You are on page 1of 24

ASUHAN KEPERAWATAN

FLU BURUNG

DISUSUN OLEH :
1. Mirna Sisilia W

(12)

2. Meylani A

(13)

3. Nueri Nurhalikah

(14)

4. Pratnya Maria Ulfa


5. Aisyah Laksmi Widyaputri
6. Shabrina Kinanti Anindya

(15)
(16)
(17)

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTRIAN KESEHATAN SURABAYA


PRODI D III KEPERAWATAN KAMPUS SUTOPO
TAHUN AKADEMIK 2015/2016
BAB I

TINJAUAN TEORI
A. Definisi
Penyakit flu burung atau flu unggas (Bird Flu, Avian Influenza) adalah suatu penyakit
menular yang disebabkan oleh virus influenza tipe A dan ditularkan oleh unggas.Flu
burung (bahas Inggris: avian

influenza)

adalah penyakit

menular yang

disebabkan

oleh virus yang biasanya menjangkiti burung dan mamalia (Rahmat Ilham, 2010).
B. Anatomi & Fisiologi
1. Anatomi
a. Hidung
Terdapat bagian eksternal dan internal. Bagian internal hidung adalah rongga berlorong
yang dipisahkan menjadi rongga hidung kanan dan kiri oleh pembagi vertikal yang sempit, yang
disebut septum. Rongga hidung dilapisi membran mukosa yang banyak mengandung vaskular
disebut mukosa hidung. Hidung berfungsi sebagai saluran untuk udara yang mengalir ke dan dari
paru-paru sebagai penyaring kotoran, melembabkan serta menghangatkan udara yang dihirup ke
dalam paru-paru.
b. Faring
Faring atau tenggorok adalah struktur seperti tuba yang menghubungkan hidung dan
rongga mulut ke laring. Fungsi faring adalah untuk menyediakan saluran pada traktus
respiratorius dan digestif.
c. Laring
Laring adalah struktur epitel kartilago yang menghubungkan faring dan trakea. Fungsi
utama laring adalah untuk memungkinkan terjadinya vokalisasi. Laring juga melindungi jalan
nafas bawah dari obstruksi benda asing dan memudahkan batuk.
d. Trakea
Merupakan pipa silider dengan panjang 11 cm, berbentuk cincin tulang rawan seperti
huruf C. Bagian belakang dihubungkan oleh membran fibroelastic menempel pada dinding
depan esofagus.

e. Bronkus

Merupakan percabangan trakea kanan dan kiri, menghubungkan paru-paru dengan trakea.
Terdiri dari lempengan tulang rawan dan dindingnya terdiri dari otot halus.
f. Paru-paru
Paru-paru terdapat dalam rongga thoraks pada bagian kiri dan kanan. Paru kanan dibagi
atas tiga lobus yaitu lobus superior, medius dan inferior sedangkan paru kiri dibagi dua lobus
yaitu lobus superior dan inferior. Tiap lobus dibungkus oleh jaringan elastik yang mengandung
pembuluh limfe, arteriola, venula, bronchial venula, ductus alveolar, sakkus alveolar dan alveoli.
Diperkirakan bahwa setiap paru-paru mengandung 150 juta alveoli, sehingga mempunyai
permukaan yang cukup luas untuk tempat pertukaran gas.
2. Fisiologi Pernafasan
Pernapasan merupakan pengambilan oksigen dari udara bebas melalui hidung, oksigen
masuk melalui trakea sampai ke alveoli. Kemudian terjadi difusi oksigen dari alveolus ke kapiler
arteri paru-paru yang terletak di dinding alveolus, disebabkan karena adanya perbedaan tekanan
parsial di alveolus dan paru-paru. Kemudian, oksigen di kapiler arteri akan diikat oleh eritrosit
yang mengandung hemoglobin lalu dibawa ke jantung dan dipompakan ke seluruh tubuh.

