You are on page 1of 6

PERENCANAAN PARTISIPATIF DALAM PEMBANGUNAN DAERAH

Oleh: Ulfathan Dana Rafi (145030100111068) Mata Kuliah Perencanaan Pembangunan

Pendahuluan
Dalam

sistem

pemerintahan

yang

demokratis,

konsep

partisipasi

masyarakat

merupakan salah satu konsep yang penting karena berkaitan langsung dengan hakikat
demokrasi sebagai sistem pemerintahan yang berfokus pada rakyat sebagai pemegang
kedaulatan. Partisipasi masyarakat memiliki banyak bentuk, mulai dari yang berupa
keikutsertaan langsung masyarakat dalam program pemerintahan maupun yang sifatnya tidak
langsung, seperti berupa sumbangan dana, tenaga, pikiran, maupun pendapat dalam
pembuatan kebijakan pemerintah. Namun demikian, ragam dan kadar partisipasi seringkali
hanya ditentukan secara masif, yakni dari banyaknya individu yang dilibatkan. Padahal
partisipasi masyarakat pada hakikatnya akan berkaitan dengan akses masyarakat untuk
memperoleh informasi. Hingga saat ini partisipasi masyarakat masih belum menjadi kegiatan
tetap dan terlembaga khususnya dalam pembuatan keputusan. Sejauh ini, partisipasi
masyarakat masih terbatas pada keikutsertaan dalam pelaksanaan program-program atau
kegiatan pemerintah, padahal partisipasi masyarakat tidak hanya diperlukan pada saat
pelaksanaan tapi juga mulai tahap perencanaan bahkan pengambilan keputusan.
Untuk mendukung pelaksanaan manajemen pembangunan daerah, upaya mutlak yang
harus dilakukan adalah peningkatan kapasitas aparat pemerintahan daerah serta organisasi
civil society agar dapat mengambil peranan yang tepat dalam interaksi demokratis serta proses
pembangunan secara komprehensif. Secara lebih spesifik bahwa pembangunan pada era
desentralisasi ini harus lebih memiliki dimensi peningkatan sumber daya manusia sehingga
dapat memberikan pelayanan yang tepat kepada masyarakat dan mampu mengelola sumber
daya alam secara berkelanjutan. Untuk itu peran serta masyarakat langsung sangat diperlukan
dan perlu terus diperkuat serta diperluas. Dengan demikian istilah partisipasi tidak menjadi
sekedar retorika semata tetapi diaktualisasikan secara nyata dalam berbagai kegiatan dan
pengambilan kebijakan pembangunan.
Keberhasilan pemerintahan dalam jangka panjang tidak hanya bergantung pada
kepuasan masyarakat atas pelayanan yang diberikan, tetapi juga atas ketertarikan,
keikutsertaan, dan dukungan dari masyarakatnya. Demokrasi yang sehat tergantung pada

bagaimana masyarakat mendapatkan informasi yang baik dan dapat mempengaruhi


pengambilan keputusan oleh pemerintah.
Partisipasi secara utuh yang melibatkan aktor-aktor pembangunan daerah mulai dari
tahap perencanaan, pelaksanaan sampai pada monitoring dan evaluasi merupakan daya
dorong guna mewujudkan sistem manajemen pembangunan daerah yang terpadu menuju
peningkatan harkat dan kesejahteraan masyarakat. Perencanaan pembangunan partisipatif
dipandang sebagai sebuah metodologi yang menghantarkan pelaku-pelakunya untuk dapat
memahami masalah yang dihadapi, menganalisa akar-akar

masalah tersebut, mendesain

tindakan-tindakan terpilih dan memberikan kerangka untuk pemantauan dan evaluasi


pelaksanaan program.
Partisipasi

Menurut Keith Davis, Partisipasi adalah keterlibatan mental dan emosional seseorang
untuk pencapaian tujuan dan mengambil tanggung jawab di dalamnya.

