yang menekan bagian bawah vena kemudian perhatikan bahwa vena
yang sebelumnya kosong mulai terisi oleh darah.
PALPASI
Abdomen harus diperiksa secara sistematis, terutama jika pasien menderita nyeri
abdomen. Selalu tanyakan kepada pasien letak nyeri yang dirasa maksimal dan periksa bagian
tersebut paling akhir. Isi abdomen dapat bergerak, semi-solid, tersembunyi dibalik organ lain,
pada dinding posterior abdomen, dapat diraba melalui otot-otot abdomen, atau kelima-limanya.
Namun, hasil pemeriksaan palpasi yang baik sulit untuk dicapai (bahkan pada dokter yang
berpengalaman sekalipun seirngkali menyembunyikan ketidakpastian mereka dengan
menggunakan istilah seperti organomegali samar).
Relaksasi pada tangan yang sedang melakukan palpasi adalah yang penting: hal ini dapat
dilakukan dengan meletakkan salah satu tangan diabdomen dan tangan yang lain melakukan
salah satu tangan di abdomen dan tangan yang lain melakukan palpasi dengan menekan tangan
yang ada dibawahnya.2

Lakukan palpasi pada setiap kuadran secara berurutan, yang awalnya dilakukan tanpa
penekanan yang berlebihan dan dilanjutkan dengan palpasi secara dalam (jika tidak terdapat area
nyeri yang diderita atau diketahui). Kemudian, lakukan palpasi secara khusus terhadap beberapa
organ.
Ketika meraba organ intra-abdomen yang membesar, bagian tepi organ lebih sering
teraba daripada badan organ-konsistensi antara organ tersebut dengan organ disekitarnya
seringkali mudah dibedakan hanya dengan meraba bagian tepinya. Tepi organ dapat diketahui
dengan lebih mudah jika pemeriksa meminta pasien untuk mengambil napas agak dalam
sehingga organ tersebut bergerak. Ketika meraba organ-organ intra-abdomen yang sedang
bergerak saat pasien bernapas, jangan menekan tangan yang meraba terlalu dalam pada saat
pasien bernapas agar memungkinkan organ yang bergerak tersebut menyentuh jari-jemari anda.
Sebaliknya, ketika meraba organ yang bergerak saat pascabernapas, minta pasien untuk
mengeluarkan napas bila anda menginginkan mereka untuk menarik napas. Pasien, khususnya
pasien pria, sering kali menegangkan otot-otot abdomennya selama mengambil napas dalam
setelah melakukan ekspirasi dalam.
Jika suatu organ atau pembengkakan yang abnormal tidak bergerak saat respirasi,
gerakan berputar yang lembut dari tangan pemeriksa mungkin diperlukan untuk meciptakan
gerakan relative.
Bila terdapat pembengkakan yang abnormal, dan pada waktu palpasi tidak menimbulkan
rasa nyeri, tentukan keadaan dan karakteristiknya. Jika pembengkakan berdenyut (kemungkinan
aneurisma), jangan melakukan pemeriksaan dentabilitas.2
Tahanan abdomen merupakan suatu refleks penegangan otot-otot abdominal yang
terlokalisasi yang tidak dapat dihindari oleh pasien dengan sengaja. Adanya tahanan tersebut
merupakan tanda iritasi peritoneum perifer atau tanda nyeri tekan yang tajam dari organ di
bawahnya. Pastikan adanya tahanan abdomen dengan melakukan perkusi ringan diatas area yang
terkena.

