Professional Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Demam dengue/ DF dan demam berdarah dengue/DBD adalah penyakit
infeksi yang disebabkan oleh virus dengue dengan manifestasi klinis demam, nyeri
otot dan/atau nyeri sendi yang disertai leukopenia, ruam, limfadenopati,
trombositopenia dan diatesis hemoragik. Pada DBD terjadi perembesan plasma yang
ditandai dengan hemokonsentrasi (peningkatan hematokrit) atau penumpukan cairan
di rongga tubuh. Sindrom renjatan dengue adalah demam berdarah dengue yang
ditandai oleh rejatan/syok.
Demam dengue dan demam berdarah dengue disebabkan oleh virus dengue,
yang termasuk dalam genus Flavivirus, keluarga Flaviviridae. Flavivirus merupakan
virus dengan diameter 30 nm terdiri dari asam ribonukleat rantai tunggal dengan berat
molekul 4 x 106.
Demam berdarah dengue tersebar di wilayah Asia Tenggara, Pasifik Barat dan
Karibia. Indonesia merupakan wilayah endemis dengan sebaran di seluruh wilayah
tanah air. DBD di wilayah Indonesia antara 6 sampai 15 per 100.000 penduduk (1989
hingga 1995); dan pernah meningkat tajam saat kejadian luar biasa hingga 35 per
100.000 penduduk pada tahun 1998, sedangkan angka mortalitasnya menurun
mencapai 2 % pada 1999.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.
DEFINISI1
DHF atau Dengue Hemorraghic Fever adalah penyakit trombositopenia
infeksius akut yang parah, sering bersifat fatal, disebabkan oleh infeksi virus dengue.
Pada DHF terjadi hemokonsentrasi atau penumpukan cairan tubuh, abnormalitas
hemostasis, dan pada kondisi yang parah dapat timbul kehilangan protein yang masif
(dengue shock syndrome), yang dipikirkan sebagai suatu proses imunopatologik.
2.2.
KLASIFIKASI1
DBD
Derajat
Gejala
Demam disertai 2 atau lebih tanda :
o sakit kepala,
o nyeri retro-orbital,
o mialgia,
o artralgia
gejala di atas ditambah uji bendung
positif
DBD
II
DBD
III
DBD
IV
Laboratorium
o leukopenia,
o trombositopenia,
o tidak ada bukti kebocoran
plasma
o Uji serologi dengue (+)
o Trombositopenia
<100.000,
o Ht meningkat 20%
o Uji serologi dengue (+)
o Trombositopenia
<100.000,
o Ht meningkat 20%
o Uji serologi dengue (+)
o Trombositopenia
<100.000,
o Ht meningkat 20%
o Uji serologi dengue (+)
o Trombositopenia
<100.000,
o Ht meningkat 20%
2.3
ETIOLOGI1,2
DHF disebabkan oleh infeksi virus dengue, yang tergolong dalam genus
diperdebatkan. Berdasarkan data yang ada, terdapat bukti yang kuat bahwa
mekanisme imunopatologis berperan dalam terjadinya demam berdarah dengue dan
sindroma syok dengue (dengue shock syndrome).
Virus dengue masuk ke dalam tubuh melalui gigitan nyamuk dan infeksi pertama
kali mungkin memberi gejala demam dengue. Reaksi tubuh merupakan reaksi yang
biasa terlihat pada infeksi virus. Reaksi yang berbeda terlihat ketika seseorang
3
mengalami infeksi berulang dengan tipe virus yang berlainan. Berdasarkan hal ini,
Halstead mengajukan hipotesis yang disebut secondary heterologous infection atau
sequential infection hypothesis.
proses fagositosis ini menyebabkan peningkatan replikasi virus dan sekresi sitokin
oleh makrofag. Selain itu, aktivasi oleh kompleks imun menyebabkan terbentuknya
proaktivator C3a dan C5a, sementara proaktivator C1q, C3, C4, C5-C8, dan C3
menurun.
Faktor-faktor tersebut berinteraksi dengan sel-sel endotel menyebabkan
peningkatan permeabilitas vaskular melalui jalur akhir nitrat oksida. System
pembekuan darah dan fibrinolisis diaktivasi dan faktor XII berkurang. Perdarahan
yang timbul pada DHF berkaitan erat dengan kerusakan hati dan trombositopenia.
