Professional Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
Berikut akan dilaporkan sebuah laporan kasus rehabilitasi medik pada penderita
kapsulitis adhesiva di RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Anatomi Sendi Bahu
Secara anatomi, sendi glenohumeral dibentuk oleh fossa glenoidalis scapulae
dan caput humeri. Fossa glenoidalis scapulae berperan sebagai mangkuk sendi
glenohumeral yang terletak di anterosuperior angulus scapulae yaitu pertengahan
antara acromion dan processus cocacoideus. Sedangkan caput humeri berperan
sebagai kepala sendi yang berbentuk bola dengan diameter 3 cm dan menghadap
ke superior, medial, dan posterior. Berdasarkan bentuk permukaan tulang
pembentuknya, sendi glenohumeral termasuk dalam tipe ball and socket joint.
Seperti yang ditunjukkan pada gambar 1 berikut ini.3
Gambar 1
Struktur Bagian Dalam Sendi Bahu Dilihat dari Anterior
Sudut bulatan caput humeri 180, sedangkan sudut cekungan fossa glenoidalis
scapulae hanya 160, sehingga 2/3 permukaan caput humeri tidak dilingkupi oleh
fossa glenoidalis scapulae. Hal ini mengakibatkan sendi glenohumeral tidak
stabil. Oleh karena itu, stabilitasnya dipertahankan oleh stabilisator yang berupa
ligamen, otot, dan kapsul. Ligamen pada sendi glenohumeral antara lain ligament
coracohumeral dan ligament glenohumeral. Ligamen coracohumeral terbagi
menjadi 2, berjalan dari processus coracoideus samapai tuberculum mayor humeri
dan tuberculum minor humeri. Sedangkan ligament glenohumeral terbagi menjadi
3 yaitu : (1) superior band yang berjalan dari tepi atas fossa glenoidalis scapulae
3
sampai caput humeri, (2) middle band yang berjalan dari tepi atas fossa
glenoidalis scapulae sampai ke depan humeri, (3) inferior band yang berjalan
menyilang dari tepi depan fossa glenoidalis scapulae sampai bawah caput
humeri.4
Gambar 2
Struktur Sendi Bahu dilihat dari anterior
Kapsul Sendi4
Kapsul sendi terdiri atas 2 lapisan, yaitu :
a) Kapsul sinovial (lapisan bagian dalam) dengan karakteristik mempunyai
jaringan fibrokolagen agak lunak dan tidak memiliki saraf reseptor dan
pembuluh darah. Fungsinya menghasilkan cairan sinovial dan sebagai
transformator makanan ke tulang rawan sendi. Bila ada gangguan pada fungsi
sendi yang ringan saja, maka pertama kali yang mengalami gangguan fungsi
adalah kapsul sinovial. Tetapi karena kapsul sinovial tidak memiliki reseptor
nyeri, maka tidak akan merasa nyeri jika terjadi gangguan, misalnya pada
artrosis sendi.
b) Kapsul fibrosa. Karakteristiknya berupa jaringan fibrosa keras dan memiliki
reseptor dan pembuluh darah. Fungsinya memelihara posis dan stabilitas
sendi, memelihara regenerasi kapsul sendi. Kita dapat merasakan posisi sendi
dan nyeri bila rangsangan tersebut sampai ke kapsul fibrosa.
B. Definisi Kapsulitis Adhesiva
Kapsulitis adhesiva adalah suatu patologi yang ditandai dengan nyeri, limitasi
gerakan sendi glenohumeralis baik secara aktif maupun pasif tanpa perubahan
radiologis. Kecuali adanya oestopenia atau klasifikasi tendinitis. Berdasarkan
4
pendapat dari beberap ahli dapat disimpulkan bahwa kasus ini merupakan patologi
yang belum diketahui penyebabnya atau idiopatik yang menyebabkan nyeri,
penurunan lingkup gerak sendi dan mengakibatkan penurunan aktifitas fungsional.5
C. Epidemiologi
Nyeri pada bahu merupakan penyebab kelainan musculoskeletal tersering ketiga
setelah nyeri punggung bawah dan nyeri leher. Prevalensi dari kapsulitis adhesiva
pada populasi umum dilaporkan sekitar 2% dengan prevalensi 11% pada penderita
diabetes.6
Kapsulitis adhesiva dapat mengenai kedua bahu, baik secara bersamaan atau
berurutan, pada sebanyak 16% pasien. Frekuensi kapsulitis adhesiva bilateral lebih
sering pada pasien dengan diabetes daripada yang tidak. Pada 14% pasien, saat
kapsulitis adhesiva masih terjadi pada suatu bahu, bahu kontralateral juga
terpengaruh. Kapsulitis adhesiva kontralateral biasanya terjadi dalam waktu 5 tahun
onset penyakit. Suatu relapse kapsulitis adhesiva pada bahu yang sama jarang terjadi.