C. Etiologi
Penyebab flu burung adalah virus influenza tipe A. Virus influenza termasuk famili
Orthomyxoviridae. Virus influenza tipe A dapat berubah-ubah bentuk (Drift, Shift), dan dapat
menyebabkan epidemi dan pandemi. Virus influenza tipe A terdiri dari Hemaglutinin (H) dan
Neuramidase (N), kedua huruf ini digunakan sebagai identifikasi kode subtipe flu burung yang
banyak jenisnya. Pada manusia hanya terdapat jenis H1N1, H2N2, H3N3, H5N1, H9N2, H1N2,
H7N7. Sedangkan pada binatang H1-H5 dan N1-N9.
Strain yang sangat virulen/ganas dan menyebabkan flu burung adalah dari subtipe A
H5N1. Virus tersebut dapat bertahan hidup di air sampai 4 hari pada suhu 220 C dan lebih dari
30 hari pada 00 C. Virus akan mati padapemanasan 600 C selama 30 menit atau 560 C selama 3
jam dan dengan detergent, desinfektan misalnya formalin, serta cairan yang mengandung iodine.
D. Klasifikasi
Ada banyak sub tipe dari virus flu ini :
a. Tipe H1N1. Sub tipe ini lebih banyak ditemukan di babi sebagai vektor utamanya. Di
kemudian hari, virus tipe ini lebih dikenal sebagai penyebab flu babi. Berbeda dengan
penyebab flu unggas, sub tipe ini justru lebih efektif ditularkan lewat manusia. Dalam
bersin pasien flu babi, setidaknya terkandung 100.000 virus H1N1. Untungnya,
H1N1 hanya seperduabelas dari flu burung. Flu babi hanya memiliki

setiap

daya bunuh

kemungkinan fatal

sebesar 6 persen, jauh di bawah angka 80 persen mili flu unggas.


b. H1N2 adalah sub tipe berikutnya. Sub tipe ini merupakan subtipe dari virus influenza A
juga disebut virus flu burung. Oleh para ahli, virus ini dinyatakan sebagai virus

yang

pandemik

pada manusia dan hewan, khususnya babi.


c. H2N2 adalah sub tipe yang lainnya. Virus H2N2 ini sudah termutasi menjadi banyak

sekali

variasi virus flu ini. Salah satu bentuk mutasi dari H2N2 adalah H3N2 dan banyak
subtipe virus flu lainnya yang sering ditemukan pada unggas. Virus model ini

lagi

dicurigai

sebagai penyebab pandemik pada manusia di tahun 1889.


d. H2N3. Berdasarkan struktur penyusunnya, H2N3 terdiri atas proteins sebagai casingnya,
hemagglutinin (H) dan neuraminidase (N). Pada umumnya, virus ini dapat menginfeksi
manusia dan unggas.

e. Sub tipe virus Avian Influenza yang paling berbahaya. Dikenal sebagai penyebab utama

flu

unggas. H5N1 adalah virus yang sangat berbahaya. Berdasarkan penelitian para ahli,

pasien

yang terjangkiti virus H5N1 hanya memiliki kemungkinan sembuh kurang dari 20

persen.

Meskipun hanya ditularkan lewat unggas, H5N1 merupakan pembunuh yang


bunuhnya 12 kali lebih dahsyat dibanding sub tipe virus avian influenza
merupakan jenis virus yang bersifat epizootik atau bersifat epidemik
manusia dan juga bersifat panzootik yang mampu mempengaruhi
Hasil penelitian menyebutkan bahwa virus ini sudah sukses
unggas di seluruh dunia serta menginfeksi ratusan juta
2009, badan kesehatan dunia, WHO mengumumkan
yang terjadi pada manusia dan tingkat kematian

efektif. Daya

yang lain. Virus ini


untuk golongan di luar

beragam spesies hewan.

membunuh setidaknya 10 juta

lainnya. Pada bulan Desember tahun


bahwa setidaknya terjadi 447 kasus flu

pada periode ini sangat tinggi, lebih dari 50

persen dengan angka kematian mencapai 267 orang.


f. Sub tipe lain yang dianggap patogenik untuk manusia adalah H7N3, H7N7 dan H9N2.
jenis ini dianggap sebagai virus avian influenza yang memiliki daya rusak tingga
membunuh pengidapnya. Menurut update terbaru dari FAO, virus-virus ini
tapi pasti memperkuat kemampuan merusak mereka. Untuk virus H7N7
menginfeksi manusia, burung, babi, anjing laut serta kuda. Pada uji
bisa mengifeksi tikus yang digunakan dalan percobaan. Virus
yang menginfeksi bebek. Pada perkembangannya, virus ini
Desember 2009, ditemukan kasus anak-anak terinfeksi

Ketiga

hingga dapat
secara perlahan
sendiri bisa

laboratorium, virus ini

H9N2 merupakan jenis virus


juga menginfeksi manusia. Pada

H9N2 di Hongkong.

D. Manifestasi Klinis
1.

Tanda dan Gejala pada unggas


Gejala pada unggas yang sakit cukup bervariasi, mulai dari gejala ringan (nyaris tanpa

gejala), sampai sangat berat. Hal ini tergantung dari keganasan virus, lingkungan, dan keadaan
unggas sendiri. Gejala yang timbul seperti jengger berwarna biru, kepala bengkak, sekitar mata
bengkak, demam, diare, dan tidak mau makan. Dapat terjadi gangguan pernafasan berupa batuk
dan bersin. Gejala awal dapat berupa gangguan reproduksi berupa penurunan produksi telur.
Gangguan sistem saraf dalam bentuk depresi. Pada beberapa kasus, unggas mati tanpa gejala.