Disfungsi endotel dapat memicu terjadinya koagulopati melalui jalur ekstrinsik.
Aktivasi faktor XIa juga terjadi namun melalui kalikrein C1-inhibitor complex.
Trombositopenia terjadi akibat supresi sumsum tulang serta destruksi dan
pemendekan masa hidup trombosit. Akibatnya, terjadi peningkatan kadar
trombopoeitin sebagai mekanisme kompensasi terhadap trombositopenia. Destruksi
trombosit terjadi melalui pengikatan fragmen C3g, terdapatnya antibodi virus dengue,
konsumsi trombosit selama proses koagulopati dan sekuestrasi di perifer. Gangguan
fungsi trombosit terjadi melalui mekanisme gangguan pelepasan senyawa adenin-difosfat (ADP), peningkatan kadar -tromboglobulin dan faktor prokoagulator IV, yang
merupakan penanda degranulasi trombosit.
Kebocoran kapiler menyebabkan cairan, elektrolit, protein dengan berat
molekul kecil, dan sel darah merah masuk ke dalam ruang ekstravaskular. Hal ini,
bersama dengan defisiensi nutrisi oleh karena kelaparan, haus, dan muntah, berakibat
pada penurunan hemokonsentrasi, hipovolemia, peningkatan kerja jantung, hipoksia
jaringan, asidosis metabolik dan hiponatremia.
2.5
MANIFESTASI KLINIS1,2
1. Demam Dengue
Periode inkubasi adalah 1-7 hari. Manifestasi klinis bervariasi dan
dipengaruhi usia pasien. Pada bayi dan anak-anak, dikarakteristikkan sebagai
demam selama 1-5 hari, peradangan faring, rinitis, dan batuk ringan. Pada
remaja dan dewasa, mengalami demam secara mendadak, dengan suhu
meningkat cepat hingga 39,4-41,1oC, biasanya disertai nyeri frontal atau retroorbital, khususnya ketika mata ditekan. Kadang-kadang nyeri punggung hebat
mendahului demam. Ruam transien dapat terlihat selama 24-48 jam pertama
demam. Denyut nadi dapat relatif melambat sesuai derajat demam. Mialgia
dan artalgia segera terjadi setelah demam.
Dari hari kedua sampai hari keenam demam, mual dan muntah terjadi dan
limfadenopati generalisata, hiperestesia atau hiperalgesia kutan, gangguan
pengecapan, dan anoreksia dapat berkembang. Sekitar 1-2 hari kemudian,
ruam makulopapular terlihat, terutama di telapak kaki dan telapak tangan,
kemudian menghilang selama 1-5 hari. Kemudian ruam kedua terlihat, suhu
tubuh, yang sebelumnya sudah menurun ke normal, sedikit meningkat dan
mendemonstrasikan karakteristik pola suhu bifasik.
2. Demam Berdarah Dengue
Demam dengue dan demam berdarah dengue pada awal perjalanan
penyakit sulit dibedakan. Fase pertama yang relatif lebih ringan berupa
demam, malaise, mual-muntah, sakit kepala, anoreksia, dan batuk berlanjut
selama 2-5 hari diikuti oleh deteriorasi dan pemburukan klinis. Pada fase
kedua, pasien umumnya pilek, ekstremitas basah oleh berkeringat, badan
hangat, wajah kemerah-merahan, diaforesis, kelelahan, iritabilitas, dan nyeri
epigastrik.
Sering dijumpai petekie menyebar di kening dan ekstremitas, ekimosis
spontan, dan memar serta pendarahan dapat dengan mudah terjadi di lokasi
pungsi vena. Ruam makular atau makulopapular dapat terlihat. Respirasi cepat
dan melelahkan. Denyut nadi lemah dan cepat, suara jantung melemah. Hati
dapat membesar 4-6 dan biasanya keras dan sulit digerakkan.
Sekitar 20-30% kasus demam berdarah dengue akan timbul syok (sindrom
syok dengue). Kurang dari 10% pasien mengalami ekimosis hebat atau
perdarahan gastrointestinal, biasanya sesudah periode syok yang tidak diobati.
Setelah krisis 24-36 jam, pemulihan terjadi dengan cepat pada anak yang
diobati. Temperatur dapat kembali normal sebelum atau selama syok.
Bradikardia dan ektrasistol ventrikular umumnya terjadi saat fase pemulihan.
