You are on page 1of 6

Percobaan kedua adalah bunyi pernafasan.

Suara paru-paru
merupakan bagian dari suara pernafasan atau yang biasa disebut
respiratory sound. Dalam suara pernafasan meliputi suara yang
terdapat pada mulut dan trakea, sedangkan suara paru-paru terjadi
pada bagian sekitar dada (chest wall). Respirasi dapat didefinisikan
sebagai kegiatan dalam bernafas. Di dalamnya termasuk seluruh
proses yang berkonstribusi dalam hal menghirup oksigen (inhaling)
dan mengeluarkan karbon dioksida (exhaling). Suara pernafasan
didefinisikan sebagai keseluruhan suara yang berhubungan dengan
respirasi termasuk suara nafas (breath sounds), suara adventif
(abnormal

sounds),

suara

batuk

(cough

sounds),

dengkuran

(snoring sounds), dan suara bersin (sneezing sounds).


Percobaan bunyi pernapasan ini bertujuan untuk mengamati
dan mendeteksi adanya kelainan pada saluran pernapasan dengan
mengamati suara-suara yang ditimbulkan. Prosedur percobaan ini
pertama-tama stetoskop dipersiapkan. Lalu tempelkan stetoskop
pada bagian punggung di titik tertentu lalu dengarkan bunyi
pernafasan serta hitung frekuensi pernafasan dalam satu menit.
Pada pernafasan normal ada empat suara paru-paru yang dapat
didengar, pertama Tracheal Sound, yaitu suara yang terdengar
pada bagian tracheal, yaitu pada bagian larik dan pangkal leher,
kedua Bronchial Sound, yaitu suara yang terdengar pada bagian
bronchial, yaitu suara pada bagian percabangan antara paru-paru
kanan dan paru-paru kiri, ketiga Bronchovesicular Sound, suara ini
didengar pada bagian ronchus, yaitu tepat pada bagian dada
sebelah kanan atau kiri dan yang terakhir Vesicular Sound, suara
yang dapat didengar pada bagian vesicular, yaitu bagian dada
samping dan dada dekat perut.

Pengujian dilakukan selama satu menit pada punggung


praktikan. Praktikan satu memiliki frekuensi 24 kali per-menit.,
praktikan kedua memiliki frekuensi 18 kali per-menit, praktikan
ketiga memiliki frekuensi 21 kali per-menit, praktikan keempat
memiliki frekuensi 22 kali per-menit, praktikan kelima memiliki
frekuensi 24 kali per-menit, praktikan keenam memiliki frekuensi 16
kali per-menit, dan praktikan terakhir memiliki frekuensi 19 kali permenit. Frekuensi normal pada orang dewasa sekitar 10-20 kali permenit. Pola nafas yang normal yaitu pernafasan yang tenang,
berirama dan tanpa usaha disebut dengan eupnea dengan frekuensi
pernafasan normal 10-20x/menit. Sedangkan frekuensi pernafasan
yang cepat disebut dengan takipnea dengan frekuensi pernafasan
lebih dari 20x/mnt. Berdasarkan pengujian bunyi pernapasan maka,
praktikan pertama, ketiga, keempat, dan kelima masuk kategori
takipnea. Takipnea biasanya terjadi pada seseorang yang sedang
demam, nyeri, dan sebagainya.
Perbedaan ini disebabkan karena beberapa faktor. Pertama,
umur : semakin bertambahnya usia maka kontraksi otot-otot dada
dan diafragma tidak sebaik pada masih muda. Sehingga, frekuensi
napas pada orang dewasa lebih kecil dibandingkan balita dan anakanak. Kedua, jenis kelamin : frekuensi pernapasan wanita pada
umumnya lebih banyak dari pada laki-laki yang disebabkan karena
wanita memiliki volume paru-paru lebih kecil. Ketiga, suhu tubuh :
semakin tinggi suhu tubuh, semakin cepat frekuensinya. Keempat,
posisi tubuh : posisi duduk frekuensi napas lebih kecil disbanding
posisi berdiri, dan kelima kegiatan tubuh. Jadi, frekuensi pernapasan
setiap orang berbeda-beda tergantung pada kondisinya.

Pada bunyi pernapasan ada beberapa bagian bunyi abnormal


yaitu Decreased Breath Sound (Absent), sering ditemukan suara
paru-paru tidak terdengar pada bagian dada atau dapat dikatakan
suara menghilang yang dapat berarti terdapat suatu masalah pada
bagian tersebut. Masalah yang terjadi dapat disebabkan oleh
penyakit seperti daging yang tumbuh hingga paru-paru yang
mengecil. Bronchial, terdengar suara inspirasi keras disusul dengan
ekspirasi yang lebih keras lagi. Suara bronchial sangat nyaring,
pitch tinggi, dan suara terdengar dekat dengan stetoskop. Terdapat
gap antara fasa inspirasi dan ekspirasi pada pernafasan, dan suara
ekspirasi terdengar lebih lama dibanding suara inspirasi. Jika suara
ini terdengar dimana-mana kecuali di manubrium, hal tersebut
biasanya

