Professional Documents
Culture Documents
Analisa Secara Kualitatif Dan Kuantitatif Kadar Kafein Dalam Kopi Bubuk Lokal
Yang Beredar Di Kota Palembang Menggunakan Spektrofotometer UV-Vis
Oleh :
Ahmad Fatoni, M.Si
DIBIAYAI OLEH :
MANDIRI
HALAMAN PENGESAHAN
LAPORAN HASIL PENELITIAN MANDIRI
1.Judul penelitian
Palembang,
Desember 2015
Ketua peneliti,
viii
KATA PENGANTAR
Dengan mengucapkan puji dan syukur kepada Allah SWT, karena atas rahmat
dan hidayahNya maka laporan penelitian Mandiri dengan judul Analisa Secara
Kualitatif dan Kuantitatif Kadar Kafein Dalam Kopi Bubuk Lokal Yang Beredar
Di Kota Palembang Menggunakan Spektrofotometer UV-Vis dapat terselesaikan.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebanyakbanyaknya kepada :
1. Bapak Drs. Noprizon, M.Kes., Apt selaku Ketua Yayasan Notari Bhakti Pertiwi
2. Bapak Ketua STIFI Bhakti Pertiwi Palembang dan stafnya.
3. Ibu ketua LPPM STIFI Bhakti Pertiwi Palembang
4. Rekan-rekan dosen di pogram studi S1 dan D3 Farmasi STIFI Bhakti Pertiwi
Palembang
Atas bantuannya, baik secara material, moril dan saran dari awal penelitian
hingga terselesainya laporan ini sehingga dapat berjalan dengan lancar.
Penulis menyadari bahwa laporan ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu
penulis mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun dari pembaca demi
kesempurnaan laporan penelitian ini. Semoga laporan penelitian ini bermanfaat bagi
kita semua, amin
Palembang, Desember 2015
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Kopi merupakan minuman yang banyak digemari masyarakat luas dari berbagai
kalangan. Saat ini pula, kopi merupakan minuman terbesar kedua yang dikonsumsi
orang di seluruh dunia, setelah air (Sofiana, 2011). Penikmat Kopi biasanya meminum
kopi 3-4 kali dalam satu hari (Maramis, dkk., 2013). Kopi memiliki banyak manfaat
bagi kesehatan jika digunakan dalam batas wajar, seperti mengurangi derita sakit
kepala, aroma kopi menghilangkan stress, kafein kopi mencegah gigi berlubang,
melegakan penderita asma, memperkaya antioksidan tubuh, melindungi kulit, mencegah
penyakit parkinson, merangsang kerja otak, dan lain-lain (Sofiana, 2011).
Sekalipun memiliki banyak manfaat, masalah utama dari menkonsumsi kopi
adalah kadar kafein yang terkandung di dalamnya (Mulato, 2001). Kafein memang
memiliki efek farmakologis yang bermanfaat secara klinis, seperti menstimulasi
susunan syaraf pusat, dengan efek menghilangkan rasa letih, lapar dan mengantuk, juga
meningkatkan daya konsentrasi dan kecepatan reaksi, memperbaiki kerja otak dan
suasana jiwa, serta memperkuat kontraksi jantung. Namun pada penggunaan kafein
secara berlebihan dapat menimbulkan debar jantung, gangguan lambung, tangan
gemetar, gelisah, ingatan berkurang, dan sukar tidur (Tjay dan Rahardja, 2007).
Kafein adalah senyawa alkaloid turunan xantine (basa Purin) yang secara alami
banyak terdapat pada kopi. Pada biji kopi kafein yang terkandung berkisar1-2,5%. Pada
satu cangkir kopi dalam 100 ml mengandung 80-100 mg kafein, tergantung dari
banyaknya kopi yang digunakan (Tjay dan Rahardja, 2007).