PERKUSI
Perkusi berguna (khususnya pada pasien yang gemuk) untuk memastikan adanya
pembesaran beberapa organ, khususnya hati, limpa, atau kandung kemih. Lakukan selalu perkusi
dari daerah resonan ke daerah pekak, dengan jari pemeriksa yang sejajar dengan bagian tepi
organ,
Shifting dullness (pekak beralih) adalah suatu daerah pekak yang terdapat dibawah
permukaan horizontal cairan intra-peritoneal (asites). Shifting dullness paling baik dihasilkan
pada sisi yang berlawanan dari hati atau limpa yang mengalami pembesaran dengan tujuan agar
5

tidak menganggu temuan yang didapatkan dari perkusi akibat pembesaran organ tersebut: untuk
alasan yang sama, kandung kemih harus dikosongkan terlebih dahulu sebelum melakukan
pemeriksaan asites. Mulailah melakukan perkusi dari garis tengah dengan posisi jari yang
diperkusi sejajar dengan batas cairan yang diperkirakan dan dilakukan perkusi kea rah lateral
sampai muncul nada pekak yang jelas, kemudia jari yang diperkusi diletakkan kembali ke daerah
yang kurang pekak. Dengan mempertahankan jari tersebut pada posisinya, minta pasien untuk
berguling secara perlahan kearah jari tersebut. Tunggu sekitar 20-30 detik untuk memberikan
kesempatan kepada cairan asites untuk bergerak kebawah dan kemudian perkusi jari tersebut
kembali. Jika terdapat asites, nada perkusi yang dihasilkan lebih pekak ketimbang perkusi
sebelumnya.1
Untuk membangkitkan getaran pada cairan asites, pemeriksa meletakan salah satu
tangannya pada sisi abdomen dan kemudian mengetuk sisi yang lain sehingga geolmbang cairan
dihantarkan. Untuk menghindari terjadinya kesalahpahaman yang diakibatkan hantaran melalui
dinding abdomen, tapi tangan asisten (atau pasien) menekan dengan lemah lembut di sepanjang
garis tengah abdomen. Kadang-kadang pada asites yang besar, hati terkesan mengambang
dalam abdomen dan keadaan ini memungkinkan jari yang sedang mempalpasi untuk mengetuk
hati.
AUSKULTASI
Hanya pengalaman klinis yang dapat mengajarkan anda bising usus yang normal.
Seorang pemeriksa mungkin membutuhkan waktu selama beberapa menit sebelum dapat
mengatakan dengan yakin bahwa bising usus tidak terdengar.
Bising usus yang meningkat dapat ditemukan pada:

Setiap keadaan yang menyebabkan peningkatan peristaltic


Obstruksi usus
Diare
Jika terdapat darah dalam pencernaan yang berasal dari saluran cerna atas (menyebabkan
peningkatan gerakan peristaltik)
Bising usus menurun atau menghilang ditemukan pada:

Paralisis usus (ileus)


Perforasi
Peritonitis generalisata

Pasien dengan nyeri abdomen yang hebat akibat gastroenteritis dapat menyerupai
peritonitis, tetapi adanya bising usus yang berlebihan menunjukkan perbedaan dari peritonitis
generalisata (dengan bising usus yang seharusnya tidak terdengar).1

Bising sistolik aorta atau arteri femoralis dapat terdengar di atas arteri yang mengalami
aneurisma atau stenosis. Pastikan selalu bahwa murmur seperti itu tidak dihantarkan dari jantung.
Bising arteri renalis dapat terdengar dibagian lateral abdomen atau dipunggung. Bising sistolik
yang terdengar diatas hati hampir tidak pernah terdengar, tetapi keadaan tersebut menunjukkan
adanya neoplasma vascular, angioma, kanker hati primer, atau hepatitis alkoholik.
Dengungan vena yang kontinu dapat menunjukkan adanya obstruksi vena kafa inferior
atau obstruksi vena porta.
Bunyi gesekan hati atau limpa jarang ditemukan, tetapi penting karena menunjukkan
adanya jaringan abnormal.
Tanda pemasti yang bermanfaat dari asites adalah meminta pasien untuk tetap dalam
posisi miring, dan menempatkan stetoskop pada garis tengah abdomen. Kemudian, perkusi
abdomen secara langsung dengan ujung jari pada titik-titik simetris dengan jarak yang sama dari
garis tengah. Perbedaan nyata pada bunyi yang dihasilkan mengarahkan pada dugaan adanya
perbedaan yang nyata pada kemampuan penghantar bunyi dari organ intra-abdomen sehingga
keadaan ini secara tidak langsung memnunjukan adanya asites. 2

Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan untuk penanganan dispepsia terbagi beberapa bagian, yaitu:
1.

