You are on page 1of 22

BAB I

PENDAHULUAN

Kapsulitis Adhesiva atau juga sering disebut sebagai frozen shoulder,


merupakan suatu kelainan dimana terjadi inflamasi pada kapsul sendi bahu yaitu
jaringan ikat disekitar sendi glenohumeral, sehingga sendi tersebut menjadi kaku dan
terjadi keterbatasan gerak dan nyeri yang kronis.1
Secara epidemiologi onset kapsulitis adhesiva terjadi sekitar usia 40-65 tahun.
Dari 2-5% populasi sekitar 60% dari kasus kapsulitis adhesiva lebih banyak mengenai
perempuan dibandingkan dengan laki-laki. Kapsulitis adhesiva juga terjadi pada 1020% dari penderita diabetes melitus yang merupakan

salah satu faktor resiko

terjadinya kapsulitis adhesiva.1


Kapsulitis adhesiva merupakan suatu kondisi yang sangat nyeri dan
melumpuhkan yang sering menyebabkan frustasi besar bagi pasien dan perawatnya
karena pemulihannya yang lambat. Pergerakan bahu menjadi sangat terbatas.
Nyerinya biasanya terus menerus, bertambah parah pada malam hari atau saat udara
menjadi lebih dingin. Kondisi ini, dimana penyebabnya masih belum diketahui, dapat
berlangsung selama lima bulan hingga tiga tahun. Pada beberapa kasus diduga
disebabkan oleh suatu trauma atau luka pada daerah tersebut. Diduga proses otoimun
berperan, yaitu tubuh menyerang jaringan sehat yang terdapat pada kapsul. Adanya
kekurangan cairan pada sendi juga menyebabkan keterbatasan gerak. Selain kesulitan
dalam melakukan tugas sehari-hari, pasien dengan kapsulitis adhesiva terkadang
mengalami gangguan tidur akibat nyeri yang bertambah pada malam hari. Kondisi ini
dapat berlanjut menyebabkan depresi serta nyeri leher dan punggung.2
Penanganan dalam bidang rehabilitasi medik dapat berupa terapi panas/dingin,
terapi latihan fisik, menipulasi dengan atau tanpa anestesi, ultra sound,
medikamentosa seperti analgesik dan steroid. Dari semua jenis terapi ini, latihan
gerak merupakan bagian yang terpenting. Tanpa latihan gerak, maka sulit diharapkan
hasil yang baik.2

Berikut akan dilaporkan sebuah laporan kasus rehabilitasi medik pada penderita
kapsulitis adhesiva di RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Anatomi Sendi Bahu
Secara anatomi, sendi glenohumeral dibentuk oleh fossa glenoidalis scapulae
dan caput humeri. Fossa glenoidalis scapulae berperan sebagai mangkuk sendi
glenohumeral yang terletak di anterosuperior angulus scapulae yaitu pertengahan
antara acromion dan processus cocacoideus. Sedangkan caput humeri berperan
sebagai kepala sendi yang berbentuk bola dengan diameter 3 cm dan menghadap
ke superior, medial, dan posterior. Berdasarkan bentuk permukaan tulang
pembentuknya, sendi glenohumeral termasuk dalam tipe ball and socket joint.
Seperti yang ditunjukkan pada gambar 1 berikut ini.3

Gambar 1
Struktur Bagian Dalam Sendi Bahu Dilihat dari Anterior
Sudut bulatan caput humeri 180, sedangkan sudut cekungan fossa glenoidalis
scapulae hanya 160, sehingga 2/3 permukaan caput humeri tidak dilingkupi oleh
fossa glenoidalis scapulae. Hal ini mengakibatkan sendi glenohumeral tidak
stabil. Oleh karena itu, stabilitasnya dipertahankan oleh stabilisator yang berupa
ligamen, otot, dan kapsul. Ligamen pada sendi glenohumeral antara lain ligament
coracohumeral dan ligament glenohumeral. Ligamen coracohumeral terbagi
menjadi 2, berjalan dari processus coracoideus samapai tuberculum mayor humeri
dan tuberculum minor humeri. Sedangkan ligament glenohumeral terbagi menjadi
3 yaitu : (1) superior band yang berjalan dari tepi atas fossa glenoidalis scapulae
3

sampai caput humeri, (2) middle band yang berjalan dari tepi atas fossa
glenoidalis scapulae sampai ke depan humeri, (3) inferior band yang berjalan
menyilang dari tepi depan fossa glenoidalis scapulae sampai bawah caput
humeri.4