Menurut Newstrom (2004: ), Partisipasi adalah keterlibatan mental dan emosional dari
orang dalam situasi kelompok. Dan mendorong mereka untuk berkontribusi pada tujuan
kelompok, dan juga berbagai tanggung jawab dalam mencapai tujuan.

Menurut Sajogyo (artikel :2002), Partisipasi adalah proses dimana sejumlah pelaku telah
bermitra pengaruh dan kontrol berbagi dalam inisiatif pembangunan, termasuk
membuat keputusan tentang sumber daya.

Menurut Rauf, Nasution dalam Sri Yuliyati, Partisipasi koperasi adalah manifestasi dari
perilaku seseorang atau sekelompok orang dalam sikap pertunjukan dan mengakui
peran koperasi dalam rangka meningkatkan keamanan ekonomi.

Menurut

(Sastropoetro:1995,11), Partisipasi

adalah

keterlibatan,

partisipasi

atau

keterlibatan yang berkaitan dengan keadaan eksternal.


Jadi dari beberapa pengertian diatas, dapat disimpulkan bahwa partisipasi adalah keterlibatan
peserta secara mental dan emosional dan fisik dalam menanggapi melaksanakan kegiatan
dalam proses pembelajaran dan untuk mendukung pencapaian tujuan dan mengambil tanggung
jawab atas keterlibatannya.
Bentuk partisipasi yang nyata:
1. Partisipasi uang adalah bentuk partisipasi untuk memperlancar usaha-usaha bagi
pencapaian kebutuhan masyarakat yang memerlukan bantuan

2. Partisipasi harta benda adalah partisipasi dalam bentuk menyumbang harta benda,
biasanya berupa alat-alat kerja atau perkakas
3. Partisipasi tenaga adalah partisipasi yang diberikan dalam bentuk tenaga untuk
pelaksanaan usaha-usaha yang dapat menunjang keberhasilan suatu program
4. Partisipasi keterampilan, yaitu memberikan dorongan melalui keterampilan yang
dimilikinya kepada anggota masyarakat lain yang membutuhkannya
Partisipasi pikiran lebih merupakan partisipasi dalam bentuk ide donasi, pendapat atau pikiran
yang konstruktif, baik untuk mengembangkan program dan untuk memfasilitasi pelaksanaan
program dan juga untuk mewujudkannya dengan memberikan pengalaman dan pengetahuan
dalam rangka untuk mengembangkan kegiatan yang ikuti.

Pembangunan Daerah
Pembangunan Daerah merupakan suatu usaha yang sistematik dari berbagai pelaku,
baik umum, pemerintah, swasta, maupun kelompok masyarakat lainnya pada tingkatan yang
berbeda untuk menghadapi saling ketergantungan dan keterkaitan aspek fisik, sosial ekonomi
dan aspek lingkungan lainnya sehingga peluang baru untuk meningkatkan kesejahteraan
masyarakat daerah dapat ditangkap secara berkelanjutan. Hal ini dapat ditempuh dengan cara:
1. Secara terus menerus menganalisis kondisi dan pelaksanaan pembangunan daerah.
2. Merumuskan tujuan dan kebijakan pembangunan daerah
3. Menyusun konsep strategi bagi pemecahan masalah (solusi)
4. Melaksanakannya dengan menggunakan sumber daya yang tesedia

Urgensi Perencanaan Pembangunan Partisipatif


Wacana tentang partisipasi publik dalam perencanaan dan pengelolaan sektor publik
sebenarnya telah lama mendapat perhatian. Di Amerika wacana ini muncul sejak akhir tahun
1950-an, sementara di Inggris sejak awal tahun 1960-an, dan Australia menyusul pada tahun
1970-an. Wacana ini berkembang sejalan dengan perubahan struktur politik yang mengarah

