You are on page 1of 6

BEBERAPA METODE PENGOMPOSAN

Terdapat bermacam-macam metode pengomposan yang telah dikembangkan dan


dipraktekkan di Indonesia, baik yang sederhana sampai yang modern dengan Skala industri.
Berikut ini beberapa metode pengomposan yang banyak dipraktekkan di beberapa negara.

METODE INDORE

Pengomposan dengan metode indore dikembangkan oleh Howard yang bekerja sama
dengan Jackson dan Ward pada tahun 1924 1926 (Haug, 1980, Gaur, 1982). Bahan dasar
yang diperlukan untuk pengomposan adalah campuran residu tanaman, kotoran ternak,
kencing ternak, abu bakaran kayo, dan air. Semua bahan yang berasal dari tumbuhan
langsung tersedia termasuk gulma, batang jagung, daun yang rontok, pangkasan daun, sisa
pakan ternak, pupuk hijau dikumpulkan dan ditimbun di lubang yang sudah disiapkan.
Bahan-bahan yang tersedia kemudian disusun menurut lapisan-lapisan dengan ketebalan 15
cm, total ketebalan timbunan dapat dibuat sampai 1,2 1,5 m. Apabila bahan yang dibuat
kompos beraneka maka proses pengomposan berjalan lebih baik. Lokasi pembuatan kompos
dipilih tempat yang agak tinggi sehingga terbebas kemungkinan tergenang selama proses
pengomposan berlangsung. Lubang galian dibuat dengan kedalaman 1 m, dan lebar antara 1,5
2 m, dengan panjang bervariasi tergantung ketersediaan bahan. Untuk melindungi lubang,
pengomposan maka di sekeliling lubang diberi tanggul kecil. Lubang pembuatan kompos
sebaiknya dekat kandang ternak dan sumber air.
Kotoran ternak yang dikumpulkan dari kandang kemudian disebar secara merata
dalam bentuk lapisan setebal 10 15 cm. Untuk setiap lapisan bahan yang dikomposkan
ditahuri dengan kotoran dan tanah yang terkena kencing atau dibuat dari campuran 4,5 kg
kotoran ternak, 3,5 kg tanah yang terkena kencing dan 4,5 kg inokulan fungi yang diambil
dari bahan kompos yang sedang aktif. Selama proses pengomposan harus dalam keadaan
basah sehingga secara berkala disiram. Untuk membuat lapisan-lapisan bahan yang di
komposkan tidak boleh dari satu minggu. Masalah yang harus diperhatikan bahwa lapisanlapisan bahan kompos tidak menjadi padat. Selama proses pengomposan berlangsung
dilakukan pembalikan 3 kali, pertama 15 hari setelah proses berlangsung, kemudian setelah
30 hari dan ketiga setelah 2 bulan proses pengomposan berlangsung. Setiap kali dilakukan
pembalikan maka bahan kompos diaduk dengan baik,
dan tetap dalam keadaan lembap.

Metode ini sesuai untuk daerah yang mempunyai curah hujan tinggi. Ada dua macam
metode indore yang cukup populer, yaitu dengan cara
menumpuk bahan yang dikomposkan di atas tanah (indore heap method)
dan dimasukkan dalam lubang galian (indore pit method).

METODE HEAP

Ukuran timbunan untuk metode indore bagian dasar dengan lebar 2 m, tinggi 1,5 m
dan panjang 2 m atau lebih. Bagian tepi atas agak dipadatkan sehingga lebih sempit kurang
lebih 0,5 m. Untuk melindungi timbunan kompos dari tiupan angin maka di sekitar timbunan
diberi peneduh atau pelindung. Timbunan bahan kompos dimulai dari lapisan bahan yang
kaya karbon setebal 15 cm, termasuk: daun, jerami, serbuk gergaji, serpihan kayu, potongan
batang jagung,. Kemudian lapisan berikutnya adalah bahan yang kaya nitrogen setebal 10
15 cm, termasuk rumput segar, gulma atau residu tanaman pekarangan, sampah, kotoran
ternak segar yang kering, sari limbah kering. Lapisan-lapisan diulang sampai mencapai
ketinggian 1,5 m.
Selama proses pengomposan berlangsung harus dalam keadaan lembap dan tidak
terlalu basah. Untuk mempertahankan panas yang timbul selama proses pengomposan, maka
bahan kompos ditutup dengan tanah atau lumpur. Proses pembalikan dilakukan setelah 6
minggu dan 12 minggu. Apabila bahan dasar yang dikomposkan terbatas, maka lapisanlapisan bahan kaya karbon dan nitrogen menyesuaikan dengan ketersediaannya, atau semua
bahan yang tersedia dicampur terlebih dahulu kemudian diperhalus dengan cara dicacah.
Bahan yang lebih halus akan lebih cepat terdekomposisi Beberapa hal berikut ini merupakan
dasar yang dapat digunakan sebagai acuan untuk mempercepat proses pengomposan tetapi
dengan hasil yang baik:
Timbunan bahan kompos harus cukup mengandung nitrogen atau protein.
Kotoran ternak, rerumputan dan gulma muda kaya nitrogen.
Dua atau lebih bahan dasar kompos dicampur merata untuk mendorong
proses dekomposisi berjalan dengan baik.
Bahan dasar kompos diperhalus dengan cara dicacah.
Jaga kelembapan kompos selama proses pengomposan berlangsung, tetapi