Gambar 2
Struktur Sendi Bahu dilihat dari anterior
Kapsul Sendi4
Kapsul sendi terdiri atas 2 lapisan, yaitu :
a) Kapsul sinovial (lapisan bagian dalam) dengan karakteristik mempunyai
jaringan fibrokolagen agak lunak dan tidak memiliki saraf reseptor dan
pembuluh darah. Fungsinya menghasilkan cairan sinovial dan sebagai
transformator makanan ke tulang rawan sendi. Bila ada gangguan pada fungsi
sendi yang ringan saja, maka pertama kali yang mengalami gangguan fungsi
adalah kapsul sinovial. Tetapi karena kapsul sinovial tidak memiliki reseptor
nyeri, maka tidak akan merasa nyeri jika terjadi gangguan, misalnya pada
artrosis sendi.
b) Kapsul fibrosa. Karakteristiknya berupa jaringan fibrosa keras dan memiliki
reseptor dan pembuluh darah. Fungsinya memelihara posis dan stabilitas
sendi, memelihara regenerasi kapsul sendi. Kita dapat merasakan posisi sendi
dan nyeri bila rangsangan tersebut sampai ke kapsul fibrosa.
B. Definisi Kapsulitis Adhesiva
Kapsulitis adhesiva adalah suatu patologi yang ditandai dengan nyeri, limitasi
gerakan sendi glenohumeralis baik secara aktif maupun pasif tanpa perubahan
radiologis. Kecuali adanya oestopenia atau klasifikasi tendinitis. Berdasarkan
4

pendapat dari beberap ahli dapat disimpulkan bahwa kasus ini merupakan patologi
yang belum diketahui penyebabnya atau idiopatik yang menyebabkan nyeri,
penurunan lingkup gerak sendi dan mengakibatkan penurunan aktifitas fungsional.5
C. Epidemiologi
Nyeri pada bahu merupakan penyebab kelainan musculoskeletal tersering ketiga
setelah nyeri punggung bawah dan nyeri leher. Prevalensi dari kapsulitis adhesiva
pada populasi umum dilaporkan sekitar 2% dengan prevalensi 11% pada penderita
diabetes.6
Kapsulitis adhesiva dapat mengenai kedua bahu, baik secara bersamaan atau
berurutan, pada sebanyak 16% pasien. Frekuensi kapsulitis adhesiva bilateral lebih
sering pada pasien dengan diabetes daripada yang tidak. Pada 14% pasien, saat
kapsulitis adhesiva masih terjadi pada suatu bahu, bahu kontralateral juga
terpengaruh. Kapsulitis adhesiva kontralateral biasanya terjadi dalam waktu 5 tahun
onset penyakit. Suatu relapse kapsulitis adhesiva pada bahu yang sama jarang terjadi.
6

Kapsulitis adhesiva sering terjadi pada pasien dengan hipertiroid dan


hipertriglisemi. Meskipun berbagai penulis melaporkan bahwa penyakit jantung,
tuberkulosis, dan berbagai kondisi medis lainnya dapat berhubungan dengan FS,
namun asosiasi ini sebagian besar hanya anekdot dan tidak didukung dengan studi
case control. 6

D. Etiologi
Kapsulitis adhesiva adalah penyakit kronis yang ditandai dengan adanya
keterbatasan gerak pada saat gerakan aktif maupun pasif yang disertai dengan nyeri
pada sendi glenohumeral dengan penyebab yang tidak diketahui pasti atau idiopatik
dan mungkin penyebab yang lainnya yaitu imunologi, inflamasi, biokimia dan
peubahan endokrin.7
Kapsulitis adhesiva dapat terjadi setelah imobilisasi yang lama akibat trauma
atau operasi pada sendi tersebut. Biasanya hanya satu bahu yang terkena, akan tetapi
pada sepertiga kasus pergerakan yang terbatas terjadi pada kedua lengan.7