Kematian dapat terjadi 24 jam setelah timbul gejala. Pada kalkun, kematian dapat terjadi dalam 2
sampai 3 hari.
2.

Tanda dan Gejala pada manusia


Gejala flu burung pada dasarnya adalah sama dengan flu biasa lainnya, hanya cenderung

lebih sering dan cepat menjadi parah. Masa inkubasi antara mulai tertular dan timbul gejala
adalah sekitar 3 hari; sementara itu masa infeksius pada manusia adalah 1 hari sebelum, sampai
3-5 hari sesudah gejala timbul pada anak dapat sampai 21 hari.
Gejalanya suhu > 38oC, demam, batuk, sakit tenggorokan, sakit kepala, nyeri otot dan
sendi, sampai infeksi selaput mata ( conjunctivitis ). Bila keadaan memburuk, dapat
terjadi severe respiratory distress yang ditandai dengan sesak nafas hebat, rendahnya kadar
oksigen darah serta meningkatnya kadar CO.

E. Patofisiologi
Flu burung bisa menular ke manusia bila terjadi kontak langsung dengan ayam atau
unggas yang terinfeksi flu burung. Virus flu burung hidup di saluran pencernaan unggas. Unggas
yang terinfeksi dapat pula mengeluarkan virus ini melalui tinja, yang kemudian mengering dan
hancur menjadi semacam bubuk. Bubuk inilah yang dihirup oleh manusia atau binatang lainnya.
Menurut WHO, flu burung lebih mudah menular dari unggas ke manusia dibanding dari manusia
ke manusia. Belum ada bukti penyebaran dari manusia ke manusia, dan juga belum terbukti
penularan pada manusia lewat daging yang dikonsumsi. Satu-satunya cara virus flu burung dapat
menyebar dengan mudah dari manusia ke manusia adalah jika virus flu burung tersebut
bermutasi dan bercampur dengan virus flu manusia. Virus ditularkan melalui saliva dan feses
unggas. Penularan pada manusia karena kontak langsung, misalnya karena menyentuh unggas
secara langsung, juga dapat terjadi melalui kendaraan yang mengangkut binatang itu, di
kandangnya dan alat-alat peternakan ( termasuk melalui pakan ternak ). Penularan dapat juga
terjadi melalui pakaian, termasuk sepatu para peternak yang langsung menangani kasus unggas
yang sakit dan pada saat jual beli ayam hidup di pasar serta berbagai mekanisme lain. Secara
umum, ada 3 kemungkinan mekanisme penularan dari unggas ke manusia.Dalam hal penularan
dari unggas ke manusia, perlu ditegaskan bahwa penularan pada dasarnya berasal dari unggas
sakit yang masih hidup dan menular. Unggas yang telah dimasak, digoreng dan lain-lain, tidak
menularkan flu burung ke orang yang memakannya. Virus flu burung akan mati dengan
pemanasan 80C selama 1 menit.
Kemampuan virus flu burung adalah membangkitkan hampir keseluruhan respon "bunuh
diri" dalam sistem imunitas tubuh manusia. Makin banyak virus itu tereplikasi, makin banyak
pula produksi sitokin-protein dalam tubuh yang memicu peningkatan respons imunitas dan
berperan penting dalam peradangan. Sitokin yang membanjiri aliran darah karena virus yang
bertambah banyak, justru melukai jaringan tubuh (efek bunuh diri). Flu Burung banyak
menyerang anak-anak di bawah usia 12 tahun. Hampir separuh kasus flu burung pada manusia
menimpa anak-anak, karena sistem kekebalan tubuh yang belum begitu kuat.