Pemeriksaan laboratorium biasanya meliputi hitung jenis sel darah yang lengkap dan

pemeriksaan darah dalam tinja, dan urine. Dari hasil pemeriksaan darah bila ditemukan
lekositosis berarti ada tanda-tanda infeksi. Pada pemeriksaan tinja, jika tampak cair berlendir
atau banyak mengandung lemak berarti kemungkinan menderita malabsorpsi. Seseorang yang
diduga menderita dispepsia tukak, sebaiknya diperiksa asam lambung. Pada karsinoma saluran
pencernaan perlu diperiksa petanda tumor, misalnya dugaan karsinoma kolon perlu diperiksa
CEA, dugaan karsinoma pankreas perlu diperiksa CA 19-9
2.

Barium enema untuk memeriksa kerongkongan, lambung atau usus halus dapat dilakukan

pada orang yang mengalami kesulitan menelan atau muntah, penurunan berat badan atau
mengalami nyeri yang membaik atau memburuk bila penderita makan.3
3.

Endoskopi bisa digunakan untuk memeriksa kerongkongan, lambung atau usus kecil dan

untuk mendapatkan contoh jaringan untuk biopsi dari lapisan lambung. Contoh tersebut
kemudian diperiksa dibawah mikroskop untuk mengetahui apakah lambung terinfeksi
7

oleh Helicobacter pylori. Endoskopi merupakan pemeriksaan baku emas, selain sebagai
diagnostik sekaligus terapeutik. Pemeriksaan yang dapat dilakukan dengan endoskopi adalah:
a. CLO (rapid urea test)
b. Patologi anatomi (PA)
c. Kultur mikroorgsanisme (MO) jaringan
d. PCR (polymerase chain reaction), hanya dalam rangka penelitian
4.

Pemeriksaan penunjang meliputi pemeriksaan radiologi, yaitu OMD (oesophagus maag

duodenum) dengan kontras ganda, serologi Helicobacter pylori, dan urea breath test .
Pemeriksaan radiologis dilakukan terhadap saluran makan bagian atas dan sebaiknya dengan
kontras ganda. Pada refluks gastroesofageal akan tampak peristaltik di esofagusnyang menurun
terutama di bagian distal, tampak anti-peristaltik di antrum yang meninggi serta sering
menutupnya pilorus, sehingga sedikit barium yang masuk ke intestin. Pada tukak baik di
lambung, maupun di duodenum akan terlihat gambar yang disebut niche, yaitu suatu kawah dari
tukak yang terisi kontras media. Bentuk niche dari tukak yang jinak umumnya reguler,
semisirkuler, dengan dasar licin. Kanker di lambung secara radiologis, akan tampak massa yang
ireguler tidak terlihat peristaltik di daerah kanker, bentuk dari lambung berubah. Pankreatitis
akuta perlu dibuat foto polos abdomen, yang akan terlihat tanda seperti terpotongnya usus besar
(colon cut off sign), atau tampak dilatasi dari intestin terutama di jejunum yang disebut sentinal
loops. Kadang dilakukan pemeriksaan lain, seperti pengukuran kontraksi kerongkongan atau
respon kerongkongan terhadap asam.3

Diagnosis Differensial
-Ulkus Peptikum
Ulkus peptikum merupakan keadaan di mana kontinuitas mukosa lambung
terputus dan meluas sampai di bawah epitel. Kerusakan mukosa yang tidak meluas
sampai ke bawah epitel disebut erosi, walaupun seringkali dianggap juga sebagai
tukak.(misalnya tukak karena stress).. Gejala klasik dari tukak peptik adalah nyeri.