E. Patofisiologi8
Patofisiologi kapsulitis adhesiva masih belum jelas, tetapi beberapa penulis
menyatakan bahwa dasar terjadinya kelaianan adalah imobilisasi yang lama. Setiap
nyeri yang timbul pada bahu dapat merupakan awal kekakuan sendi bahu. Hal ini
sering timbul bila sendi tidak digunakan terutama pada pasien yang apatis dan pasif
atau dengan nilai ambang nyeri yang rendah, dimana tidak tahan dengan nyeri yang
ringan akan membidai lengannya pada posisi tergantung. Lengan yang imobil akan
menyebabkan stasis vena dan kongesti sekunder dan bersama-sama dengan
vasospastik, anoksia akan menimbulkan reaksi timbunan protein, edema, eksudasi,
dan akhirnya reaksi fibrosis. Fibrosis akan menyebabkan adhesi antara lapisan bursa
subdeltoid, adhesi ekstraartikuler dan intraartikuler, kontraktur tendon subskapularis
dan bisep, perlekatan kapsul sendi.
Penyebab kapsulitis adhesiva mungkin melibatkan proses inflamasi. Kapsul
yang berada di sekitar sendi bahu menebal dan berkontraksi. Hal ini membuat
ruangan untuk tulang humerus bergerak lebih kecil, sehingga saat bergerak terjadi
nyeri.
Penemuan makroskopik dari patofisiologi dari kapsulitis adhesiva adalah
fibrosis yang padat dari ligament dan kapsul glenohumeral. Secara histologik
ditemukan proliferasi aktif fibroblas dan fibroblas tersebut berubah menjadi
miofibroblas sehingga menyebabkan matriks yang padat dari kolagen yang
berantakan yang menyebabkan kontraktur kapsular. Berkurangnya cairan sinovial
pada sendi bahu juga berkontribusi terhadap terjadinya kapsulitis adhesiva.
Pendapat lain mengatakan inflamasi pada sendi bahu menyebabkan trombin dan
fibrinogen membentuk protein yang disebut fibrin. Protein tersebut menyebabkan
penjedalan dalam darah dan membentuk suatu substansi yang melekat pada sendi.
Perlekatan pada sekitar sendi inilah yang menyebabkan perlekatan satu sama lain
sehingga menghambat ruang lingkup gerak sendi. Kapsulitis adhesiva pada bahu
inilah yang disebut kapsulitis adhesiva.

F. Manifestasi Klinis9
Manifestasi klinis dari kapsulitis adhesiva memiliki cirri khas yaitu terbagi
dalam tiga fase, yaitu nyeri, kaku, dan perbaikan. Proses alamiah dari fase-fase ini
biasanya berjalan selama 1 hingga 3 tahun.
Fase pertama sering disebut sebagai painful atau freezing stage. Fase ini diawali
dengan rasa nyeri pada bahu. Pasien akan mengeluhkan nyeri saat tidur dengan posisi
miring dan akan membatasi gerak untuk menghindari nyeri. Pasien akan sering
mengeluhkan nyeri pada daerah deltoid. Seringkali pasien tidak akan meminta
bantuan medis pada fase ini, karena dianggap nyeri akan hilang dengan sendirinya.
Mereka dapat mencoba mengurangi nyeri dengan analgesik. Tidak ada trauma
sebelumnya, akan tetapi pasien akan ingat pertama kali dia tidak bisa melakukan
kegiatan tertentu akibat nyeri yang membatasi pergerakan. Fase ini dapat berlangsung
selama 2 sampai 9 bulan.
Fase kedua ini disebut stiff atau fase kaku. Pada fase ini pergerakan bahu
menjadi sangat terbatas, dan pasien akan menyadari bahwa sangat sulit untuk
melakukan kegiatan sehari-hari, terutama yang memerlukan terjadinya rotasi interna
dan externa serta mengangkat lengan seperti pada saat keramas atau mengambil
sesuatu yang tinggi. Saat ini pasien biasanya mempunyai keluhan spesifik seperti
tidak bisa menggaruk punggung, memasang BH, atau mengambil sesuatu dari rak
yang tinggi. Fase ini berlangsung selama 3 bulan hingga 1 tahun.
Fase terakhir adalah fase resolusi. Pada fase ini pasien mulai bisa menggerakan
kembali sendi bahu. Setelah 1-3 tahun kemampuan untuk melakukan aktivitas akan
membaik, tapi pemulihan sempurna jarang terjadi.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan hilangnya gerak pada segala arah baik secara
gerak aktif maupun pasif. Pada pemeriksaan fisik, fleksi atau elevasi mungkin kurang
dari 90 derajat, abduksi kurang dari 45 derajat, dan rotasi internal dan eksternal dapat
berkurang sampai 20 derajat atau kurang. Terdapat pula restriksi pada rotasi eksternal.
Tes Appley Scratch merupakan tes tercepat untuk mengevaluasi lingkup gerak
sendi aktif. Pasien diminta menggaruk daerah angulus medialis scapula dengan
tangan sisi kontralateral melewati belakang kepala. Pada kapsulitis adhesiva pasien
tidak dapat melakukan gerakan ini. Nyeri akan bertambah pada penekanan dari
tendon yang membentuk muskulotendineus rotator cuff. Bila ada gangguan

