You are on page 1of 8

Laporan Pendahuluan Kejang Demam

25 NOVEMBER 2013 | RIEZKHYAMALIA


1. PENGERTIAN
Kejang demam adalah suatu kejadian pada bayi atau anak yang biasanya terjadi
antara umur 3 bulan dan 5 tahun, berhubungan dengan demam tetapi tidak
pernah terbukti adanya infeksi intrakranial atau penyebab tertentu (Mansjoer,
2000)
Demam adalah meningkatnya temperatur tubuh secara abnormal lebih dari
37,5oC, merupakan respon tubuh terhadap kuman, bakteri dan virus penyebab
penyakit yang masuk ke dalam tubuh (Suriadi, 2001).
Kejang adalah perubahan fungsi otak mendadak dan sementara sebagai akibat
dari aktivitas neoronal yang abnormal dan pelepasan listrik serebral yang
berlebihan (Betz, 2002).
Gangguan kejang merupakan sindrom kronis dimana disfungsi neurologis pada
jaringan serebral menghasilkan episode paraksosmal berulang (kejang)
gangguan perilaku, suasana hati, sensasi, persepsi, gerakan dan tonus otot
(Carpenito, 2000).
Kejang (konvulsi) merupakan akibat dari pembebasan listrik yang tidak
terkontrol dari sel saraf korteks serebral yang ditandai dengan serangan tibatiba, terjadi gangguan kesadaran ringan, aktivitas motorik dan/atau gangguan
fenomena sensori (Doengoes, 2000).

1. ETIOLOGI
Menurut Lumbantobing,2001 Faktor yang berperan dalam menyebabkan kejang
demam:
1. Demam itu sendiri

2. Efek produk toksik dari pada mikroorganisme (kuman dan virus terhadap
otak).
3. Respon alergik atau keadaan imun yang abnormal oleh infeksi.
4. Perubahan keseimbangan cairan atau elektrolit
5. Ensefalitis viral (radang otak akibat virus) yang ringan yang tidak
diketahui atau ensekalopati toksik sepintas.
6. Gabungan semua faktor tersebut di atas.
Terjadinya bangkitan kejang pada bayi dan anak kebanyakan bersamaan dengan
kenaikan suhu tubuh yang tinggi dan cepat yang disebabkan infeksi diluar
susunan saraf pusat, misalnya tonsilitis, otitis media akut (OMA), bronkhitis, dan
lain lain.

1. PATOFISIOLOGI
Pada keadaan demam kenaikan suhu 10C akan mengakibatkan kenaikan
metabolisme basal 10-15% dan kebutuhan O2 akan meningkat 20%. Kenakan
suhu tubuh dapat mengubah keseimbangan dari membran sel neuron dan
dalam waktu yang singkat terjadi difusi ion k+ maupun Na+, melalui membran
tersebut sehingga terjadi lepas muatan listrik, hal ini bisa meluas ke seluruh sel
maupun ke bembran sel sekitarnya dengan bantuan neuron transmiter dan
terjadilah kejang. Kejang yang berlangsung lama disertai dengan apnea,
meningkatkan kebutuhan O2 dan energi untuk kontraksi otot skelet yang
akhirnya terjadi hipoksemia, hiperkapnea dll,selanjutnya menyebabkan
metabolisme otak meningkat hingga terjadi kerusakan neuron otak selama
berlangsungnya kejang lama.
Pada keadaan demam, kenaikan suhu 1 derajat celcius akan menyebabkan
metabolisme basal meningkat 10-15% dan kebutuhan oksigen meningkat 20%.
Pada seorang anak yang berumur 3 tahun sirkulasi otak mencapai 65% dari
seluruh tubuh, sedangkan pada orang dewasa hanya 15%. Jadi pada kenaikan
suhu tubuh tertentu dapat terjadi perubahan keseimbangan dari membran dan
dalam waktu yang singkat terjadi difusi dari ion kalium maupun natrium melalui
membran tadi, dengan akibat terjadinya lepas muatan listrik. Lepas muatan
listrik ini sedemikian besarnya sehingga dapat meluas ke seluruh sel maupun ke
membran sel lainnya dengan bantuan bahan yang disebut neurotransmitter
sehingga terjadi kejang.