kepada sistem yang disebut sebagai demokrasi. Proses demokratisasi ini pada suatu saat akan
mendorong terbentuknya suatu tatanan masyarakat madani yang didalamnya memberi ruang
yang cukup luas bagi masyarakat untuk turut serta dalam proses pengambilan keputusan
publik.
Pengalaman di berbagai negara menunjukkan perlunya peran civil society organization
yang di dalamnya termasuk Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) dalam mendorong proses
pembangunan yang bersifat partisipatif. Peran tersebut terutama dalam hal mengintroduksi dan
mempraktekkan pendekatan pembangunan yang bersifat partisipatif kepada masyarakat. Di
samping itu LSM-LSM ini juga berperan dalam upaya peningkatan kesadaran akan pentingnya
partisipasi masyarakat dalam proses pengambilan keputusan publik serta melakukan advokasi
untuk mereformasi kebijakan agar lebih kondusif terhadap partisipasi masyarakat tersebut.
Perencanaan dengan pendekatan partisipatif sebagai strategi pembangunan dan
proses penentuan keputusan publik sangat bergantung pada kesadaran masyarakat untuk mau
melibatkan diri dalam proses pembangunan. Namun demikian sebelumnya perlu diketahui
mengapa masyarakat begitu esensial dalam proses penentu keputusan publik itu sendiri. Hal ini
sebenarnya sangat terkait erat dengan posisi negara dan masyarakat dalam kelangsungan
unsur-unsur publik yang akhirnya juga terkait dengan kelangsungan negara berikut tatanan
bermasyarkat yang ada di dalamnya. Masyarakat sebagai elemen terbesar dalam suatu sistem
publik atau sistem kehidupan dalam suatu negara seringkali terbentur ketika berhadapan
dengan pemerintah yang dianggap sebagai perwujudan negara itu sendiri. Negara dalam hal ini
pemerintah, dengan legitimasi berikut dengan sistem birokrasi yang dimilikinya seringkali
menjadi

penerjemah

dominan

dalam

proses

pembangunan.

Artinya

segala

bentuk

perkembangan dalam tatanan masyarakat di negara tersebut sepenuhnya tergantung pada


kebijakan negara atau pemerintah. Akibatnya seringkali terjadi suatu proses pembangunan
yang dilaksanakan tidak tepat sasaran atau tidak mampu menjawab persoalan yang
berkembang di masyarakat.
Dalam suatu sistem publik kepentingan yang bekembang akan sangat beragam.
Keberagaman kepentingan ini pada akhirnya akan melahirkan sistem nilai yang beragam pula.
Oleh karenanya satu sudut pandang atau satu sistem nilai saja yang digunakan untuk
menerjemahkan kepentingan publik tidak akan cukup untuk menjawab persoalan publik yang
berkembang. Atas dasar tersebutlah mengapa sudut pandang pemerintah saja dianggap tidak
cukup untuk menerjemahkan proses pembangunan suatu negara dimana masyarakat juga
berada di dalamnya.

Pengikutsertaan publik dalam proses penentuan kebijakan publik dianggap sebagai


salah satu cara yang efektif untuk menampung dan mengakomodasi berbagai kepentingan
yang beragam tadi. Dengan kata lain, upaya pengikutsertaan publik yang terwujud melalui
perencanaan partisipatif dapat membawa keuntungan substantif dimana keputusan publik yang
diambil akan lebih efektif disamping akan memberi sebuah rasa kepuasan dan dukungan publik
yang cukup kuat terhadap suatu proses pembangunan. Dengan demikian keterlibatan
masyarakat dalam proses penentuan kebijakan publik yang memberikan nilai strategis bagi
masyarakat itu sendiri menjadi salah satu syarat yang penting dalam upaya pembangunan yang
dilaksanakan.
Studi Kasus Perencanaan Sosial Partisipatif Dalam Pengelolaan Sampah Permukiman
Berbasis Masyarakat di Kotamadya Jakarta Timur
Sampah permukiman merupakan salah satu permasalahan kritis di perkotaan, termasuk
DKI Jakarta dengan 52,97% dati jumlah beban sampahnya merupakan sampah permukiman.
Pengelolaan sampah permukiman berbasis partisipasi masyarakat merupakan strategi yang
perlu dipertimbangkan secara lebih sungguh-sungguh, sebab pilihan teknologi apapun dalam
pengolahan sampah dapat berjalan efektif dan efisien apabila sampah telah dipilah. Upaya
peningkatan partisipasi melalui komunitas di lingkungan permukiman, dinilai lebih mudah dan
lebih strategis dibandingkan dengan upaya mengubah persepsi dan perilaku perseorangan
dalam mengelola sampah. Kasus di Kampung Banjarsari-Cilandak Barat, Jakarta Selatan
misalnya, perubahan perilaku warga dalam memilah dan mendaur ulang sampah tercapai
dalam waktu lebih dari sepuluh tahun, sedangkan di Kampung Rawajati-Pancoran, Jakarta
Selatan dengan dukungan dan perencanaan yang tepat, perubahan tersebut terjadi hanya
dalam waktu dua tahun. Kegiatan-kegiatan pengelolaan sampah secara mandiri oleh
masyarakat kemudian tumbuh secara sporadis, tetapi yang menjadi kendala adalah sulitnya
melakukan perluasan dan replikasi kegiatan tersebut di tempat-tempat lain. Di samping itu,
upaya pemerintah untuk mendukung perluasan kegiatan tersebut sangat sedikit, sehingga
signifikansi kegiatan yang berasal dari inisiatif masyarakat tersebut sangat rendah terhadap
pengurangan beban sampah yang harus dibuang ke TPA.
Penelitian