Kopi bubuk merupakan salah satu kopi yang banyak menjadi pilihan masyarakat,
baik yang lanjut usia maupun muda mudi lebih memilih kopi bubuk dibanding kopi
jenis lain karena rasanya yang khas. Oleh karena itulah banyak warung kopi yang
menjual kopi bubuk buatan lokal (Maramis dkk, 2013). Dan untuk menjamin mutu dan
keamanan kopi bubuk yang beredar di pasaran, Badan Standarisasi Nasional (BSN)
telah menetapkan standar untuk kadar kafein dalam kopi bubuk berkisar 0,45-2 % b/b
(SNI 01-3542-2004). Sehingga jika ada kopi yang mengandung kadar kafein yang
tinggi perlu dilakukan dekafeinisasi, untuk menekan aktivitas kafein di dalam tubuh
(Sofiana, 2011).
Penetapan kadar kafein dalam beberapa produk minuman dan bukan minuman
telah banyak dilakukan oleh peneliti sebelumnya dengan berbagai metode, seperti
penetapan kadar kafein pada minuman bersoda jenis kola secara KCKT (Levita dkk,
2004), Wanyika, dkk., (2010) menetapkan kadar kafein pada teh dan kopi instan
bermerek dengan menggunakan HPLC dan spektrofotometer UV-Vis. Tautua, dkk.,
(2014) menetapkan kadar kafein pada minuman ringan dan penambah energi dengan
metode spektrofotometri ultra violet.
Ling, dkk., (2001) menetapkan kadar kafein pada campuran kopi dengan metode
HPLC. Gebeyehu dan Bikila, (2015) menetapkan kadar kafein dan anti oksidan pada
kopi dengan metode UV-Vis. Penetapan kadar kafein pada kopi hitam dengan metode
spektrofotometri UV-Vis (Aptika, dkk., 2013), Arwangga, dkk., (2016) menetapkan
kadar kafein pada kopi dengan metode spektrofotometri UV-Vis.
Salihovi, dkk.,
(2014) menetapkan kadar kafein dalam daun teh hijau dan hitam dengan metode UVVis.
Maramis, dkk., (2013) menetapkan kadar kafein pada kopi bubuk dengan
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1.1.
Kopi
Kopi adalah sejenis minuman yang berasal dari proses pengolahan dan ekstraksi
biji tanaman kopi. Saat ini kopi merupakan komoditas nomor dua paling banyak
diperdagangkan setelah minyak bumi, dengan tingkat produksi kopi dunia setidaknya
mencapai 7 juta ton per tahun. Saat ini pula, kopi merupakan minuman terbesar kedua
yang dikonsumsi orang di seluruh dunia, setelah air. Finlandia merupakan negara yang
konsumsi per kapitanya paling tinggi, dengan rata-rata konsumsi per orang sekitar
14000 cangkir setiap tahunnya.
Kata kopi berasal dari bahasa Arab qahwah, yang berarti kekuatan, karena pada
awalnya kopi digunakan sebagai makanan berenergi tinggi. Istilah ini kemudian
diadopsi oleh negara-negara lainnya melalui perubahan lafal menjadi cafe (Perancis),
caffe (Italia), kaffe (Jerman), koffie (Belanda), coffee (Inggris) dan coffea (Latin). Kata
ini kemudian diserap ke dalam bahasa Indonesia menjadi kopi (Sofiana, 2011).
Dalam penggunaan dalam batas wajar, kopi memiliki beberapa manfaat positif
bagi kesehatan, seperti mengurangi derita sakit kepala, aroma kopi menghilangkan
stress, kafein kopi mencegah gigi berlubang, melegakan penderita asma, memperkaya
antioksidan tubuh, melindungi kulit, mencegah penyakit parkinson, mencegah diabetes,
merangsang kerja otak, dan lain-lain (Sofiana, 2011).
Kopi bubuk adalah biji kopi yang disangrai (roasted) kemudian digiling, dengan
atau tanpa penambahan bahan lain dalam kadar tertentu tanpa mengurangi rasa dan
aromanya serta tidak membahayakan kesehatan (SNI 01-3542-2004). Kopi mengandung
kurang lebih 24 zat, yang terpenting adalah kafein, hidrat arang , tannin, zat zat asam,
zat zat pahit, lemak, dan minyak terbang (Tjay dan Rahardja, 2007).