Tiap anak mempunyai ambang kejang yang berbeda dan tergantung dari tinggi
rendahnya ambang kejang seorang anak. Ada anak yang ambang kejangnya
rendah, kejang telah terjadi pada suhu 38 derajat celcius, sedangkan pada anak
dengan ambang kejang tinggi, kejang baru terjadi pada suhu 40 derajat celcius.
Dari kenyataan ini dapatlah disimpulkan bahwa terulangnya kejang demam
lebih sering terjadi pada ambang kejang yang rendah sehingga dalam
penanggulangannya perlu diperhatikan pada tingkat suhu berapa penderita
kejang.
Kejang demam yang berlangsung singkat pada umumnya tidak berbahaya dan
tidak menimbulkan gejala sisa. Tetapi pada kejang yang berlangsung lama (>15
menit) biasanya disertai terjadinya apnea, meningkatkan kebutuhan oksigen
dan energi untuk kontraksi otot skelet yang akhirnya terjadi hipoksemia,
hiperkapnia, asidosis laktat disebabkan oleh metabolisme anaerobik, hipotensi
arterial disertai denyut jantung yang tidak teratur dan suhu tubuh makin
meningkat disebabkan meningkatnya aktifitas otot dan selanjutnya
menyebabkan metabolisme otak meningkat. Rangkaian kejadian diatas adalah
faktor penyebab hingga terjadinya kerusakan neuron otak selama
berlangsungnya kejang lama. Faktor terpenting adalah gangguan peredaran
darah yang mengakibatkan hipoksia sehingga meninggikan permebealitas
kapiler dan timbul edema otak yang mengakibatkan kerusakan sel neuron otak.
Kerusakan pada daerah mesial lobus temporalis setelah mendapatkan serangan
kejang yang berlangsung lama dapat menjadi matang di kemudian hari,
sehingga terjadi serangan epilepsi yang spontan. Jadi kejang demam yang
berlangsung lama dapat menyebabkan kelaian anatomis di otak hingga terjadi
epilepsi.

1. MANIFESTASI KLINIS
Serangan kejang biasanya terjadi dalam 24 jam pertama sewaktu demam,
berlangsung singkat dengan sifat bangkitan dapat berbentuk tonik-klonik,
klonik, fokal, atau akinetik. Umumnya kejang berhenti sendiri. Setelah kejang
berhenti, anak tidak memberi reaksi apapun sejenak, tetapi setelah beberapa
detik atau menit anak terbangun dan sadar kembali tanpa defisit neurologis.

Kejang dapat diikuti oleh hemiparesis sementara (Hemiparesis Todd) yang


berlangsung beberapa jam sampai beberapa hari. Kejang unilateral yang lama
diikuti oleh hemiparesis yang menetap. Bangkitan kejang yang berlangsung
lama sering terjadi pada kejang demam yang pertama.
Durasi kejang bervariasi, dapat berlangsung beberapa menit sampai lebih dari
30 menit, tergantung pada jenis kejang demam tersebut. Sedangkan
frekuensinya dapat kurang dari 4 kali dalam 1 tahun sampai lebih dari 2 kali
sehari. Pada kejang demam kompleks, frekuensi dapat sampai lebih dari 4 kali
sehari dan kejangnya berlangsung lebih dari 30 menit.

Gejalanya berupa:

Demam (terutama demam tinggi atau kenaikan suhu tubuh yang tejradi

secara tiba-tiba)

Pingsan yang berlangsung selama 30 detik-5 menit (hampir selalu terjadi

pada anak-anak yang mengalami kejang demam)

Postur tonik (kontraksi dan kekakuan otot menyeluruh yang biasanya

berlangsung selama 10-20 detik)

Gerakan klonik (kontraksi dan relaksasi otot yang kuat dan berirama,

biasanya berlangsung selama 1-2 menit)

Lidah atau pipinya tergigit

Gigi atau rahangnya terkatup rapat

Inkontinensia (mengompol)
Gangguan pernafasan

Apneu (henti nafas)

Kulitnya kebiruan

Setelah mengalami kejang, biasanya:

Akan kembali sadar dalam waktu beberapa menit atau tertidur selama 1

jam atau lebih

Terjadi amnesia (tidak ingat apa yang telah terjadi)-sakit kepala

Mengantuk

Linglung (sementara dan sifatnya ringan)

1. PENATALAKSANAAN
a.

Penanganan Umum Saat Kejang

Jangan panik berlebihan.

Jangan masukkan sendok atau jari ke mulut.

Jangan memberi obat melalui mulut saat anak masih kejang atau masih
belum sadar.

Letakkan anak dalam posisi miring, buka celananya kemudian berikan


diazepam melalui anus dengan dosis yang Sama.

Bila masih kejang, diazepam dapat diulang lagi setelah 5 menit, sambil
membawa anak ke rumah sakit.

Bila anak demam tinggi, usahakan untuk menurunkan suhu tubuh anak
anda dengan mengkompres tubuh anak dengan air hangat atau air biasa, lalu
berikan penurun demam bila ia sudah sadar.