2.6
DIAGNOSIS1,2,3
Belum ada panduan yang dapat diterima untuk mengenal awal infeksi virus
dengue (WHO Scientific Working Group, 2006). Perbedaan utama antara demam
dengue dan DBD adalah pada DBD ditemukan adanya kebocoran plasma.
1. Demam Dengue
Ditegakkan bila terdapat dua atau lebih manifestasi klinis (nyeri kepala,
nyeriretro-orbital,
mialgia/artralgia,
ruam
kulit,
manifestasi
perdarahan,
o Tanda
kebocoran
plasma
seperti
efusi
pleura,
asites
atau
hipoproteinemia.
3. Sindrom Syok Dengue
Seluruh kriteria DBD disertai kegagalan sirkulasi dengan manifestasi nadi yang
cepat dan lemah, tekanan darah turun (<20 mmHg), hipotensi dibandingkan
standard sesuai umur, kulit dingin dan lembab serta gelisah.
2.7
PEMERIKSAAN PENUNJANG4
1. Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium dilakukan terutama untuk mendeteksi perubahan
hematologis. Parameter laboratorium yang dapat diperiksa antara lain :
a. Leukosit
Dapat normal atau menurun. Mulai hari ke-3 dapat ditemui limfositosis
relatif (>45% dari total leukosit) disertai adanya limfosit plasma biru
(>15% dari jumlah total leukosit) yang pada fase syok meningkat.
Tipe Sel
Leukosit
Neutrofil
Monosit
Eosinofil
Basofil
Limfosit
Persentase
45-75
5-10
0-5
0-1
10-45
b. Trombosit
Umumnya terdapat trombositopenia (jumlah trombosit < 100.000/l) pada
hari ke 3 8.
c. Hematokrit
Kebocoran plasma
dibuktikan
dengan
ditemukannya
peningkatan
hematokrit 20% dari hematokrit awal, umumnya dimulai pada hari ke-3
demam.
Usia/Jenis Kelamin
Saat lahir
Anak-anak
Remaja
Pria Dewasa
Wanita dewasa (menstruasi)
8
14 (2)
12 (2)
42 (6)
37
d. Hemostasis
Dilakukan pemeriksaan prothrombin time (PT), partial thromboplastin
time (aPTT), thrombin time (TT) atau fibrinogen pada keadaan yang
dicurigai terjadi perdarahan atau kelainan pembekuan darah.
Test
Hitung trombosit
Bleeding time (BT)
Prothrombin time (PT)
Partial thromboplastin time (aPTT)
Fibrinogen
o Orang sehat
o Orang sakit
Nilai Normal
150.000-350.000/l
3-7 menit
10-14 detik
25-38 detik
200-400 mg/dl
400-800 mg/dl
e. Protein/albumin
Dapat terjadi hipoproteinemia akibat kebocoran plasma. Nilai normal
albumin adalah 3-5,5 g/dl, nilai normal protein total adalah 5-8 g/dl.
f. SGOT/SGPT (serum alanin aminotransferase)
Dapat meningkat. Nilai normal alanin aminotransferase adalah 0-40 IU/l.
g. Elektrolit
Sebagai parameter pemantauan pemberian cairan. Jumlah kalium normal
serum adalah 3,5-5,2 mEq/l, sedangkan natrium 135-145 mEq/l.
h. Golongan darah dan cross match
Bila akan diberikan transfusi darah dan komponen darah.
i. NS1
NS1 merupakan glikoprotein (55 kDa) yang disekresi oleh sel yang
terinfeksi DENV baik in vivo maupun in vitro. Peran NS1 dalam replikasi
virus belum jelas tetapi NS1 penting sebagai bahan senyawa kompleks
replikasi terhadap membran endoplasmic reticulum. Gen NS1 ada pada
semua flavivirus dan diperlukan untuk replikasi maupun viabilitas dari
virus. Saat replikasi NS1 di organella sel dan protein tersebut disekresi
oleh sel yg terinfeksi. Antigen NS1 muncul sehari setelah demam dan
tidak terdeteksi setelah hari ke 56. Selain itu NS1 merupakan
complement-fixing antigen dan merangsang respon humoral yg kuat.
9
2. Radiologis
Pada foto dada didapatkan efusi pleura, terutama pada hemitoraks kanan.