1.2.
Kafein
kadar rendah kafein dalam plasma akan menurunkan denyut jantung, sebaliknya kadar
kafein yang lebih tinggi menyebabkan tachicardi, bahkan pada individu yang sensitif
mungkin menyebabkan aritmia yang berdampak kepada kontraksi ventrikel yang
premature. Pada pembuluh darah, kafein menyebabkan dilatasi pembuluh darah
termasuk pembuluh darah koroner dan pulmonal, karena efek langsung pada otot
pembuluh darah. Sirkulasi Otak, Resistensi pembuluh darah otak naik disertai
pengurangan aliran darah dan PO 2 di otak, ini diduga merupakan refleksi adanya
blokade adenosine oleh Xantin (Katzung,1995).
Pada sistem kardiovaskular, kafein memiliki efek kronotropik (frekuensi kontraksi
jantung) dan inotropik (kekuatan kontraksi jantung) positif pada jantung, pada
konsentrasi
rendah
terjadi
peningkatan
rilis
katekolamin
yang
disebabkan
bahan yang akan diekstraksi, dan pelarut tersebut harus terpisah dengan cepat setelah
pengocokan.
Pemilihan pelarut untuk ekstraksi dilakukan berdasarkan kepolaran zat, untuk zatzat yang polar hanya larut dalam pelarut polar dan zat-zat non polar hanya larut dalam
pelarut non polar. Bahan- bahan organik tidak selalu larut dalam air, oleh karena itu
dapat dipisahkan menggunakan corong pemisah (Djamal, 2010).
1.4. Spektrofotometri UV-Vis
1.4.1. Teori Spektrofotometri UV
Spektrofotometri merupakan metode analisis yang didasarkan pada besarnya nilai
absorbsi suatu zat terhadap radiasi sinar elektromagnetik. Prinsip kerja spektrofotometri
adalah dengan menggunakan spektrofotometer yang pada umumnya terdiri dari unsurunsur seperti sumber cahaya, monokromator, sel untuk tempat zat yang diperiksa,
dektektor, penguat arus, dan alat pencatat.
Pengukuran serapan dapat dilakukan pada daerah ultraviolet ( panjang gelombang
190 nm 350 nm) atau pada daerah cahaya tampak yaitu pada panjang gelombang
350 nm 780 nm. Penggunaan spektrofotometri ultraviolet dan sinar tampak pada
senyawa organik umumnya berdasarkan transisi n
atau
* dan memerlukan
BAB III
TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN
3.1.Tujuan Penelitian
1. Mengetahui kadar kafein dalam kopi bubuk lokal yang beredar di beberapa
swalayan di kota Palembang dengan metode spektrofotometri UV-Vis dan
dihubungkan dengan SNI 01-3542-2004.
2. Tinjauan secara teoritis dalam menkonsumsi kafein yang terkandung dalam kopi
bubuk lokal tersebut ditinjau dari Farmakope Indonesia.
3.2. Manfaat Penelitian
1. Bagi peneliti mendapatkan pengalaman dan pembelajaran tentang cara
menganalisis kadar kafein dalam kopi bubuk lokal yang dijual di kota Palembang
secara spektrofotometri UV-Vis
2. Dapat menjadi salah satu rujukan bagi penelitian selanjutnya.
BAB IV
METODOLOGI PENELITIAN
4.1.Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan September - Desember 2015 di
Laboratorium Penelitian STIFI Bhakti Pertiwi Palembang.
4.2.Alat dan Bahan
4.2.1. Alat
Alat-alat yang digunakan pada penelitian ini adalah spektrofotometer UV-Vis
Mini Shimadzu 1240, alat destilasi, neraca analitik, chamber, lampu UV 254, beker
gelas, labu ukur, corong pisah, corong gelas, pipet volumetri,
/ )
( )
( )
10
BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1.Hasil
5.1.1. Identifikasi Kafein Hasil Ekstraksi
Identifikasi kafein hasil ekstraksi dari kopi bubuk dilakukan dengan
membandingkan dengan kafein baku standar dengan cara kromatografi lapis tipis
(KLT). Pengembang yang digunakan adalah kloroform : etanol (v/v : 99:1), jarak
pengembangan 4,5 cm. Terlihat hasil noda kafein hasil ekstraksi pada kopi bubuk
sejajar dengan baku pembanding dengan nilai Rf seperti terlihat pada tabel 1 dan
gambar pada lampiran 1.
