You are on page 1of 40

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Definisi Preeklampsia


Preeklampsia merupakan suatu gangguan multisistem idiopatik yang spesifik
pada kehamilan dan nifas. Preeklampsia ialah penyakit dengan tanda-tanda hipertensi,
edema dan proteinuria yang timbul karena kehamilan. Penyakit ini umumnya terjadi
dalam triwulan ke-3 kehamilan tetapi dapat terjadi sebelumnya, misalnya pada mola
hidatidosa. Mola hidatidosa digambarkan pada suatu kehamilan hanya terdapat
trofoblas namun tidak terdapat jaringan fetus. Meskipun patofisiologi preeklampsia
kurang dimengerti, jelas bahwa tanda perkembangan ini tampak pada awal
kehamilan. Telah dinyatakan bahwa pathologic hallmark adalah suatu kegagalan total
atau parsial dari fase kedua invasi trofoblas saat kehamilan 16-20 minggu kehamilan,
hal ini pada kehamilan normal bertanggung jawab dalam invasi trofoblas ke lapisan
otot arteri spiralis. Seiring dengan kemajuan kehamilan, kebutuhan metabolik
fetoplasenta makin meningkat. Bagaimanapun, karena invasi abnormal yang luas dari
plasenta, arteri spiralis tidak dapat berdilatasi untuk mengakomodasi kebutuhan yang
makin meningkat tersebut, hasil dari disfungsi plasenta inilah yang tampak secara
klinis sebagai preeklampsia. Meskipun menarik, hipotesis ini tetap perlu ditinjau
kembali.1,2

Preeklampsia merupakan suatu diagnosis klinis. Definisi klasik preeklampsia


meliputi 3 elemen, yaitu onset baru hipertensi (didefinisikan sebagai suatu tekanan
darah yang menetap 140/90 mmHg pada wanita yang sebelumnya normotensif),
onset baru proteinuria ( didefinisikan sebagai 0,3 g/liter dalam urin 24 jam atau 1
atau 2+ atau 1 g/liter atau lebih dalam urin yang dikeluarkan dengan kateter atau
midstream yang diambil minimal 2 kali dengan jarak waktu 6 jam), dan onset baru
edema yang bermakna. Pada beberapa konsensus terakhir dilaporkan bahwa edema
tidak lagi dimasukkan sebagai kriteria diagnosis.2,3
1.2. Epidemiologi dan Faktor Risiko
Kejadian preeklampsia di Amerika Serikat berkisar antara 2 6 % dari ibu
hamil nulipara yang sehat. Di negara berkembang, kejadian preeklampsia berkisar
antara 4 18 %. Penyakit preeklampsia ringan terjadi 75 % dan preeklampsia berat
terjadi 25 %. Dari seluruh kejadian preeklampsia, sekitar 10 % kehamilan umurnya
kurang dari 34 minggu. Kejadian preeklampsia meningkat pada wanita dengan
riwayat preeklampsia, kehamilan ganda, hipertensi kronis dan penyakit ginjal. Pada
ibu hamil primigravida terutama dengan usia muda lebih sering menderita
preeklampsia dibandingkan dengan multigravida. Faktor predisposisi lainnya adalah
ras hitam, usia ibu hamil dibawah 25 tahun atau diatas 35 tahun, mola hidatidosa,
polihidramnion dan diabetes.4,5,6
Walaupun belum ada teori yang pasti berkaitan dengan penyebab terjadinya
2ontrol2psia, tetapi beberapa penelitian menyimpulkan sejumlah 2ontro yang
mempengaruhi terjadinya 2ontrol2psia. Faktor risiko tersebut meliputi:
2

a. Usia
Insidens tinggi pada primigravida muda, meningkat pada primigravida tua.
Pada wanita hamil berusia kurang dari 25 tahun insidens > 3 kali lipat. Pada
wanita hamil berusia lebih dari 35 tahun, dapat terjadi hipertensi laten.3,4,7
b. Paritas
Angka kejadian tinggi pada primigravida muda maupun tua, primigravida tua
risiko lebih tinggi untuk 3ontrol3psia berat.7
c. Faktor Genetik
Jika ada riwayat 3ontrol3psia/eklampsia pada ibu/nenek penderita, 3ontro
risiko meningkat sampai 25%. Diduga adanya suatu sifat resesif (recessive
trait), yang ditentukan genotip ibu dan janin. Terdapat bukti bahwa
3ontrol3psia merupakan penyakit yang diturunkan, penyakit ini lebih sering
ditemukan pada anak wanita dari ibu penderita 3ontrol3psia atau mempunyai
riwayat 3ontrol3psia/ eklampsia dalam keluarga. 3,7
d. Diet/gizi
Tidak ada hubungan bermakna antara menu/pola diet tertentu (WHO).
Penelitian lain : kekurangan kalsium berhubungan dengan angka kejadian
yang tinggi. Angka kejadian juga lebih tinggi pada ibu hamil yang
obese/overweight.3,7
e. Tingkah laku/sosioekonomi
Kebiasaan merokok : insidens pada ibu perokok lebih rendah, namun merokok
selama hamil memiliki risiko kematian janin dan pertumbuhan janin
terhambat yang jauh lebih tinggi. Aktifitas fisik selama hamil atau istirahat
baring yang cukup selama hamil mengurangi kemungkinan/insidens hipertensi
dalam kehamilan.7
f. Hiperplasentosis

Proteinuria dan hipertensi gravidarum lebih tinggi pada kehamilan kembar,


dizigotik lebih tinggi daripada monozigotik.7
g. Mola hidatidosa
Degenerasi trofoblas berlebihan berperan menyebabkan 4ontrol4psia. Pada
kasus mola, hipertensi dan proteinuria terjadi lebih dini/pada usia kehamilan
muda, dan ternyata hasil pemeriksaan patologi ginjal juga sesuai dengan pada
4ontrol4psia.2,7
h. Obesitas
Hubungan antara berat badan ibu dan risiko 4ontrol4psia adalah progresif.
Dimana terjadi peningkatan dari 4.3 persen pada wanita yang mempuyai
Indeks Massa Tubuh (IMT) kurang dari 19.8 kg/m 2 dan 13.3 persen pada
Indeks Massa Tubuh (IMT) yang lebih dari 35 kg/m2.3,4
i. Kehamilan multiple
Preeklampsia dan eklampsia 3 kali lebih sering terjadi pada kehamilan ganda,
dari 105 kasus kehamilan ganda didapat 28,6% 4ontrol4psia dan satu
kematian ibu karena eklampsia.3,7

BAB II
PENYEBAB DAN PENGOLONGAN PREEKLAMPSIA
2.1. Etiologi Preeklampsia
Apa yang menjadi penyebab terjadinya preeklampsia hingga saat ini belum
diketahui. Terdapat banyak teori yang ingin menjelaskan tentang penyebab dari
penyakit ini tetapi tidak ada yang memberikan jawaban yang memuaskan. Teori yang

dapat diterima harus dapat menjelaskan tentang mengapa preeklampsia meningkat


prevalensinya pada primigravida, hidramnion, kehamilan ganda dan mola hidatidosa.
Selain itu teori tersebut harus dapat menjelaskan penyebab bertambahnya frekuensi
preeklampsia dengan bertambahnya usia kehamilan, penyebab terjadinya perbaikan
keadaan penderita setelah janin mati dalam kandungan, penyebab jarang timbul
kembali preeklampsia pada kehamilan berikutnya dan penyebab timbulnya gejalagejala seperti hipertensi, edema, proteinuria, kejang dan koma. Banyak teori-teori
yang dikemukakan oleh para ahli yang mencoba menerangkan penyebabnya, oleh
karena itu disebut penyakit teori. Namun belum ada yang memberikan jawaban
yang memuaskan. Teori sekarang yang dipakai sebagai penyebab preeklampsia
adalah teori iskemia plasenta. Teori ini pun belum dapat menerangkan semua hal
yang berkaitan dengan penyakit ini (Rustam, 1998). 3,7,8