Tetapi apabila terjadi perembesan plasma hebat, efusi pleura dapat dijumpai
pada kedua hemitoraks. Asites dan efusi pleura dapat pula dideteksi dengan
pemeriksaan USG.
10
2.8
terapi suportif. Dengan terapi suportif yang adekuat, angka kematian dapat
diturunkan hingga kurang dari 1%. Pemeliharaan volume cairan sirkulasi merupakan
tindakan yang paling penting dalam penangana kasus DBD. Asupan cairan pasien
harus tetap dijaga, terutama cairan oral. Jika asupan cairan oral pasien tidak mampu
dipertahankan, maka dibutuhkan suplemen cairan melalui intravena untuk dehidrasi
dan hemokonsentrasi secara bermakna.
1. Kasus DBD yang diperkenankan berobat jalan
Bila penderita hanya mengeluh panas, tetapi keingingan makan dan minum
masih baik. Untuk mengatasi panas tinggi yang mendadak diperkenankan
memberikan obat panas paracetamol 10 15 mg/kg BB setiap 3-4 jam diulang
jika simptom panas masih nyata diatas 38,5 0C. Obat panas salisilat tidak
dianjurkan karena mempunyai resiko terjadinya penyulit perdarahan dan asidosis.
Sebagian besar kasus DBD yang berobat jalan ini adalah kasus DBD yang
menunjukkan manifestasi panas hari pertama dan hari kedua tanpa menunjukkan
penyulit lainnya.
Apabila penderita DBD ini menunjukkan manifestasi penyulit hipertermi dan
konvulsi sebaiknya kasus ini dianjurkan di rawat inap.
2. Kasus DBD derajat I & II
Pada hari ke 3, 4, dan 5 panas dianjurkan rawat inap karena penderita ini
mempunyai resiko terjadinya syok. Untuk mengantisipasi kejadian syok tersebut,
penderita disarankan diinfus cairan kristaloid dengan tetesan berdasarkan tatanan
7, 5, 3.
Pada saat fase panas penderita dianjurkan banyak minum air buah atau oralit
yang biasa dipakai untuk mengatasi diare. Apabila hematokrit meningkat lebih
11
dari 20% dari harga normal, merupakan indikator adanya kebocoran plasma dan
ssebaiknya penderita dirawat di ruang observasi di pusat rehidrasi selama kurun
waktu 12-24 jam.
Penderita DBD yang gelisah dengan ujung ekstremitas yang teraba dingin,
nyeri perut dan produksi air kemih yang kurang sebaiknya dianjurkan rawat inap.
Penderita dengan tanda-tanda perdarahan dan hematokrit yang tinggi harus
dirawat di rumah sakit untuk segera memperoleh cairan pengganti.
Volume dan macam cairan pengganti penderita DBD sama dengan seperti
yang digunakan pada kasus diare dengan dehidrasi sedang (6-10% kekurangan
cairan) tetapi tetesan harus hati-hati. Kebutuhan cairan sebaiknya diberikan
kembali dalam waktu 203 jam pertama dan selanjutnya tetesan diatur kembali
dalam waktu 24-48 jam saat kebocoran plasma terjadi. Pemeriksaan hematokrit
ecara seri ditentukan setiap 4-6 jam dan mencatat data vital dianjurkan setiap saat
untuk menentukan atau mengatur agar memperoleh jumlah cairan pengganti yang
cuykup dan cegah pemberian transfusi berulang. Perhitungan secara kasar sebagai
berikut :
(ml/jam) = ( tetesan / menit ) x 3
Jumlah cairan yang dibutuhkan adalah volume minimal cairan pengganti yang
cukup untuk mempertahankan sirkulasi secara efektif selama periode kebocoran
(24-48 jam), pemberian cairan yang berlebihan akan menyebabkan kegagalan
faal pernafasan (efusi pleura dan asites), menumpuknya cairan dalam jaringan
paru yang berakhir dengan edema.
Jenis Cairan
(1) Kristaloid
Ringer Laktat
5% Dekstrose di dalam larutan Ringer Laktat
12
Pemilihan jenis dan volume cairan yang diperlukan tergantung dari umur dan
berat badan pasien serta derajat kehilangan plasma sesuai dengan derajat
hemokonsentrasi yang terjadi. Pada anak yang gemuk, kebutuhan cairan
disesuaikan dengan berat badan ideal anak umur yang sama. Kebutuhan cairan
rumatan dapat diperhitungkan dari tabel berikut.