Tabel 1. Nilai Rf kafein pada berbagai sampel kopi bubuk
Sampel
Rf Sampel
0,26
0,25
0,25
0,17
0,19
0,17
0,13
0,13
0,11
0,13
0,25
0,17
0,11
0,11
diperoleh
panjang gelombang maksimum pada 285 nm dengan nilai absorbansi 0,355 seperti
terlihat pada gambar 2 dan tabel 2.
11
12
0,0
0,000
10,0
0,193
20,0
0,352
30,0
0,480
40,0
0,574
Absorban
0,7
0,6
0,5
0,4
0,3
0,2
0,1
0
y = 0,01435x + 0,0328
R = 0,991
10
20
30
40
50
Konsentrasi
13
Tabel 4. Absorbansi dan kadar kafein pada berbagai sampel kopi bubuk
No
Sampel
Absorbansi
Konsentrasi
(Y)
(X) (ppm)
% b/b
0,159
8,7944
10,9930
1,10
0,162
9,0004
11,2505
1,13
0,182
12,9965
12,9965
1,30
0,149
8,0976
10,1220
1,01
0,173
9,7700
12,2125
1,22
0,142
7,6098
9,5123
0,95
0,250
15,1359
18,9199
1,89
0,251
15,2056
19,0070
1,90
0,278
17,1709
21,4636
2,15
10
0,221
13,1150
16,3938
1,64
14
namun karena beberapa pertimbangan seperti harga, toksisitas, dan kelarutan, maka
kloroform lebih aman dan murah untuk digunakan, selain karena memiliki titik didih
yang rendah (Soraya, 2008).
Sebanyak 25 ml kloroform dimasukkan ke dalam corong pisah, dikocok, dan
terjadi dua lapisan, lapisan bawah yang merupakan lapisan kloroform yang mengandung
kafein dikeluarkan dan ditampung. Larutan kafein diuapkan pelarutnya dengan
menggunakan alat destilasi vakum langsung sehingga diperoleh 5 ml dan ditampung di
dalam vial, diuapkan kembali sampai didapat kristal kafein. Kristal kafein yang
diperoleh dilarutkan dengan aquades hingga 100 ml untuk digunakan pada penetapan
kadar dengan metode spektrofotometri UV-Vis. Larutan 100 ml tersebut, dilakukan
pengenceran karena terlalu pekat untuk diukur pada alat spektrofotometer UV-Vis,
pengenceran dilakukan dengan cara dipipet sebanyak 2 ml ke dalam labu ukur 50 ml,
lalu ditambahkan air sampai tanda batas, sehingga diperoleh faktor pengenceran 25.
5.2.2. Identifikasi Kafein Hasil Ekstraksi
Pada pemeriksaan kemurnian kafein hasil ekstraksi dilakukan dengan cara
kromatografi lapis tipis (KLT) pada plat silika gel GF254 dengan fase gerak kloroform :
etanol (v/v = 99 : 1), kemudian dilihat di bawah lampu UV 254 dan dibandingkan
dengan kafein baku standar. Hasil yang diperoleh menunjukan noda kafein hasil
ekstraksi sejajar dengan kafein baku standar seperti telihat pada lampiran 1. Namun
terjadi perbedaan Rf yang didapat dengan Rf pada literatur yaitu 0,65 (Harborne, 1987).
Menurut Mulja dan Suharman (1995) untuk pengujian kualitatif pada KLT
dilakukan dengan cara membandingkan dengan baku pembanding dan nilai Rf tidak
terlalu penting, hal ini disebabkan daya adsorbsi keaktifan fase diam tidak tentu karena
pembuatan fase diam dilakukan dengan berbagai macam cara. Selain itu, hal ini dapat
terjadi karena proses penjenuhan dan penggunaan eluen yang berbeda.