Masa Inkubasi
- Pada Unggas : 1 minggu
- Pada Manusia : 1-3 hari , Masa infeksi 1 hari sebelum sampai 3-5 hari sesudah timbul gejala.
Pada anak sampai 21 hari .
Penularan
Flu burung menular dari unggas ke unggas, dan dari unggas ke manusia, melalui air liur,
lendir dari hidung dan feces. Penyakit ini dapat menular melalui udara yang tercemar virus
H5N1 yang berasal dari kotoran atau sekret burung/unggas yang menderita flu burung. Penularan
dari unggas ke manusia juga dapat terjadi jika terjadi kontak langsung dengan unggas yang
terinfeksi flu burung. Contohnya: pekerja di peternakan ayam , pemotong ayam dan penjamah
produk unggas lainnya.
Penyebaran
Mekanisme penyerangan virus flu burung pada unggas dan ruminansia hampir sama.
Virus memiliki inti virus yang di dalamnya mengandung asam inti yang dapat memproduksi
protein. Dalam istilah ilmu penyakit, asam inti yang dimiliki oleh virus mempunyai variasi jenis
virus. Semakin banyak protein yang dihasilkan berarti semakin banyak pula variasi jenis
virusnya. Virus pertama kali akan menyerang selaput lendir dengan menempel menggunakan
rambut-rambut tajam yang terdapat pada dinding luar (envelope).Pada saat menempel, virus
merusak dinding pelindung selaput lendir dan memasukkan asam inti virus. Asam inti virus yang
dimasukkan ini akan merubah susunan protein yang dibentuk selaput lendir sehingga terjadi
perubahan struktur protein. Protein selaput lendir yang telah terkontaminasi inilah yang
kemudian disebarkan keseluruh jaringan dan organ melalui darah. Bersamaan dengan dimulainya
peredaran protein ke seluruh tubuh maka saat itu juga virus mulai menyebar.

F. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Laboratorium
Setiap pasien yang datang dengan gejala klinis seperti di atas dianjurkan untuk sesegera
mungkin dilakukan pengambilan sampel darah untuk pemeriksaan darah rutin (Hb, Leukosit,
Trombosit, Hitung Jenis Leukosit), spesimen serum, aspirasi nasofaringeal.
Diagnosis flu burung dibuktikan dengan :
Uji RT-PCR (Reverse Transcription Polymerase Chain Reaction) untuk H5.
Biakan dan identifikasi virus Influenza A subtipe H5N1.
Uji Serologi :
1. Peningkatan >4 kali lipat titer antibodi netralisasi untuk H5N1 dari spesimen konvalesen
dibandingkan dengan spesimen akut ( diambil <7 hari setelah awitan gejala penyakit), dan titer
antibodi netralisasi konvalesen harus pula >1/80.
2. Titer antibodi mikronetralisasi H5N1 >1/80 pada spesimen serum yang diambil pada hari ke >14
setelah awitan (onset penyakit) disertai hasil positif uji serologi lain, misalnya titer HI sel darah
merah kuda >1/160 atau western blot spesifik H5 positif.
3. Uji penapisan
Rapid test untuk mendeteksi Influensa A.
ELISA untuk mendeteksi H5N1.
2. Pemeriksaan Hematologi
Hemoglobin, leukosit, trombosit, hitung jenis leukosit, limfosit total. Umumnya
ditemukan leukopeni, limfositopeni dan trombositopeni.
3. Pemeriksaan Kimia darah
Albumin, Globulin, SGOT, SGPT, Ureum, Kreatinin, Kreatin Kinase, Analisis Gas
Darah. Umumnya dijumpai penurunan albumin, peningkatan SGOT dan SGPT, peningkatan
ureum dan kreatinin, peningkatan Kreatin Kinase, Analisis Gas Darah dapat normal atau

abnormal. Kelainan laboratorium sesuai dengan perjalanan penyakit dan komplikasi yang
ditemukan.
4. Pemeriksaan Radiologik
Pemeriksaan foto toraks PA dan Lateral harus dilakukan pada setiap tersangka flu burung.
Gambaran infiltrat di paru menunjukkan bahwa kasus ini adalah pneumonia. Pemeriksaan lain
yang dianjurkan adalah pemeriksaan CT Scan untuk kasus dengan gejala klinik flu burung tetapi
hasil foto toraks normal sebagai langkah diagnostik dini.

5. Pemeriksaan Post Mortem


Pada pasien yang meninggal sebelum diagnosis flu burung tertegakkan, dianjurkan untuk
mengambil sediaan postmortem dengan jalan biopsi pada mayat (necropsi), specimen dikirim
untuk pemeriksaan patologi anatomi dan PCR.