Tabel 2. Kebutuhan cairan rumatan
Berat badan (kg)
10
10 20
> 20
13
14
dan normal. Produksi urine baik merupakan indikasi sirkulasi dalam ginjal cukup
baik. Nafsu makan yang meningkat menjadi normal dan produksi urine yang
cukup merupakan tanda penyembuhan.
Pada umumnya 48 jam sesudah terjadi kebocoran atau renjatan tidak lagi
membutuhkan cairan. Reabsorbsi plasma yang telah keluar dari pembuluh darah
membutuhkan waktu 1-2 hari sesudahnya. Jika pemberian cairan berkelebihan
dapat terjadi hipervolemi, kegagalan faal jantung dan edema baru. Dalam hal ini
hematokrit yang menurun pada saat reabsorbsi jangan diintepretasikan sebagai
perdarahan dalam organ. Pada fase reabsorbsi ini tekanan nadi kuat (20 mmHg)
dan produksi urine cukup dengan tanda-tanda vital yang baik.
Koreksi Elektrolit dan Kelainan Metabolik
Pada kasus yang berat, hiponatremia dan asidosis metabolik sering dijumpai,
oleh karena itu kadar elektrolit dan gas dalam darah sebaiknya ditentukan secara
teratur terutama pada kasus dengan renjatan yang berulang. Kadar kalium dalam
serum kasus yang berat biasanya rendah, terutama kasus yang memperoleh
plasma dan darah yang cukup banyak. Kadanga-kadang terjadi hipoglemia.
Obat Penenang
Pada beberapa kasus obat penenang memang dibutuhkan terutama pada kasus
yang sangat gelisah. Obat yang hepatotoksik sebaiknya dihindarkan, chloral hidrat
oral atau rektal dianjurkan dengan dosis 12,5-50 mg/kg (tetapi jangan lebih dari 1
jam) digunakan sebagai satu macam obat hipnotik. Di RSUD Dr. Soetomo
digunakan valium 0,3 0,5 mg/kg/BB/1 kali (bila tidak terjadi gangguan
pernapasan) atau Largactil 1 mg/kgBB/kali.
Terapi Oksigen
Semua penderita dengan renjatan sebaiknya diberikan oksigen
Transfusi Darah
15
Nadi, tekanan darah, respirasi, dan temperatur harus dicatat setiap 15-30 menit
atau lebih sering, sampai syok dapat teratasi.
Kadar hematokrit harus diperiksa tiap 4-6 jam sampai keadaan klinis pasien
stabil
16
Hematokrit stabil
2.9
Keterlambatan diagnosis
Keterlambatan diagnosis shock
Keterlambatan penanganan shock
Shock yang tidak teratasi
Kelebihan cairan
Kebocoran yang hebat
BAB IV
17
Perdarahan masif
Kegagalan banyak organ
Enselopati
Sepsis
Kegawatan karena tindakan
STATUS PASIEN
A. Identitas Pasien :
1. No. Rekam medik
2. Nama anak
3. Umur
4. Berat badan
5. Jenis kelamin
6. Alamat
7. Tanggal masuk
: 078953
: an. BL
: 10 tahun 8 bulan
: 24 kg
: Perempuan
: Salo
: 18 September 2015
B. Anamnesis
Keluhan utama
Riwayat pengobatan :
Sudah berobat 2 hari SMRS tapi keluhan tidak berkurang.
Riwayat imunisasi :
18
C. Pemeriksaan Fisik
Status generalis
Keadaan umum
Kesadaran
Berat badan
Status gizi
: Tampak sakit
: komposmentis kooperatif
: 24 kg
: IMT = BB
24 kg = 12,7
(1,37)2
TB
Vital sign
:
o Tekanan darah :
o Nadi
: 84 x/menit
o Suhu
: 39o C
o Pernapasan : 20 x/menit
D. Pemeriksaan khusus
Kepala dan leher
Kulit dan wajah
Mata
Mulut
:
: wajah tampak sayu
: konjungtiva anemis (-/-)
Sklera ikterik (-/-)
Pupil isokor, refleks cahaya (+/+), mata cekung (-)
: lidah tidak kotor, mukosa bibir lembab, sianosis (-),
gusi tidak
Leher
Thoraks
Paru
hiperemis (+).