ini

merupakan

upaya

untuk

mengkaji

model

yang

tepat

untuk

mengembangkan partisipasi masyarakat dalam pengelolaan sampah permukiman melalui


beberapa pendekatan. Analisis spasial digunakan untuk menetapkan tipologi permukiman dan
menghasilkan lima tipe permukiman, yaitu permukiman lapisan atas, menengah atas,
menengah, menengah bawan dan bawah. Pendekatan kuantitatif digunakan untuk menentukan
tipologi partisipasi masyarakat yang dilihat dari dua aspek, yaitu tipe keterlibatan masyarakat

dan tipe pelancaran pengaruhnya. Hasil kajian memperlihatkan adanya empat tipe partisipasi,
yaitu moral-normatif, moralremuneratif, kalkulatif-remuneratif dan kalkulatif-koersif. Kondisi
pengelolaan sampah saat ini memerlukan upaya penguatan kelembagaan dan pembatasan
lingkup fungsi pemerintah daerah untuk mendukung partisipasi masyarakat secara optimal.
Oleh karena itu, kebijakan pengelolaan sampah permukiman perlu bertumpu pada strategi
pengembangan

infrastruktur,

strategi

partisipasi

komunitas

dan

strategi

pengelolaan

kelembagaan. Implementasi ketiga strategi tersebut dapat mengakomodasikan heterogenitas


dalam masyarakat serta meningkatkan penerimaan dan partisipasi masyarakat dalam
pengelolaan sampah permukiman berbasis masyarakat.
Analisis
Partisipasi masyarakat dalam perencanaan pembangunan daerah sangat dibutuhkan
dalam memberikan dukungan untuk kesejahteraan masyarakat di suatu daerah. Dengan
dibuatnya perencanaan pembangunan daerah, diharapkan bagi masyarakat untuk lebih aktif
lagi dalam melaksanakan program-program yang telah dibuat oleh pemerintah. Jika masyarakat
dan pemerintah dapat bekerjasama dengan baik dalam melaksanakan kebijakan yang sudah
direncakan, maka kebijakan tersebut juga dapat berjalan sesuai dengan rencana yang sudah
ditetapkan sebelumnya.
Salah satu permasalahan yang terjadi di masyarakat adalah adanya penumpukan
sampah. Mayoritas masyarakat membuang sampah tanpa melihat sampah itu bisa di daur
ulang atau tidak. Seharusnya masyarakat harus dapat memisahkan sampah mana yang dapat
di daur ulang dan mana sampah yang tidak bisa di daur ulang. Maka dari itu perlu adanya
partisipasi masyarakat dalam pengelolaan sampah karena hal itu juga berdampak pada
perencanaan pembangunan di suatu daerah.

You might also like