6
D. Etiologi
Kapsulitis adhesiva adalah penyakit kronis yang ditandai dengan adanya
keterbatasan gerak pada saat gerakan aktif maupun pasif yang disertai dengan nyeri
pada sendi glenohumeral dengan penyebab yang tidak diketahui pasti atau idiopatik
dan mungkin penyebab yang lainnya yaitu imunologi, inflamasi, biokimia dan
peubahan endokrin.7
Kapsulitis adhesiva dapat terjadi setelah imobilisasi yang lama akibat trauma
atau operasi pada sendi tersebut. Biasanya hanya satu bahu yang terkena, akan tetapi
pada sepertiga kasus pergerakan yang terbatas terjadi pada kedua lengan.7
E. Patofisiologi8
Patofisiologi kapsulitis adhesiva masih belum jelas, tetapi beberapa penulis
menyatakan bahwa dasar terjadinya kelaianan adalah imobilisasi yang lama. Setiap
nyeri yang timbul pada bahu dapat merupakan awal kekakuan sendi bahu. Hal ini
sering timbul bila sendi tidak digunakan terutama pada pasien yang apatis dan pasif
atau dengan nilai ambang nyeri yang rendah, dimana tidak tahan dengan nyeri yang
ringan akan membidai lengannya pada posisi tergantung. Lengan yang imobil akan
menyebabkan stasis vena dan kongesti sekunder dan bersama-sama dengan
vasospastik, anoksia akan menimbulkan reaksi timbunan protein, edema, eksudasi,
dan akhirnya reaksi fibrosis. Fibrosis akan menyebabkan adhesi antara lapisan bursa
subdeltoid, adhesi ekstraartikuler dan intraartikuler, kontraktur tendon subskapularis
dan bisep, perlekatan kapsul sendi.
Penyebab kapsulitis adhesiva mungkin melibatkan proses inflamasi. Kapsul
yang berada di sekitar sendi bahu menebal dan berkontraksi. Hal ini membuat
ruangan untuk tulang humerus bergerak lebih kecil, sehingga saat bergerak terjadi
nyeri.
Penemuan makroskopik dari patofisiologi dari kapsulitis adhesiva adalah
fibrosis yang padat dari ligament dan kapsul glenohumeral. Secara histologik
ditemukan proliferasi aktif fibroblas dan fibroblas tersebut berubah menjadi
miofibroblas sehingga menyebabkan matriks yang padat dari kolagen yang
berantakan yang menyebabkan kontraktur kapsular. Berkurangnya cairan sinovial
pada sendi bahu juga berkontribusi terhadap terjadinya kapsulitis adhesiva.
Pendapat lain mengatakan inflamasi pada sendi bahu menyebabkan trombin dan
fibrinogen membentuk protein yang disebut fibrin. Protein tersebut menyebabkan
penjedalan dalam darah dan membentuk suatu substansi yang melekat pada sendi.
Perlekatan pada sekitar sendi inilah yang menyebabkan perlekatan satu sama lain
sehingga menghambat ruang lingkup gerak sendi. Kapsulitis adhesiva pada bahu
inilah yang disebut kapsulitis adhesiva.
F. Manifestasi Klinis9
Manifestasi klinis dari kapsulitis adhesiva memiliki cirri khas yaitu terbagi
dalam tiga fase, yaitu nyeri, kaku, dan perbaikan. Proses alamiah dari fase-fase ini
biasanya berjalan selama 1 hingga 3 tahun.
Fase pertama sering disebut sebagai painful atau freezing stage. Fase ini diawali
dengan rasa nyeri pada bahu. Pasien akan mengeluhkan nyeri saat tidur dengan posisi
miring dan akan membatasi gerak untuk menghindari nyeri. Pasien akan sering
mengeluhkan nyeri pada daerah deltoid. Seringkali pasien tidak akan meminta
bantuan medis pada fase ini, karena dianggap nyeri akan hilang dengan sendirinya.