tidak terlalu basah.


Apabila tanah dalam keadaan asam, maka diberi kapur. Untuk memperkaya
kandungan hara kompos dapat ditambahkan batuan fosfat.

Kendala metode heap:


Banyak memerlukan tenaga kerja
Tidak terlindung dari terpaan hujan dan angin
Memerlukan lebih banyak air sehingga tidak sesuai untuk daerah yang curah
hujannya rendah.
Proses fermentasi berjalan secara aerob, sehingga proses pengomposan
berjalan lebih cepat, tetapi mendorong kehilangan bahan organik dan
nitrogen lebih besar.

METODE BANGALORE

Metode ini mempunyai banyak kelemahan. Selama proses pengomposan berlangsung,


maka bahan yang dikomposkan harus selalu berada dalam lubang atau bak pengomposan.
Selama proses pengomposan tidak dilakukan penyiraman atau pembalikan. Karena timbunan
kompos ditutup dengan tanah atau lumpur, maka penyiraman harus cukup banyak sampai
proses selesai. Setelah 8 10 hari proses berjalan secara aerob, selanjutnya proses berjalan
secara semi aerob. Proses ini berjalan secara lambat dan sedikit demi sedikit sehingga
diperlukan waktu 6 8 bulan, sampai kompos siap dipakai. Proses ini tidak terjadi
kehilangan karbon maupun nitrogen, sehingga kualitas kompos sangat tergantung pada bahan
dasar yang digunakan. Metode pengomposan ini dikembangkan di Bangalore ( India) oleh
Acharya (1939).
Bahan yang dikomposkan terdiri atas campuran tinja dan sampah kota. Metode ini
sangat sesuai untuk wilayah yang curah hujannya rendah. Diperlukan waktu antara 6 8
bulan untuk memperoleh kompos yang siap pakai.

Pengomposan dengan cara ini memperoleh hasil yang lebih banyak dari-pada proses
pengomposan aerob, kehilangan nitrogen relatif sedikit dan tidak banyak memerlukan tenaga.
Akan tetapi memerlukan waktu yang lebih panjang. Kemungkinan yang merupakan masalah
adalah bau yang busuk dan lalat
yang cukup banyak.

METODE BERKELEY

Bahan yang dikomposkan merupakan campuran bahan organik kaya selulosa (2


bagian) dan bahan organik kaya nitrogen (1 bagian). Bahan ditimbun secara berlapis-lapis
dengan ukuran 2,4 x 2,2 x 1,5 tn. Setelah dicapai suhu termofilik kurang lebih selama 2 3
hari, pada hari
keempat timbunan bahan kompos dibalik. Pembalikan dilakukan lagi pada hari ke-7 dan ke10.
Keunggulan: proses pengomposannya terjadi dengan cepat dan dalam waktu
yang relatif singkat telah siap dimanfaatkan.

METODE VERMIKOMPOS

Pengomposan model ini memanfaatkan aktivitas cacing tanah, di samping itu cacing
tanah mempunyai peranan penting dalam mempertahankan produktivitas tanah. Cacing tanah
hanya membutuhkan 5% 10% makanan untuk tumbuh dan mempertahankan kegiatan
fisik, dan sisanya dibuang dalam bentuk ekskresi. Bahan sekresi mengandung senyawa
organik dengan ukuran partikel reknit seragam, kaya unsur hara makro dan mikro yang
segera tersedia untuk tanaman,vitamin, ensim dan mikroorganisme. Vermikompos adalah
pupuk organik yang mengandung sekresi cacing, humus, cacing hidup dan organisme
lainnya.
Populasi cacing akan meningkat secara dramatis apabila biomassa kaya nutrisi,
misalkan limbah organik. Limbah organik lembap sebanyak 1 ton akan menghasilkan
sebanyak 300 kg vermikompos.