5.2.3. Penetapan Kadar Kafein dengan Spektrofotometri UV-Vis
Pada penelitian ini penetapan kadar kafein pada kopi bubuk dilakukan dengan
menggunakan metode spektrofotometri UV-Vis. Pemilihan metode spektofotometri
UV-Vis karena metode ini merupakan metode yang relatif cepat, murah, dan mudah
pengerjaannya (Alpdogan, dkk., 2002).
Penetapan kadar kafein dengan menggunakan spektrofotometri UV-Vis, terlebih
dahulu dilakukan penentuan panjang gelombang absorbansi maksimum dari kafein,
15
16
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
1. Dari hasil penelitian diperoleh bahwa kadar kafein dalam 1 gram pada sampel
kopi bubuk lokal merek A, B, C, D, E, F, G, H, I, dan J berturut-turut sebesar
10,993 mg, 11,2505 mg, 12,9965 mg, 10,1220 mg, 12,2125 mg, 9,5123 mg,
18,9199 mg, 19,0070 mg, 21,4636 mg, dan 16,3938 mg atau jika dibuat dalam
persen (b/b) maka setiap 1 gram kopi bubuk lokal mengandung kadar kafein
berturut-turut 1,10%, 1,13%, 1,30%, 1,01%, 1,22%, 0,95%, 1,89%, 1,90%,
2,15%, dan 1,64%.
2. Dari sepuluh sampel kopi bubuk lokal, sembilan di antaranya memenuhi syarat
SNI 01-3542-2004 yaitu dengan kadar kafein antara 0,45-2 % b/b, sedangkan
satu di antaranya tidak memenuhi karena melebihi dari 2 %, yaitu sebesar
2,15%.
3. Secara teori, kadar kafein dalam satu cangkir kopi bubuk lokal (per 6 gram /
sekali sajian) A, B, C, D, E, F, G, H, I, dan J berturut-turut adalah 65,9580 mg,
67,5030 mg, 77,9790 mg, 60,7320 mg, 73,2750 mg, 57,0738 mg, 113,5194,
114,0420 mg, 128,7816 mg, dan 98,3628 mg. Jika menkonsumsi kopi bubuk
tersebut sebanyak 3-4 kali sajian dalam satu hari maka kadar kafein masih
masuk dosis lazim ditinjau dari Farmakope Indonesia, yaitu 300-600 mg.
5.2. Saran
1. Untuk penelitian selanjutnya dapat dilakukan penetapan kadar pada beberapa
sampel tersebut dengan metode yang lain, seperti metode HPLC, Densitometri,
dan lain-lain.
2. Untuk penelitian selanjutnya juga dapat ditentukan kadar kafein pada minuman
atau makanan yang mengandung kafein, seperti teh dan coklat.
17
DAFTAR PUSTAKA
Alpdogan, G., Karabina, K., Sungur, S. 2002. Derivative Spectrofotometric
Determination of Caffeine In Some Beverages. Turkish Journal of Chemistry,
Vol. 26 : 295-302.
Aptika, N.M.D., Tunas, I.K dan Sutema, I.A.M.P., 2015, Analisis Kadar Kafein pada
Kopi Hitam di Bukian Gianyar Menggunakan Spektrofotometer UV-Vis
Chemistry Laboratory, Vol. 2 No. 1 : 30-37.
Budiman, H., Rahmawati, F. Dan Sanjaya, F., 2015, Isolasi dan Identidikasi Alkaloid
Pada biji Kopi Robusta (Coffea robusta Lindl. Ex De Will) dengan Cara
Kromatografi
Lapis
Tipis,
www.
ejournal.stikesmukla.ac.id/index.php/cerata/article/.../7 (diakses 15 Desember
2015)
Clarke, E. G. C. 1971. Isolation and Identification of Drugs. London : The
Pharmaceutical Press.