Adapun teori-teori tersebut adalah ;


1. Peran Prostasiklin dan Tromboksan
Pada preeklampsia dan eklampsia didapatkan kerusakan pada endotel vaskuler,
sehingga sekresi vasodilatator prostasiklin oleh sel-sel endotelial plasenta berkurang,
sedangkan pada kehamilan normal, prostasiklin meningkat. Sekresi tromboksan oleh
trombosit bertambah sehingga timbul vasokonstriksi generalisata dan sekresi

aldosteron menurun. Akibat perubahan ini menyebabkan pengurangan perfusi


plasenta sebanyak 50%, hipertensi dan penurunan volume plasma.3,7,8

2. Peran Faktor Imunologis


Preeklampsia sering terjadi pada kehamilan pertama karena pada kehamilan
pertama terjadi pembentukan blocking antibodies terhadap antigen plasenta tidak
sempurna sehingga timbul respons imun yang tidak menguntungkan terhadap
Histikompatibilitas Plasenta. Pada preeklampsia terjadi kompleks imun humoral dan

aktivasi komplemen. Hal ini dapat diikuti dengan terjadinya pembentukan


proteinuria. 3,7,8
3. Peran Faktor Genetik
Menurut Chesley dan Cooper (1986) bahwa preeklampsia / eklampsia bersifat
diturunkan melalui gen resesif tunggal. Kilpatrick dan rekan (1989), melaporkan
hubungan antara histokompatibilitas antigen HLA-DR4 dan hipertensi proteinurik.
Hoff dan rekan (1992) menyimpulkan bahwa ibu dengan respon humoral ditujukan
terhadap janin anti-HLA-DR antibodi imunoglobulin mungkin mempengaruhi
perkembangan hipertensi. Sejumlah mutasi gen tunggal telah dipelajari pada wanita
dengan preeklampsia.3
Beberapa bukti yang menunjukkan peran faktor genetik pada kejadian PreeklampsiaEklampsia antara lain:
a) Preeklampsia hanya terjadi pada manusia.
b) Terdapatnya kecenderungan meningkatnya frekuensi Preeklampsia-Eklampsia
pada anak-anak dari ibu yang menderita Preeklampsia-Eklampsia.
c) Kecendrungan meningkatnya frekuensi Preeklampsia-Eklampsia pada anak dan
cucu ibu hamil dengan riwayat Preeklampsia-Eklampsia.3,7,8
4. Iskemik dari uterus.
Sperof (1973) menyatakan bahwa dasar terjadinya Preeklampsia adalah
iskemik uteroplasentar, sehingga terjadi ketidakseimbangan antara massa plasenta
yang meningkat dengan aliran perfusi sirkulasi darah plasenta yang berkurang.

Disfungsi plasenta juga ditemukan pada preeklampsia, sehingga terjadi penurunan


kadar 1 -25 (OH)2 dan Human Placental Lagtogen (HPL), akibatnya terjadi
penurunan absorpsi kalsium dari saluran cerna. Untuk mempertahankan penyediaan
kalsium pada janin, terjadi perangsangan kelenjar paratiroid yang mengekskresi
paratiroid hormon (PTH) disertai penurunan kadar kalsitonin yang mengakibatkan
peningkatan absorpsi kalsium tulang yang dibawa melalui sirkulasi ke dalam intra sel.
Peningkatan kadar kalsium intra sel mengakibatkan peningkatan kontraksi pembuluh
darah, sehingga terjadi peningkatan tekanan darah.7
Pada preeklampsia terjadi perubahan arus darah di uterus, koriodesidua dan
plasenta adalah patofisiologi yang terpenting pada preeklampsia, dan merupakan
faktor yang menentukan hasil akhir kehamilan. Perubahan aliran darah uterus dan
plasenta

menyebabkan

terjadi

iskemia

uteroplasenter,

menyebabkan

ketidakseimbangan antara massa plasenta yang meningkat dengan aliran perfusi darah
sirkulasi yang berkurang. Selain itu hipoperfusi uterus menjadi rangsangan produksi
renin di uteroplasenta, yang mengakibatkan vasokonstriksi vaskular daerah itu. Renin
juga meningkatkan kepekaan vaskular terhadap zat-zat vasokonstriktor lain
(angiotensin, aldosteron) sehingga terjadi tonus pembuluh darah yang lebih tinggi.
Oleh karena gangguan sirkulasi uteroplasenter ini, terjadi penurunan suplai oksigen
dan nutrisi ke janin. Akibatnya terjadi gangguan pertumbuhan janin sampai hipoksia
dan kematian janin.7
5. Defisiensi kalsium.

Diketahui bahwa kalsium berfungsi membantu mempertahankan vasodilatasi


dari pembuluh darah. 3,8
6. Disfungsi dan aktivasi dari endotelial.
Kerusakan sel endotel vaskuler maternal memiliki peranan penting dalam
pathogenesis terjadinya preeklampsia. Fibronektin dilepaskan oleh sel endotel yang
mengalami kerusakan dan meningkat secara signifikan dalam darah wanita hamil
dengan preeklampsia. Kenaikan kadar fibronektin sudah dimulai pada trimester
pertama kehamilan dan kadar fibronektin akan meningkat sesuai dengan kemajuan
kehamilan.3,6
Jika endotel mengalami gangguan oleh berbagai hal seperti shear stress
hemodinamik, stress oksidatif maupun paparan dengan sitokin inflamasi dan
hiperkolesterolemia, maka fungsi pengatur menjadi abnormal dan disebut disfungsi
endotel. Pada keadaan ini terjadi ketidakseimbangan substansi vasoaktif sehingga
dapat terjadi hipertensi. Disfungsi endotel juga menyebabkan permeabilitas vaskular
meningkat sehingga menyebabkan edema dan proteinuria. Jika terjadi disfungsi
endotel maka pada permukaan endotel akan diekspresikan molekul adhesi seperti
vascular cell adhesion molecule-1(VCAM-1) dan intercellular cell adhesion
molecule-1 (ICAM-1). Peningkatan kadar soluble VCAM-1 ditemukan dalam
supernatant kultur sel endotel yang diinkubasi dengan serum penderita preeklampsia,
tetapi tidak dijumpai peningkatan molekul adhesi lain seperti ICAM-1 dan Eselektin.21 Oleh karena itu diduga VCAM-1 mempunyai peranan pada preeklampsia.
Namun belum diketahui apakah tingginya kadar sVCAM-1 dalam serum mempunyai
9

hubungan dengan beratnya penyakit. Disfungsi endotel juga mengakibatkan


permukaan non trombogenik berubah menjadi trombogenik, sehingga bisa terjadi
aktivasi koagulasi. Sebagai petanda aktivasi koagulasi dapat diperiksa D-dimer,
kompleks trombin-antitrombin, fragmen protrombin 1 dan 2 atau fibrin monomer.9
2.2. Patofisiologi Preeklampsia
Patogenesis terjadinya Preeklampsia dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Penurunan kadar angiotensin II dan peningkatan kepekaan vaskuler .
Pada preeklampsia terjadi penurunan kadar angiotensin II yang menyebabkan
pembuluh darah menjadi sangat peka terhadap bahan-bahan vasoaktif (vasopresor),
sehingga pemberian vasoaktif dalam jumlah sedikit saja sudah dapat menimbulkan
vasokonstriksi pembuluh darah yang menimbulkan hipertensi. Pada kehamilan
normal kadar angiotensin II cukup tinggi. Peningkatan kepekaan terhadap angiotensin
II menyebabkan terjadinya hipertensi dalam kehamilan.2 Sekiranya terjadi
preeklampsia, maka penurunan kadar prostacyclin akibat meningkatnya thromboksan
yang menyebabkan menurunnya sintesis angiotensin II sehingga peka terhadap
rangsangan bahan vasoaktif dan akhirnya terjadi hipertensi. Trombin akan
mengkonsumsi antitrombin III, sehingga terjadi deposit fibrin. Aktivasi trombosit
menyebabkan pelepasan tromboksan (TXA2) dan serotonin, sehingga terjadi
vasospasme dan kerusakan endotel.3,6,12
2. Hipovolemia Intravaskuler

