Professional Documents
Culture Documents
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Meningitis tergolong penyakit serius dan bisa mengakibatkan
kematian. Penderita meningitis yang bertahan hidup akan menderita
kerusakan otak sehingga lumpuh, tuli, epilepsi, retardasi mental.
Penyakit meningitis dan pneumonia telah membunuh jutaan
balita di seluruh dunia. Data WHO menunjukkan bahwa dari sekitar
1,8 juta kematian anak balita di seluruh dunia setiap tahun, lebih dari
700.000 kematian anak terjadi di negara kawasan Asia Tenggara dan
Pasifik Barat.
Ada tiga bakteri penyebab meningitis, yaitu Streptococcus
pneumoniae, Haemophilus influenzae tipe b, dan Niesseria
meningitides. Dari ketiga bakteri itu, Streptococcus pneumoniae
(pneumokokus) adalah bakteri yang paling sering menyerang bayi di
bawah usia 2 tahun. Masa inkubasi (waktu yang diperlukan untuk
menimbulkan gejala penyakit) kuman tersebut sangat pendek yakni
sekitar 24 jam. Bakteri pneumokokus adalah salah satu penyebab
meningitis terparah. Penelitian yang diungkapkan konsultan penyakit
menular dari Leicester Royal Infirmary, Inggris, Dr Martin Wiselka,
menunjukkan bahwa 20-30 persen pasien meninggal dunia akibat
penyakit tersebut, hanya dalam waktu 48 jam. Angka kematian
terbanyak pada bayi dan orang lanjut usia. Pasien yang terlanjur
koma ketika dibawa ke rumah sakit, sulit untuk bisa bertahan hidup.
Infeksi pneumokokus lebih sering terjadi pada anak dibanding orang
dewasa karena tubuh anak belum bisa memproduksi antibodi yang
dapat melawan bakteri tersebut.
Sebanyak 50 persen pasien meningitis yang berhasil sembuh
biasanya menderita kerusakan otak permanen yang berdampak
pada kehilangan pendengaran, kelumpuhan, atau keterbelakangan
mental. Komplikasi penyakit tersebut akan timbul secara perlahan
dan semakin parah setelah beberapa bulan.
B. TUJUAN
1. TUJUAN UMUM
Tujuan umum penulis dalam menyusun makalah ini adalah
untuk mendukung kegiatan belajar-mengajar jurusan keperawatan
khususnya pada mata kuliah keperawatan Neurobehavior II
tentang asuhan keperawatan klien dengan infeksi dan inflamasi
system saraf pusat.
2. TUJUAN KHUSUS
Tujuan khusus penulis dalam menyusun makalah ini agar
mahasiswa mengetahui bagaimana asuhan keperawatan klien
dengan infeksi dan inflamasi system saraf pusat: Meningitis,
mengetahui penyebab, tanda dan gejala, komplikasi yang
mungkin terjadi, serta penatalaksanaan dari klien yang mengalami
meningitis.
C. RUMUSAN MASALAH
1. Apa pengertian dari meningitis.
2. Bagaimana penyebab terjadinya meningitis.
3. Bagaimana patofisiologi meningitis.
4. Apa saja tanda dan gejala dari meningitis.
5. Bagaimana penatalaksanaan medis untuk klien meningitis.
6. Bagaimana asuhan keperawatan pada klien yang mengalami
meningitis.
BAB II
ISI
ETIOLOGI
Penyebab-penyebab dari meningitis meliputi:
1. Bakteri piogenik yang disebabkan oleh bakteri pembentuk pus,
terutama meningokokus, pneumokokus, dan hasil influenza.
2. Virus yang disebabkan oleh agen-agen virus yang sangat
bervariasi.
3. Organisme jamur.
III. KLASIFIKASI
Meningitis diklasifikasikan sesuai dengan factor penyebabnya:
1. Asepsis
Meningitis asepsis mengacu pada salah satu meningitis virus
atau menyebabkan iritasi meningen yang di sebabkan oleh abses
V. MANIFESTASI KLINIS
a. Sakit kepala dan demam (gejala awal yang sering)
b. Perubahan pada tingkat kesadaran dapat terjadi letargik, tidak
responsif, dan koma.
c. Iritasi meningen mengakibatkan:
- Rigiditas nukal (kaku leher). Upaya untuk fleksi kepala
mengalami kesukaran karena adanya spasme otot-otot leher.
- Tanda kernik positip: ketika pasien dibaringkan dengan paha
dalam keadan fleksi kearah abdomen, kaki tidak dapat di
ekstensikan sempurna.
