You are on page 1of 48

i

STUDI KASUS
ASUHAN KEPERAWATAN PADA TN. S
DENGAN RESIKO PERILAKU KEKERASAN
DI RUANG ABIMANYU RUMAH SAKIT JIWA DAERAH
SURAKARTA

DISUSUN OLEH :

ALI SAMBODO
NIM. P.10072

PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KUSUMA HUSADA
SURAKARTA
2013

STUDI KASUS
ASUHAN KEPERAWATAN PADA TN. S
DENGAN RESIKO PERILAKU KEKERASAN
DI RUANG ABIMANYU RUMAH SAKIT JIWA DAERAH
SURAKARTA
Karya Tulis Ilmiah
Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan
Dalam Menyelesaikan Program Diploma III Keperawatan

DISUSUN OLEH :

ALI SAMBODO
NIM. P.10072

PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KUSUMA HUSADA
SURAKARTA
2013
i

ii

ii

iii

iv

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena
berkat, rahmat dan karunian-Nya, sehingga penulis dapat menyeleseikan Karya
Tulis Ilmiah dengan judul ASUHAN KEPERAWATAN PADA TN. S
DENGAN RESIKO PERILAKU KEKERASAN DI RUANG ABIMANYU
RUMAH SAKIT JIWA DAERAH SURAKARTA.
Dalam penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini penulis banyak mendapat
bimbingan dan dukungan dari berbagai pihak, oleh karena itu pada kesempatan ini
penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya
kepada yang terhormat:
1. Setiyawan, S.Kep, Ns, selaku Ketua Program studi DIII Keperawatan yang
telah memberikan kesempatan untuk dapat menimba ilmu di STIKes
Kusuma Husada Surakarta.
2. Erlina Windyastuti, S.Kep, Ns, selaku Sekretaris Ketua Program studi DIII
Keperawatan sekaligus selaku dosen penguji yang telah membimbing
dengan cermat, memberikan masukan-masukan dan inspirasi, serta telah
memberikan kesempatan untuk dapat menimba ilmu di STIKes Kusuma
Husada Surakarta.
3. Amalia Agustin, S.Kep, Ns, selaku dosen pembimbing sekaligus sebagai
penguji yang telah membimbing dengan cermat, memberikan masukanmasukan, inspirasi, perasaan nyaman dalam bimbingan serta memfasilitasi
demi sempurnanya studi kasus ini.

vi

4. Joko Kismanto, S.Kep., Ns, selaku dosen penguji yang telah membimbing
dengan cermat, memberikan masukan-masukan, inspirasi, perasaan nyaman
dalam bimbingan serta memfasilitasi demi sempurnanya studi kasus ini.
5. Semua Dosen Program Studi DIII Keperawatan STIKes Kusuma Husada
Surakarta yang telah memberikan bimbingan dengan sabar dan wawasannya
serta ilmu yang bermanfaat.
6. Kedua orang tuaku, keluarga besar Abdullah Satar dan seorang yang selalu
saya sayangi yang selalu memberikan doa, dukungan dan kasih sayangnya
serta menjadi inspirasi dan semangat untuk menyelesaikan pendidikan.
7. Sahabat-sahabatku kos yang berjuang bersama menempuh 3 tahun belajar di
bangku akademik STIKes Kusuma Husada Surakarta.
8. Teman-teman Mahasiswa Program Studi DIII Keperawatan STIKes
Kusuma Husada Surakarta dan karyawan karyawati STIKes Kusuma
Husada Surakarta serta bebagai pihak yang tidak dapat disebutkan satupersatu, yang telah memberikan dukungan moril dan spiritual.
9.

Teman-teman Mahasiswa Program studi DIII Kebidanan STIKes Kusuma


Husada Surakarta, Puput Lestari, Defi Fritasari, Evi Ratna Pradila,
Mahardika Cahyaningrum, Monicha Iga Purwanto.
Semoga laporan studi kasus ini bermanfaat untuk perkembangan
ilmu keperawatan dan kesehatan. Amin.
Surakarta, 13 Juni 2013

Ali Sambodo
NIM. P 10072

vii

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ..................................................................................

SURAT PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN .....................................

ii

LEMBAR PERSETUJUAN ........................................................................

iii

HALAMAN PENGESAHAN .....................................................................

iv

KATA PENGANTAR ................................................................................

DAFTAR ISI ..............................................................................................

vii

DAFTAR GAMBAR ..................................................................................

viii

DAFTAR LAMPIRAN..................................................................................

ix

BAB I

BAB II

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang .....................................................................

B. Tujuan Penulisan ..................................................................

C. ManfaatPenulisan .................................................................

LAPORAN KASUS
A. Identitas Klien .....................................................................

B. Pengkajian ...........................................................................

C. Diagnosa Keperawatan ........................................................

14

D. Intervensi Keperawatan ........................................................

15

E. Implementasi Keperawatan ..................................................

19

F. Evaluasi Keperawatan ..........................................................

20

BAB III PEMBAHASAN DAN SIMPULAN


A. Pembahasan .........................................................................

23

B. Simpulan ..............................................................................

33

C. Saran ....................................................................................

35

Daftar Pustaka
Lampiran
Daftar Riwayat Hidup

viii

DAFTAR GAMBAR

Halaman
Gambar 2.1 GenogramTn.S......................................................................... 10
Gambar 2.2 Pohon Masalah ........................................................................ 15

ix

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran

Log Book Kegiatan Harian

Lampiran

Surat Keterangan Selesai Pengambilan Data

Lampiran

Lembar Pendelegasian Pasien

Lampiran

Asuhan Keperawatan

Lampiran

Lembar Konsultasi Karya Tulis Ilmiah

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Menurut WHO (2001, dalam Hidayati, 2012). Kesehatan adalah
keadaan sehat fisik, mental dan sosial, bukan semata-mata keadaan tanpa
penyakit atau kelemahan. Hal ini berarti seseorang dikatakan sehat apabila
seluruh aspek dalam dirinya dalam keadaan tidak terganggu baik tubuh,
psikis, maupun sosial. Apabila fisiknya sehat, maka mental atau jiwa dan
sosialpun sehat, demikian pula sebaliknya, jika mentalnya terganggu atau
sakit, maka fisik dan sosialnyapun akan sakit.
Kesehatan
menggambarkan

jiwa

adalah

keselarasan

berbagai
dan

karakteristik

keseimbangan

positif

kejiwaan

yang
yang

mencerminkan kedewasaan kepribadiannya (Kusumawati, 2010). Sehat sakit


dan adaptif-maladaptif merupakan konsep yang berbeda. Tiap konsep berada
pada rentang yang terpisah. Rentang sehat sakit berasal dari sudut pandang
medis, jadi seseorang yang mengalami sakit baik fisik maupun jiwa dapat
beradaptasi terhadap keadaan sakitnya. Kriteria kesehatan jiwa telah
diidentifikasi dalam berbagai hal yaitu dengan sikap positif terhadap diri
sendiri, integrasi dan ketanggapan emosional, pertumbuhan, perkembangan,
dan aktualisasi diri (Stuart, 2007).
Menurut Yosep (2007, dalam Damaiyanti, 2010). Gangguan jiwa
adalah kumpulan dari keadaan-keadaan yang tidak normal, baik yang