Beberapa negara di Asia, seperti India, Filipina dan Indonesia memanfaatkan


teknologi ini untuk menanggulangi masalah sampah kota. Pengomposan menggunakan teknik
kultur cacing tanah dapat dilaksanakan dengan kapasitas besar 100-200 ton limbah
organik/hari. Karena kegiatan cacing tanah dengan cepat menurunkan volume biomassa
dalam beberapa hari, maka tidak perlu dilakukan pembalikan bahan dan hampir tidak
menimbulkan bau busuk: kultur vermikompos bersifat efekti f, sederhana dan merupakan
proses pengomposan limbah organik yamg hemat energi.
Pengomposan model ini dilaksanakan melalui tiga tahap, ialah:
(a) pengadaan cacing tanah,
(b) perbanyakan cacing tanah,
(c) proses pengomposan.

Kelebihan model pengomposan ini dapat dilakukan di wilayah permukiman padat


dengan menggunakan kotak kayu ukuran kecil yang ditempatkan di pekarangan atau teras
rumah. Dalam pembuatan vennikompos hanya ada beberapa jenis cacing yang sangat aktif
dalam perombakan bahan organik. Jenis cacing tanah yang paling efisien dalam program
pengomposan adalah Eisenia fetida dan E. eugeniae, sedang jenis yang cukup baik adalah
genus Perionyx.
Pengomposan model ini selain diperoleh vermikompos yang kaya hara, juga
dihasilkan biomassa cacing sebagai sumber protein hewani. Cacing tanah dalam pertanian
organik sebagai agensia yang mampu menghancurkan bahan organik, kecuali bahan-bahan
yang tidak mudah terdekomposisi. Apabila sejak awal pertumbuhan vermikompos digunakan
sebagai sumber pupuk, maka penggunaan pupuk kimia dapat ditekan sebesar 50%.
Vermikompos sangat baik sebagai media campuran untuk pembibitan tanaman, dan
dapat dikembangkan untuk kegiatan agribisnis, terutama di tempat-tempat pembuangan
sampah.
Pembuatan vermikompos memerlukan sumber daya manusia yang sepadan. Kegiatan
vermikompos baru terbatas pada skala penelitian laboratorium di samping itu, belum
dijumpai jenis cacing lokal yang mampu berperanan dalam proses pengomposan, selama ini
masih menggunakan cacing impor.

METODE JEPANG

Sebagai pengganti lubang galian digunakan bak penampung yang terbuat dari
anyaman kawat atau bambu, ban mobil bekas yang disusun bertingkat, atau bahan lain yang
tersedia setempat. Dinding bak dirancang sedemikian rupa sehingga aerasi berjalan dengan
lancar. Bagian dasar dari bak ditutup rapat dengan tujuan untuk menghindarkan terjadinya
pelindian unsur hara ke tanah yang ada di bawahnya.
Bahan dasar kompos yang cocok untuk metode Jepang adalah: kotoran sapi dan
kotoran ayam, rumput, daun segar dan kering, limbah tanaman dan gulma limbah
agroindustri (belotong, limbah pabrik pengalengan sayuran dan buah), bahan mineral (batuan
fosfat), sampah kota dan rumah tangga serta Iimbah padat dan cair yang berasal dari instalasi
penyehatan.
Keunggulan metode ini disebabkan karena bak penampung diletakkan di atas
permukaan tanah sehingga memudahkan dalam mengaduk bahan yang dikomposkan. Tidak
seperti halnya proses pengomposan yang menghasilkan suhu mencapai 65C 70C, maka
dengan metode ini kehilangan nitrogen dalam bentuk nitrat akibat pelindian dapat
dihindarkan.
Teknologi proses pengomposan dari waktu ke waktu mengalami perbaikan sesuai
dengan perkembangan ilmu pengetahuan, dan terutama dalam menganti-sipasi meningkatnya
sampah kota dan permukiman yang makin beragam sesuai dengan makin meningkatnya
penduduk perkotaan termasuk kegiatannya.
Beberapa kelebihan yang dapat diinventarisasi adalah usaha untuk memper-cepat
proses dekomposisi Iimbah serealia, tetapi juga dengan bantuan inokulan seperti bakteri
pelarut fosfat (Aspergilus) dan Azotobakter sejauh bahan kompos diinokulasi dengan batuan
fosfat. Kompos dapat diperkaya dengan pupuk N dan P. lnokulan lain yang sering digunakan
untuk mempercepat proses pengomposan bahan organik adalah Trichoderma sp

You might also like