berkelanjutan akan terlihat bahu yang terkena reliefnya mendatar, bahkan kempis,
karena atrofi otot deltoid, supraspinatus dan otot rotator cuff lainnya.
G. Diagnosis8,10
a) Anamnesis
Hal-hal yang harus ditanyakan kepada pasien adalah sebagai berikut:
-

Lokasi yang sebenarnya dari nyeri bahu yang dirasakan

Sudah berapa lama nyeri tersebut dirasakan

Faktor apa saja yang menjadi pencetus timbulnya nyeri bahu tersebut dan
yang memperingannya

Riwayat trauma pada bahu sebelumnya

Riwayat penyakit dahulu (seperti diabetes mellitus)

b) Pemeriksaan Fisik
Beberapa tes provokasi yang dapat dilakukan, seperti :
1. Appley scratch test merupakan tes tercepat untuk mengevaluasi lingkup
gerak sendi. Secara aktif pasien diminta untuk menggaruk daerah angulus
medialis scapula dengan tangan sisi kontralateral melewati belakang
kepala. Pada kapsulitis adhesiva, pasien tidak dapat melakukan gerakan
ini. Bila sendi dapat bergerak penuh pada bidang geraknya secara pasif,
tetapi terbatas pada gerak aktif, maka kemungkinan kelemahan otot bahu
sebagai penyebab keterbatasan.

2. Appley Scarf Test


8

Pasien diminta melakukan fleksi bahu sampai 90 0 dan meletakan tangan


menyilang secara horizontal di depan dada kontralateral di depan bahu
yang lain. Pemeriksa melihat apakah ada nyeri atau perubahan pada sendi
acromioclavicular.

3. Empty Can Test


Pasien diminta untuk mengekstensi sendi siku dengan lengan yang
abduksi dan jari menunjuk ke bawah. Kemudian penderita disuruh untuk
melakukan elevasi lengan sambil pemeriksa melakukan tahanan melawan
gerakan tersebut.

c) Pemeriksaan Penunjang
-

X-ray, yaitu pemeriksaan untuk menyingkirkan diagnosis banding seperti


fraktur atau osteoarthritis

Arthografi, yaitu pemeriksaan x-ray dengan menggunakan kontras yang


disuntikan ke sendi bahu sebagai tanda pengerutan atau penyusutan kapsul
sendi bahu

H. Rehabilitasi Medik10
Menurut WHO, rehabilitasi adalah semua tindakan yang ditujukan untuk
mengurangi dampak disabilitas/ handicap, agar memungkinkan penyandang cacat
berintegrasi dengan masyarakat.
Rehabilitasi dibagi dalam tiga bidang yaitu:
1. Rehabilitasi medik yaitu suatu proses pelayanan kesehatan yang bertujuan
untuk mengembangkan kemampuan fungsional dan psikis individu dan bila
perlu mekanisme kompensasinya agar individu dapat berdikari.
2. Rehabilitasi sosial merupakan bagian dari proses rehabilitasi yang bertujuan
agar penyandang cacat dapat berintegrasi ke dalam masyarakat dengan
membantunya menyesuaikan diri pada keluarga, masyarakat dan pekerjaannya
dan juga dengan mengurangi beban sosial ekonomi yang dapat menghambat
proses rehabilitasinya.
3. Rehabilitasi kekaryaan ialah pemberian pelayanan kekaryaan berupa
bimbingan kekaryaan, latihan kerja dan penempatan selektif yang didesain
untuk penyandang cacat.
Tujuan dalam upaya rehabilitasi medik adalah:
1. Pemulihan pasien yang mengalami cacat kepada kondisi semula atau
setidaknya kembali mendekati keadaan sebelum sakit.
2. Menghindari semaksimal mungkin timbulnya cacat sekunder.
3. Masa/ waktu perawatan dapat dipersingkat.
4. Mengusahakan sedapat mungkin pasien cepat kembali ke pekerjaan semula
atau pekerjaan baru.
5. Psikologik lebih baik oleh karena pasien tidak terlalu menderita tekanan jiwa
berat atau lama.