berhubungan dengan fisik, maupun mental.Keabnormalan tersebut terlihat


dalam berbagai macam gejala, yang terpenting diantaranya ketegangan,
seorang yang terkena neorosa masih mengetahui dan merasakan kesukaranya
serta kepribadianya tidak jauh dari realitas dan masih hidup dalam alam
kenyataan pada umumnya. Sedangkan orang yang terkena psikosa, tidak
memahami kesukaran-kesukaranya, kepribadianya yang dilihat dari segi
tanggapan, perasaan atau emosi, dan dorongan motivasinya sangat terganggu,
selain itu tidak ada integritas dan klien hidup jauh dari alam kenyataan.
Menurut WHO (2009, dalam Hidayati, 2012) memperkirakan 450
juta orang di seluruh dunia mengalami gangguan mental, sekitar 10% orang
dewasa mengalami gangguan jiwa saat ini dan 25% penduduk diperkirakan
akan mengalami gangguan jiwa pada usia tertentu selama hidupnya. Usia ini
biasanya terjadi pada dewasa muda antara usia 18 sampai 21 tahun. Menurut
National institute of mental health (dalam Hidayati, 2012) angka kejadian
gangguan jiwa mencapai 13% dari penyakit secara keseluruhan dan
diperkirakan akan berkembang menjadi 25% di tahun 2030. Kejadian tersebut
akan memberikan andil meningkatnya prevalensi gangguan jiwa dari tahun ke
tahun di berbagai negara. Berdasarkan hasil sensus penduduk Amerika
Serikat tahun 2004, diperkirakan 26,2 % penduduk yang berusia 18 sampai 30
tahun atau lebih mengalami gangguan jiwa.
Diperkirakan bahwa 2 sampai 3% dari jumlah penduduk indonesia
menderita gangguan jiwa berat. Bila separuh dari mereka memerlukan
perawatan dirumah sakit dan jika penduduk indonesia berjumlah 120 juta

orang maka ini berarti bahwa 120 ribu orang dengan gangguan jiwa berat
memerlukan perawatan dirumah sakit. Padahal yang tersedia sekarang hanya
kira-kira 10.000 tempat tidur(Yosep, 2007).
Salah satu jenis gangguan jiwa adalah skizofrenia, gangguan
skizofrenia merupakan sekelompok reaksi psikotik yang mempengaruhi
berbagai area fungsi individu, termasuk berpikir dan berkomunikasi,
menerima, dan menginterpretasikan realitas, merasakan dan menunjukan
emosi, dan berperilaku dengan sikap yang dapat diterima secara sosial.Dalam
masyarakat umum skizofrenia terdapat 0,2 sampai 0,8% dan retardasi mental
1 sampai 3%, maka dinegara kita terdapat kira kira 2.400.000 orang anak
yang mengalami gangguan jiwa (Maramis, 2004). Salah satu jenis skizofrenia
adalah skizofrenia paranoid dan ciri-cirinya adalah waham yang sistematis
atau halusinasi pendengaran, individu inidapat penuh curiga, argumentatif,
kasar, dan agresif(Isaacs,2004).Secara umum klien skizofrenia akan
mengalami beberapa masalah keperawatan seperti halusinasi, harga diri
rendah, isolasi sosial, perilaku kekerasan, waham dan depresi(Yosep, 2007).
Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang
melakukan tindakan yang dapat membahayakan secara fisik, baik kepada diri
sendiri maupun orang lain. Perilaku kekerasan sering disebut gaduh gelisah
atau amuk dimana seseorang marah berespon terhadap stressor dengan
gerakan motorik yang tidak terkontrol(Yosep, 2007). Gangguan jiwa yang
paling menonjol adalah di psike (psikogenik), unsur yang saling
mempengaruhi terjadi secara bersamaan, kemudian timbulah gangguan badan

ataupun jiwa. Salah satu contohnya jika seorang dengan depresi mengalami
gangguan tidur, karena kurang tidur daya tahan badaniahnya berkurang
sehingga mengalami keradangan tenggorokan, sebaliknya kalau keradangan
yang melemah, maka daya tahan psikologinya akan menurun dan mungkin
mengalami depresi. Sudah lama diketahui bahwa penyakit pada otak sering
mengakibatkan gangguan jiwa(Maramis, 2004). Melihat dari dampak dan
kerugiannya, perilaku kekerasan merupakan salah satu respon terhadap
stresor yang dihadapi seseorang. Jadi perilaku kekerasan dapat menimbulkan
kerugian baik pada diri sendiri, orang lain,

maupun lingkumgan

(Keliat,2007).
Rumah sakit jiwa Surakarta adalah rumah sakit jiwa milik
pemerintah yang diklasifikasikan sebagai kelas A dan sebagai pelayanan
kesehatan yang bermutu dan terjangkau oleh lapisan masyarakat yang
berhubungan dengan perencanaan dari suatu rumah sakit terhadap klien
gangguan jiwa, dengan berbagai tingkat keparahannya. Data rekam medik di
RSJD Surakarta menunjukan pasien pada tahun 2012 diantaranya rawat jalan
26.449 klien, rawat inap 2.906 klien, dari rawat inap yang mengidap penyakit
skizofrenia 2.233 klien, laki laki 1.495 atau 66,9% perempuan 738 atau
33,1% (Medical record, 2012). Berdasarkan komunikasi dengan perawat
dibangsal Abimanyu di Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta pada tanggal 25
sampai 27 April 2013 diketahui jumlah pasien 32 pasien 15 diantaranya
menderita gangguan perilaku kekerasan, sisanya halusinasi 11 orang, dan
waham 6 orang.

Salah satu masalah dari gangguan jiwa yang menjadi penyebab


penderita di bawa ke rumah sakit adalah perilaku kekerasan. Observasi yang
dilakukan tanggal 25 April 2013 pada klien dengan perilaku kekerasan di
ruang Abimanyu Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta, didapatkan bahwa
klien yang kooperatif dan dapat membina hubungan saling percaya adalah Tn.
S. Berdasarkan pengkajian yang dilakukan dan ketika klien menceritakan apa
penyebab klien masuk rumah sakit, klien menunjukkan tanda-tanda perilaku
kekerasan seperti tegang, mata melotot, tangan mengepal, serta nada suara
tinggi.
Berdasarkan latar belakang tersebut, penulis tertarik untuk menulis
karya tulis ilmiah dengan judul Studi Kasus Asuhan Keperawatan pada Tn.S
dengan Resiko Perilaku Kekerasan di Ruang Abimanyu Rumah Sakit Jiwa
Daerah Surakarta.

B. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Penulis melaporkan kasus asuhan keperawatan pada Tn. S dengan resiko
perilaku kekerasan di ruang Abimanyu RSJD Surakarta.
2. Tujuan Khusus
a. Penulis dapat melakukan pengkajian pada Tn.S dengan resiko perilaku
kekerasan.
b. Penulis dapat merumuskan masalah keperawatan pada Tn.S dengan
resiko perilaku kekerasan.

c. Penulis dapat menyusun perencanaan keperawatan pada Tn.S dengan


resiko perilaku kekerasan.
d. Penulis dapat melaksanakan implementasi pada Tn.S dengan resiko
perilaku kekerasan.
e. Penulis dapat melakukan evaluasi asuhan keperawatan pada Tn.S
dengan resiko perilaku kekerasan.

C. Manfaat Penulisan
1. Bagi Ilmu Pengetahuan
Diharapkan dapat dijadikan sebagai masukan dalam memberikan informasi
tentang asuhan keperawatan jiwa khususnya masalah resiko perilaku
kekerasan.
2. Bagi Penulis
Dapat menambah wawasan penulis tentang asuhan keperawatan jiwa
mengenai masalah resiko perilaku kekerasan dan dapat mengaplikasikan
ilmu yang diperoleh dibangku kuliah serta pengalaman nyata dalam
memberikan asuhan keperawatan jiwa pada pasien dengan masalah resiko
perilaku kekerasan.
3. Bagi Institusi
Menambah masukan dan sumber bacaan diperpustakaan khususnya
mengenai asuhan keperawatan jiwa dengan masalah resiko perilaku
kekerasan.

4. Bagi Rumah Sakit


Sebagai bahan pertimbangan oleh pihak rumah sakit untuk membuat
kebijakan dalam upaya meningkatkan kualitas pelayanan asuhan
keperawatan pada klien dengan masalah gangguan resiko perilaku
kekerasan.
5. Profesi keperawatan
Sebagai bahan masukan dan informasi bagi perawat yang ada dirumah
sakit dalam upaya meningkatkan mutu pelayanan keperawatan jiwa
khususnya pada kasus resiko perilaku kekerasan.