10

Pada kehamilan normal terjadi kenaikan volume plasma hingga mencapai


45%, sebaliknya pada preeklampsia terjadi penyusutan volume plasma hingga
mencapai 30-40% kehamilan normal. Menurunnya volume plasma menimbulkan
hemokonsentrasi dan peningkatan viskositas darah. Akibatnya perfusi pada jaringan
atau organ penting menjadi menurun (hipoperfusi) sehingga terjadi gangguan pada
pertukaran bahan-bahan metabolik dan oksigenasi jaringan. Penurunan perfusi ke
dalam jaringan utero-plasenta mengakibatkan oksigenasi janin menurun sehingga
sering terjadi pertumbuhan janin yang terhambat (Intrauterine growth retardation),
gawat janin, bahkan kematian janin intrauterin.6

3. Vasokonstriksi pembuluh darah


Pada kehamilan normal tekanan darah dapat diatur tetap meskipun cardiac
output meningkat, karena terjadinya penurunan tahanan perifer. Pada kehamilan
dengan

hipertensi

terjadi

peningkatan

kepekaan

terhadap

bahan-bahan

vasokonstriktor sehingga keluarnya bahan- bahan vasoaktif dalam tubuh dengan cepat
menimbulkan vasokonstriksi. Adanya vasokonstriksi menyeluruh pada sistem
pembuluh darah arteriol dan pra kapiler pada hakekatnya merupakan suatu sistem
kompensasi terhadap terjadinya hipovolemik. Hal ini disebabkan oleh apabila tidak
terjadi vasokonstriksi, maka ibu hamil dengan hipertensi akan berada dalam syok
kronik. 6,10
Perjalanan klinis dan temuan anatomis memberikan bukti presumtif bahwa
preeklampsia disebabkan oleh sirkulasi suatu zat beracun dalam darah yang
11

menyebabkan trombosis pada pembuluh darah halus, selanjutnya membuat nekrosis


berbagai organ. Gambaran patologis pada fungsi beberapa organ dan sistem, yang
kemungkinan disebabkan oleh vasospasme dan iskemia, telah ditemukan pada kasuskasus preeklampsia berat dan eklampsia. Vasospasme bisa merupakan akibat dari
kegagalan invasi trofoblas ke dalam lapisan otot polos pembuluh darah, reaksi
imunologi, maupun radikal bebas. Semua ini akan menyebabkan terjadinya
kerusakan/jejas endotel yang kemudian akan mengakibatkan gangguan keseimbangan
antara kadar vasokonstriktor (endotelin, tromboksan, angiotensin, dan lain-lain)
dengan vasodilatator (nitritoksida, prostasiklin, dan lain-lain). Selain itu, jejas endotel
juga menyebabkan gangguan pada sistem pembekuan darah akibat kebocoran
endotelial berupa konstituen darah termasuk platelet dan fibrinogen.3,6,10,12
Vasokontriksi yang meluas akan menyebabkan terjadinya gangguan pada
fungsi normal berbagai macam organ dan sistem. Gangguan ini dibedakan atas efek
terhadap ibu dan janin. Namun pada dasarnya keduanya berlangsung secara simultan.
Gangguan ibu secara garis besar didasarkan pada analisis terhadap perubahan pada
sistem kardiovaskular, hematologi, endokrin dan metabolisme, serta aliran darah
regional. Sedangkan gangguan pada janin terjadi karena penurunan perfusi
uteroplasenta.7,10

2.3. Perubahan Fisiologi Patologik


Otak
12

Tekanan darah yang tinggi dapat menyebabkan autoregulasi tidak berfungsi.


Pada saat autoregulasi tidak berfungsi sebagaimana mestinya, jembatan penguat
endotel akan terbuka dan dapat menyebabkan plasma dan sel-sel darah merah keluar
ke ruang ekstravaskular. Hal ini akan menimbulkan perdarahan petekie atau
perdarahan intrakranial yang sangat banyak. Pada penyakit yang belum berlanjut
hanya ditemukan edema dan anemia pada korteks serebri.2,6,8
Dalam Sarwono, McCall melaporkan bahwa resistensi pembuluh darah dalam
otak pada pasien hipertensi dalam kehamilan lebih meninggi pada eklampsia. Pada
pasien preeklampsia, aliran darah ke otak dan penggunaan oksigen otak masih dalam
batas normal. Pemakaian oksigen pada otak menurun pada pasien eklampsia.6

Perubahan Kardiovaskuler.
Gangguan fungsi kardiovaskuler yang parah sering terjadi pada preeklampsia
dan eklampsia. Berbagai gangguan tersebut pada dasarnya berkaitan dengan
peningkatan afterload jantung akibat hipertensi, preload jantung yang secara nyata
dipengaruhi oleh berkurangnya secara patologis hipervolemia kehamilan atau yang
secara iatrogenic yang ditingkatkan oleh larutan onkotik atau kristaloid intravena, dan
aktivasi endotel disertai ekstravasasi ke dalam ruang ektravaskular terutama paru.3,8

Mata

13

Pada preeklampsia tampak edema retina, spasmus setempat atau menyeluruh


pada satu atau beberapa arteri, tetapi jarang terjadi perdarahan atau eksudat. Spasmus
arteri retina yang nyata dapat menunjukkan adanya preeklampsia yang berat, tetapi
bukan berarti spasmus yang ringan adalah preeklampsia yang ringan. Pada
preeklampsia jarang terjadi ablasio retina yang disebabkan edema intraokuler dan
merupakan indikasi untuk terminasi kehamilan. Ablasio retina ini biasanya disertai
kehilangan penglihatan. Selama periode 14 tahun, ditemukan 15 wanita dengan
preeklampsia berat dan eklampsia yang mengalami kebutaan yang dikemukakan oleh
Cunningham (1995).2,6,8
Skotoma, diplopia dan ambliopia pada penderita preeklampsia merupakan
gejala yang menunjukan akan terjadinya eklampsia. Keadaan ini disebabkan oleh
perubahan aliran darah dalam pusat penglihatan di korteks serebri atau dalam retina.6
Paru
Edema paru biasanya terjadi pada pasien preeklampsia berat dan eklampsia
dan merupakan penyebab utama kematian. Edema paru bisa diakibatkan oleh
kardiogenik ataupun non-kardiogenik dan biasa terjadi setelah melahirkan. Pada
beberapa kasus terjadi berhubungan dengan terjadinya peningkatan cairan yang
sangat banyak. Hal ini juga dapat berhubungan dengan penurunan tekanan onkotik
koloid plasma akibat proteinuria, penggunaan kristaloid sebagai pengganti darah yang
hilang, dan penurunan albumin yang dihasilkan oleh hati.2,6,8