G. Komplikasi
1. Meningitis (aseptic meningitis, meningitis serosa/non bakterial)
Meningitis adalah peradangan yang terjadi pada meninges, yaitu membrane atau selaput
yang melapisi otak dan syaraf tunjang. Meningitis dapat disebabkan berbagai organisme seperti
virus, bakteri ataupun jamur yang menyebar masuk ke dalam darah dan berpindah ke dalam
cairan otak.
2. Encephalitis ( bulbar )
Encephalitis adalah suatu peradangan dari otak. Ada banyak tipe-tipe dari encephalitis,
kebanyakan disebabkan oleh infeksi-infeksi. Paling sering infeksi-infeksi ini disebabkan oleh
virus-virus. Encephalitis dapat juga disebabkan oleh penyakit-penyakit yang menyebabkan
peradangan dari otak.
3. Myocarditis (Coxsackie Virus Carditis) atau pericarditis
Myocarditis adalah peradangan pada otot jantung atau miokardium, pada umumnya
disebabkan oleh penyakit-penyakit infeksi, tetapi dapat sebagai akibat reaksi alergi terhadap
obat-obatan dan efek toxin bahan-bahan kimia dan radiasi (FKUI, 1999).
Kerusakan miokard oleh kuman-kuman infeksius dapat melalui tiga mekanisme dasar,
yaitu:
a. Invasi langsung ke miokard.
b. Proses immunologis terhadap miokard.
c. Mengeluarkan toksin yang merusak miokardium.
4. Paralisis akut flaksid
5. Pneumonia ( peradangan paru )
Penyakit pada paru-paru dengan kondisi pulmonary alveolus (alveoli) yang bertanggung
jawab menyerap oksigen dari atmosfer meradang dan terisi oleh cairan. Radang paru-paru dapat
disebabkan

oleh

beberapa

penyebab,

termasuk infeksi oleh bakteria, virus, jamur,

ataupasilan (parasite). Radang paru-paru dapat juga disebabkan oleh kepedihan zat-zat kimia
atau cedera jasmani pada paru-paru atau sebagai akibat dari penyakit lainnya, seperti kanker
paru-paru atau berlebihan minum alkohol.
6. Kematian
Terjadi jika mengalami gagal nafas akut

H. Penatalaksanaan Medis & Keperawatan


Prinsip penatalaksanaan avian influenza adalah istirahat, peningkataan daya tahan tubuh,
pengobatan

antiviral,

pengobatan

antibiotic,

perawatan

respirasi,

anti

inflamasi,

imunomodulators.
Untuk penatalaksanaan umum dapat dilakukan pelayanan di fasilitas kesehatan non
rujukan dan di rumah sakit rujukan flu burung.
1. Untuk pelayanan di fasilitas kesehatan non rujukan flu burung diantaranya adalah :
Pasien suspek flu burung langsung diberikan Oseltamivir 2 x 75 mg (jika anak, sesuai dengan
berat badan) lalu dirujuk ke RS rujukan flu burung.
Untuk puskesmas yang terpencil pasien diberi pengobatan oseltamivir sesuai skoring di bawah
ini, sementara pada puskesmas yang tidak terpencil pasien langsung dirujuk ke RS rujukan.
Kriteria pemberian oseltamivir dengan sistem skoring, dimodifikasi dari hasil pertemuan
workshop Case Management & pengembangan laboratorium regional Avian Influenza,
Bandung 20 23 April 2006.
Skor
Gejala 1 2
Demam < 380C > 380C
RR N > N
Ronki Tidak ada Ada
Leukopenia Tidak ada Ada
Kontak Tidak ada Ada
Jumlah Skor : 6 7 = evaluasi ketat, apabila meningkat (>7) diberikan oseltamivir
Batasan Frekuensi Napas :
< 2bl = > 60x/menit
2bl - <12 bl = > 50x/menit
>1 th - <5 th = > 40x/menit

5 th - 12 th = > 30x/menit
>13 = > 20x/menit
Pada fasilitas yang tidak ada pemeriksaan leukosit maka pasien dianggap sebagai
leukopeni (skor = 2)
2. Pelayanan di Rumah Sakit Rujukan
Pasien Suspek H5N1, probabel, dan konfirmasi dirawat di ruang isolasi.
a. Petugas triase memakai APD, kemudian segera mengirim pasien ke ruang pemeriksaan.
b. Petugas

yang

melakukan

masuk

ke

ruang

pemeriksaan

tetap

mengunakan

APD

dan

kewaspadaan standar.

c. Melakukan anamnesis, pemeriksaan fisik.


d. Setelah pemeriksaan awal, pemeriksaan rutin (hematologi dan kimia) diulang setiap hari
sedangkan HI diulang pada hari kelima dan pada waktu pasien pulang.
e. Pemeriksaan PCR dilakukan pada hari pertama, kedua, dan ketiga perawatan.
f. Pemeriksaan serologi dilakukan pada hari pertama dan diulang setiap lima hari.
g. Penatalaksanaan di ruang rawat inap.
3. Keperawatan
a. Perhatikan :

Keadaan umum
Kesadaran
Tanda vital (tekanan darah, nadi, frekuensi napas, suhu).
Bila fasilitas tersedia, pantau saturasi oksigen dengan alat pulse oxymetry.
b. Terapi suportif : terapi oksigen, terapi cairan, dll.
Mengenai antiviral maka antiviral sebaiknya diberikan pada awal infeksi yakni pada 48 jam
pertama. Adapun pilihan obat :

Penghambat M2 : a. Amantadin (symadine), b. Rimantidin (flu madine). Dengan dosis 2x/hari

100 mg atau 5 mg/kgBB selama 3-5 hari.