: KGB tidak ada pembesaran
:
19
Jantung
Inspeksi : ictus cordis tidakterlihat
Palpasi : ictus cordis teraba
Perkusi : batas jantung tidak dilakukan
Auskultasi : bunyi jantung I-II normal, reguler, gallop (-), murmur (-).
Abdomen
:
- Inspeksi : perut datar, distensi abdomen (-)
- Palpasi : supel, nyeri tekan epigastrium, hipokondrium kiri dan umbilikus ,
-
Ekstremitas
Akral dingin (-/-)
Edema (-)
Kulit lembab
CRT <2 detik
Ptekie (-)
E. Diagnosis : DD
F. Planing :
IVFD RL 60 tpm
Inj. Ranitidin 3 x 1 cc
Inj. Ondansetron 2 mg
Inj. PCT 3 x 250 mg
Antasid syr 3 x 1 c
20
G. Follow Up
Tanggal
18/09/15
Keluhan
Pemeriksaan
Follow up
Hasil laboratorium
demam (+),
fisik
Tekanan
menggigil (-),
menelan (+),
darah : 110/ 90
19/09/15
20 x/menit
Nyeri tekan
regio
epigastrium,
BAB kehitaman
hipokondrium
menurun (+)
umbilikus
gastritis
x/menit
Suhu : 39o C
Pernapasan :
mual(+), muntah
menit
RR : 32 x/
Terapi
Diagnosis
cc
Inj. PCT 3 x 250 mg
Antasid syr 3 x 1 c
menit
(+), mimisan (-),
T : 38o C
gusi berdarah (-), Mukosa mulut
BAB kehitaman
kering
(-), nafsu makan Nyeri tekan
epigastrium
menurun (+)
21
dan
hipokondrium
kiri
20/09/15
N : 100
menelan (+),
x/menit
nyeri kepala (+)
RR : 24
mual(+), muntah
x/menit
(+), mimisan (-),
T : 38,3o C
gusi berdarah (-), ptekie (+)
Hb : 11,2 gr %
Ht : 31,9 %
Leukosit : 2,3 103/mm3
Trombosit : 123
DHF
grade I
+TFA
103/mm3
NS1 antigen dengue (+)
IVFD RL 60 tpm
Iin. Ranitidin 3 x 1
cc
Inj. PCT 3 x 250 mg
Antasid syr 3 x 1 c
BAB kehitaman
(-), nafsu makan
menurun (+)
21/09/15
x/menit
RR : 32
Hb : 11,1 gr %
Ht : 31,8 %
Leukosit : 3,1 103/mm3
Trombosit : 82 103/mm3
Diff count : Eosinofil
IVFD RL 60 tpm
grade II + Iin. Ranitidin 3 x 1
DHF
TFA
x/menit
mual(-), muntah
T : 36,8o C
(-), mimisan (+),
cc
Inj. PCT 3 x 250 mg
Antasid syr 3 x 1 c
Psidii syr 3 x 2 cth
BAB kehitaman
(-), nafsu makan
22/09/15
menurun (+)
demam (-), nyeri TD : 90/70
ulu hati (+), nyeri mmHg
menelan (-), nyeri N : 68
x/menit
RR : 32
sendi (-), mual(-),
x/menit
muntah (-),
kepala (+), nyeri
Hb : 11,5 gr %
Ht : 32,2 %
Leukosit : 5 103/mm3
Trombosit : 76 103/mm3
Diff count : Eosinofil
(4), basofil (0), netrofil
stab (7), netrofil
22
IVFD RL 60 tpm
grade II + Inj. Ceftriaxon 2 x
DHF
TFA
500 mg
Inj.Klorampenikol 2
x 250 mg
Iin. Ranitidin 3 x 1
cc
Inj. PCT 3 x 250 mg
Antasid syr 3 x 1 c
Psidii syr 3 x 2 cth
kehitaman (-),
nafsu makan
23/09/15
menurun (+)
demam (-), nyeri TD : 90/70
ulu hati (+), nyeri mmHg
menelan (-), nyeri N : 60
x/menit
RR : 20
sendi (-), mual(-),
x/menit
muntah (-),
T : 36,5o C
mimisan (-), gusi
kepala (+), nyeri
menurun (+)
demam (-), nyeri N : 64
ulu hati (+), nyeri x/menit
menelan (-), nyeri RR : 28
x/menit
T : 36,5o C
sendi (-), mual(-),
kepala (+), nyeri
TFA
cc
Inj. PCT 3 x 250 mg
Antasid syr 3 x 1 c
Psidii syr 3 x 2 cth
muntah (-),
mimisan (-), gusi
berdarah (-), BAB
kehitaman (-),
nafsu makan
menurun (+)
23
500 mg
Inj.Klorampenikol 2
x 250 mg
Iin. Ranitidin 3 x 1
nafsu makan
24/09/15
IVFD RL 60 tpm
grade II + Inj. Ceftriaxon 2 x
DHF
Hb : 12,8 gr %
Ht : 36,7 %