Mereka dapat mencoba mengurangi nyeri dengan analgesik. Tidak ada trauma
sebelumnya, akan tetapi pasien akan ingat pertama kali dia tidak bisa melakukan
kegiatan tertentu akibat nyeri yang membatasi pergerakan. Fase ini dapat berlangsung
selama 2 sampai 9 bulan.
Fase kedua ini disebut stiff atau fase kaku. Pada fase ini pergerakan bahu
menjadi sangat terbatas, dan pasien akan menyadari bahwa sangat sulit untuk
melakukan kegiatan sehari-hari, terutama yang memerlukan terjadinya rotasi interna
dan externa serta mengangkat lengan seperti pada saat keramas atau mengambil
sesuatu yang tinggi. Saat ini pasien biasanya mempunyai keluhan spesifik seperti
tidak bisa menggaruk punggung, memasang BH, atau mengambil sesuatu dari rak
yang tinggi. Fase ini berlangsung selama 3 bulan hingga 1 tahun.
Fase terakhir adalah fase resolusi. Pada fase ini pasien mulai bisa menggerakan
kembali sendi bahu. Setelah 1-3 tahun kemampuan untuk melakukan aktivitas akan
membaik, tapi pemulihan sempurna jarang terjadi.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan hilangnya gerak pada segala arah baik secara
gerak aktif maupun pasif. Pada pemeriksaan fisik, fleksi atau elevasi mungkin kurang
dari 90 derajat, abduksi kurang dari 45 derajat, dan rotasi internal dan eksternal dapat
berkurang sampai 20 derajat atau kurang. Terdapat pula restriksi pada rotasi eksternal.
Tes Appley Scratch merupakan tes tercepat untuk mengevaluasi lingkup gerak
sendi aktif. Pasien diminta menggaruk daerah angulus medialis scapula dengan
tangan sisi kontralateral melewati belakang kepala. Pada kapsulitis adhesiva pasien
tidak dapat melakukan gerakan ini. Nyeri akan bertambah pada penekanan dari
tendon yang membentuk muskulotendineus rotator cuff. Bila ada gangguan
berkelanjutan akan terlihat bahu yang terkena reliefnya mendatar, bahkan kempis,
karena atrofi otot deltoid, supraspinatus dan otot rotator cuff lainnya.
G. Diagnosis8,10
a) Anamnesis
Hal-hal yang harus ditanyakan kepada pasien adalah sebagai berikut:
-
Faktor apa saja yang menjadi pencetus timbulnya nyeri bahu tersebut dan
yang memperingannya
b) Pemeriksaan Fisik
Beberapa tes provokasi yang dapat dilakukan, seperti :
1. Appley scratch test merupakan tes tercepat untuk mengevaluasi lingkup
gerak sendi. Secara aktif pasien diminta untuk menggaruk daerah angulus
medialis scapula dengan tangan sisi kontralateral melewati belakang
kepala. Pada kapsulitis adhesiva, pasien tidak dapat melakukan gerakan
ini. Bila sendi dapat bergerak penuh pada bidang geraknya secara pasif,
tetapi terbatas pada gerak aktif, maka kemungkinan kelemahan otot bahu
sebagai penyebab keterbatasan.
c) Pemeriksaan Penunjang
-
H. Rehabilitasi Medik10
Menurut WHO, rehabilitasi adalah semua tindakan yang ditujukan untuk
mengurangi dampak disabilitas/ handicap, agar memungkinkan penyandang cacat
berintegrasi dengan masyarakat.
Rehabilitasi dibagi dalam tiga bidang yaitu:
1. Rehabilitasi medik yaitu suatu proses pelayanan kesehatan yang bertujuan
untuk mengembangkan kemampuan fungsional dan psikis individu dan bila
perlu mekanisme kompensasinya agar individu dapat berdikari.
2. Rehabilitasi sosial merupakan bagian dari proses rehabilitasi yang bertujuan
agar penyandang cacat dapat berintegrasi ke dalam masyarakat dengan
membantunya menyesuaikan diri pada keluarga, masyarakat dan pekerjaannya
dan juga dengan mengurangi beban sosial ekonomi yang dapat menghambat
proses rehabilitasinya.
3. Rehabilitasi kekaryaan ialah pemberian pelayanan kekaryaan berupa
bimbingan kekaryaan, latihan kerja dan penempatan selektif yang didesain
untuk penyandang cacat.
Tujuan dalam upaya rehabilitasi medik adalah:
1. Pemulihan pasien yang mengalami cacat kepada kondisi semula atau
setidaknya kembali mendekati keadaan sebelum sakit.