Penghambatan neuramidase (WHO) : a. Zanamivir (relenza), b. Oseltamivir (tami flu). Dengan
dosis 2x75 mg selama 1 minggu.
Departemen Kesehatan RI dalam pedomannya memberikan petunjuk sebagai berikut :

Pada kasus suspek flu burung diberikan Oseltamivir 2x75 mg 5 hari, simptomatik dan antibiotik

jika ada indikasi.


Pada kasus probable flu burung diberikan Oseltamivir 2x75 mg selama 5 hari, antibiotic
spectrum luas yang mencakup kuman tipik dan atipikal, dan steroid jika perlu seperti pada kasus
pneumonia berat, ARDS. Respiratory care di ICU sesuai indikasi.
Sebagai profilaksis, bagi mereka yang beresiko tinggi, digunakan Oseltamivir dengan dosis
75 mg sekali sehari selama lebih dari 7 hari (hingga 6 minggu).
4. Pengobatan
Pengobatan bagi penderita flu burung adalah:

a) Oksigenasi bila terdapat sesak napas.


b) Hidrasi dengan pemberian cairan parenteral (infus).
c) Pemberian obat anti virus oseltamivir 75 mg dosis tunggal selama 7 hari.
d) Anti replikasi neuramidase (inhibitor): Tamiflu dan Zanamivir
e) Amantadin
pertama
badan

diberikan

pada

awal

infeksi,

sedapat

mungkin

dalam

waktu

48

jam

selama 3-5 hari dengan dosis 5 mg/kg BB perhari dibagi dalam 2 dosis. Bila berat
lebih dari 45 kg diberikan 100 mg 2 kali sehari.

ASUHAN KEPERAWATAN FLU BURUNG


I. Pengkajian Keperawatan
Pengkajian mencakup data yang dikumpulkan melalui wawancara, keluhan utama, pengumpulan
riwayat kesehatan, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang.
1. Identitas /biodata klien
Meliputi nama lengkap, tempat tanggal lahir, asal suku bangsa, nama orangtua, pekerjaan
orangtua, dan penghasilan.
2. Keluhan utama
Panas tinggi > 38c lebih dari 3 hari, pilek, batuk, sesak napas, sakit kepala, nyeri otot, sakit
tenggorokan
3. Riwayat penyakit sekarang
a. Suhu badan meningkat, nafsu makan berkurang,/tidak ada.
b. Infeksi paru
c. Batuk dan pilek
d. Infeksi selaput mata
4. Pemeriksaan Fisik
a. Kulit : Tidak terjadi infeksi pada sistem integumen
b. Mata : orang yang terkena flu burung sklera merah, adanya nyeri tekan, infeksi selaput mata.
c. Mulut dan Lidah : Lidah kotor, mulutnya kurang bersih, mukosa bibir kering.
d. Pemeriksaaan penunjang : pemeriksaan laboratorium penting artinya dalam menegakkan
diagnosa yang tepat, sehingga dapat memberikan terapi yang tepat pula, pemeriksaan yang perlu
dilakukan pada orang yang mengalami flu burung, yaitu pemeriksaan laboratorium dilakukan
dengan pemeriksaaan darah.
II. Diagnosa Keperawatan
1. Ketidakefektifan Bersihan jalan napas, b.d peningkatan produksi sekret, sekresi tertahan,
tebal, sekresi kental akibat influenza.

2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan gangguan suplai oksigen (obstruksi jalan napas
oleh sekresi).
3. Ketidakseimbanngan nutrisi : Kurang dari kebutuhan berhubungan dengan dispnea dan
anorexia