BAB II
LAPORAN KASUS

Bab II laporan kasus penulis akan mengulas tentang asuhan keperawatan


pada klien dengan resiko perilaku kekerasan di ruang Abimanyu RSJD Surakarta
pada tanggal 25 sampai 27 April 2013 yang terdiri dari pengkajian pada klien,
analisa dari data yang diperoleh, intervensi, implementasi keperawatan serta
evaluasi dari hasil implementasi keperawatan.
A. Identitas klien
Pengkajian penulis dilakukan pada tanggal 25 April 2013 dengan
metode wawancara dan melihat status klien, dari pengkajian tersebut
didapatkan data sebagai berikut, klien dengan inisial Tn. S yang berusia 30
tahun,

jenis

kelamin

laki-laki

bertempat

tinggal

di

Banyuasin

Timur,Karanganyar,Ngawi. Klien beragama Islam, status klien belum


menikah, klien bekerja sebagai petani dan pendidikan terakhir SMP. Klien
masuk RSJD Surakarta sudah 2 kali ini, klien masuk terakhir tanggal 11 April
2013. Keluarga yang bertanggung jawab atas klien adalah Ny. L umur 57
tahun yang merupakan Ibu kandung klien yang bertempat tinggal di
Banyuasin Timur, Karanganyar, Ngawi.

B. Pengkajian
Hasil pengkajian tanggal 25 April 2013 pukul 10.00 WIB. Klien dibawa
ke IGD RSJD Surakarta pada tanggal 11 April 2013 oleh keluarganya,
dengan alasan klien masuk saat masuk rumah sakit yaitu klien sering

mengamuk, marah-marah, berkata kasar, membanting barang, mengancam


orang lain, sering mondar mandir, tegang, mata melotot, mata merah,
bingung, susah tidur, hal ini terjadi karena permintaan klien tidak dituruti oleh
keluarganya, sehingga klien dibawa ke IGD RSJD Surakarta pada tanggal 11
April 2013 dan setelah dilakukan anamnesa klien di pindah ke ruang Amarta
selama 4 hari, setelah itu klien dipindah di ruang Abimanyu.
Pengkajian predisposisi didapatkan data klien sebelumnya pernah
mengalami gangguan jiwa dan sudah 1 kali di rawat di RSJD Surakarta,
pengobatan kurang berhasil dilihat dari klien yang sering kambuh karena
klien tidak rutin kontrol dan kondisi ekonomi keluarga yang kurang mampu,
keluarga klien ada yang mengalami gangguan jiwa yaitu kakak kandungnya.
Faktor presipitasi, klien mengatakan saat di rumah klien sering merasa tidak
sesuai dengan apa yang diinginkannya.
Dari hasil pemeriksaan fisik didapatkan hasil tekanan darah 120/80
mmHg, nadi 88 kali permenit, respirasi 20 kali permenit, suhu 36C, berat
badan 70 kg, tinggi badan 168 cm, bentuk kepala meshocepal, rambut
pendek, hitam, dan bersih, mata simetris antara kanan dan kiri, hidung
simetris, tidak ada polip, mulut simetris, tidak ada sariawan, telinga simetris
antara kanan dan kiri, sedikit serumen, leher tidak ada pembesaran kelenjar
thyroid.

10

Genogram pada Tn. S dapat dilihat pada gambar di bawah ini:

Keterangan :Gambar 2.1 Genogram

Tn. S, 30 tahun, resiko


perilaku kekerasan

: Laki-laki
: Perempuan
: Laki-laki meninggal
: Perempuan meninggal
: Sakit/ gangguan jiwa
: Menikah/ garis perkawinan
: Garis keturunan
: Serumah
: Pasien

Berdasarkan pengkajian psikososial khususnya genogram klien


merupakan anak keempat dari lima bersaudara dan tinggal serumah dengan
kakak pertamanya. Di dalam anggota keluarganya ada yang mengalami
gangguan jiwa yaitu kakak kandung ketiganya dan didapatkan data dari
rekam medik yang mengalami gangguan jiwa yaitu pamannya.

11

Pengkajian pada konsep diri dalam gambaran diri klien mengatakan


klien suka dengan seluruh anggota tubuhnya karena klien merasa bersyukur
atas apa yang sudah diberikan oleh tuhan. Identitas diri klien berumur 30
tahun, jenis kelamin laki-laki,pendidikan terakhir SMP, klien berasal dari
ngawi, klien mengatakan belum menikah dan belum punya anak. Peran klien
mengatakan klien sebagai anak laki-laki yang selalu membantu bapaknya,
klien mengatakan bekerja sebagai petani, ideal diri, klien mengatakan klien
ingin segera sembuh dari penyakitnya dan ingin segera pulang. Harga diri,
klien mengatakan klien merasa kurang diterima dimasyarakat, karena klien
sering mengamuk saat klien mau bergabung dengan masyarakat mereka
terkesan menghindar dari klien karena takut kepada klien.
Berdasarkan pola hubungan sosial, klien mengatakan orang terdekat
adalah kakak pertamanya, peran serta dalam kegiatan masyarakat, klien
mengatakan tidak pernah mengikuti kegiatan masyarakat karena klien malu
dan sering diejek sama teman-temanya. Hambatan dalam berhubungan
dengan orang lain, klien mengatakan tidak ada hambatan, klien mengatakan
beragama islam tetapi klien kadang-kadang menjalankan sholat 5 waktu.
Berdasarkan status mental klien dari penampilan selama dirumah sakit
berseragam rumah sakit dan rapi. Pembicaraan klien agak lambat tapi keras,
intonasi nada tinggi, berkata kasar. Didapatkan data aktivitas motorik, klien
terlihat tegang, marah, gelisah, mata melotot, ketika berinteraksi dengan
teman diruangan terkadang klien terlihat marah dan tampak mengepalkan
tanganya. Didapatkan data alam perasaan, klien mengatakan ingin segera

12

pulang, klien mengatakan merasa marah ketika temanya mengganggu. Saat


pengkajian afek klien sedih saat mengingat atau labil, dibuktikan dirinya tidak
dapat bekerja dan klien nampak jengkel, marah pada saat klien minta sesuatu
tidak pernah dituruti oleh keluarganya. Interaksi selama wawancara klien
cukup kooperatif, namun terlihat membunyikan sesuatu, hal ini dibuktikan
ketika klien ditanya oleh perawat hanya menjawab tidak apa-apa. Didapatkan
data pola persepsi, klien mengatakan tidak pernah mendengar suara-suara
atau bisikan maupun bayangan. Pengkajian proses pikir, klien tidak ada
gangguan dan pembicaraan masih terarah dan masih dapat dimengerti.
Didapatkan data isi pikir, klien tidak ada obsesi, fobia depersonalisme, ide
yang terkait maupun pikiran magis.
Pengkajian status mental berikutnya yaitu pengkajian tingkat kesadaran
didapatkan data, klien sadar dengan keadaanya, bisa mengenal dan
berorientasi dengan waktu, tempat, kondisi, dan orang lain. Memori klien
tidak ada gangguan kejadian masa lampau dimana klien masih ingat saat
klien dibawa ke RSJD, tidak ada gangguan jangka pendek dimana klien
mengingat dengan baik kegiatan yang baru saja dilakukan. Didapatkan data
tingkat konsentrasi, klien dapat berkonsentrasi dengan baik dibuktikan klien
mampu menjelaskan kembali apa yang telah dibicarakan dan klien dapat
berhitung dengan baik dibuktikan dengan klien mampu melakukan
penambahan dan pengurangan. Pengkajian kemampuan penilaian, klien dapat
mengambil keputusan dengan sederhana, mau mandi dulu kemudian makan.
Didapatkan data daya tilik diri klien, mengetahui dirinya sakit dan kerumah
sakit untuk berobat.