Hati
14

Pada preeklampsia berat terkadang terdapat perubahan fungsi dan integritas


hepar, termasuk perlambatan ekskresi bromosulfoftalein dan peningkatan kadar
aspartat aminotransferase serum. Sebagian besar peningkatan fosfatase alkali serum
disebabkan oleh fosfatase alkali tahan panas yang berasal dari plasenta. Pada
penelitian yang dilakukan Oosterhof dkk (1994), dengan menggunakan sonografi
Doppler pada 37 wanita preeklampsia, terdapat resistensi arteri hepatika.2,6
Nekrosis hemoragik periporta di bagian perifer lobulus hepar kemungkinan
besar menyebabkan terjadinya peningkatan enzim hati dalam serum. Perdarahan pada
lesi ini dapat menyebabkan ruptur hepatika, atau dapat meluas di bawah kapsul hepar
dan membentuk hematom subkapsular. 2,6
Ginjal
Selama kehamilan normal, aliran darah dan laju filtrasi glomerulus meningkat
cukup besar. Dengan timbulnya preeklampsia, perfusi ginjal dan filtrasi glomerulus
menurun. Lesi karakteristik dari preeklampsia, glomeruloendoteliosis, adalah
pembengkakan dari kapiler endotel glomerular yang menyebabkan penurunan perfusi
dan laju filtrasi ginjal. Konsentrasi asam urat plasma biasanya meningkat, terutama
pada wanita dengan penyakit berat.3,6,8
Pada sebagian besar wanita hamil dengan preeklampsia, penurunan ringan
sampai sedang laju filtrasi glomerulus tampaknya terjadi akibat berkurangnya volume
plasma sehingga kadar kreatinin plasma hampir dua kali lipat dibandingkan dengan
kadar normal selama hamil (sekitar 0,5 ml/dl). Namun pada beberapa kasus
preeklampsia berat, keterlibatan ginjal menonjol dan kreatinin plasma dapat
15

meningkat beberapa kali lipat dari nilai normal ibu yang tidak hamil atau berkisar
hingga 2-3 mg/dl. Hal ini kemungkinan besar disebabkan oleh perubahan intrinsik
ginjal yang ditimbulkan oleh vasospasme hebat yang dikemukakan oleh Pritchard
(1984) dalam Cunningham (2005).6
Kelainan pada ginjal yang penting adalah dalam hubungan proteinuria dan
retensi garam dan air. Taufield (1987) dalam Cunningham (2005) melaporkan bahwa
preeklampsia berkaitan dengan penurunan ekskresi kalsium melalui urin karena
meningkatnya reabsorpsi di tubulus. Pada kehamilan normal, tingkat reabsorpsi
meningkat sesuai dengan peningkatan filtrasi dari glomerulus. Penurunan filtrasi
glomerulus akibat spasmus arteriol ginjal mengakibatkan filtrasi natrium melalui
glomerulus menurun, yang menyebabkan retensi garam dan juga retensi air.2,3,6
Untuk mendiagnosis preeklampsia atau eklampsia harus terdapat proteinuria.
Namun, karena proteinuria muncul belakangan, sebagian wanita mungkin sudah
melahirkan sebelum gejala ini dijumpai. Meyer (1994) menekankan bahwa yang
diukur adalah ekskresi urin 24 jam. Mereka mendapatkan bahwa proteinuria +1 atau
lebih dengan dipstick memperkirakan minimal terdapat 300 mg protein per 24 jam
pada 92 % kasus. Sebaliknya, proteinuria yang samar (trace) atau negatif memiliki
nilai prediktif negatif hanya 34 % pada wanita hipertensif. Kadar dipstick urin +3 atau
+4 hanya bersifat prediktif positif untuk preeklampsia berat pada 36 % kasus.6
Seperti pada glomerulopati lainnya, terjadi peningkatan permeabilitas
terhadap sebagian besar protein dengan berat molekul tinggi. Maka ekskresi filtrasi
yang menurun hingga 50% dari normal dapat menyebabkan diuresis turun, bahkan
16

pada keadaan yang berat dapat menyebabkan oligouria ataupun anuria. Lee (1987)
dalam Cunningham (2005) melaporkan tekanan pengisian ventrikel normal pada
tujuh

wanita

dengan

preeklampsia

berat

yang

mengalami

oligouria

dan

menyimpulkan bahwa hal ini konsisten dengan vasospasme intrarenal.6


Protein, albumin juga disertai protein-protein lainnya seperti hemoglobin,
globulin dan transferin, biasanya molekul-molekul besar ini tidak difiltrasi oleh
glomerulus. Kemunculan zat-zat ini dalam urin mengisyaratkan terjadinya proses
glomerulopati. Sebagian protein yang lebih kecil yang biasa difiltrasi kemudian
direabsorpsi juga terdeteksi di dalam urin. Pada ginjal juga terjadi perubahan
anatomis berupa pembesaran glomerolus sebesar 20% (Sheehan, 1950). Glomerulus
tampak sedikit membengkak disebabkan oleh sel-sel antara kapiler bertambah.2,3,10
Darah
Kebanyakan pasien dengan preeklampsia memiliki pembekuan darah yang
normal. Perubahan tersamar yang mengarah ke koagulasi intravaskular dan destruksi
eritrosit (lebih jarang) sering dijumpai pada preeklampsia menurut Baker (1999)
dalam Cunningham (2005). Trombositopenia merupakan kelainan yang sangat sering,
biasanya jumlahnya kurang dari 150.000/l yang ditemukan pada 15 - 20% pasien.
Penyebab terjadinya trombositopenia kemungkinan adalah peningkatan produksi
trombosit yang diiringi oleh peningkatan aktivasi dan penggunaan platelet. Level
fibrinogen meningkat sangat aktual pada pasien preeklampsia dibandingkan dengan
ibu hamil dengan tekanan darah normal. Level fibrinogen yang rendah pada pasien

17

preeklampsia biasanya berhubungan dengan terlepasnya plasenta sebelum waktunya


(placental abruption).3,6,8
Pada 10 % pasien dengan preeklampsia berat dan eklampsia menunjukan
terjadinya HELLP syndrome yang ditandai dengan adanya anemia hemolitik,
peningkatan enzim hati dan jumlah platelet rendah. Sindrom biasanya terjadi tidak
jauh dengan waktu kelahiran (sekitar 31 minggu kehamilan) dan tanpa terjadi
peningkatan tekanan darah. Kebanyakan abnormalitas hematologik kembali ke
normal dalam dua hingga tiga hari setelah kelahiran tetapi trombositopenia bisa
menetap selama seminggu.3,6
Sistem Endokrin dan Metabolism Air dan Elektrolit
Selama kehamilan normal, kadar renin, angiotensin II dan aldosteron
meningkat. Preeklampsia menyebabkan kadar berbagai zat ini menurun ke kisaran
normal pada ibu tidak hamil. Pada retensi natrium dan atau hipertensi, sekresi renin
oleh aparatus jukstaglomerulus berkurang sehingga proses penghasilan aldosteron
pun terhambat dan menurunkan kadar aldosteron dalam darah.6
Ibu hamil dengan preeklampsia juga meningkat kadar peptida natriuretik
atrium. Hal ini terjadi akibat ekspansi volume dan dapat menyebabkan meningkatnya
curah jantung dan menurunnya resistensi vaskular perifer baik pada normotensif
maupun preeklamptik. Hal ini menjelaskan temuan turunnya resistensi vaskular
perifer setelah ekspansi volume pada pasien preeklampsia. Terjadi hemokonsentrasi
yang masih belum diketahui penyebabnya. Pasien ini mengalami pergeseran cairan
dari ruang intravaskuler ke ruang interstisial. Kejadian ini diikuti dengan peningkatan
18