10

Ruang lingkup rehabilitasi medik meliputi:


1. Pemeriksaan fisik difokuskan pada tingkat kemampuan fisik dari yang sakit
dan fungsi secara keseluruhan.
2. Diagnosis dan pengobatan didasarkan pada pemeriksa yang meliputi aspek
medis dan rehabilitasi termasuk di sini apakah terdapat atrofi otot, kontraktur
sendi, kelumpuhan kemampuan mobilisasi, aktifitas sehari-hari, komunikasi
masalah sosial, pendidikan, psikologi dan pekerjaannya. Dalam pengobatan
disini dapat diartikan koreksi kondisi cacat yang ada.
3. Pencegahan terutama dilakukan untuk menghindari timbulnya kecacatan
sekunder yang menyertai kecacatan primer sebagai akibat komplikasi istirahat
lama selama perawatan atau pengobatan.
Dalam penanganan penderita diperlukan adanya satu tim yang terdiri dari
berbagai displin keahlian, agar tercapai hasil yang sebaik-baiknya. Tim tersebut
terdiri dari: dokter, fisioterapis, terapi okupasi, ortotis prostetis, pekerja sosial medik,
psikolog, ahli bina bicara, dan perawat rehabilitasi.

BAB III
LAPORAN KASUS
A. Identitas Pasien
Nama
Jenis Kelamin
Umur
Alamat
Pekerjaan
Agama
Suku
Tanggal Periksa

: Ny. SM
: Perempuan
: 69 tahun
: Boyong Pante
: Pensiunan
: Kristen Protestan
: Minahasa
: 2 Mei 2016

B. Anamnesis
Keluhan Utama
Nyeri bahu kanan
Riwayat Penyakit Sekarang

11

Nyeri bahu kanan dialami penderita sejak 1 bulan. Nyeri dirasakan


seperti ditusuk-tusuk. Riwayat jatuh dari motor dengan posisi tangan kanan
tertindih badan. Riwayat pijat tradisional. Nyeri terutama saat mengangkat tangan
ke atas atau kesamping, sehingga mengganggu aktivitas sehari-hari seperti
menyisir rambut, memasang BH atau mengganti baju. Nyeri berkurang saat
istirahat dan minum obat. Nyeri dirasakan bertambah berat saat malam hari
sehingga pasien mengalami susah tidur. Tidak ada kekakuan di pagi hari. Riwayat
demam, nyeri kepala, mual, muntah dan kejang tidak ada. BAB dan BAK normal
Riwayat Penyakit Dahulu

Hipertensi (+) sejak 15 tahun yang lalu, minum obat Amlodipin teratur
Kolesterol (-)
Asam Urat (-)
Riwayat diabetes mellitus dan penyakit ginjal tidak ada

Riwayat Keluarga
Hanya penderita yang sakit seperti ini dalam keluarga
Riwayat Kebiasaan
Penderita sehari-hari membersihkan rumah dan berkebun membantu suaminya
Riwayat merokok dan minum alkohol tidak ada
Riwayat Sosial Ekonomi
Penderita merupakan pensiunan perawat. Saat ini bekerja di perusahaan
kelapa. Penderita tinggal di rumah permanen dengan 3 kamar. Lantai rumah
beralaskan keramik, dinding beton dan beratap seng. Kamar mandi berada di
dalam rumah dengan WC duduk. Biaya hidup sehari-hari cukup