Timbulnya rasa nyeri atau perih bilamana lambung dalam keadaan kosong, timbul keluhan perut
rasa penuh dan bertambah berat setelah makan. Bisanya rasa mual bertambah berat dan diikuti
8

dengan muntah-muntah. Yang dimuntahkan adalah yang dimakan tadi, diikuti dengan sisa-sisa
makanan yang berwarna hitam. Serangan nyeri hebat mungkin timbul dengan periode peristaltik
lambung. Apabila penderita tidak segera minta tolong, maka lambung makin membesar, lama
kelamaan nyeripun berkurang, tetapi rasa penuh di perut tetap ada yang disertai dengan rasa
mual, dan muntah-muntah pun berkurang. Berat badan penderita menurun, demikian pula
bertambah lemah, yang juga timbul konstipasi Ulkus peptikum inipun sendiri dibagi menjadi
dua, yaitu tukak lambung dan tukak duodeni. Pada tukak lambung, rasa sakit timbul 30-90 menit
sesudah makan, dan pada tukak duodenum, 2-3 jam sesudah makan. 4
-GERD (Gastro Esofageal Reflux Disease)
Refluks Asam (Refluks Gastroesofageal) adalah pengaliran kembali isi
lambung ke dalam kerongkongan. Lapisan lambung melindungi lambung dari asam

lambung. Karena kerongkongan kekurangan lapisan pelindung semacam ini, maka asam
lambung yang mengalir kembali ke dalam kerongkongan, menyebabkan:
-Nyeri.
-Peradangan (esofagitis).
-Kerusakan kerongkongan.
Tingkat perdangan tergantung dari keasaman isi lambung, volume asam lambung dalam
kerongkongan dan kemampuan untuk mengeluarkan cairan yang mengalami regurgitasi dari
kerongkongan. 5

Diagnosis
Dispepsia melalui simtom simtomnya saja tidak dapat membedakan antara dispepsia
fungsional dan dispepsia organik. Diagnosis dispepsia fungsional adalah diagnosis yang telah
ditetapkan, dimana pertama sekali penyebab kelainan organik atau struktural harus disingkirkan
melalui pemeriksaan. Pemeriksaan yang pertama dan banyak membantu adalah pemeriksaan
endoskopi. Oleh karena dengan pemeriksaan ini dapat terlihat kelainan di oesophagus, lambung
dan duodenum. Diikuti dengan USG (Ultra Sono Graphy) dapat mengungkapkan kelainan pada
saluran bilier, hepar, pankreas, dan penyebab lain yang dapat memberikan perubahan anatomis
9

Pemeriksaan hematologi

dan kimia darah akan dapat mengungkapkan penyebab dispepsia

seperti diabetes, penyakit tyroid dan gangguan saluran bilier. Pada karsinoma saluran
pencernaan perlu diperiksa pertanda tumor.1

Epidemiologi
Pada dispepsia fungsional, umur penderita dijadikan pertimbangan, oleh karena 45 tahun
ke atas sering ditemukan kasus keganasan, sedangkan dispepsia fungsional diatas 20 tahun
jarang ditemukan keganasan. Begitu pula wanita lebih sering dari pada laki-laki . Berdasarkan
penelitian pada populasi umum didapatkan bahwa 15 30 % orang dewasa pernah mengalami
hal ini dalam beberapa hari. Di inggris dan skandinavia dilaporkan angka prevalensinya berkisar
7 41 % tetapi hanya 10 20 % yang mencari pertolongan medis. Insiden dispepsia pertahun
diperkirakan antara 1 8 % . Dan dispepsia cukup banyak dijumpai. Di negara barat prevalensi
yang dilaporkan antara 23 dan 41 %. Sekitar 4 % penderita berkunjung ke dokter umumnya
mempunyai keluhan dispepsia. Didaerah asia pasifik, dispepsia juga merupakan keluhan yang
banyak dijumpai, prevalensinya sekitar 10 20 %.3

Etiologi
1.
2.
3.
4.
5.
6.