Jangan mencoba untuk menahan gerakan-gerakan anak pada saat kejang,


berusahalah untuk tetap tenang.

Kejang akan berhenti dengan sendirinya. Amati berapa lama anak anda
kejang.

Ukurlah suhu tubuh anak anda pada saat itu, hal ini bisa menjadi
pegangan anda untuk mengetahui pada suhu tubuh berapa anak anda akan
mengalami kejang.

Hubungi petugas kesehatan jika kejang berlangsung lebih lama dari 10


menit.

Jika kejang telah berhenti, segeralah ke dokter untuk mencari penyebab


dan mengobati demam.
1. Penanganan Kejang Demam Saat Di Rumah Sakit

Memastikan jalan napas anak tidak tersumbat

Pemberian oksigen melalui face mask

Pemberian diazepam 0,5 mg/kg berat badan per rektal (melalui anus)
atau jika telah terpasang selang infus 0,2 mg/kg per infus

Pengawasan tanda-tanda depresi pernapasan

Sebagian sumber menganjurkan pemeriksaan kadar gula darah untuk


meneliti kemungkinan hipoglikemia. Namun sumber lain hanya menganjurkan
pemeriksaan ini pada anak yang mengalami kejang cukup lama atau keadaan
pasca kejang (mengantuk, lemas) yang berkelanjutan .

Berikut adalah tabel dosis diazepam yang diberikan :


Terapi awal dengan diazepam

Usia

Dosis IV (infus)
(0.2mg/kg)

Dosis per rektal


(0.5mg/kg)

< 1 tahun

12 mg

2.55 mg

15 tahun

3 mg

7.5 mg

510 tahun

5 mg

10 mg

> 10 years

510 mg

1015 mg

Jika kejang masih berlanjut :

Pemberian diazepam 0,2 mg/kg per infus diulangi. Jika belum terpasang
selang infus, 0,5 mg/kg per rektal

Pengawasan tanda-tanda depresi pernapasan

Jika kejang masih berlanjut :

Pemberian fenobarbital 20-30 mg/kg per infus dalam 30 menit atau


fenitoin 15-20 mg/kg per infus dalam 30 menit.

Pemberian fenitoin hendaknya disertai dengan monitor EKG (rekam


jantung).

Jika kejang masih berlanjut, diperlukan penanganan lebih lanjut di ruang


perawatan intensif dengan thiopentone dan alat bantu pernapasan.
Pemberian obat-obatan jangka panjang untuk mencegah berulangnya kejang
demam jarang sekali dibutuhkan dan hanya dapat diresepkan setelah
pemeriksaan teliti oleh spesialis
Beberapa obat yang digunakan dalam penanganan jangka panjang adalah
sebagai berikut.

Antipiretik Antipiretik tidak mencegah kejang demam . Penelitian


menunjukkan tidak ada perbedaan dalam pencegahan berulangnya kejang

demam antara pemberian asetaminofen setiap 4 jam dengan pemberian


asetaminofen secara sporadis. Demikian pula dengan ibuprofen.

Diazepam . Pemberian diazepam per oral atau per rektal secara


intermiten (berkala) saat onset demam dapat merupakan pilihan pada anak
dengan risiko tinggi berulangnya kejang demam yang berat . Edukasi orang
tua merupakan syarat penting dalam pilihan ini. Efek samping yang
dilaporkan antara lain ataksia (gerakan tak beraturan), letargi (lemas, sama
sekali tidak aktif), dan rewel. Pemberian diazepam juga tidak selalu efektif
karena kejang dapat terjadi pada onset demam sebelum diazepam sempat
diberikan . Efek sedasi (menenangkan) diazepam juga dikhawatirkan dapat
menutupi gejala yang lebih berbahaya, seperti infeksi sistem saraf pusat.

Profilaksis (obat pencegahan) berkelanjutan. Efektivitas profilaksis dengan


fenobarbital hanya minimal, dan risiko efek sampingnya (hiperaktivitas,
hipersensitivitas) melampaui keuntungan yang mungkin diperoleh . Profilaksis
dengan carbamazepine atau fenitoin tidak terbukti efektif untuk mencegah
berulangnya kejang demam. Asam valproat dapat mencegah berulangnya
kejang demam, namun efek samping berupa hepatotoksisitas (kerusakan
hati, terutama pada anak berusia

Dari berbagai penelitian tersebut, satu-satunya yang dapat


dipertimbangkan sebagai profilaksis berulangnya kejang demam hanyalah
pemberian diazepam secara berkala pada saat onset demam, dengan
dibekali edukasi yang cukup pada orang tua. Dan tidak ada terapi yang dapat
meniadakan risiko epilepsi di masa yang akan datang .

You might also like