hematokrit,

peningkatan

protein

serum,

edema

yang

dapat

menyebabkan

berkurangnya volume plasma, viskositas darah meningkat dan waktu peredaran darah
tepi meningkat. Hal tersebut mengakibatkan aliran darah ke jaringan berkurang dan
terjadi hipoksia.6
Preeklampsia menyebabkan jumlah natrium dan air dalam tubuh lebih banyak
dibandingkan pada ibu hamil normal. Penderita preeklampsia tidak dapat
mengeluarkan air dan garam dengan sempurna. Hal ini disebabkan terjadinya
penurunan filtrasi glomerulus namun penyerapan kembali oleh tubulus ginjal tidak
mengalami perubahan.6,8
Plasenta dan Uterus
Menurunnya aliran darah ke plasenta mengakibatkan gangguan fungsi
plasenta. Pada hipertensi yang agak lama, pertumbuhan janin terganggu. Manakala
pada hipertensi yang singkat dapat terjadi gawat janin hingga kematian janin akibat
kurangnya oksigenisasi untuk janin. Perfusi uteroplasenta dikompromikan dari
vasospasme menjadi penyebab utama dalam asal-usul morbiditas perinatal meningkat
dan kematian yang terkait dengan preeklampsia.3,6,8
Kenaikan tonus dari otot uterus dan kepekaan terhadap perangsangan sering
terjadi pada preeklampsia. Hal ini menyebabkan sering terjadinya partus prematurus
pada pasien preeklampsia. Brosens dkk (1972) melaporkan bahwa diameter rata-rata
arteriol spiral miometrium dari 50 ibu dengan kehamilan normal adalah 500 m. Pada
pasien preeklampsia terjadi dua masalah, yaitu arteri spiralis di miometrium gagal
untuk mempertahankan struktur muskuloelastisitasnya dan atheroma akut yang
19

berkembang pada segmen miometrium dari arteri spiralis. Atheroma akut adalah
nekrosis arteriopati pada ujung-ujung plasenta yang mirip dengan lesi pada hipertensi
malignan. Atheroma akut juga dapat menyebabkan penyempitan kapiler dari lumen
vaskular. Lesi ini dapat menjadi pengangkatan lengkap dari pembuluh darah yang
bertanggung jawab terhadap terjadinya infark plasenta.6,10
2.4. Klasifikasi
Menurut The National High Blood Pressure Education Program (NHBPEP)
Working Group, penyakit hipertensi pada kehamilan dibagi menjadi empat grup yaitu
(Lim, 2009) : Hipertensi dalam kehamilan (Gestational hipertensi)
Gejala yang timbul adalah peningkatan tekanan darah 140/90 mmHg atau
lebih pada awal kehamilan, tidak terdapat proteinuria, tekanan darah kembali normal
kurang dari 12 minggu.3,5,10
Hipertensi Kronis
Tekanan darah 140/90 mmHg atau lebih yang terjadi sebelum kehamilan atau
sebelum usia kehamilan 20 minggu dan bukan merupakan penyebab dari penyakit
tropoblastik kehamilan. Hipertensi yang terdiagnosa setelah usia kehamilan 20
minggu dan menetap selama lebih dari 12 minggu setelah melahirkan termasuk dalam
klasifikasi hipertensi kronis.3,5,10
Preeklampsia atau Eklampsia
Pasien dengan tekanan darah 140/90 mmHg atau lebih setelah usia kehamilan
20 minggu dengan sebelumnya memiliki tekanan darah normal dan disertai

20

proteinuria ( 0,3 gram protein dalam spesimen urin 24 jam). Eklampsia dapat
didefinisikan sebagai kejang yang bukan karena penyebab apapun pada wanita
dengan preeklampsia.1,2,3,6
Superimposed Preeklampsia (dalam Hipertensi Kronis)
Proteinuria dengan onset yang cepat (>300 mg dalam urin 24 jam) dengan
wanita hamil dengan hipertensi tetapi tidak terjadi proteinuria sebelum usia
kehamilan 20 minggu. Peningkatan tekanan darah atau proteinuria atau penurunan
jumlah platelet hingga dibawah 100.000 secara tiba-tiba pada wanita dengan
hipertensi atau proteinuria sebelum usia kehamilan 20 minggu. Ketika preeklampsia
dijumpai pada wanita yang menderita hipertensi, prognosis pada ibu dan janin yang
lebih jelek dari kondisi sebenarnya.3,5,6
Preeklampsia dibagi menjadi dua yaitu preeklampsia ringan dan preeklampsia
berat. Preeklampsia ringan didefinisikan dengan terdapatnya hipertensi (tekanan
darah 140/90 mmHg) yang terjadi dua kali dalam rentang waktu paling sedikit 6
jam. Proteinuria adalah terdapatnya protein 1+ atau lebih dipstik atau paling sedikit
300 mg protein dalam urin 24 jam. Edema dan hiperrefleksia sekarang bukan
merupakan pertimbangan utama dalam kriteria diagnosis preeklampsia ringan.3,6
Kriteria diagnosa preeklampsia berat adalah apabila terdapat gejala dan tanda sebagai
berikut :
Sistolik 160 mmHg atau diastolik 110 mmHg yang terjadi dua kali dalam
waktu paling sedikit 6 jam.1,2,6

21

Proteinuria lebih dari +2 dalam urin 24 jam.1,2,6


Edema pulmonal - Oligouria (<400 ml dalam 24 jam).6
Sakit kepala yang menetap.2,6
Nyeri epigastrium dan atau kerusakan fungsi hati.2,6
Trombositopenia - Keterbatasan perkembangan intrauterus.6
Peningkatan kadar enzim hati dan atau ikterus.6
Skotoma dan gangguan visus lain.6
Perdarahan retina dan koma.6

22

BAB III
DIAGNOSIS DAN PENATALAKSANAAN PREEKLAMPSIA
3.1. Diagnosis Preeklampsia
Gejala subjektif
Pada preeklampsia didapatkan gejala seperti sakit kepala di daerah frontal,
skotoma, diplopia, penglihatan kabur, nyeri di daerah epigastrium, mual atau muntahmuntah. Gejala-gejala ini sering ditemukan pada preeklampsia yang meningkat dan
merupakan petunjuk bahwa eklampsia akan timbul. Tekanan darah juga akan
meningkat lebih tinggi, edema dan proteinuria bertambah meningkat.2,11
Pemeriksaan fisik
Pada pemeriksaan fisik yang dapat ditemukan meliputi: peningkatan tekanan
sistolik 30mmHg dan diastolik 15 mmHg atau tekanan darah meningkat lebih dari
140/90mmHg. Tekanan darah pada preeklampsia berat meningkat lebih dari 160/110
mmHg dan disertai kerusakan beberapa organ. Selain itu kita juga akan menemukan
takikardia, takipnu, edema paru, perubahan kesadaran, hipertensi ensefalopati,
hiperefleksia, pendarahan otak. 2,11
Diagnosis preeklampsia dapat ditegakkan dari gambaran klinik dan
pemeriksaan laboratorium. Dari hasil diagnosis, maka preeklampsia dapat
diklasifikasikan menjadi dua golongan yaitu:1,2,11
1) Preeklampsia ringan, bila disertai keadaan sebagai berikut:
23

Tekanan darah 140/90 mmHg, atau kenaikan diastolik 15 mmHg atau lebih, atau
kenaikan sistolik 30 mmHg atau lebih setelah 20 minggu kehamilan dengan riwayat
tekanan darah normal.
Proteinuria kuantitatif 0,3 gr perliter atau kualitatif 1+ atau 2+ pada urine kateter
atau midstream.
2) Preeklampsia berat, bila disertai keadaan sebagai berikut: 1,2,11
Tekanan darah 160/110 mmHg atau lebih.
Proteinuria 5 gr atau lebih perliter dalam 24 jam atau kualitatif 3+ atau 4+.
Oligouri, yaitu jumlah urine kurang dari 500 cc per 24 jam.
Adanya gangguan serebral, gangguan penglihatan, dan rasa nyeri di epigastrium.
Terdapat edema paru dan sianosis
Hemolisis mikroangiopatik
Trombositopeni (< 100000 sel/mm3 atau penurunan trombosit dengan cepat)
Gangguan fungsi hati
Pertumbuhan janin terhambat.
Sindrom HELLP
Penemuan Laboratorium
Hemoglobin dan hematokrit akan meningkat akibat hemokonsentrasi.
Trombositopenia biasanya terjadi. Penurunan produksi benang fibrin dan faktor
koagulasi bisa terdeksi. Asam urat biasanya meningkat diatas 6 mg/dl. Kreatinin