Menelan udara (aero fagi).


Regurgitasi (refluks) asam dari lambung.
Obat-obatan anti inflammatory.
Iritasi lambung ringan (gastritis ringan).
Stress psikologis,kecemasan atau depresi.
Infeksi Helicobacter pylori (Hp).

Faktor Resiko
1.

Minum alkohol

2.

Terlalu banyak minum kopi

3.

Makan berlebihan
10

4.

Makan terlalu cepat

5.

Makan makanan berlemak

6.

Makan makanan pedas

7.

Makan tidak teratur

8.

Terlalu banyak makan coklat

9.

Minuman berkarbonasi

10.

Stress atau faktor psikis

Patofisiologi
Berbagai hipotesis mekanisme telah diajukan untuk menerangkan pathogenesis terjadinya
gangguan ini. Proses patofisiologik yang paling banyak dibicarakan dan potensial berhubungan
dengan dispepsia fungsional adalah; Hipotesis asam lambung dan inflamasi, hipotesis gangguan
motorik, hipotesis hipersensitivitas visceral, serta hipotesis tentang adanya gangguan psikologik
atau psikiatrik.3
-Sekresi asam lambung
Kasus dengan dispepsia fungsional,umunya mempunyai tingkat sekresi asam lambung,
baik sekresi basal maupun stimulasi pentagastrin, yang rata-rata normal. Diduga adanya
peningkatan sensitivitas mukosa lambung terhadap asam yang menimbulkan rasa tidak enak di
perut.
-Helicobacter pylori (Hp)
Peran infeksi Helicobacter pylori pada dispepsia fungsional belum sepenuhnya
dimengerti dan diterima. Dari berbagai laporan kekerapan Hp pada dispepsia fungsional sekitar
50% dan tidak berbeda bermakna dengan angka kekerapan Hp pada kelompok orang sehat.
Memang mulai ada kecenderungan untuk melakukan eradikasi Hp pada dispepsia fungsional
dengan Hp positif yang gagal dengan pengobatan konservatif baku.

11

-Dismotilitas Gastrointestinal
Berbagai studi melaporkan bahwa pada dispepsia

fungsional terjadi perlambatan

pengosongan lambung, adanya hipomotilitas antrum (sampai 50% kasus), gangguan akomodasi
lambung waktu makan, disritmia gaster dan hipersensitivitas viseral. Salah satu dari keadaan ini
dapat ditemukan pada setengah sampai dua per tiga kasus dispepsia fungsional. Perlambatan
pengosongan lambung terjadi pada 25-80% kasus dispepsia fungsional, tetapi tidak ada korelasi
antara beratnya keluhan dengan derajat perlambatan pengosongan lambung. Pemeriksaan
manometri antro-duodenal memperlihatkan adanya abnormalitas dalam bentuk post antral
hipomotilitas prandial, disamping juga ditemukannya disfungsi motorik usus halus. Perbedaan
patofisiologi ini diduga yang mendasari perbedaan pola keluhan dan akan mempengaruhi pola
pikir pengobatan yang akan diambil. Pada kasus dispepsia fungsional yang mengalami
perlambatan pengosongan lambung berkorelasi dengan keluhan mual, muntah dan rasa penuh di
ulu hati. Sedangkan kasus dengan hipersensitivitas terhadap distensi lambung biasanya akan
mengeluh nyeri, sendawa dan adanya penurunan berat badan. Rasa cepat kenyang ditemukan
pada kasus yang mengalami gangguan akomodasi lambung waktu makan. Pada keadaan normal,
waktu makanan masuk lambung terjadi relaksasi fundus dan korpus gaster tanpa meningkatkan
tekanan dalam lambung. Dilaporkan bahwa pada penderita dispepsia fungsional terjadi
penurunan kemampuan relaksasi fundus post prandial pada 40% kasus. Konsep ini yang
mendasari adanya pembagian sub grup dispepsia fungsional menjadi tipe dismotilitas, tipe
seperti ulkus dan tipe campuran.3
-Ambang rangsang persepsi
Dinding usus mempunyai berbagai reseptor, termasuk reseptor kimiawi, reseptor mekanik
dan nociceptor. Dalam studi tampaknya kasus dispepsia ini mempunyai hipersensitivitas viseral
terhadap distensi balon di gaster atau duodenum. Bagaimana mekanismenya, masih belum
dipahami. Penelitian dengan menggunakan balon intragastrik didapatkan hasil bahwa 50%
populasi dispepsia fungsional sudah timbul rasa nyeri atau tidak nyaman di perut pada inflasi
balon dengan volume yang lebih rendah dibandingkan volume yang menimbulkan rasa nyeri
pada populasi kontrol.
-Disfungsi autonom
12