13

Berdasarkan pengkajian kebutuhan pulang, pada kebutuhan makan


klien mampu secara teratur dengan mandiri, frekuensi 3 kali sehari, klien
mampu menyiapkan makanan dan bisa membersihkan alat secara mandiri.
BAB atau BAK, klien mampu mandiri pada tempatnya, mandi klien secara
mandiri tanpa harus diarahkan dan keramas maupun gosok gigi. Berhias atau
berpakaian klien mampu berhias dan berpakaian secara mandiri. Istirahat
tidur klien mengatakan tidur siang selama 1 sampai 2 jam sehabis sarapan,
tidur malam dari jam 7 malam sampai 4 pagi, setelah bangun kegiatan
pertama yang dilakukan adalah sholat subuh. Penggunaan obat, klien minum
obat secara teratur yang sudah disiapkan oleh perawat risperidone 2x2 mg,
trihexyiphenidyl 2x2 mg, zyprat 1x0,5 mg. Pemeliharaan kesehatan, klien
didukung dengan terapi obat dan perawatan lanjutan, dengan menjalankan
kontrol rutin. Kegiatan dalam rumah, klien dapat mempersiapkan makanan,
dapat menjaga kerapian rumah, mencuci pakaian. Kegiatan diluar rumah,
klien sering berinteraksi dengan orang lain dan jika bosan dirumah klien
sering keluar berkumpul dengan teman-temanya.
Berdasarkan mekanisme koping, klien memiliki mekanisme koping
maladaptif, jika terjadi masalah dengan keluarga dan temanya, klien lebih
memilih diam dan pergi meninggalkan keluarganya, namun jika benar sudah
jengkel atau marah maka klien dapat berkata-kata kasar terhadap
keluarganya. Masalah psikososial dan lingkungan, klien mengatakan merasa
jengkel pada temanya karena kalau bercanda suka berlebihan, selain itu klien
merasa jengkel dengan neneknya karena suka marah-marah pada klien.

14

Pengetahuan, klien mengatakan kurang mengetahui tentang penyakit yang


dideritanya. Klien mengatakan dengan minum obat itu menyebabkan pikiran
menjadi tenang. Aspek medik klien didiagnosa F.20.1, terapi medis yang
diberikan risperidone 2 x 2 mg, trihexyiphenidyl 2 x 2 mg, zyprat 1 x 0,5 mg.

C. Diagnosa keperawatan
Berdasarkan data tersebut dapat ditegakkan diagnosa keperawatan
antara lain diagnosa keperawatan prioritas adalah resiko perilaku kekerasan,
diagnosa keperawatan tersebut didukung dengan data subyektif klien
mengatakan jika sedang berinteraksi pada teman-temanya di ruangan
terkadang klien marah dan ingin memukul. Kemudian data obyektifnya klien
terlihat marah, tampak tegang, tangan mengepal dan klien mondar-mandir.
Dari prioritas diagnosa diatas dapat dibuat pohon masalah dalam kasus
ini dapat di simpulkan sebagai berikut resiko menciderai diri sendiri, orang
lain dan lingkungan sebagai akibat, resiko perilaku kekerasan sebagai care
problem, Gangguan konsep diri : Harga diri rendah sebagai penyebab. Dari
diagnosa tersebut dapat dijadikan prioritas diagnosa, prioritas yang pertama
resiko perilaku kekerasan, gangguan konsep diri : Harga diri rendah, Resiko
menciderai diri sendiri, orang lain dan lingkungan.

15

Pohon Masalah
Resiko menciderai diri Sendiri, orang Lain dan Lingkungan (Akibat)

Resiko perilaku kekerasan

(Core Problem)

Gangguan konsep diri : Harga diri rendah (Etiologi)


Gambar 2.2 Pohon Masalah

D. Intervensi keperawatan
Rencana keperawatan yang disusun Setelah memprioritaskan masalah
keperawatan dengan diagnosa keperawatan resiko perilaku kekerasan. Tujuan
umum yaitu Klien dapat mengontrol perilaku kekerasan. Tujuan khusus
pertama Klien dapat membina hubungan saling percaya, dengan kriteria
evaluasi setelah 2x15 menit pertemuan klien menunjukkan tanda-tanda
percaya kepada perawat, wajah cerah dan tersenyum, mau berkenalan, ada
kontak mata serta bersedia menceritakan perasaannya. Intervensi yang akan
dilakukan bina hubungan saling percaya dengan memberi salam setiap
interaksi, perkenalkan nama dan nama panggilan perawat serta tujuan perawat
berinteraksi, tanyakan dan panggilan nama kesukaan klien, tunjukkan sikap
empati, jujur dan menepati janji setiap kali berinteraksi, tanyakan perasaan
klien dan masalah yang dihadapi, buat kontak interaksi yang jelas, dengarkan
dengan penuh perhatian ungkapan perasaan klien.
Tujuan khusus kedua klien dapat mengidentifikasi penyebab perilaku
kekerasan yang dilakukannya. Dengan kriteria evaluasi setelah 2x15 menit

16

pertemuan klien dapat menceritakan penyebab perilaku kekerasan yang


dilakukannya, menceritakan penyebab perasaan jengkel atau kesal baik dari
diri sendiri maupun lingkungan. Intervensi yang akan dilakukan bantu klien
mengungkapkan perasaan masalahnya, motivasi klien untuk menceritakan
penyebab rasa kesal, dengarkan tanpa menyela setiap ungkapan perasaan
klien.
Tujuan khusus ketiga klien dapat mengidentifikasi tanda-tanda perilaku
kekerasan. Dengan kriteria evaluasi setelah 2x15 menit pertemuan klien
menceritakan tanda-tanda saat terjadi perilaku kekerasan, tanda fisik mata
merah, tangan mengepal, ekspresi wajah tegang, tanda emosional perasaan
marah, jengkel, bicara kasar, tanda sosial bermusuhan yang dialami saat
terjadi perilaku kekerasan. Intervensi yang akan dilakukan bantu klien
mengungkapkan tanda-tanda perilaku kekerasan yang dialaminya, motivasi
klien menceritakan kondisi fisik (tanda-tanda fisik) saat terjadi perilaku
kekerasan, motivasi klien menceritakan kondisi hubungan dengan orang lain
(tanda-tanda sosial) saat perilaku kekerasan terjadi.
Tujuan khusus keempat klien dapat mengidentifikasi jenis perilaku
kekerasan yang pernah dilakukan. Dengan kriteria evaluasi setelah 2x15
menit pertemuan klien menjelaskan jenis-jenis ekspresi kemarahan yang
selama ini dilakukannya, perasaan saat melakukan kekerasan, efektifitas cara
yang dipakai dalam menyelesaikan masalah. Intervensi yang akan dilakukan
diskusikan dengnan klien perilaku kekerasan selama ini, motivasi klien
menceritakan jenis-jenis tindak kekerasan yang selama ini pernah

17

dilakukannya, motivasi klien menceritakan perasaan klien setelah tindak


kekerasan terjadi, diskusikan apakah dengan tindak kekerasan yang dilakukan
masalah yang dialami teratasi.
Tujuan khusus kelima klien dapat mengidentifikasi akibat perilaku
kekerasan. Dengan kriteria evaluasi setelah 2x15 menit pertemuan klien
menjelaskan akibat tindak kekerasan yang dilakukannya, diri sendiri (luka),
orang lain (luka, tersinggung), lingkungan (rusak). Intervensi yang akan
dilakukan diskusikan dengan klien akibat negatif cara yang dilakukan pada
diri sendiri, orang lain, dan lingkungan.
Tujuan khusus keenam klien dapat mengidentifikasikan cara konstruktif
mengungkapkan kemarahan. Dengan kriteria hasil setelah 2x15 menit
pertemuan klien menjelaskan cara-cara sehat mengungkapkan kemarahan.
Intervensi yang akan dilakukan diskusikan dengan klien apakah klien mau
mempelajari cara baru untuk mengungkapkan marah yang sehat, jelaskan
berbagai alternatif pilihan untuk mengungkapkan kemarahannya, jelaskan
cara-cara sehat untuk mengungkapkan kemarahan, cara fisik yaitu dengan
nafas dalam, pukul bantal, olahraga, verbal yaitu dengan mengungkapkan
bahwa dirinya sedang kesal dengan orang lain, sosial yaitu dengan latihan
asertif dengan orang lain, spiritual yaitu dengan sembahyang, zikir, meditasi,
dan sebagainya, libatkan klien dalam Terapi Aktivitas Kelompok (TAK)
stimulasi persepsi mengontrol perilaku kekerasan sesi 2 (pukul bantal), 3
(membuat jadwal kegiatan), 4 (minum obat).