24

serum biasanya normal tetapi bisa meningkat pada preeklampsia berat. Alkalin
fosfatase meningkat hingga 2-3 kali lipat. Laktat dehidrogenase bisa sedikit
meningkat dikarenakan hemolisis. Glukosa darah dan elektrolit pada pasien
preeklampsia biasanya dalam batas normal. Urinalisis dapat ditemukan proteinuria
dan beberapa kasus ditemukan hyaline cast.6,10
3.2. Penatalaksanaan Preeklampsia
Tujuan utama penanganan preeklampsia adalah mencegah terjadinya
preeklampsia berat atau eklampsia, melahirkan janin hidup dan melahirkan janin
dengan trauma sekecil-kecilnya.2,6
3.2.1. Preeklampsia Ringan
Istirahat di tempat tidur merupakan terapi utama dalam penanganan
preeklampsia ringan. Istirahat dengan berbaring pada sisi tubuh menyebabkan aliran
darah ke plasenta dan aliran darah ke ginjal meningkat, tekanan vena pada ekstrimitas
bawah juga menurun dan reabsorpsi cairan di daerah tersebut juga bertambah. Selain
itu dengan istirahat di tempat tidur mengurangi kebutuhan volume darah yang beredar
dan juga dapat menurunkan tekanan darah dan kejadian edema. Apabila preeklampsia
tersebut tidak membaik dengan penanganan konservatif, maka dalam hal ini
pengakhiran kehamilan dilakukan walaupun janin masih prematur.1,2,6,7
Pada setiap kehamilan disertai penyulit suatu penyakit, maka selalu
dipertanyakan, bagaimana sikap terhadap penyakitnya, berarti pemberian obat-obatan
atau medikamentosa, sikap terhadap kehamilannya, berarti mau diapakan kehamilan
ini apakah kehamilan diteruskan sampai aterm atau akan diakhiri (terminasi).1,2
25

Tujuan utama perawatan preeklampsia yakni mencegah kejang, perdarahan


intrakranial, mencegah gangguan fungsi organ vital, dan melahirkan bayi sehat, ibu
hamil dengan preeklampsia ringan dapat dirawat secara rawat jalan. Dianjurkan ibu
hamil banyak istirahat (berbaring/tidur miring), tetapi tidak selalu harus mutlak tirah
baring. Pada umur kehamilan di atas 20 minggu, tirah baring dengan posisi miring
menghilangkan tekanan rahim pada vena cava inferior, sehingga meningkatkan aliran
darah balik dan akan menambah curah jantung. Hal ini akan meningkatkan aliran
darah ke organ-organ vital. Penambahan aliran darah ke ginjal akan meningkatkan
filtrasi

glomeruli

dan

meningkatkan

diuresis.

Diuresis

dengan

sendirinya

meningkatkan ekskresi natrium, menurunkan reaktivitas kardiovaskuler, sehingga


mengurangi vasospasme.1,2
Peningkatan curah jantung akan meningkatkan juga aliran darah rahim,
menambah oksigenasi plasenta, dan memperbaiki kondisi janin dalam rahim. Pada
preeklampsia tidak perlu dilakukan restriksi garam sepanjang fungsi ginjal masih
normal. Ibu hamil yang masih muda dan juga penderita preeklampsia, umumnya
fungsi ginjal masih bagus, sehingga tidak perlu restriksi garam. Diet yang
mengandung 2 gram natrium atau 4-6 gram Nacl (garam dapur) adalah cukup.
Kehamilan menyebabkan lebih banyak garam dikeluarkan lewat ginjal, tetapi
pertumbuhan janin justru membutuhkan konsumsi lebih banyak garam. Apabila
konsumsi garam harus dibatasi, maka harus diimbangi dengan konsumsi cairan yang
banyak, berupa susu atau air buah. Diet diberikan cukup protein, rendah karbohidrat,
lemak, garam secukupnya dan roboransia prenatal. Tidak diberikan obat-obat diuretik
26

antihipertensi dan sedatif. Dilakukan pemeriksaan laboratorium Hb, hematokrit,


fungsi hati, urin lengkap dan fungsi ginjal.1,2
- Rawat inap
Pada keadaan tertentu ibu hamil dengan preeklampsia ringan perlu dirawat di
rumah sakit ialah a) Bila tidak ada perbaikan : tekanan darah, kadar proteinuria
selama 2 minggu, b) adanya satu atau lebih gejala dan tanda-tanda preeklampsia
berat. Selama di rumah sakit dilakukan anamnesis, pemeriksaan fisik dan
laboratorium. Pemeriksaan kesejahteraan janin berupa pemeriksaan USG dan
Doppler khususnya untuk evaluasi pertumbuhan janin dan jumlah cairan amnion.
Pemeriksaan nonstress test dilakukan 2 kali seminggu dan konsultasi dengan bagian
mata, jantung dan lain lain.1,2
- Perawatan obstetrik preeklampsia yaitu sikap terhadap kehamilannya
Menurut Williams, kehamilan preterm ialah kehamilan antara 22 minggu sampai
37 minggu. Pada kehamilan preterm (<37 minggu) bila tekanan darah mencapai
normal, selama perawatan, persalinannya ditunggu sampai aterm. Sementara itu, pada
kehamilan aterm (>37 minggu), persalinan ditunggu sampai terjadi onset persalinan
atau dipertimbangkan untuk melakukan induksi persalinan pada taksiran tanggal
persalinan. Persalinan dapat dilakukan secara spontan , bila perlu memperpendek kala
II.1,2,3

27

3.2.2. Preeklampsia Berat


Pada pasien preeklampsia berat segera harus diberi sedatif yang kuat untuk
mencegah timbulnya kejang. Apabila sesudah 12 24 jam bahaya akut sudah diatasi,
tindakan selanjutnya adalah cara terbaik untuk menghentikan kehamilan.6
Preeklampsia dapat menyebabkan kelahiran awal atau komplikasi pada
neonatus berupa prematuritas. Risiko fetus diakibatkan oleh insufisiensi plasenta baik
akut maupun kronis. Pada kasus berat dapat ditemui fetal distress baik pada saat
kelahiran maupun sesudah kelahiran.1,2,3
Pengelolaan preeklampsia dan eklampsia mencakup pencegahan kejang,
pengobatan hipertensi, pengelolaan cairan, pelayanan suportif terhadap penyulit
organ yang terlibat, dan saat yang tepat untuk persalinan. Pemeriksaan sangat teliti
diikuti dengan observasi harian tentang tanda-tanda klinik berupa : nyeri kepala,
gangguan visus, nyeri epigastrium dan kenaikan cepat berat badan. Selain itu perlu
dilakukan penimbangan berat badan, pengukuran proteinuria, pengukuran tekanan
darah, pemeriksaan laboratorium, dan pemeriksaan USG.1,2,3
Perawatan preeklampsia berat sama halnya dengan perawatan preeklampsia
ringan, dibagi menjadi dua unsur yakni sikap terhadap penyakitnya, yaitu pemberian
obat-obat atau terapi medisinalis dan sikap terhadap kehamilannya ialah manajemen
agresif, kehamilan diakhiri (terminasi) setiap saat bila keadaan hemodinamika sudah
stabil.1,2,5
a. Sikap terhadap penyakitnya :