III. Rencana Tindakan Keperawatan


1. Ketidakefektifan Bersihan jalan napas, b.d peningkatan produksi sekret, sekresi tertahan,
tebal, sekresi kental akibat influenza.
Tujuan : Setelah diberikan intervensi selama 1x24 jam jalan napas kemabli efektif
Kriteria hasil :
a. Mempertahankan kepatenan jalan nafas dengan bunyi nafas bersih atau jelas
b. Mengeluarkan atau membersihkan secret
Intervensi:
a. Auskultasi bunyi napas. Catat adanya bunyi napas, misal mengi, krekels, ronki
Rasional : Beberapa derajat spasme bronkus terjadi dengan obstruksi jalan napas dan dapat/tak
dimanifestasikan adanya bunyi napas adventisius, misal penyebaran, krekels basah (bronkitis);
bunyi napas redup dengan ekspirasi mengi (emfisema); atau tak adanya bunyi napas (asma
berat).
b. Kaji/pantau frekuensi pernapasan. Catat rasio inspirasi/ekspirasi.
Rasional : Takipnea biasanya ada pada beberapa derajat dan dapat ditemukan pada penerimaan
atau selama stres/adanya proses infeksi akut. Pernapasan dapat melambat dan frekuensi ekspirasi
memanjang dibanding inspirasi.
c. Catat adanya/derajat dispnea, mis., keluhan lapar udara, gelisah, ansietas, distres
pernapasan, penggunaan otot bantu.
Rasional : Disfungsi pernapasan adalah variabel yang tergantung pada tahap proses kronis selain
proses akut yang menimbulkan perawatan di rumah sakit, mis., infeksi, reaksi alergi.
d. Kaji pasien untuk posisi yang nyaman, mis., peninggian kepala tempat tidur, duduk pada
sandaran tempat tidur
Rasional : Peninggian kepala tempat tidur mempermudah fungsi pernapasan dengan
menggunakan gravitasi. Namun, pasien dengan distres berat akan mencari posisi yang paling
mudah untuk bernapas. Sokongan tangan/kaki dengan meja, bantal, dan lain-lain membantu
menurunkan kelemahan otot dan dapat sebagai alat ekspansi dada.

e. Pertahankan polusi lingkungan minimum, mis., debu, asap, dan bulu bantal yang berhubungan
dengan kondisi individu.
Rasional : Pencetus tipe reaksi alergi pernapasan yang dapat mentriger episode akut.
f. Dorong/bantu latihan napas abdomen atau bibir.
Rasional : Memberikan pasien beberapa cara untuk mengatasi dan mengontrol dispnea dan
menurunkan jebakan udara.

2.

Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan gangguan suplai oksigen (obstruksi jalan

napas oleh sekresi).


Tujuan : Setelah dilakukan intervensi selama 1x24 jam pertukaran gas kembali normal
Kriteria hasil :
a. Menunjukkan
rentang
distres

perbaikan

ventilasi

dan

oksigenasi

jaringan

dengan

GDA

dalam

normal (PCO2 : 35-45 mmHG, PO2 : 80-100 mmHG) dan tak ada gejala
pernapasan

b. Berpartisipasi pada tindakan untuk memaksimalkan oksigenasi


Intervensi:
a. Kaji frekuensi, kedalaman pernapasan. Catat penggunaan otot aksesori, napas bibir,
ketidakmampuan bicara/berbincang.
Rasional : Berguna dalam evaluasi derajat distres pernapasan dan/atau kronisnya proses
penyakit.
b.Tinggikan kepala tempat tidur, bantu pasien untuk memilih posisi yang mudah untuk bernapas.
Dorong napas dalam perlahan atau napas bibir sesuai kebutuhan/toleransi individu.
Rasional : Pengiriman oksigen dapat diperbaiki dengan posisi duduk tinggi dan latihan napas
untuk menurunkan kolaps jalan napas, dispnea, dan kerja napas.
c. Kaji/awasi secara rutin kulit dan warna membran mukosa.
Rasional : Sianosis mungkin perifer (terlihat pada kuku) atau sentral (terlihat sekitar bibir/atau
daun telinga). Keabu-abuan dan dianosis sentral mengindikasikan beratnya hipoksemia.
d. Dorong mengeluarkan sputum; penghisapan bila diindikasikan.
Rasional : Kental, tebal, dan banyaknya sekresi adalah sumber utama gangguan pertukaran gas
pada jalan napas kecil. Penghisapan dibutuhkan bila batuk tidak efektif.
e. Palpasi fremitus
Rasional : Penurunan getaran vibrasi diduga ada pengumpulan cairan atau udara terjebak.
f. Awasi tingkat kesadaran/status mental. Selidiki adanya perubahan.