Leukosit : 4,6 103/mm3
Trombosit : 79 103/mm3
Diff count : Eosinofil
DHF
Pasien diizinkan
grade II
pulang
BAB IV
ANALISA KASUS
Berdasarkan literatur, demam 2-7 hari yang tidak spesifik dapat dicurigai sebagai
demam dengue dengan gejala prodormal yang tidak khas seperti nyeri kepala, sakit
tulang belakang, perasaan lelah, nyeri otot serta sendi, anoreksia, konstipasi, diare,
nyeri perut, nyeri kolik, muka merah, bibir merah. Syok ditandai dengan nadi yang
cepat dan lemah serta penurunan tekanan nadi, kaki dan tangan dingin, kulit lembab,
pasien tampak gelisah dan juga sering disertai lekopenia, trombositopenia yang
bervariasi. Pada pasien ini ditemukan demam tinggi muncul mendadak, demam naik
turun, demam tidak disertai menggigil, mual (+), muntah (+), nyeri ulu hati (+), nyeri
pada persendian (+), gusi berdarah (+), keluar darah dari hidung (+), nyeri kepala (+),
nafsu makan menurun, ptekie (+), mimisan (+), gusi berdarah (+). Oleh karena itu
pasien ini dapat didiagnosis dengan DHF grade II.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan suhu 39o C saat pertama masuk, terdapat nyeri
tekan pada epigastrium, umbilikus dan hipokondrium kiri. Dari pemeriksaan
laboratorium darah rutin didapatakan leukopenia, trombositopenia, NS1 (+), anti
dengue IgG (+) dan anti dengue IgM (+). Pada pasien ini dapat dipikirkan sebagai
demam berdarah dengue sesuai literatur yang menyatakan bahwa hasil laboratotium
24
pada demam berdarah dengue didapatkan leukopenia, trombositopenia, IgG (+), IgM
(+), dan NS1 (+).
Tatalaksana demam berdarah dengue adalah tatalaksana yang bersifat suportif.
Kebocoran plasma akibat respon imunologi akan berhenti sendiri. Umumnya
tatalaksana yang diberikan pada pasien adalah pengganti cairan tubuh, istirahat yang
cukup, dan nutrisi.
BAB V
KESIMPULAN
Demam berdarah dengue merupakan penyakit infeksi virus yang diperantarai oleh
nyamuk. Infeksi virus dengue pada manusia mengakibatkan suatu spektrum
manifestasi
klinis
yang
bervariasi
antara
penyakit
paling
ringan
(mild
25
DAFTAR PUSTAKA
1. Suhendro, Nainggolan, L., Chen, K., dan Pohan, H.T., 2006. Demam
Berdarah Dengue. Dalam: Sudoyo, A.W., Setiyohadi, B., Alwi, I.,
Simadibrata, M., dan Setiati, S., eds. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta:
Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam FKUI, 1709-1713
2. Halstead, S.B., 2007. Dengue Fever and Dengue Hemorrhagic Fever. In:
Kliegman, Robert M., Behrman, Richard E., Jenson, Hal B., and Stanton,
Bonita F., eds. Nelson Textbook of Pediatrics 18th ed. Philadelphia: Saunders
Elsevier, 1412-1414.
3. World Health Organization. 1999. Guidelines for Treatment of Dengue Fever/
Dengue Haemorrhagic Fever in Small Hospitals. Available from :
http://www.searo.who.int/LinkFiles/Dengue_Guideline-dengue.pdf
[Accesed 17 Agustus 2012]
4. World Health Organization. 2009. Dengue Guidelines for Diagnosis,
Treatment,
Prevention
and
Control.
Available
from
http://whqlibdoc.who.int/publications/2009/9789241547871_eng.pdf
[Accesed 17 Agustus 2012]
26
27
28
29
30
31