Disfungsi persyarafan vagal diduga berperan dalam hipersensitivitas gastrointestinal pada


kasus dispepsia fungsional. Adanya neuropati vagal juga diduga berperan dalam kegagalan
relaksasi bagian proksimal lambung waktu menerima makanan, sehingga menimbulkan
gangguan akomodasi lambung dan rasa cepat kenyang.3
-Aktivitas mioelektrik lambung
Adanya disritmia mioelektrik lambung pada pemeriksaan elektrogastrografi berupa
tachygastria, bradygastria pada lebih kurang 40% kasus dispepsia fungsional, tapi hal ini bersifat
inkonsisten.
-Hormonal
Peran hormonal belum jelas dalam patogenesis dispepsia fungsional. Dilaporkan adanya
penurunan kadar hormon motilin yang menyebabkan gangguan motilin yang menyebabkan
gangguan motilitas antroduodenal. Dalam beberapa percobaan, progesteron, estradiol dan
prolaktin

mempengaruhi kontraktilitas

otot polos

dan memperlambat waktu transit

gastrointestinal.3

-Diet dan faktor lingkungan


Adanya intoleransi makanan dilaporkan lebih sering terjadi pada kasus dispepsia
fungsional dibandingkan kasus kontrol.
-Psikologis
Adanya stress akut dapat mempengaruhi fungsi gastrointestinal dan mencetuskan keluhan
pada orang sehat. Dilaporkan adanya penurunan kontraktilitas lambung yang mendahului
keluhan mual setelah stimulus stress sentral. Tetapi korelasi antara faktor psikologik stress
kehidupan, fungsi otonom dan motilitas tetap masih kontroversial. Tidak didapatkan personaliti
yang karakteristik untuk kelompok dispepsia fungsional ini dibandingkan kelompok kontrol.
Walaupun dilaporkan dalam studi terbatas adanya kecenderungan pada kasus dispepsia
fungsional terdapat masa kecil yang tidak bahagia, adanya sexual abuse atau adanya gangguan
psikiatrik.3
13

Gejala Klinis
Karena bervariasinya jenis keluhan dan kuantitas /kualitasnya pada setiap pasien, maka
banyak disarankan untuk mengklasifikasikan dispepsia fungsional menjadi beberapa sub grup
didasarkan pada keluhan yang paling mencolok atau dominan.
-Bila nyeri ulu hati yang dominan dan disertai nyeri pada malam hari dikategorikan sebagai
dispepsia fungsional tipe seperti ulkus (ulcer like dyspepsia).
-Bila kembung, mual, cepat kenyang merupakan keluhan yang paling sering dikemukakan,
dikategorikan sebagai dispepsia fungsional tipe seperti dismotilitas (dismotility like dyspepsia)
-Bila tidak ada keluhan yang bersifat dominan, dikategorikan sebagai dispepsia non spesifik.
Perlu ditekankan bahwa pengelompokan tersebut hanya untuk mempermudah diperoleh
gambaran klinis pasien yang kita hadapi serta pemilihan alternatif pengobatan awalnya.3