Rasional : Gelisah dan ansietas adalah manifestasi umum pada hipoksia. GDA memburuk
disertai bingung/somnolen menunjukkan disfungsi serebral yang berhubungan dengan
hipoksemia.
g. Evaluasi tingkat toleransi aktivitas. Berikan lingkungan tenang dan kalem. Batasi aktivitas
pasien atau dorong untuk tidur/istirahat di kursi selama fase akut. Mungkinkan pasien melakukan
aktivitas secara bertahap dan tingkatkan sesuai toleransi individu.
Rasional : Selama distres pernapasan berat/akut/refraktori pasien secara total tak mampu
melakukan aktivitas sehari-hari karena hipoksemia dan dispnea. Istirahat diselingi aktivitas
perawatan masih penting dari program pengobatan. Namun, program latihan ditujukan untuk
meningkatkan ketahanan dan kekuatan tanpa menyebabkan dispnea berat, dan dapat
meningkatkan rasa sehat.

3. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan dispnea dan anorexia
Tujuan : Setelah dilakukan intervensi selama 3x24 jam nutrisi terpenuhi
Kriteria hasil :
a. Menunjukkan peningkatan napsu makan
b. Mempertahankan/meningkatkan berat badan
Intervensi:
a. Kaji kebiasaan diet, masukan makanan saat ini. Catat derajat kesulitan makan. Evaluasi berat
badan dan ukuran tubuh.
Rasional : Pasien distres pernapasan akut sering anoreksia karena dispnea, produksi sputum, dan
obat.
b. Auskultasi bunyi usus
Rasional : Penurunan/hipoaktif bising usus menunjukkan penurunan motilitas gaster dan
konstipasi (komplikasi umum) yang berhubungan dengan pembatasan pemasukan cairan, pilihan
makanan buruk, penurunan aktivitas, dan hipoksemia.
c. Berikan perawatan oral sering, buang sekret, berikan wadah khusus untuk sekali pakai dan
tisu.
Rasional : Rasa tak enak, bau dan penampilan adalah pencegah utama terhadap napsu makan dan
dapat membuat mual dan muntah dengan peningkatan kesulitan napas.
d. Dorong periode istirahat semalam 1 jam sebelum dan sesudah makan. Berikan makan porsi
kecil tapi sering.
Rasional : Membantu menurunkan kelemahan selama waktu makan dan memberikan kesempatan
untuk meningkatkan masukan kalori total.
e. Hindari makanan penghasil gas dan minuman karbonat.
Rasional : Dapat menghasilkan distensi abdomen yang mengganggu napas abdomen dan gerakan
diafragma, dan dapat meningkatkan dispnea.
f. Hindari makanan yang sangat pedas atau sangat dingin.
Rasional : Suhu ekstrim dapat mencetuskan/meningkatkan spasme batuk.

g. Timbang berat badan sesuai indikasi.


Rasional : Berguna untuk menentukan kebutuhan kalori, menyusun tujuan berat badan, dan
evaluasi keadekuatan rencana nutrisi. Catatan: Penurunan berat badan dapat berlanjut, meskip un
masukan adekuat sesuai teratasinya edema.
IV. IMPLEMENTASI KEPERAWATAN
Setelah rencana tindakan keperawatan disusun secara sistemik. Selanjutnya rencana
tindakan tersebut diterapkan dalam bentuk kegiatan yang nyata dam terpadu guna memenuhi
kebutuhan dan mencapai tujuan yang diharapkan.
V. EVALUASI
Akhir dari proses keperawatan adalah ketentuan hasil yang diharapkan terhadap perilaku
dan sejauh mana masalah klien dapat teratasi. Disamping itu perawat juga melakukan umpan
balik atau pengkajian ulang jika ditetapkan belum berhasil atau teratasi.

DAFTAR PUSTAKA
Doengoes,M.E.2008.Rencana Asuhan Keperawatan,Pedoman untuk perencanaan dan
pendokumentasian perwatan pasien.Jakarta: EGC
Muttaqin,Arif.2008.Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Sistem Pernapasan.Jakarta:Salemba
Medika
Padila.2012.Buku ajar Keperawatan Medikal Bedah.Yogyakarta: Nuha Medika
Hidayat,A.A.Aziz.2006.Pengantar kebutuhan Dasar Manusia :Aplikasi konsep & Proses
Keperawatan.Jakarta:Salemba Medika
Nanda Internasional.2010.Diagnosa Keperawatan:Definisi dan Klasifikasi 2009-2011.Jakarta:EGC
Kusuma,Hardi & Amin Huda NUrarit.2012.Aplikasi asuhan Keperawatan berdasarjan
NANDA.Yogyakarta:Media Hardy
Wilkinson,Judith M.2006.Buku Saku Diagnosis Keperawatan dengan Intervensi NIC dan Kriteria Hasil
NOC,Ed.7.alih bahasa Widyawati.Jakkarta:EGC
Mansjoer, Arif, dkk. (2000).Kapita Selekta Kedokteran. Jilid 2, Jakarta : Media Aesculapius

You might also like