mengindikasikan

terdapat

daerah

konsolidasi

yang

biasanya berisi udara tetapi berisi air. Harsh Vesicular, suara


pernafasan vesikular merupakan suara pernafasan normal yang
paling umum dan terdengar hampir di semua permukaan paru-paru.
Suaranya lembut dan pitch rendah. Suara inspirasi lebih panjang
dibanding suara ekspirasi. Apabila suara terdengar lebih kuat dari
biasanya dapat berarti tergolong suara abnormal dan dapat
digolongkan sebagai harsh vesicular.
Percobaan

selanjutnya

dilakukan

dengan

menggunakan

spirometer. Spirometer merupakan suatu alat yang digunakan untuk


mengukur aliran udara yang masuk dan keluar paru-paru dan
dicatat dlam grafik volume per waktu. Spirometri merekam secara
grafis atau digital volume ekspirasi paksa dan kapasitas vital paksa.
Pemeriksaan dengan menggunakan spirometer penting untuk
pengkajian

fungsi

paru-paru

secara

lebih

mendalam.

Jenis

gangguan fungsi paru-paru dapat digolongkan menjadi dua yaitu

gangguan fungsi paru obstiktif (hambatan aliran udara) dan


restriktif (hambatan pengembangan paru). Seseorang dianggap
memiliki gangguan fungsi paru obstruktif bila nilai FEV1/FVC kurang
dari 70% dan menderita gangguan fungsi paru restriktif jika
kapasitas vital kurang dari 80% dibanding dengan nilai standar.
Pada saat melakukan test spirometri, hidung dalam keadaan
ditutup. Sebuah klip penutup hidung dapat dipasang pada hidung
untuk memastikan tidak ada hembusan napas yang keluar melalui
hidung saat tes dilakukan. Hal ini dilakukan untuk mendapat hasil
yang lebih akurat.
Beberapa data dasar yang diperlukan dalam pengukuran
menggunakan spirometri adalah usia , jenis kelamin, dan tinggi
badan dari koresponden. Data ini diperlukan karena ini merupakakn
faktor-faktor yang akan mempengaruhi hasil pengukuran nantinya.
Nama Koresponden : Rudy suseno
Usia : 20 tahun
Tinggi badan : 170 cm

Dari hasil percobaan diperoleh data-data sebagai berikut. Nilai


prediksi FVC( Force vital capacity) koresponden adalah 5.07 dengan

persentase prediksi adalah 68%. Sedangkan untuk prediksi nilai FEV


1 adalah 4.41 dengan persentase 60%. Nilai prediksi rasio FEV1/FPC
adalah86%.
FVC adalah volume udara maksimum yang dapat dimasukkan
dalam

paru-paru

dan

secara

paksa

serta

cepat

dapat

mengeluarkannya semaksimum mungkin. FEV (Forced Expiratory


Volume) adalah volume dari udara yang dihembuskan dari paruparu setelah inspirasi maksimum dengan usaha paksa minimum,
diukur pada jangka waktu tertentu. Bisanya diukur dalam 1 detik
(FEV1).
Menurut

Jhons

Dp

(2007),

kelainan

disimpulkan jika ada FEV, FVC, atau FEV1/FVC

ventilasi

dapat

diluar kisaram

normal.

Normal: FVC 80%, FEV1/FVC 75%


Gangguan obstruksi: FEV1<80% nilai prediksi, FEV1/FVC

<70% nilai prediksi


Gangguan restriksi: kapasitas Vital (KV) <80% prediksi, FVC

<80% prediksi
Gangguan campuran : FVC<80% nilai prediksi, FEV1/FVC
<75% nilai prediksi
Dari data dapat terlihat bahwa koresponden memiliki nilai FVC

dan FEV1 dibawah normal yaitu kurang dari 80% ( FVC = 68% dan
FEV1=60%) . Sedangkan koresponden memiliki nilai prediksi rasio
FEV1/FVC

normal yaitunya besar dari 80% (FEV1/FVC = 86%). Hal

ini dapat menunjukkan bahwa koresponden memiliki gangguan


restriksi karena memiliki nilai FEV1 dan FVC normal dan nilai
FEV1/FVC normal.
Nilai
berikut ini.

prediksi

normal

berfariasi

tergantung

faktor-faktor

Jenis kelamin
Untuk tinggi badan dan usia tertentu, laki-laki memiliki FEV1,
FVC, FEF25-75% dan pef yang lebih besar tapi memiliki FEV1/FVC

yang lebih kecil dibanding perempuan


Umur
FEV1, FVC, FEF25-75% dan pef meningkat sementara terjadi
penurunan FEV1/FVC pada usia 20 tahun pada wanita dan 25
tahun pada pria. Setelah usia ini, semua indeks bertahap
turun,

meskipun

diketahui.
dikarenakan

kadar

Penurunan
oleh

penurunannya

FEV1/FVC

penurunan

pada

yang

tepatnya
orang

besar

tidak

dewasa

pada

FEV1

dibandingkan FVC.
Tinggi
Semua indeks selain FEV1/FVC meningkat
Etnis asal
Polinesia termasuk etnis yang memiliki FEV1 dan FVC yang
paling rendah dibandingkan kelompok etnis kaukasia dan
afrika.
Selain faktor faktor diatas, kondisi kesehatan pasien saat

melakukan pengujian juga menjadi faktor penentu keakuratan hasil


pengujian.

You might also like