2. Menghindari semaksimal mungkin timbulnya cacat sekunder.
3. Masa/ waktu perawatan dapat dipersingkat.
4. Mengusahakan sedapat mungkin pasien cepat kembali ke pekerjaan semula
atau pekerjaan baru.
5. Psikologik lebih baik oleh karena pasien tidak terlalu menderita tekanan jiwa
berat atau lama.
10
BAB III
LAPORAN KASUS
A. Identitas Pasien
Nama
Jenis Kelamin
Umur
Alamat
Pekerjaan
Agama
Suku
Tanggal Periksa
: Ny. SM
: Perempuan
: 69 tahun
: Boyong Pante
: Pensiunan
: Kristen Protestan
: Minahasa
: 2 Mei 2016
B. Anamnesis
Keluhan Utama
Nyeri bahu kanan
Riwayat Penyakit Sekarang
11
Hipertensi (+) sejak 15 tahun yang lalu, minum obat Amlodipin teratur
Kolesterol (-)
Asam Urat (-)
Riwayat diabetes mellitus dan penyakit ginjal tidak ada
Riwayat Keluarga
Hanya penderita yang sakit seperti ini dalam keluarga
Riwayat Kebiasaan
Penderita sehari-hari membersihkan rumah dan berkebun membantu suaminya
Riwayat merokok dan minum alkohol tidak ada
Riwayat Sosial Ekonomi
Penderita merupakan pensiunan perawat. Saat ini bekerja di perusahaan
kelapa. Penderita tinggal di rumah permanen dengan 3 kamar. Lantai rumah
beralaskan keramik, dinding beton dan beratap seng. Kamar mandi berada di
dalam rumah dengan WC duduk. Biaya hidup sehari-hari cukup
C. Pemeriksaan Fisik
Status Generalis
Keadaan umum : Sedang
12
Kesadaran
Tanda Vital
TB
BB
IMT
Kepala
Mata
: Compos Mentis
: TD 110/80 mmHg, N 80x/m, R 24x/m, S 36,50C
: 150 cm
: 50 kg
: 22 (normal)
: normocephal
: konjungtiva anemis (-), sklera ikterik (-), pupil bulat isokor uk
3 mm/3mm, refleks cahaya langsung (+/+), refleks cahaya
: datar, lemas, nyeri tekan (-), hepar dan lien tidak teraba,
bising usus (+) normal
Ekstremitas
X
VAS : 6
Status Lokalis
Pemeriksaan
Inspeksi
Palpasi
Movement
Deformitas (-)
supraskapula
Terbatas karena nyeri
13
Status Neuromuskular
Pemeriksaan
Movement
Normal
sde/5/5/5
5/5/5/5
Normal
30/23 cm
Normal
30/23 cm
(+) normal
(+) normal
(-)
(-)
Normal
Normal
Normal
Normal
Kekuatan
Otot
Tonus Otot
Atrofi
Refleks
Fisiologis
Refleks
Patologis
Sensibilitas
Protopatik
Proprioseptik
ROM Cervical
Movement
Extension-Flexion
Dextra rotationMovement
Sinistra
rotation
Lateral Dextra
Extensionflexion-Lateral
Flexion
SInistra flexion
Supination-
Normal
45-0-45
45-0-45
ROM Elbow
70-0-70
Regio
shoulder
70-0-70
Regio
shoulder
dextra
10-0-150
60-0-60
sinistra
10-0-150
60-0-60
80-0-70
80-0-70
Pronation
14
Normal
10-0-150
80-0-70
ROM Shoulder
Movement
ExtensionFlexion
AbductionAdduction
Eksternal
rotationInternal
Regio shoulder
Regio shoulder
dextra
sinistra
50-0-30
180-0-50
180-0-50
40-0-35
170-0-40
170-0-40
60-0-60
90-0-90
90-0-90
Normal
rotation
Tes Provokasi
Jenis tes
Apprehension Test
Drop Arm
Apleys Scarf Test
Apleys Scratch Test
Neers Test
Resisted Internal Rotation
Resisted External Rotation
Pattes Test
Empty Can Test
Dextra
Sde
+
+
sde
sde
sde
Sinistra
-
Status Otonom
BAB dan BAK biasa
D. Resume
Perempuan, 69 tahun datang dengan keluhan nyeri pada bahu kanan
dirasakan sejak 1 bulan. Nyeri bersifat hilang timbul, nyeri bertambah dirasakan
pada waktu malam hari sehingga penderita mengalami sulit tidur. Nyeri seperti
ditusuk-tusuk. Ada riwayat terjatuh dari motor sebelumnya dengan posisi tangan
kanan tertindih badan. Pada pemeriksaan fisik didapatkan T:110/80 mmHg, N:
80x/menit, R: 20x/menit, S: 36,5oC, IMT: 22 kg/m2. Pada status lokalis regio
15
shoulder dextra ditemukan nyeri saat gerak aktif dengan VAS 6, terdapat taught
band (+) supraskapula, dan keterbatasan lingkup gerak sendi.