18

Tujuan khusus ketujuh klien dapat mendemonstrasikan cara mengontrol


perilaku kekerasan. Dengan kriteria evaluasi setelah 2x15 menit pertemuan
klien memperagakan cara mengontrol perilaku kekerasan, fisik tarik nafas
dalam, memukul bantal atau kasur, verbal mengungkapkan perasaan kesal,
jengkel pada orang lain tanpa menyakiti, spiritual zikir atau doa, meditasi,
dan sebagainya sesuai dengan agamanya. Intervensi yang akan dilakukan
diskusikan cara yang mungkin dipilih dan anjurkan klien untuk memilih cara
yang mungkin untuk mengungkapkan kemarahan, latih klien memperagakan
cara yang dipilih, peragakan cara melaksanakan cara yang dipilih, jelaskan
manfaat cara tersebut, anjurkan klien menirukan peragaan yang sudah
dilakukan, anjurkan klien menggunakan cara yang sudah dilatih saat marah.
Tujuan khusus kedelapan klien mendapat dukungan keluarga untuk
mengontrol perilaku kekerasan. Dengan kriteria evaluasi setelah 3x15 menit
pertemuan keluarga menjelaskan cara merawat klien dengan perilaku
kekerasan, mengungkapkan rasa puas dalam merawat klien. Intervensi yang
akan dilakukan diskusikan pentingnya peran serta keluarga sebagai
pendukung klien untuk mengatasi perilaku kekerasan, peragakan cara
merawat klien, beri kesempatan pada keluarga untuk meragakan ulang, beri
pujian pada keluarga, tanyakan perasaan keluarga.
Tujuan khusus kesembilan klien menggunakan obat sesuai program
yang telah ditetapkan. Dengan kriteria evaluasi setelah 3 kali pertemuan klien
menjelaskan manfaat minum obat, kerugian tidak minum obat, nama obat,
bemtuk obat dan warna obat, dosis obat yang diberikan kepadanya, waktu
pemakaian, cara pemakaian, dan efek yang dirasakan. Intervensi yang akan

19

dilakukan jelaskan manfaat menggunakan obat dan kerugian jika tidak minum
obat, jelaskan kepada klien jenis obat, nama, warna dan bentuk obat, dosis
yang tepat untuk klien, waktu pemakaian, cara pemakaian, efek yang akan
dirasakan, anjurkan klien minta dan menggunakan obat tepat waktu, lapor ke
perawat jika mengalami efek yang tidak biasa, beri pujian terhadap
kedisiplinan klien menggunakan obat.

E. Implementasi keperawatan
Implementasi untuk diagnosa keperawatan resiko perilaku kekerasan
dilaksanakan pada tanggal 25 April 2013, pukul

10.30 WIB. Penulis

melakukan strategi pelaksanaan I yaitu mengajari cara mengontrol perilaku


kekerasan dengan fisik 1 yaitu dengan cara nafas dalam. Penulis melakukan
hubungan saling percaya (BHSP), mengidentifikasi penyebab perasaan
penyebab perasaan marah, mengidentifikasi tanda dan gejala yang dirasakan,
mengidentifikasi perilaku kekerasan yang dilakukan, mengindentifikasi akibat
perilaku kekerasan, menyebutkan cara mengontrol perilaku kekerasan,
membantu klien mempraktekkan latihan cara mengontrol perilaku kekerasan
dengan nafas dalam, dan memasukan dalam jadwal kegiatan harian.
Implementasi yang kedua dilaksanakan pada tanggal 26 April 2013,
pukul 09.00 WIB. Penulis melakukan Strategi Pelaksanaan 2 yaitu mengajari
cara mengontrol perilaku kekerasan dengan cara pukul bantal atau kasur.
Penulis menanyakan perasaan klien, mengevaluasi jadwal kegiatan harian,
melatih klien mengendalikan perilaku kekerasan dengan cara fisik 2 yaitu
pukul bantal atau kasur, dan memasukan jadwal kegiatan harian.

20

Implementasi yang ketiga dilaksanakan pada tanggal 27 April 2013,


pukul 10.00 WIB. Penulis melakukan strategi pelaksanaan 3 yaitu mengajari
cara mengontrol perilaku kekerasan dengan cara fisik 3 dengan cara verbal.
Penulis menanyakan perasaan klien, mengevaluasi jadwal kegiatan harian,
melatih klien mengendalikan perilaku kekerasan dengan cara fisik 3 dengan
cara verbal, menganjurkan klien untuk memasukan dalam jadwal kegiatan
harian.

F. Evaluasi keperawatan
Tindakan keperawatan dikatakan berhasil atau tidak dengan cara
mengetahui perkembangan pada klien serta apakah masalah sudah teratasi
maka perlu dilakukan evaluasi. Diagnosa yang pertama SP I tanggal 25 April
2013, pukul 10.45 WIB. Didapatkan data subyektif, klien mengatakan nama
dan mau berjabat tangan, klien mengatakan marah jika mengalami
ketidakcocokan pendapat saat berbicara, klien mengatakan jika marah
dadanya berdebar-debar, klien mengatakan puas jika klien sudah memukul,
klien mengatakan tidak peduli akibat yang dilakukannnya yang penting klien
merasa puas, klien mengatakan mau menarik nafas dan menahannya sebentar
kemudian mengeluarkan lewat mulut, klien mengatakan mau mencoba jika
rasa marah timbul. Dari data obyektif klien mau berkenalan dan berjabat
tangan, klien tampak memperagakan bernafas dalam, pandangan tajam. Klien
dapat mempraktekkan cara mengontrol marah dengan nafas dalam dan
mampu mengungkapkan terjadinya perilaku kekerasan. Analisa sehingga
disimpulkan bahwa masalah sudah teratasi. Sehingga perencanaan untuk klien

21

anjurkan klien untuk mengontrol rasa marah dengan cara nafas dalam.
Sedangkan perencanaan untuk perawat evaluasi SP I yaitu dengan nafas
dalam, dan lanjut SP II yaitu dengan cara pukul bantal atau kasur.
Pada SP II tanggal 26 April 2013, pukul 09.15 WIB. Didapatkan data
subyektif yaitu klien mengatakan telah mencoba cara mengontrol marah
dengan nafas dalam jika marah muncul, klien mengatakan bersedia untuk
diajari cara mengontrol marah dengan cara fisik kedua yaitu dengan cara
pukul bantal dan kasur. Dari data obyektif klien tampak tenang, klien mampu
melakukan cara mengontrol marah dengan pukul bantal. Klien mau berlatih
cara fisik kedua dengan cara pukul bantal atau kasur. Analisa sehingga
disimpulkan masalah sudah teratasi. Sehingga perencanaan untuk klien
anjurkan klien untuk mengontrol rasa marah dengan cara fisik kedua yaitu
dengan cara pukul bantal atau kasur jika timbul rasa marah. Sedangkan
perencanaan untuk perawat evaluasi SP 1 yaitu dengan cara nafas dalam, dan
SP 2 yaitu dengan cara pukul bantal atau kasur, dan lanjut SP 3 yaitu dengan
cara verbal.
Pada SP III tanggal 27 April 2013, pukul 10.15 WIB.Didapatkan data
subyekytif : klien mengatakan telah mencoba cara mengontrol marah dengan
nafas dalam, pukul bantal atau kasur dan jika marah muncul, klien
mengatakan bersedia untuk diajari cara mengontrol marah dengan cara fisik 3
yaitu dengan cara verbal. Data obyektif klien tampak tenang, klien mampu
melakukan cara mengontrol marah dengan cara verbal. Klien mau berlatih
cara fisik 3 dengan cara verbal. Analisa sehingga disimpulkan masalah sudah
teratasi, sehingga planning untuk klien anjurkan klien mengontrol rasa marah

22

dengan cara fisik 3 yaitu dengan cara verba jika timbul rasa marah.
Sedangkan perencanaan untuk perawat evaluasi SP 1 yaitu dengan cara nafas
dalam, SP 2 dengan cara pukul bantal atau kasur, SP 3 yaitu dengan cara
verbal dan lanjut SP 4 dengan cara spiritual.

BAB III
PEMBAHASAN DAN SIMPULAN

A. Pembahasan
Pada bab ini penulis akan membahas tentang kesenjangan antara teori
dengan studi kasus asuhan keperawatan pada Tn. S dengan resiko perilaku
kekerasan di ruang Abimanyu RSJD Surakarta. Pembahasan yang penulis
lakukan meliputi pengkajian, diagnosa keperawatan, intervensi, implementasi
keperawatan dan evaluasi keperawatan.