28

Pengobatan medikamentosa
Penderita preeklampsia berat harus segera masuk rumah sakit untuk
rawat inap dan dianjurkan tirah baring miring ke satu sisi (kiri). Perawatan
yang penting pada preeklampsia berat ialah pengelolaan cairan karena
penderita preeklampsia dan eklampsia mempunyai risiko tinggi untuk
terjadinya edema paru dan oligouria. Sebab terjadinya kedua keadaan tersebut
belum jelas, tetapi faktor yang sangat menentukan terjadinya edema paru dan
oligouria ialah hipovolemia, vasospasme, kerusakan sel endotel, penurunan
gradien tekanan onkotik koloid/pulmonari capillary wedge pressure. Oleh
karena itu monitoring input cairan (melalui oral ataupun infuse) dan output
cairan (melalui urin) menjadi sangat

penting. Artinya harus dilakukan

pengukuran secara tepat berapa jumlah cairan yang dimasukkan dan


dikeluarkan melalui urin. Bila terjadi tanda- tanda edema paru, segera
dilakukan tindakan koreksi. Cairan yang diberikan dapat berupa a) 5% ringer
dekstrose atau cairan garam faal jumlah tetesan:<125cc/jam atau b) infus
dekstrose 5% yang tiap 1 liternya diselingi dengan infus ringer laktat (60-125
cc/jam) 500 cc.1,2,5,12
Di pasang foley kateter untuk mengukur pengeluaran urin. Oligouria
terjadi bila produksi urin < 30 cc/jam dalam 2-3 jam atau < 500 cc/24 jam.
Diberikan antasida untuk menetralisir asam lambung sehingga bila mendadak

29

kejang, dapat menghindari risiko aspirasi asam lambung yang sangat asam.
Diet yang cukup protein, rendah karbohidrat, lemak dan garam.1,2
Pemberian obat antikejang
Magnesium sulfat menghambat atau menurunkan kadar asetilkolin pada
rangsangan serat saraf dengan menghambat transmisi neuromuskular.
Transmisi neuromuskular membutuhkan kalsium pada sinaps. Pada pemberian
magnesium sulfat, magnesium akan menggeser kalsium, sehingga aliran
rangsangan tidak terjadi (terjadi kompetitif inhibisi antara ion kalsium dan ion
magnesium). Kadar kalsium yang tinggi dalam darah dapat menghambat kerja
magnesium sulfat.1
Magnesium sulfat sampai saat ini tetap menjadi pilihan pertama untuk
antikejang pada preeklampsia atau eklampsia. Banyak cara pemberian
magnesium sulfat:
Loading dose :
Initial dose 4 gram MgSO4: intravena, (40 % dalam 10 cc) selama 15
menit.1,2,10
Maintenance dose :
Diberikan infus 6 gram dalam larutan ringer/6 jam; atau diberikan 4 atau 5
gram i.m. Selanjutnya maintenance dose diberikan 4 gram im tiap 4-6 jam.1,2,10
Syarat-syarat pemberian Magnesium Sulfat (MgSO4) :1,2,10

30

1. Harus tersedia antidotum MgSO4, bila terjadi intoksikasi yaitu kalsium


glukonas 10% = 1 gram (10% dalam 10 cc) diberikan iv 3 menit
2. Refleks patella (+) kuat
3. Frekuensi pernafasan > 16x/menit, tidak ada tanda tanda distress nafas
4. Produksi urin > 100 cc dalam 4 jam sebelumnya (0,5 cc/kg BB/jam)
Magnesium Sulfat dihentikan bila:1,2,3,11
-

Ada tanda tanda intoksikasi

Setelah 24 jam pascapersalinan atau 24 jam setelah kejang terakhir

Kelemahan otot

Hipotensi

Reflex fisiologi menurun

Fugsi jantung terganggu

Depresi susunan saraf pusat

Dosis terapeutik dan toksis Magnesium Sulfat:1,2,3,11


-

Dosis terapeutik : 4-7 mEq/liter atau 4,8-8,4 mg/dl

Hilangnya reflex tendon 10 mEq/liter atau 12 mg/dl

Terhentinya pernafasan 15 mEq/liter atau 18 mg/dl

Terhentinya jantung >30 mEq/liter atau > 36 mg/dl

Bila timbul tanda-tanda keracunan magnesium sulfat: 1,2


-

Hentikan pemberian magnesium sulfat

31

Berikan kalsium glukonase 10% 1 gram (10% dalam 10 cc) secara


intravena dalam waktu 3 menit

Berikan oksigen

Lakukan pernafasan buatan

Pemberian magnesium sulfat dapat menurunkan risiko kematian ibu dan


didapatkan 50 % dari pemberiannya menimbulkan efek flushes (rasa panas).
Bila terjadi refrakter terhadap pemberian MgSO 4, maka diberikan salah satu
obat berikut : thiopental sodium, sodium amobarbital, diazepam atau fenitoin.
Diuretikum tidak diberikan secara rutin, kecuali bila terjadi edema paru,
payah jantung kongestif atau anasarka. Diuretikum yang dipakai ialah
furosemida.

Pemberian

memperberatkan

diuretikum

hipovolemia,

dapat

merugikan

memperburuk

perfusi

karena

dapat

uteroplasenta,

meningkatkan hemokonsentrasi, menimbulkan dehidrasi pada janin, dan


menurunkan berat janin.1,2,3
Contoh obat-obat lain yang dipakai untuk antikejang :
Diazepam, fenitoin yakni difenilhidantoin obat antikejang untuk epilepsy
telah banyak dicoba pada penderita eklampsia. Beberapa peneliti telah
memakai bermacam-macam regimen. Fenitoin sodium mempunyai khasiat
stabilisasi membran neuron, cepat masuk ke jaringan otak dan efek antikejang
terjadi 3 menitt setelah injeksi intravena. Fenitoin sodium diberikan dalam
dosis 15 mg/kg berat badan dengan pemberian intravena 50 mg/menit.
Hasilnya tidak lebih baik dari magnesium sulfat. Pengalaman pemakaian
32

fenitoin di beberapa senter di dunia masih sedikit. Pemberian magnesium


sulfat sebagai antikejang lebih efektif dibanding fenitoin, berdasarkan
Cochrane review terhadap enam uji klinik yang melibatkan 897 penderita
eklampsia.2,3

Pemberian antihipertensi
Di RSU Dr. Soetomo Surabaya batas tekanan darah pemberian
antihipertensi ialah apabila tekanan sistolik 180 mmhg dan/atau tekanan
diastolik 110 mmhg. Tekanan darah diturunkan secara bertahap, yaitu
penurunan awal 25 % dari tekanan sistolik dan tekanan darah diturunkan
mencapai < 160/105 atau MAP < 125.1,2
Jenis antihipertensi yang diberikan sangat bervariasi:
-

Antihipertensi lini pertama


Nifedipin. Dosis 10-20 mg/oral, diulangi setelah 30 menit, maksimum
120 mg dalam 24 jam.2

Antihipertensi lini kedua


Sodium nitroparussida : 0,25g iv/kg/menit, infus ditingkatkan 0,25g
iv/kg/5 menit. Diazokside : 30-60 mg iv/5 menit; atau iv infus 10
mg/menit/dititrasi.2

Antihipertensi sedang dalam penelitian

33

Chalsium Channel Blockers : isradipin, nimodipin, Serotinin reseptor


antagonis : ketanserin. Jenis obat antihipertensi yang diberikan di
Indonesia adalah nifedipin dosis awal 10-20 mg, diulangi 30 menit
bila perlu. Dosis maksimum 120 mg per 24 jam. Nifedipin tidak boleh
diberikan sublingual karena efek vasodilatasi sangat cepat, sehingga
hanya boleh diberikan peroral.2
-

Jenis obat antihipertensi yang diberikan di Amerika adalah hidralazin


(apresoline) injeksi (di Indonesia tidak ada), suatu vasodilator
langsung pada arteriole yang menimbulkan reflex takikardia,
peningkatan

cardiac

output,

sehingga

memperbaiki

perfusi

uteroplasenta. Obat antihipertensi lain adalah labetalol injeksi, suatu


alfa 1 bloker, non selektif beta bloker. Obat-obat antihipertensi yang
tersedia dalam bentuk suntikan di Indonesia ialah klonidin (catapres).
Satu ampul mengandung 0,15 mg/cc. Klonidin 1 ampul dilarutkan
dalam 10 cc larutan garam faal atau larutan air untuk suntikan.2,3
Edema paru
Pada preeklampsia berat dapat terjadi edema paru akibat kardiogenik (payah
jantung ventrikel kiri akibat peningkatan afterload) atau non kardiogenik
(akibat kerusakan sel endotel pembuluh darah paru). Prognosis preeklampsia
berat menjadi buruk bila edema paru disertai oligouria.2,3

34

Pemberian glukokortikoid untuk pematangan paru janin tidak merugikan ibu.