C. Pemeriksaan Fisik
Status Generalis
Keadaan umum : Sedang
12

Kesadaran
Tanda Vital
TB
BB
IMT
Kepala
Mata

: Compos Mentis
: TD 110/80 mmHg, N 80x/m, R 24x/m, S 36,50C
: 150 cm
: 50 kg
: 22 (normal)
: normocephal
: konjungtiva anemis (-), sklera ikterik (-), pupil bulat isokor uk
3 mm/3mm, refleks cahaya langsung (+/+), refleks cahaya

tidak langsung (+/+)


Hidung
: sekret (-)
Telinga
: sekret (-)
Mulut
: mulut mencong saat tersenyum (-), lidah deviasi (-)
Leher
: pembesaran KGB (-)
Thoraks
: simetris kiri = kanan
Cor/Pulmo : dalam batas normal
Abdomen

: datar, lemas, nyeri tekan (-), hepar dan lien tidak teraba,
bising usus (+) normal

Ekstremitas

: akral hangat, edema (-)

Visual Analog Scale Shoulder Dextra

X
VAS : 6

Tanggal 2 Mei 2016

Status Lokalis
Pemeriksaan
Inspeksi
Palpasi
Movement

Regio shoulder dextra


Edema (-), Kemerahan

Region shoulder sinistra


Edema (-), Kemerahan (-),

(-), Deformitas (-)


Nyeri (+), taught band (+)

Deformitas (-)

supraskapula
Terbatas karena nyeri

13

Nyeri (-), Krepitasi (-)


Nyeri saat gerak aktif (-)

Status Neuromuskular
Pemeriksaan

Regio shoulder dextra

Region shoulder sinistra

Movement

Normal

sde/5/5/5

5/5/5/5

Normal
30/23 cm

Normal
30/23 cm

(+) normal

(+) normal

(-)

(-)

Normal
Normal

Normal
Normal

Kekuatan
Otot
Tonus Otot
Atrofi
Refleks
Fisiologis
Refleks
Patologis
Sensibilitas
Protopatik
Proprioseptik
ROM Cervical
Movement
Extension-Flexion
Dextra rotationMovement
Sinistra
rotation
Lateral Dextra
Extensionflexion-Lateral
Flexion
SInistra flexion
Supination-

Normal
45-0-45

45-0-45
ROM Elbow

70-0-70
Regio
shoulder

70-0-70
Regio
shoulder

dextra
10-0-150
60-0-60

sinistra
10-0-150
60-0-60

80-0-70

80-0-70

Pronation

14

Normal
10-0-150
80-0-70

ROM Shoulder
Movement
ExtensionFlexion
AbductionAdduction
Eksternal
rotationInternal

Regio shoulder

Regio shoulder

dextra

sinistra

50-0-30

180-0-50

180-0-50

40-0-35

170-0-40

170-0-40

60-0-60

90-0-90

90-0-90

Normal

rotation
Tes Provokasi
Jenis tes
Apprehension Test
Drop Arm
Apleys Scarf Test
Apleys Scratch Test
Neers Test
Resisted Internal Rotation
Resisted External Rotation
Pattes Test
Empty Can Test

Dextra
Sde
+
+
sde
sde
sde

Sinistra
-

Status Otonom
BAB dan BAK biasa
D. Resume
Perempuan, 69 tahun datang dengan keluhan nyeri pada bahu kanan
dirasakan sejak 1 bulan. Nyeri bersifat hilang timbul, nyeri bertambah dirasakan
pada waktu malam hari sehingga penderita mengalami sulit tidur. Nyeri seperti
ditusuk-tusuk. Ada riwayat terjatuh dari motor sebelumnya dengan posisi tangan
kanan tertindih badan. Pada pemeriksaan fisik didapatkan T:110/80 mmHg, N:
80x/menit, R: 20x/menit, S: 36,5oC, IMT: 22 kg/m2. Pada status lokalis regio