1. Pengkajian
Pengkajian merupakan tahap awal dan dasar utama dari proses
keperawatan. Tahap pengkajian terdiri atas pengumpulan data dan
perumusan kebutuhan atau masalah klien. Data yang dikumpulkan meliputi
data biologis, psikososial, dan spiritual (Direja, 2011).
Penulis

melakukan

pengumpulan

data

menggunakan

metode

wawancara dan mengobservasi klien yaitu dari segi penampilan,


pembicaraan, dan perilaku klien. Kemudian ditambah dengan menelaah
catatan medik dan catatan keperawatan. Dalam pengkajian ini penulis
mengkaji data dari tanggal klien masuk RSJD, identitas klien, identitas
penggung jawab, alasan masuk, faktor predisposisi, faktor prestisipitasi,
pemeriksaan fisik, keluhan fisik, psikososial (genogram dan analisa
genogram) konsep diri, hubungan sosial, spirtual, status mental, kebutuhan
persiapan pulang, meknisme koping, masalah psikososial dan lingkungan,
pengetahuan klien, aspek penunjang dan aspek medik.
23

24

Menurut Fitria (2009), tanda dan gejala resiko perilaku kekerasan yang
muncul biasanya adalah mata melotot atau pandangan tajam, tangan
mengepal, rahang mengatup, wajah memerah dan tegang, serta postur
tubuh kaku, mengancam, mengumpat dengan kata-kata kotor, berbicara
dengan nada keras, kasar, ketus, menyerang orang lain, melukai diri
sendiri,merusak lingkungan,amuk atau agresif dan mengamuk. Hal ini
sesuai dengan kasus pada Tn. S dimana pada alasan masuk didapatkan data
Tn. S mengamuk, marah-marah, berkata kasar, membanting barang,
mengancam orang lain, mondar-mandir, tegang, mata melotot, mata merah,
dan susah tidur.
Menurut Yosep (2010, dalam Damaiyanti 2012), dalam faktor
predisposisi perilaku kekerasan terdapat beberapa teori yang menjadi
penyebab munculnya perilaku ini salah satunya yaitu teori biologis teori ini
menyatakan adanya faktor gen yang diturunkan melalui orang tua, menjadi
potensi perilaku agresif. Menurut Direja (2011), faktor yang berhubungan
dengan masalah perilaku kekerasan dapat terjadi karena stimulus
lingkungan dan putus obat. Berdasarkan teori yang telah disampaikan
tersebut sama dengan data pengkajian faktor predisposisi yang ditemukan
pada kasus klien Tn. S dimana keluarga klien ada yang mengalami
gangguan jiwa seperti klien yaitu kakak kandung dan pamanya, selain
masalah tersebut klien juga tidak mau minum obat, sehingga terapi
pengobatan klien kurang berhasil yang berakibat klien kambuh lagi.

25

Menurut Yosep (2007), dalam pengkajian faktor presipitasi yaitu


seseorang akan berespon dengan marah apabila merasa dirinya terancam,
ancaman tersebut dapat berupa injurysecara psikis, atau lebih dikenal
dengan adanya ancaman terhadap konsep diri seseorang. Menurut Yosep
(2010, dalam Damaiyanti 2012), faktor yang dapat mencetuskan perilaku
kekerasan berkaitan dengan ekspresi dari tidak terpenuhinya kebutuhan
dasar dan kondisi ekonominya. Berdasarkan teori yang telah disampaikan,
ada kesamaan dengan apa yang dihadapi klien, bahwa klien mengatakan
saat di rumah klien sering merasa tidak sesuai dengan apa yang
dinginkannya, dan karena kondisi ekonomi keluarganya yang kurang
mampu sehingga terjadi kekambuhan lagi dan klien berhenti minum obat.
Pengkajian status mental, dari cara berpenampilan klien rapi memakai
seragam rumah sakit, klien tidak pernah mendengar suara-suara atau
bisikan maupun bayangan, klien tidak mengalami halusinasi, dalam proses
pikir klien pembicaraanya masih terarah dan masih dapat dimengerti, tetapi
pada saat dikaji pembicaraan klien intonasinya tinggi, keras dan berkata
kasar, diaktivitas motorik klien terlihat tegang dan gelisah, mondar mandir,
ketika berinteraksi dengan temanya terkadang klien terlihat marah dan
tampak mengepalkan tanganya dan ingin memukul. Menurut (Direja,2011),
tanda gejala klien perilaku kekerasan dapat dilihat dari pengkajian status
mental dalam pembicaraan dengan nada keras, kasar mengancam dan
aktivitas motorik tangan mengepal, tegang, muka merah, menyerang orang
lain, melukai diri sendiri atau orang lain dan lingkungan.

26

Perencanaan pulang merupakan bagian penting dari program


pengobatan klien yang dimulai dari segera setelah klien masuk rumah sakit.
Hal ini merupakan proses yang menggambarkan usaha kerja sama antara
tim kesehatan, keluarga, klien, dan orang yang penting bagi klien (Yosep,
2007). Pengkajian persiapan pulang penulis hanya mengkaji tentang berapa
kali klien makan dan menu yang dikonsumsi klien, seharusnya penulis
harus mengkaji apakah klien mandiri dalam makan atau harus dengan
bantuan. Kemudian pada pengkajian BAB dan BAK penulis juga hanya
mengkaji frekuensi dan kondisi feses dan urin, seharusnya penulis juga
harus mengkaji bagaimana proses BAB dan BAK apakah mandiri atau
dengan bantuan, dan dimana klien BAB dan BAK. Kemudian pada
pengkajian istirahat tidur, penulis hanya mengkaji frekuensi tidur klien dari
jam berapa sampai jam berapa. Seharusnya dilengkapi data kegiatan apa
yang dilakukan klien sebelum tidur dan sesudah tidur. Kesulitan yang
penulis hadapi dalam proses pengkajian adalah proses komunikasi
teraupetik belum maksimal sehingga ada sebagian data-data yang
pendokuimentasianya kurang mendalam.
Aspek medik, diagnosa medik skizofrenia akut F 20.1 dan terapi medik
yang diberikan Risperidone 2 x 2 mg, Triheksipenidil 2 x 2 mg, dan Zyprat
1 x 0,5 mg. Risperidone merupakan obat yang mengurangi gejala afektif
yang berhubungan dengan skizofrenia, dan efek sampingnya antara lain
insomnia, cemas, sakit kepala, somnolen dan lelah. Triheksipenidil
merupakan jenis obat pada pengobatan segala bentuk parkinson karena

27

pengaruh obat untuk susunan syaraf, efek sampingnya adalah mulut kering,
pusing, mual, muntah, bingung dan takikardi. Zypraz adalah jenis obat
pengobatan untuk anxietas dan gangguan panik, efek sampingnya adalah
mengantuk, pusing, dan cemas. ( ISO, 2010).

2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah interpretasi ilmiah dari data pengkajian
yang digunakan untuk mengarahkan perencanaan, implementasi, dan
evaluasi keperawatan (Damaiyanti, 2012).
Menurut Fitria (2009) Diagnosa keperawatan yang sering ditemukan
pada kasus perilaku kekerasan antara lain perilaku kekerasan, resiko
mencederai diri sendiri, orang lain, dan lingkungan, perubahan persepsi
sensori : halusinasi, harga diri rendah kronis, isolasi sosial, danberduka
disfungsional. Diagnosa utama yang diangkat pada Tn. S yaitu resiko
perilaku kekerasan, diagnosa ini didukung dengan data subyektif klien
mengatakan jika sedang berinteraksi pada teman-temanya di ruangan
terkadang klien marah dan ingin memukul. Kemudian data obyektifnya
klien terlihat marah, tampak tegang, mata melotot tangan mengepal dan
klien mondar-mandir. Diagnosa ini diambil menjadi prioritas utama karena
pada saat pengkajian data-data diatas yang paling aktual dibandingkan
dengan diangosa yang kedua, yaitu harga diri rendah.
Dalam pohon masalah dijelaskan bahwa yang menjadi core problem
adalah perilaku kekerasan, etiologinya yaitu harga diri rendah, dan sebagai
efek yaitu resiko meciderai diri sendiri, orang lain dan lingkungan (Fitria,

28

2009). Berdasarkan teori yang disebutkan ada perbedaan dengan kasus,


bahwa yang menjadi core problem adalah resiko perilaku kekerasan, tetapi
pada etiologi dan efek sama, yaitu harga diri rendah sebagai etiologi, dan
resiko menciderai diri sendiri, orang lain dan lingkungan sebagai efek.
Resiko perilaku kekerasan atau agresif adalah perilaku yang menyertai
marah dan merupakan dorongan untuk bertindak dalam bentuk destruktif
dan masih terkontrol (Yosep, 2007).