Diberikan pada kehamilan 32-34 minggu, 2x 24 jam. Juga bisa diberikan pada
sindrom HELLP. 2,3

Sikap terhadap kehamilannya


Berdasar William Obstetrics, ditinjau dari umur kehamilan dan perkembangan
gejala-gejala preeklampsia berat selama perawatan.9
Maka sikap terhadap kehamilannya dibagi menjadi:
1. Aktif : berarti kehamilan segera diakhiri/diterminasi bersamaan dengan
pemberian medikamentosa.1,2
2. Konservatif

(ekspektatif):

berarti

kehamilan

tetap

dipertahankan

bersamaan dengan pemberian medikamentosa.1,2


Perawatan aktif.
Indikasi perawatan aktif bila didapatkan satu atau lebih keadaan di bawah
ini: 1,2,3,5
a) Ibu
Umur kehamilan 37 minggu
Adanya tanda-tanda/gejala-gejala impending eclampsia
Kegagalan terapi pada perawatan konservatif, yaitu: keadaan klinik
dan laboratorik memburuk
Diduga terjadi solusio plasenta
Timbul onset persalinan, ketuban pecah atau perdarahan

35

b) Janin
Adanya tanda-tanda fetal distress
Adanya tanda-tanda intra uterine growth restriction
NST nonreaktif dengan profil biofisik abnormal
Terjadinya oligohidramnion

c) Laboratorik
Adanya tanda-tanda HELLP syndrome khususnya menurunnya
trombosit dengan cepat.
Perawatan konservatif
Indikasi perawatan konservatif ialah bila kehamilan preterm 37 minggu
tanpa disertai tanda tanda impending eclampsia dengan keadaan janin baik. Diberi
pengobatan yang sama dengan pengobatan medikamentosa pada pengelolaan secara
aktif. Selama perawatan konservatif, sikap terhadap kehamilannya ialah hanya
observasi dan evaluasi sama seperti perawatan aktif, kehamilan tidak diakhiri.
Magnesium sulfat dihentikan bila ibu sudah mencapai tanda-tanda preeklampsia
ringan, selambat-lambatnya dalam waktu 24 jam. Bila setelaah 24 jam tidak ada
perbaikan keadaan ini dianggap sebagai kegagalan pengobatan medikamentosa dan
harus diterminasi. Penderita boleh dipulangkan bila penderita kembali ke gejalagejala atau tanda tanda preeklampsia ringan.1,2

36

Pengelolaan Preeklampsia Ringan


Jika kehamilan < 37 minggu dan tidak terjadi perbaikan, lakukan penilaian 2
kali/minggu rawat jalan
-

Pemantauan tekanan darah 2 X/hari, proteinuria 1X/hari dan kondisi


janin

Banyak istirahat

Diet biasa

Tidak perlu pengobatan

Jika kehamilan > 37 minggu dilakukan terminasi kehamilan


Pengelolaan Preeklampsia Berat
Semua pasien Preeklampsia Berat di rawat inap,dicuba untuk munurunkan
tensi serta diberikan MgSO4.
Jika kehamilan < 35 minggu diberikan steroid dan kemudian diterminasi
kehamilannya
Jika kehamilan > 35 minggu dilakukan terminasi kehamilan
ANC pada pasien Preeklampsia
Pada pasien ibu hamil dengan tekanan darah diastolik yang tinggi 110
mmHg disuruh rawat jalan 1X/minggu.
Pada pasien ibu hamil dengan tekanan darah diastolik yang tinggi 90mmHg
disuruh rawat jalan 2X/minggu.

37

BAB IV
KOMPLIKASI DAN PENCEGAHAN PREEKLAMPSIA
4.1. Komplikasi Preeklampsia
1. Solusio plasenta. Komplikasi ini biasanya terjadi pada ibu hamil yang menderita
hipertensi akut. Di Rumah Sakit Dr. Cipto Mangunkusumo 15,5 % solusio
plasenta terjadi pada pasien preeklampsia.2,6,7
2. Hemolisis. Penderita dengan preeklampsia berat kadang-kadang menunjukan
gejala klinik hemolisis yang dikenal karena ikterus. Belum diketahui dengan pasti
apakah ini merupakan kerusakan sel-sel hati atau destruksi sel darah merah.
Nekrosis periportal hati yang sering ditemukan pada autopsi penderita eklampsia
dapat menerangkan mekanisme ikterus tersebut.2,6,7

38

3. Perdarahan otak. Komplikasi ini merupakan penyebab utama kematian


maternal.2,6,7
4. Kelainan mata. Kehilangan penglihatan untuk sementara yang berlangsung
selama seminggu dapat terjadi. Perdarahan kadang-kadang terjadi pada retina, hal
ini merupakan tanda gawat dan akan terjadi apopleksia serebri.2,6,7
5. Nekrosis hati. Nekrosis periportal hati pada pasien preeklampsia-eklampsia
diakibatkan vasospasmus arteriol umum. Kerusakan sel-sel hati dapat diketahui
dengan pemeriksaan faal hati.2,6,7
6. HELLP syndrome, yaitu hemolysis, elevated liver enzymes dan low platelet.2,6,7
7. Kelainan

ginjal.

Kelainan

ini

berupa

endoteliosis

glomerulus

berupa

pembengkakan sitoplasma sel endotelial tubulus ginjal tanpa kelainan struktur


lainnya. Kelainan lain yang dapat timbul ialah anuria sampai gagal ginjal.2,6,7
8. Prematuritas, dismaturitas dan kematian janin intrauterin.2,6,7
9. Komplikasi lain berupa lidah tergigit, trauma dan fraktur karena terjatuh akibat
kejang, pneumonia aspirasi dan DIC. 2,6,7
4.2. Pencegahan Preeklampsia
Pemeriksaan antenatal yang teratur dan teliti dapat menemukan tanda-tanda
dini preeklampsia, dalam hal ini harus dilakukan penanganan preeklampsia tersebut.
Walaupun

preeklampsia

tidak

dapat

dicegah

seutuhnya,

namun

frekuensi

preeklampsia dapat dikurangi dengan pemberian pengetahuan dan pengawasan yang


baik pada ibu hamil.1,2,3,7

39

Pengetahuan yang diberikan berupa tentang manfaat diet dan istirahat yang
berguna dalam pencegahan. Istirahat tidak selalu berarti berbaring, dalam hal ini yaitu
dengan mengurangi pekerjaan sehari-hari dan dianjurkan lebih banyak duduk dan
berbaring. Diet tinggi protein dan rendah lemak, karbohidrat, garam dan penambahan
berat badan yang tidak berlebihan sangat dianjurkan. Mengenal secara dini
preeklampsia dan merawat penderita tanpa memberikan diuretika dan obat
antihipertensi merupakan manfaat dari pencegahan melalui pemeriksaan antenatal
yang baik. 1,2,3,7

40

You might also like