15

shoulder dextra ditemukan nyeri saat gerak aktif dengan VAS 6, terdapat taught
band (+) supraskapula, dan keterbatasan lingkup gerak sendi.
E. Masalah Rehabilitasi Medik
1. Nyeri bahu kanan (VAS 6)
2. Keterbatasan Lingkup Gerak Sendi (LGS)
3. Gangguan aktivitas sehari-hari, seperti menyisir rambut, memasang BH dan
mengganti baju
4. Kekhawatiran pasien terhadap penyakitnya
F. Tujuan Terapi Rehabilitasi Medik
1. Mengurangi nyeri
2. Memperbaiki Lingkup Gerak Sendi (LGS)
3. Menghilangkan gangguan dalam beraktivitas sehari-hari
4. Mendukung mental pasien
G. Diagnosis
a) Diagnosis klinis
: Kapsulitis Adhesiva
b) Diagnosis etiologi : Trauma
c) Diagnosis topis
: Kapsul sendi glenohumeral dextra
d) Diagnosis fungsional :1. Body structure : nyeri bahu kanan (impairment)
2. Body function : struktur sendi bahu kanan
3. Activity & Participation : keterbatasan LGS
gangguan

aktivitas

sehari-hari,

seperti

menyisir
memasang

dan

rambut,
BH

atau

mengganti baju
4. Environment Factor : 5. Personal Factor
: seorang perempuan, 69 tahun dengan
riwayat trauma terjatuh dari motor 1
bulan yang lalu
H. Prognosis
Quo ad vitam
: Bonam
Quo ad functionam : Dubia ad Bonam
Qua ad sanationam: Dubia ad Bonam
I. Penatalaksanaan
1. Farmakoterapi

: Analgetik (NSAID)

16

2. Rehabilitasi Medik
a) Fisioterapi
- Evaluasi : 1) Nyeri bahu kanan
2) Keterbatasan LGS
3) Gangguan aktivitas sehari-hari
- Program : - TENS
- Latihan bila VAS <5 (finger ladder, pendulum
exercise, over head pulley shoulder)

b) Terapi Okupasi
-

Evaluasi

: Gangguan aktivitas sehari-hari dalam hal menyisir


rambut, memasang BH dan mengganti baju.

Program

: Latihan peningkatan lingkup gerak sendi dengan


aktivitas dan keterampilan

c) Ortotik Prostetik
-

Evaluasi

: Keterbatasan LGS

Program

: Saat ini pasien tidak membutuhkan alat bantu

d) Psikologi
-

Evaluasi

: Kontak dan pengertian baik


penderita cemas dengan penyakitnya

Program

: Memberi dukungan mental kepada penderita dan

keluarganya agar penderita tidak cemas dengan sakitnya dan rajin


menjalani terapi
e) Sosial Medik
- Evaluasi : Penderita

sekarang

bekerja

membantu

suaminya

berkebun. Penderita tinggal di rumah permanen dengan 3 kamar.


Lantai rumah beralaskan keramik, dinding beton dan beratap seng.
Kamar mandi berada di dalam rumah dengan WC duduk. Biaya hidup
-

sehari-hari cukup
Program : Home Visite

17

Mengusahakan

agar

penderita

dapat

berinteraksi

dengan lingkungan sosial.

DAFTAR PUSTAKA
1. Thomson, Ann M. Tidys physiotherapy. 2nd edition. Butterworth-heinemann.
2001. Hal 71.
2. David, Ring. Approach to the patient with shoulder pain. In : primary case
medicine. Lippincot Williams and Wilkins. 2009. p.150
3. Reeves B. The natural history of the frozen shoulder syndrome. Scan J
Rheumatoal. 1975;4(4):193-6.
4. Aras D. Penatalaksanaan fisioterapi pada frozen shoulder. Akfis: Ujung
Pandang. 2004
5. Donatelli, Robert, Wooden, Michael J. Orthopaedic Physial Therapy. Churchil
Livingstone Inc. 1999. p.160
6. Keith, Strange. Passive Range of Motion and Codmans Exercise. American
Academy of Orthopaedic Surgeons. 2010
7. Hagberg M. ABC of work Related Disorders: Neck and arm disorders. Br
Med J 1996; 313: 419-22.
8. Touranchet A. Chronic neck and shoulder pain, age and working conditions:
Longitudinal result from a large random sample in France. Occup Environ
Med 2002; 59: 537-44. 13.
9. Devereux JJ, Vlachonikolis IG, Buckle PW. Epidemiological study to
investigate potential interaction between physical and psicosocial factors at
work that may incerease the risk of symptoms of musculoskeletal of the neck
and upper limb. Occup Environ Med 2002; 59: 269-77.
10. Strange K. Passive Range of Motion and Codmans Exercise. American
Academy of Orthopaedic Surgeons. 2010

18

LAMPIRAN FOTO

19

20

21

22

You might also like