Penatalaksanaan
Non Medikamentosa
-Pendekatan umum
Luasnya lingkup manajemen pada kasus dispepsia fungsional menggambarkan bahwa
adanya ketidakpastian dalam patogenesisnya. Adanya respon placebo yang tinggi (sekitar 45%)
mempersulit untuk mencari regimen pengobatan yang kebih pasti. Penjelasan kepada pasien
mengenai latar belakang keluhan yang dialaminya, merupakan langkah awal yang penting. Buat
diagnosis klinik dan evaluasi bahwa tidak ada penyakit serius atau fatal yang mengancamnya.
Coba jelaskan sejauh mungkin tentang patogenesis penyakit yang dideritanya. Evaluasi latar
belakang faktor psikologis. Nasehat untuk menghindari makanan yang dapat mencetuskan
serangan keluhan. Sistem rujukan yang baik akan berdampak positif bagi perjalanan penyakit
pada kasus dispepsia fungsional.4
14

-Dietetik
Tidak ada dietetik baku yang menghasilkan penyembuhan keluhan secara bermakna.
Prinsip dasar menghindari makanan pencetus serangan merupakan pegangan yang lebih
bermanfaat. Makanan yang merangsang, seperti pedas, asam, tinggi lemak, kopi sebaiknya
dipakai

sebagai

pegangan

umum

secara

proporsional

dan

jangan

sampai

menurunkan/mempengaruhi kualitas hidup penderita. Bila keluhan cepat kenyang, dapat


dianjurkan untuk makan porsi kecil tapi sering dan rendah lemak.3

Medikamentosa
-Antasid
Antasid merupakan obat yang paling umum di konsumsi oleh penderita dispepsia, tapi
dalam penelitian, obat ini tidak lebih unggul dibanding plasebo.

-Penyekat H2 reseptor
Obat ini juga umum diberikan pada penderita dispepsia. Dari data studi acak ganda
tersamar, didapatkan hasil yang kontroversial. Sebagian gagal menunjukkan manfaatnya pada
dispepsia fungsional dan sebagian lagi berhasil. Berdasarkan penelitian diperkirakan manfaat
terapinya 20% di atas plasebo. Umumnya manfaatnya ditujukan untuk menghilangkan nyeri pada
ulu hati.5

-Penghambat pompa proton


Obat ini tampaknya cukup superior dibandingkan plasebo pada dispepsia fungsional,
walaupun pada banyak studi secara tidak sengaja juga terlibat kasus penyakit refluks

15

gastroesofageal yang tidak terdeteksi. Respons terbaik terlihat pada kelompok dispepsia
fungsional tipe seperti ulkus.3

-Sitoproteksi
Obat ini, misalnya misoprostol, sukralfat, tidak banyak studinya untuk memperoleh
kemanfaatan yang dapat dinilai.

-Prokinetik
Termasuk golongan ini adalah metoklopramid (antagonis reseptor dopamin D2),
domperidon (antagonis reseptor D2 yang tidak melewati sawar otak) dan cisapride (agonis
reseptor 5-HT4). Dalam berbagai penelitian, baik domperidon dan cisapride mempunyai
efektivitas yang baik dibandingkan plasebo dalam mengurangi nyeri epigastrik, cepat kenyang
distensi abdomen dan mual..3
Metoklopramid yang tampaknya cukup bermanfaat pada dispepsia fungsional, tapi
terbatas studinya dan hambatan efek samping ekstrapiramidalnya.
Cisapride tergolong agonis reseptor 5-HT4 dan antagonis 5-HT3, yang secara penelitian
memperlihatkan angka keberhasilan dua kali lipat dibandingkan plasebo. Beraksi pada
pengosongan lambung dan disritmia lambung. Masalah saat ini adalah setelah diketahui efek
sampingnya pada aritmia jantung, terutama perpanjangan masa Q-T, sehingga pemakaiannya
berada dalam pengawasan.