E. Masalah Rehabilitasi Medik
1. Nyeri bahu kanan (VAS 6)
2. Keterbatasan Lingkup Gerak Sendi (LGS)
3. Gangguan aktivitas sehari-hari, seperti menyisir rambut, memasang BH dan
mengganti baju
4. Kekhawatiran pasien terhadap penyakitnya
F. Tujuan Terapi Rehabilitasi Medik
1. Mengurangi nyeri
2. Memperbaiki Lingkup Gerak Sendi (LGS)
3. Menghilangkan gangguan dalam beraktivitas sehari-hari
4. Mendukung mental pasien
G. Diagnosis
a) Diagnosis klinis
: Kapsulitis Adhesiva
b) Diagnosis etiologi : Trauma
c) Diagnosis topis
: Kapsul sendi glenohumeral dextra
d) Diagnosis fungsional :1. Body structure : nyeri bahu kanan (impairment)
2. Body function : struktur sendi bahu kanan
3. Activity & Participation : keterbatasan LGS
gangguan
aktivitas
sehari-hari,
seperti
menyisir
memasang
dan
rambut,
BH
atau
mengganti baju
4. Environment Factor : 5. Personal Factor
: seorang perempuan, 69 tahun dengan
riwayat trauma terjatuh dari motor 1
bulan yang lalu
H. Prognosis
Quo ad vitam
: Bonam
Quo ad functionam : Dubia ad Bonam
Qua ad sanationam: Dubia ad Bonam
I. Penatalaksanaan
1. Farmakoterapi
: Analgetik (NSAID)
16
2. Rehabilitasi Medik
a) Fisioterapi
- Evaluasi : 1) Nyeri bahu kanan
2) Keterbatasan LGS
3) Gangguan aktivitas sehari-hari
- Program : - TENS
- Latihan bila VAS <5 (finger ladder, pendulum
exercise, over head pulley shoulder)
b) Terapi Okupasi
-
Evaluasi
Program
c) Ortotik Prostetik
-
Evaluasi
: Keterbatasan LGS
Program
d) Psikologi
-
Evaluasi
Program
sekarang
bekerja
membantu
suaminya
sehari-hari cukup
Program : Home Visite
17
Mengusahakan
agar
penderita
dapat
berinteraksi
DAFTAR PUSTAKA
1. Thomson, Ann M. Tidys physiotherapy. 2nd edition. Butterworth-heinemann.
2001. Hal 71.
2. David, Ring. Approach to the patient with shoulder pain. In : primary case
medicine. Lippincot Williams and Wilkins. 2009. p.150
3. Reeves B. The natural history of the frozen shoulder syndrome. Scan J
Rheumatoal. 1975;4(4):193-6.
4. Aras D. Penatalaksanaan fisioterapi pada frozen shoulder. Akfis: Ujung
Pandang. 2004
5. Donatelli, Robert, Wooden, Michael J. Orthopaedic Physial Therapy. Churchil
Livingstone Inc. 1999. p.160
6. Keith, Strange. Passive Range of Motion and Codmans Exercise. American
Academy of Orthopaedic Surgeons. 2010
7. Hagberg M. ABC of work Related Disorders: Neck and arm disorders. Br
Med J 1996; 313: 419-22.
8. Touranchet A. Chronic neck and shoulder pain, age and working conditions:
Longitudinal result from a large random sample in France. Occup Environ
Med 2002; 59: 537-44. 13.
9. Devereux JJ, Vlachonikolis IG, Buckle PW. Epidemiological study to
investigate potential interaction between physical and psicosocial factors at
work that may incerease the risk of symptoms of musculoskeletal of the neck
and upper limb. Occup Environ Med 2002; 59: 269-77.
10. Strange K. Passive Range of Motion and Codmans Exercise. American
Academy of Orthopaedic Surgeons. 2010
18
LAMPIRAN FOTO
19
20
21
22