- Tanda brudzinki : bila leher pasien di fleksikan maka dihasilkan
fleksi lutut dan pinggul. Bila dilakukan fleksi pasif pada
ekstremitas bawah pada salah satu sisi maka gerakan yang
sama terlihat peda sisi ektremita yang berlawanan.
d. Mengalami foto fobia, atau sensitif yang berlebihan pada cahaya.
e. Kejang akibat area fokal kortikal yang peka dan peningkatan TIK
akibat eksudat purulen dan edema serebral dengan tanda-tanda
perubahan karakteristik tanda-tanda vital(melebarnya tekanan
pulsa dan bradikardi), pernafasan tidak teratur, sakit kepala,
muntah dan penurunan tingkat kesadaran.
f. Adanya ruam merupakan ciri menyolok pada meningitis
meningokokal.
g. Infeksi fulminating dengan tanda-tanda septikimia : demam tinggi
tiba-tiba muncul, lesi purpura yang menyebar, syok dan tanda
koagulopati intravaskuler diseminata.
VI. KOMPLIKASI
1. Hidrosefalus obstruktif
2. MeningococcL Septicemia (mengingocemia)
3. Sindrome water-friderichen (septik syok, DIC,perdarahan adrenal
bilateral)
4. SIADH (Syndrome Inappropriate Antidiuretic hormone)
5. Efusi subdural
6. Kejang
7. Edema dan herniasi serebral
8. Cerebral palsy
9. Gangguan mental
10. Gangguan belajar
ASUHAN KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN
Pengkajian keperawatan meningitis meliputi: anamnesis riwayat
penyakit, pemeriksaan fisik, pemeriksaan diagnostic, dan pengkajian
psikososial (pada anak perlu dikaji dampak hospitalisasi).
a. Anamnesis, meliputi:
- Identitas klien, antara lain: nama, jenis kelamin, umur, alamat,
pekerjaan, agama, pendidikan, dsb.
- Keluhan utama yang sering menjadi alasan klien atau orang tua
membawa anaknya untuk meminta pertolongan kesehatan
adalah panas badan tinggi, kejang, dan penurunan tingkat
kesadaran.
- Riwayat Penyakit Saat Ini
Factor riwayat penyakit sangat penting diketahui untuk
mengetahhui jenis kuman penyebab. Disisi harus ditanya
dengan jelas tentang gejala yang timbul sepertyi kapan mulai
serangan, sembuh, atau bertambah buruk. Pada pengkajiian
klien meningitis, biasanya didapatkan keluhan yang
berhubungan dengan akibat dari infeksi dan peningkatan TIK.
Keluhan gejala awaal tersebut biasanya sakit kepala dan
demam. Sakit kepala dihubungkan dengan meningitis yang
selalu berat dan sebagai akibat iritasi meningen. Demam
umumnya ada dan tetap tinggi selama perjalanan penyakit.
Keluhan kejang perlu mendapat perhatian untuk dilakukan
pengkajian lebih mandalam, bagaiman sifat timbulnya kejang,
stilus apa yang sering menimbulkan kejang, dan tindakan apa
yang telah diberikan dalam upaya menurunkan keluhan kejang
tersebut.
Adanya penurunan atau perubahan pada tingkat kesadaran
dihubungkan dengan meningitis bakteri. Disorientasi dan
gangguan memori biasanya merupakan awal adanya penyakit.
Perubahan yang terjadi bergantung pada beratnya penyakit,
demikian pula respons individu etrhadap proses fisiologis.
Keluhan perubahan peilaku juga umum terjadi. Sesuai
perkembangan penyakit, dapat terjadi latergi, tidak responsive,
dan koma. Pengkajian lainnya yang perlu ditanyakan seperti
riwayat selama menjalani perawatn di RS, pernahkah menjalani
Pada anak, manifestasi klinisnya adalah timbul sakit secara tibatiba, adanya demam, sakit kepala, panas dingin, muntah, dan
kejang-kejang. Anak menjadi cepat rewel dan agitasi serta dapat
berkembang menjadi fotobia, delirium, halusinasi, tingkah laku yang
agresif atau mengantuk, stupor, dan koma. Gejala atau gangguan
pada pernapasan atau gangguan gastrointestinal seperti sesak
nafas,muntah, dan diare. Tanda yang khas adalah adanya tahanan
pada kepala jika difleksiakan, kaku leher, tanda krenig dan brudzinski
(+). Akibat perfusi yang tidak optimal biasanya memberikan tanda
klinis seperti kulit dingin dan sianosis. Gejala lainnya yang lebih
sfesipik seperti petekia/purpura pada kulit sering didapatkan apabila
anak mengalami infeksi meningokokus (meningokoksemia),
keluarnya cairan dari telinga merupakan gejala khas pada anak yang
mengalami meningitis pneumokokus dan sinus dermal kongenital
terutama disebabkan oleh infeksi E.colli.