Dachriyanus. 2004. Analisa Senyawa Organik Secara Spektroskopi. Andalas University
Press, Padang.
Day, R.A and Underwood, A.L. 1999. Analisa Kimia Kuantitatif, Edisi VI. Erlangga.
Jakarta.
Djajanegara, I., 2009. Pemakaian Sel HeLa dalam Uji Sitotoksisitas Fraksi Kloroform
dan Etanol Ekstrak Daun Annona squamosal. Jurnal Ilmu Kefarmasian
Indonesia, 7(1), 7-11.
Departemen Kesehatan, Dirjen POM. 1995. Farmakope Indonesia (Edisi IV). Jakarta :
Departemen Kesehatan RI.
Djamal, R. 2010. Prinsip-prinsip Dasar Isolasi dan Identifikasi. Padang : Universitas
Baiturrahmah.
Fitri, N. S. 2008. Pengaruh Berat dan Waktu Penyeduhan terhadap Kadar Kafein dari
Bubuk Teh. Skripsi. Universitas Sumatera Utara (tidak dipublikasikan).
Gebeyehu, B.T., and, Bikila, S.L.B., 2015, Determination of Caffeine Content and
Antioxidant Activity of Coffee, American Journal of Applied Chemistry Vol.
3(2): 69-76.
Harborne, J. B. 1983. Metode Fitokimia (Terbitan kedua). Bandung : Penerbit ITB.
Katzung, B. G. 1995. Farmakologi Dasar dan Terapi (Edisi VI). Jakarta : EGC.
Kuschinsky, G., Lullman, H. 1973. Textbook of Pharmacology. London : Academic
Press.
18
Levita, J., Mutakin, Hasanah, U. 2004. Identifikasi Kadar Kafein dalam Beberapa
Produk Minuman Ringan Bersoda Jenis Kola Kemasan Kaleng yang Beredar di
Jatinangor dengan Metode Kromatografi Cair Kerja Tinggi (KCKT). Majalah
Ilmiah Farmasi Farmaka, Vol. 2 : 53-57.
Ling, L.S., Daud, N.I.N and Hassan, O., 2001, Determination Of Coffee Content In
Coffee Mixtures, Malaysian Journal of Analytical Sciences, Vol. 7, No.2 : 327332
Maramis, R. K., Citraningtyas, G., Wehantouw F. 2013. Analisis Kafein dalam Kopi
Bubuk di Kota Manado Menggunakan Spektrofotometri UV-Vis. Pharmacon
Jurnal Ilmiah Farmasi, Vol 2, No.4 : 122-128.
Mulato, S. 2001. Pelarutan Kafein Biji Robusta dengan Kolom Tetap menggunakan
Pelarut Air. Jakarta : Pelita Perkebunan.
Mulja, M. Dan Suharman. 1995. Analisis Intrumental. Surabaya : Airlangga University
Press
Nersyanti. F. 2006. Spektrofotometri Derivatif Ultraviolet untuk Penentuan Kadar
Kafein dalam Minuman Suplemen dan Ekstrak teh. (Skripsi). Bogor : IPB (tidak
dipublikasikan)
Putri, D. 2013. Analisis Kadar Kofein dalam Sediaan Minuman Berenergi dengan
Metode TLC-Scanner (Densitometri). Skripsi. Palembang : STIFI Bhakti Pertiwi
(tidak dipublikasikan).
Salihovi, M., apanin, A., Pazalja, M., Alispahi, A., Dedi, A and Rami, E., 2014,
Determination of Caffeine in Different Comercialy Available Green and Black
Teas, Bulletin of the Chemists and Technologists of Bosnia and Herzegovina Vo.
43 : 1-4
Shargel, L., dan Andrew, B. C. Y. 1998. Biofarmasetika dan Farmakokinetika Terapan
(Edisi II). Surabaya : Airlangga University Press
Sofiana, N. 2011. 1001 Fakta Tentang Kopi. Yogyakarta: Cahaya Atma Pustaka.