Komplikasi
Pada dispepsia fungsional, tidak terjadi komplikasi dari perdarahan seperti kurang darah,
penurunan berat badan atau muntah-muntah. Penggunaan obat yang sembarangan akan
menimbulkan komplikasi yang tidak kita harapkan. Seperti gastritis sedamg smpai berat
misalnya.4

16

Prognosis
Dispepsia fungsional yang ditegakkan setelah pemeriksaan klinis dan penunjang yang
akurat mempunyai prognosis yang baik.4

Pencegahan

Tujuan pencegahan adalah mencegah timbulnya faktor resikodispepsia bagi individu yang belum ataupun
mempunyai faktor resiko dengan melaksanakan pola hidup sehat, promosi kesehatan (Health Promotion) .
Pencegahan terhadap penyakit dispepsia ini adalah sebagai berikut :
.a.Modifikasi pola hidup dimana perlu diberi penjelasan bagaimana mengenali dan menghindari keadaan yang
potensial mencetuskan serangan dispepsia.5
b.Menjaga sanitasi lingkungan agar tetap bersih, perbaikan sosioekonomi dan gizidan penyediaan air bersih.
c.Khusus untuk bayi, perlu diperhatikan pemberian makanan. Makanan yang diberikan harus diperhatikan porsinya
sesuai dengan umur bayi. Susu yang diberikan juga diperhatikan porsi pemberiannya.
d.Mengurangi makan makanan yang pedas, asam dan minuman yang beralkohol, kopi serta merokok.6

Gambar Helicobacter pylori.6

17

Gambar anatomi gaster.6

KESIMPULAN
Nyeri ulu hati dan kembung adalah gejala dispepsia fungsional. Diagnosis dispepsia fungsional didasarkan
pada keluhan dispepsia dimana pada pemeriksaan penunjang baku dapat disingkirkan penyebab organik/
biokimiawi, sehingga masuk dalam kelompok penyakit gastrointestinal fungsional. Mempunyai patofisiologi yang
kompleks dan multifaktoral, dimana tampaknya berbasiskan gangguan pada motilitas atau hipersensitivitas viseral.
Modalitas pengobatannya pun menjadi luas, berdasarkan patogenesisnya, serta lebih ke arah hanya menurunkan atau
menghilangkan gejala. Pilihan pengobatan berdasarkan pengelompokan gejala utama dapat dianjurkan, walaupun
masih dapat diperdebatkan manfaatnya.

18

DAFTAR PUSTAKA
1. Hadi,Sujono.Gastroenterologi. Bandung :Alumni ;2002: hal 156-9.
2. Jonathan Gleadle. At a glance anamnesis dan pemeriksaan fisik. Edisi ke-1. Erlangga
Medical Series:2007:hal 58.
3. Dharmika Djojodiningrat. Dispepsia fungsional. Dalam: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi
I, Simadibrata M, Setiati S, Editors. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi ke-4.
Jakarta:Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam FKUI; 2006:hal 529-33.
4. Isselbacher, Braunwald et al. Harrison: prinsip prinsip ilmu penyakit dalam. Edisi ke-13. Volume
4.Jakarta: EGC;2005:hal 1532-43.
5. Mansjoer arif. Kapita selekta kedokteran.Jakarta:.Media aesculapius.;2009:hal 100-1.

19

6. Dispepsia Fungsional. Diunduh dari http://www.scribd.com/doc/50857793/pencegahandispepsia-usu. Diunduh tanggal 20 Mei 2011.

20

You might also like