Pada bayi, manifestasi klinis biasanya tampak pada anak umur
3 bulan sampai 2 tahun dan sering ditemukan adanya demam, nafsu
makan menurun, muntah, rewel, mudah lelah, kejang-kejang, dan
menangis meraung-raung. Tanda khas dikepala adalah fontanel
menonjol. Kaku kuduk merupakan tanda meningitis pada anak,
sedangkan tanda-tanda brutzinski dan krenig dapat terjadi namun
lambat atau ada pada kasus meningitis tahap lanjut.
Pada neonatus, biasanya masih sukar untuk diketahui karena
manifestasi klinisnya tidak jelas dan tidak spesifik, namun pada
beberapa keadaan gejalanya mempunyai kemiripan dengan anak
yang lebih besar, neonatus biasanya menolak untuk makan,
kemampuan untuk menetek buruk, gangguan GI berupa muntah dan
kadang-kadang ada diare. Tonus otot lemah, pergerakan dan
kekuatan menangis melemah. Pada kasus lanjut terjadi hipotermia
atau demam, ikterus, rewel, mengantuk, kejang-kejang, frekuensi
napas tidak teratur/apnea, sianosis, penurunan berat badan, tanda
fontanel menonjol mungkin ada atau tidak. Leher fleksibel, yaitu tidak
didapatkan adanya kaku kuduk. Pada fase yang lebih berat terjadi
kolaps kardiovaskuler, kejang, dan apnea biasanya terjadi bila tidak
diobati atau tidak dilakukan tindakan yang cepat.
c. Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan diagnostic rutin pada klien meningitis meliputi
laboratorium klinik rutin (Hb, leukosit,LED, trombosit, retikulosit, glukosa)
pemeriksaan faal hemostatis diperlukan untuk mengetahui sacera awal
adanya DIC. Serum elektrolit dan serum glukosa dinilai untuk
Rasional
Mencegah nyeri kepala yang
menyertai perubahan tekanan
intracranial.
Monitor tanda-tanda
peningkatan tekanan
intracranial selama
perjalanan penyakit (nadi
lambat, TD meningkat,
kesadaran menurun, nafas
ireguler, refleks pupil
menurun, kelemahan).
Perubahan-perubahan ini
manandakan ada perubahan
tekanan intracranial dan penting
untuk intervensi awal.
Mengurangi tekanan
intracranial.
Menurunkan tekanan
intracranial.
Mengurangi nyeri
Menghindari resiko
infeksi/iritasi.
Untuk menetapkan jenis
makanan yang akan diberikan
pada klien.
Dengan mengkaji factor-faktor
tersebut dapat menentukan
kemampuan menelan klien
dan mencegah risiko aspirasi.
Fungsi GI bergantung pada
kerusakan otak. Bising usus
menentukan respons
pemberian makan atau
terjadinya komplikasi, misalnya
pada ileus.
Untuk mengevaluasi efektivitas
dari asupan makanan.
Menurunkan risiko regurgitasi
atau aspirasi.
Dapat meningkatkan
pelepasan endorphin dalam
otak yang meningkatkan nafsu
makan.
Tujuan: dalam waktu 1x24 jam setelah intervensi harga diri klien
meningkat.
Criteria hasil: mampu menyatakan/ mengomunikasikan dengan
orang terdekat tentang situasi dan perubahan yang sedang
terjadi, mampu menyatakan penerimaan diri terhadap situasi,
mengakui dan menggabungkan perubahan kedalam konsep diri
dengan cara yang akurat tanpa harga diri yang negative.
Intervensi
Rasional
Kaji perubahan darii gangguan Menentukan bantuan untuk
persepsi dan hubungan
indiividu dalam menyusun
dengan derajat
rencana perawatan atau
ketidakmampuan.
pemilihan intervensi.
Ajarkan klien untuk
mengekspresikan perasaan,
termasuk permusuhan dan
kemarahan.
Membantu meningkatkan
perasaan harga diri dan
mengendalikan lebih dari satu
area kehidupan.
Menghidupkan kembali
perasaan kemandirian dan
membantu perkembangan
harag diri serta memengaruhi
proses rehabilitasi.
Meningkatkan kemandirian
untuk membantu pemenuhhan
kebutuhan fisik dan
menunjukkan posisi untuk
lebih aktif dalam kegiatan
social.
Dapat mengindikasikan
terjadinya depresi umumnya
terjadi sebagai pengaruh dari
stroke, ketika inetrvensi dan
evaluasi lebih lanjut diperlukan
Mengurangi rangsangan
eksternal yang tidak perlu
Konfrontasi dapat
meningkatkan rasa marah,
menurunkan kerja sama, dan
mungkin memperlambat
penyembuhan