Soraya, N. 2008. Isolasi Kafein dari Limbah Teh Hitam CTC Jenis Powdery secara
Ekstraksi. Skripsi. Bogor : IPB (tidak dipublikasikan)
Sugiyono. 2007. Metodologi Penelitian Administrasi. Bandung : Alfabeta.
Standar Nasional Indonesia. 2004. Biji Kopi. SNI 01-3542-2004
Tan, H.T.dan Kirana R. 1984. Obat-obat Penting, Khasiat, Penggunaannya dan Efek
Sampingnya ( Edisi IV). Jakarta : Pangeran Jayakarta.
19
Tautua, A., Martin, W.B. and Diepreye, E.R.E., 2014, Ultra-violet Spectrophotometric
Determination of Caffeine in Soft and Energy Drinks Available in Yenagoa,
Nigeria, Advance Journal of Food Science and Technology 6(2): 155-158
Tjay, T.H dan Rahardja, K. 2007. Obat-obat penting, khasiat, penggunaan, dan efekefek sampingnya (edisi IV). Jakarta : PT Elex Media Komputindo.
Wanyika, H.N., Gatebe, E.G., Gitu, L.M.,, Ngumba, E.K. and Maritim, C.W., 2010,
Determination of caffeine content of tea and instant coffee brands found in the
Kenyan market, African Journal of Food Science Vol. 4(6) : 353 358.
20
Lampiran 1. Bercak noda kafein pada sampel kopi bubuk dan Kafein Baku
Standar
Gambar 1. Hasil Uji Kualitatif kadar kafein pada berbagai sampel kopi bubuk dan
kafein standar dengan KLT di bawah lampu UV-254
21
Lampiran 2. Data Absorbansi Larutan Kafein pada berbagai Sampel Kopi Bubuk
pada Panjang Gelombang 285 nm
Tabel 1. Data absorbansi larutan kafein pada berbagai sampel kopi bubuk pada panjang
gelombang 285 nm
No
Sampel
Absorbansi
0,157
1
0,160
0,159
0,160
0,161
2
0,161
0,162
0,164
0,180
3
0,184
0,182
0,183
0,148
4
0,150
0.149
0,148
0,175
5
0,173
0,173
0,170
0,140
6
0,144
0,142
0,144
0,251
7
0,251
0,250
0,249
0,251
8
0,251
0,251
0,251
0,277
9
0,281
0,278
0,275
0,222
10
0,222
0,221
0,219
22
Kadar (b/b) =
=
( )
= 10,993 mg/ g
Sampel
Absorbansi
Konsentrasi
(Y)
(X) (ppm)
% b/b
0,159
8,7944
10,9930
1,10
0,162
9,0004
11,2505
1,13
0,182
12,9965
12,9965
1,30
0,149
8,0976
10,1220
1,01
0,173
9,7700
12,2125
1,22
0,142
7,6098
9,5123
0,95
0,250
15,1359
18,9199
1,89
0,251
15,2056
19,0070
1,90
0,278
17,1709
21,4636
2,15
10
0,221
13,1150
16,3938
1,64
23
Lampiran 4. Perhitungan secara teori kadar kafein dalam satu cangkir kopi
Jika dalam satu cangkir terdapat kopi bubuk berkisar 6 gram dalam satu kali
sajian, maka jumlah konsumsi kopi dalam satu hari adalah 3-4 kali sajian dan
perhitungan dihitung sebanyak 4 kali sajian.
Sampel A
Kadar kafein dalam satu cangkir = Kadar kafein (mg/g) x 6 g
= 10,993 mg/g x 6 g = 65,9580 mg
Kadar kafein dalam satu hari = 65,9580 mg x 4 = 263,832 mg
Dengan menggunakan perhitungan diatas maka untuk sampel B hingga J
diperoleh seperti dalam tabel 4.
Tabel 4. Perhitungan teoritis kadar kafein dalam 4 kali penyajian/hari.
No.
Kode sampel
67,5030
270,012
77,9790
311,916
60,7320
242,928
73,2750
293,100
57,0738
228,295
113,5194
454,078
114,0420
456,168
128,7816
515,126
10
98,3628
393,451
kali
24