3. Intervensi Keperawatan
Perencanaan keperawatan terdiri dari tiga aspek yaitu tujuan umum,
tujuan khusus dan rencana tindakan keperawatan. Tujuan umum berfokus
pada penyelesaian permasalahan dari diagnosa tertentu. Tujuan umum
dapat dicapai jika serangkaian tujuan khusus telah dicapai (Direja, 2011).
Menurut Stuart (2001, dalam Direja, 2011), tujuan khusus berfokus
pada penyelesaian etiologi dari diagnosa tersebut. Tujuan khusus
merupakan rumusan kemampuan yang perlu dicapai atau dimiliki klien.
Kemampuan ini dapat bervariasi sesuai dengan masalah dan kebutuhan
klien. Umumnya, kemampuan klien pada tujuan khusus dapat dibagi
menjadi tiga aspek yaitu kemampuan kognitif yang diperlukan untuk
menyelesaikan

etiologi

dari

diagnosa

keperawatan,

kemampuan

psikomotor yang diperlukan agar etiologi dapat teratasi dan kemampuan


afektif yang perlu dimiliki agar klien percaya pada kemampuan
menyelesaikan masalah.

29

Intervensi keperawatan yang dilakukan pada Tn. S berdasarkan pada


teori keperawatan jiwa, dimana terdapat tujuan umumnya yaitu klien tidak
melakukan tindakan kekerasan, dan terdapat sembilan tujuan khusus yaitu
tujuan khusus pertama adalah bina hubungan saling percaya dengan klien,
rasionalnya adalah hubungan saling percaya merupakan landasan utama
untuk hubungan selanjutnya, tujuan khusus kedua yaitu mengidentifikasi
penyebab perilaku kekerasan, rasionalnya adalah klien beri kesempatan
untuk mengungkapkan perasaan dapat membantu mengurangi stres dan
penyebab perasaan jengkel atau kesal dapat diketahui, tujuan khusus ketiga
adalah mengidentifikasi tanda-tanda perilaku kekerasan, rasionalnya adalah
untuk mengetahui hal yang dialami dan dirasa saat jengkel, tujuan khusus
keempat adalah mengidentififkasi jenis perilaku kekerasan, rasionalnya
adalah dapat membantu klien dalam menemukan cara yang dapat
digunakan untuk menyelesaikan masalah.
Intervensi keperawatan selanjutnya pada tujuan khusus kelima adalah
mengidentifikasi akibat dari perilaku kekerasan, rasioanalanya adalah
membantu klien untuk menilai perilaku kekerasan yang dilakukanya,
tujuan khusus keenam adalah mengidentifikasi cara yang dilakukan ketika
perilaku kekerasan muncul, rasionalnya adalah agar klien dapat
mempelajari cara yang lain konstruktif, tujuan khusus ketujuh adalah
ajarkan

cara

mengontrol

perilaku

kekerasan,

rasionalnya

adalah

memberikan simulasi kepada klien untuk menilai respon perilaku


kekerasan secara tepat,

tujuan khusus kedelapan adalah ajarkan pada

30

keluarga cara merawat klien dengan perilaku kekerasan, rasionalnya adalah


agar keluarga dapat merawat klien dengan perilakun kekerasan, tujuan
kesembilan adalah anjurkan pada klien menggunakan obat dengan benar,
rasionalnya adalah klien dan keluarga dapat mengetahui nama-nama obat
yang diminum oleh klien (Damaiyanti, 2012). Dalam rencana keperawatan
yang penulis susun pada masalah keperawatan Tn. S, penulis sesuaikan
dengan teori diatas.

4. Implementasi
Implementasi

merupakan

standar

dari

standar

asuhan

yang

berhubungan dengan aktivitas keperawatan profesional yang dilakukan


oleh perawat, dimana implementasi dilakukan pada pasien, keluarga dan
komunitas berdasarkan rencana keperawatan yang dibuat (Damaiyanti,
2012).
Menurut Keliat (2009), strategi pelaksanaan klien resiko perilaku
kekerasan ada lima yaitu strategi pelaksanaan pertama melatih cara
mengendalikan perilaku kekerasan dengan cara fisik pertama yaitu nafas
dalam. Strategi pelaksanaan kedua membantu klien latihan mengendalikan
perilaku kekerasan dengan cara fisik kedua yaitu dengan cara pukul bantal
atau kasur. Strategi pelaksanaan ketiga membantu klien latihan
mengendalikan perilaku kekerasan secara verbal. Strategi pelaksanaan
keempat membantu klien latihan mengendalikan perilaku kekerasan
dengan cara spiritual. Strategi pelaksanaan kelima membantu klien latihan
mengendalikan perilaku kekerasan dengan minum obat.

31

Teori tersebut sesuai dengan yang penulis lakukan, tetapi penulis


hanya dapat melaksanakan strategi pelaksanaan pertama melatih cara
mengendalikan perilaku kekerasan dengan cara fisik pertama yaitu nafas
dalam dilakukan pada hari kamis tanggal 25 April 2013, pukul 10.00 WIB.
Strategi pelaksanaan kedua membantu klien latihan mengendalikan
perilaku kekerasan dengan cara fisik kedua yaitu dengan cara pukul bantal
atau kasur dilakukan pada hari jumat tanggal 26 April 2013, pukul 10.00
WIB. Strategi pelaksanaan ketiga membantu klien latihan mengendalikan
perilaku kekerasan dengan cara verbal dilakukan pada hari sabtu tanggal 27
April 2013, pukul 10.00 WIB. Strategi pelaksanaan keempat membantu
klien latihan mengendalikan perilaku kekerasan dengan cara spiritual dan
strategi pelaksanaan kelima membantu klien latihan mengendalikan
perilaku kekerasan dengan cara minum obat, tidak dapat dilaksanakan
penulis karena keterbatasan waktu dan kemampuan klien dalam memahami
yang penulis ajarkan.

5.

Evaluasi
Menurut Kurniawati (2004, dalam Nurjanah, 2005), Evaluasi adalah
proses yang berkelanjutan untuk menilai efek dari tindakan keperawatan
pada klien. Evaluasi dilakukan terus-menerus pada respon klien terhadap
tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan.
Evaluasi dilakukan dengan menggunakan pendekatan SOAP sebagai
berikut: S: Subyektif klien terhadap tindakan keperawatan yang telah
dilaksanakan, O: Respon obyektif klien terhadap tindakan keperawatan

32

yang telah dilaksanakan. A: Analisa diatas data subyektif dan obyektif


untuk menyimpulkan apakah masalah masih tetap muncul atau muncul
masalah baru atau data-data yang kontra indikasi dengan masalah yang
ada. P: perencanaan atau tindak lanjut berdasarkan hasil analisa pada
respon klien yang terdiri dari tindak lanjut klien, dan tindak lanjut perawat
(Direja, 2011). Dalam penulisan kasus ini penulis menggunakan evaluasi
hasil (sumatif) serta menggunakan system penulisan S.O.A.P sesuai
dengan teori diatas. Evaluasi dilakukan setiap hari sesudah dilakukan
interaksi terhadap klien.
Hasil evaluasi yang didapatkan penulis sesuai dengan kriteria
evaluasi yang penulis buat. Evaluasi yang didapatkan penulis antara lain
pada tujuan khusus yang pertama yaitu klien dapat membina hubungan
saling percaya, tujuan khusus kedua yaitu mengidentifikasi penyebab
perilaku

kekerasan,

tujuan

khusus

ketiga

yaitu

klien

dapat

mengidentifikasi tanda-tanda perilaku kekerasan, tujuan khusus keempat


yaitu klien dapat mengidentififkasi perilaku kekerasan yang biasa
dilakukan, tujuan khusus kelima yaitu klien dapat mengidentifikasi akibat
perilaku

kekerasan,

tujuan

khusus

keenam

yaitu

klien

dapat

mengidentifikasi cara konstruktif dalam merespon terhadap kemarahan,


tujuan khusus ketujuh yaitu klien dapat mendemonstrasikan cara
mengontrol perilaku kekerasan dengan cara tarik nafas dalam (SP 1),
dengan cara pukul bantal atau kasur (SP 2), dengan cara verbal (SP 3).
Hasil evaluasi yang penulis dapatkan sesuai dengan kriteria evaluasi pada
perencanaan yang penulis buat.

33

Hambatan penulis selama proses keperawatan dilakukan yaitu tujuan


khusus dalam diagnosa keperawatan tidak dapat tercapai semua. Tujuan
khusus kedelapan klien mendapat dukungan keluarga dalam mengontrol
perilaku kekerasan tidak tercapai, dikarenakan selama proses keperawatan
tidak ada keluarga yang datang menjenguk klien. Tujuan khusus
kesembilan klien dapat menggunakan obat-obatan yang diminum dan
kegunaanya tidak tercapai, sehingga penulis melakukan pendelegasian
tugas terkait masalah keperawatan pada Tn. S dengan perawat diruangan.

B. Simpulan dan Saran


Berdasarkan studi kasus asuhan keperawatan pada Tn. S dengan resiko
perilaku kekerasan yang telah penulis lakukan. Maka dapat ditarik
kesimpulan sebagai berikut:
1. Simpulan
Berdasarkan studi kasus asuhan keperawatan pada Tn. S dengan resiko
perilaku kekerasan yang telah penulis lakukan, maka dapat ditarik
kesimpulan sebagai berikut:
a. Pengkajian yang didapatkan pada Tn. S adalah data subyektif klien
mengatakan jika sedang berinteraksi pada teman-temanya di ruangan
terkadang klien marah dan ingin memukul. Data obyektif terdapat data
klien yaitu klien terlihat marah, tampak tegang, mata melotot tangan
mengepal dan klien mondar-mandir.
b. Diagnosa keperawatan utama yang muncul pada Tn. S saat dilakukan
pengkajian yaitu resiko perilaku kekerasan.

34

c. Rencana keperawatan yang dapat dilakukan pada Tn. S meliputi tujuan


umum klien tidak melakukan tindakan kekerasan, serta untuk tujuan
khusus pertama klien dapatmembina hubungan saling percaya, tujuan
khusus kedua yaitu mengidentifikasi penyebab perilaku kekerasan,
tujuan khusus ketiga yaitu klien dapat mengidentifikasi tanda-tanda
perilaku kekerasan, tujuan khusus keempat yaitu klien dapat
mengidentififkasi perilaku kekerasan yang biasa dilakukan, tujuan
khusus kelima yaitu klien dapat mengidentifikasi akibat perilaku
kekerasan, tujuan khusus keenam yaitu klien dapat mengidentifikasi
cara konstruktif dalam merespon terhadap kemarahan, tujuan khusus
ketujuh yaitu klien dapat mendemonstrasikan cara mengontrol perilaku
kekerasan, tujuan khusus kedelapan klien mendapat dukungan keluarga
dalam mengontrol perilaku kekerasan, Tujuan khusus kesembilan klien
dapat menggunakan obat-obatan yang diminum dan kegunaanya.
d. Implementasi keperawatan disesuaikan dengan rencana tindakan
keperawatan yang telah disusun pada Tn. S. Berdasarkan tindakan
keperawatan yang telah dilakukan, penulis dapat menyelesaikan tiga
strategi pelaksanaan dari lima strategi pelaksanaan yaitu strategi
pelaksanaan pertama melatih cara mengendalikan perilaku kekerasan
dengan

nafas

dalam,

strategi

pelaksanaan

kedua

melatih

mengendalikan perilaku kekerasan dengan cara pukul bantal atau


kasur, strategi pelaksanaan ketiga melatih mengendalikan perilaku
kekerasan dengan cara verbal, strategi pelaksanaan keempat melatih

35

mengendalikan perilaku kekerasan dengan cara spiritual, dan strategi


pelaksanaan kelima melatih mengendalikan perilaku kekerasan dengan
cara minum obat, tidak dapat dilaksanakan penulis karena keterbatasan
waktu dan kemampuan klien dalam memahami yang penulis ajarkan.
e. Evaluasi pada Tn. S berdasarkan tindakan yang telah dilaksanakan

bahwa klien mampu mengendalikan perilaku kekerasan dengan cara


nafas dalam (SP 1), klien mampu mengendalikan perilaku kekerasan
dengan cara pukul bantal atau kasur (SP 2), dan klien mampu
mengendalikan perilaku kekerasan dengan cara verbal (SP 3),
mengontrol perilaku kekerasan dengan cara spiritual dan menggunakan
obat dengan benar tidak dapat dilaksanakan, karena tidak ada
dukungan dari keluarga klien.

2. Saran
Penulis memberikan saran yang mungkin dapat diterima sebagai
bahan pertimbangan guna meningkatkan kualitas asuhan keperawatan pada
klien dengan resiko perilaku kekerasan berikut:
a. Bagi Rumah Sakit
Hendaknya menyediakan dan memfasilitasi apa yang dibutuhkan oleh
klien untuk penyembuhan, rumah sakit menyediakan tenaga kesehatan
yang profesional guna membantu penyembuhan pasien.

36

b. Bagi Institusi
Memberikan motivasi dan menyediakan perpustakaan yang berguna
dan lengkap kepada mahasiswa untuk penyelesaian tugas karya tulis
ilmiah jiwa.
c. Profesi Perawat
Perawat diharapkan untuk lebih profesional dalam merawat pasien dan
lebih sabar dalam memberikan pelayanan guna peningkatan keadaan
pasien, khususnya resiko perilaku kekerasan.

37

DAFTAR PUSTAKA

Damaiyanti, Mukhripah & Iskandar. 2012. Asuhan Keperawatan Jiwa. Penerbit


Buku: PT Refika Aditama. Bandung.
Damaiyanti, Mukhripah. 2010. Komunikasi Terapeutik Dalam
Keperawatan. Penerbit Buku: PT Refika Aditama. Bandung

Praktik

Direja, Ade Herman Surya. 2011. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Jiwa. Penerbit
Buku: Nuha Medika. Yogyakarta.
Hidayati, Eni. 2012. Pengaruh Terapi Kelompok Suportif Terhadap Kemampuan
Mengatasi Perilaku Kekerasan Pada Klien
Skizofenia.http://www.jurnalkesmas.org/files/kesehatanjiwa.pdfdiakses
tanggal 26 april.
Isaacs, Ann. 2004. Keperawatan Kesehatan Jiwa Dan Psikiatrik. Penerbit Buku:
EGC. Jakarta.
ISO. 2010. Informasi Spesialite obat. Penerbit PT.ISFI. Jakarta Barat.
Kelliat, Budi A & Akemat. 2010. Model Praktik Keperawatan Profesional Jiwa.
Penerbit Buku: EGC. Jakarta.
Kusumawati, Farida & Yudi Hartono. 2010. Buku Ajar Keperawatan Jiwa.
Penerbit Buku: Salemba Medika. Jakarta.
Maramis, WF. 2004. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa. Penerbit Buku: Airlangga.
Surabaya.
Nurjannah, Intansari. 2005. Aplikasi Proses Keperawatan. Penerbit Buku: Moco
Medika. Yogyakarta.
Nita, Fitria. 2009. Prinsip Dasar dan Aplikasi Penulisan Laporan Pendahuluan
dan Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan. Penerbit Buku:
Salemba Medika. Jakarta.
Stuart, G Wail. 2007. Buku Saku Keperawatan Jiwa. Penerbit Buku: EGC.
Jakarta.
Yosep, Iyus. 2007. Keperawatan Jiwa. Penerbit Buku: PT Refika Aditama.
Bandung.

38

Yosep, Iyus. 2010. Keperawatan Jiwa (Edisi Revisi). Penerbit Buku: PT Refika
Aditama. Bandung.

You might also like