You are on page 1of 7

Asuhan Keperawatan Pada Pasien Meningitis

MENINGITIS
LAPORAN PENDAHULUAN
2.1.1 Anatomi Fisiologi
Sistem persyarafan terdiri dari otak, spinalis, dan syaraf perifer. Sistem ini bertanggung jawab
untuk kontrol dari koordinator aktifitas seluruh tubuh melalui impuls elektrik. Perjalanan impuls
tersebut berlangsung melalui serat-serat syaraf secara langsung dan terus menerus
responnyaseketika hasil dari perubahan-perubahan potensial elektrik yang mentransmisikan
sinyal-sinya. Otak manusia terdiri dari cerebrum (otak besar), cerebellum (otak kecil), dan
batang otak yang bersambung dengan sumsung tulang belakang.
Dalam batang otak yang bersambung dengan cereberum terdapat pusat kesadaran. Selain itu
dalam batang otak bagian tengah dan bawah terdapat pusat pengendalian gerak otomatis dari
jantung , paru-paru dan saluran pencernaan.
Suplai darah ke otak dijamin oleh dua batang arteri yaitu arteri vetebralis dan arteri karotis
interna yang bercabang beranastomosis, arteri karotis interna dan eksterna bercabang dari arteria
karotis komunis.
Meningen adalah selaput yang menutupi otak dan medula spinalis yang berfungsi sebagai
pelindung pendukung jaringan- jaringan dibawahnya.
2.1.2 Definisi
Menigitis adalah inflamasi dari piameter, arachnoid dan CSF
(Porth, 2005 dalam Smeltzer et all,2008)
Meningitis adalah radang pada meningen (membran yang mengelilingi otak dan medula spinalis)
dan disebabkan oleh virus, bakteri atau organ-organ jamur
(Smeltzer, 2001).
Meningitis adalah infeksi cairan otak disertai radang yang mengenai piamater,araknoid dan
dalam derajat yang lebih ringan mengenai jaringan otak dan medulla spinalis yang superficial.
(Neorologi kapita selekta,1996)
Meningitis merupakan infeksi akut dari meninges, biasanya ditimbulkan oleh salah satu dari
mikroorganisme pneumokok, Meningokok, Stafilokok, Streptokok, Hemophilus influenza dan
bahan aseptis (virus)
(Long, 1996)

2.1.3 Etiologi
ada beberapa penyebab timbulnya meningitis, yaitu :
1. Bakteri : Mycobacterium tuberculosa, Diplococcus pneumoniae (pneumokok), Neisseria
meningitis (meningokok), Streptococus haemolyticuss, Staphylococcus aureus, Haemophilus

influenzae, Escherichia coli, Klebsiella pneumoniae, Peudomonas aeruginosa.


2. Penyebab lainnya lues, Virus, Toxoplasma gondhii dan Ricketsia.
3. Faktor predisposisi : jenis kelamin lakilaki lebih sering dibandingkan dengan wanita.
4. Faktor maternal : ruptur membran fetal, infeksi maternal pada minggu terakhir kehamilan.
5. Faktor imunologi : defisiensi mekanisme imun, defisiensi imunoglobulin.
2.1.4 Manifestasi klinis
Gejala meningitis diakibatkan dari infeksi dan peningkatan TIK :
1. Sakit kepala dan demam (gejala awal yang sering)
2. Perubahan pada tingkat kesadaran dapat terjadi letargik, tidak responsif, dan koma.
3. Iritasi meningen mengakibatkan sejumlah tanda sbb :
Rigiditas nukal (kaku leher)
Upaya untuk fleksi kepala mengalami kesukaran karena adanya spasme otot-otot leher.
Tanda kernik positip: ketika pasien dibaringkan dengan paha dalam keadan fleksi kearah
abdomen, kaki tidak dapat di ekstensikan sempurna.
Tanda brudzinki : bila leher pasien di fleksikan maka dihasilkan fleksi lutut dan pinggul. Bila
dilakukan fleksi pasif pada ekstremitas bawah pada salah satu sisi maka gerakan yang sama
terlihat peda sisi ektremita yang berlawanan.
(pullen, 2004)
4. Mengalami foto fobia, atau sensitif yang berlebihan pada cahaya.
5. Kejang akibat area fokal kortikal yang peka dan peningkatan TIK akibat eksudat purulen dan
edema serebral dengan tanda-tanda perubahan karakteristik tanda-tanda vital(melebarnya
tekanan pulsa dan bradikardi), pernafasan tidak teratur, sakit kepala, muntah dan penurunan
tingkat kesadaran.
6. Infeksi fulminating dengan tanda-tanda septikimia : demam tinggi tiba-tiba muncul,lesi
purpura yang menyebar, syok
2.1.5 Patofisiologi
Meningitis bakteri dimulai sebagai infeksi dari oroaring dan diikuti dengan septikemia, yang
menyebar ke meningen otak dan medula spinalis bagian atas.
Faktor predisposisi mencakup infeksi jalan nafas bagian atas, otitis media, mastoiditis, anemia
sel sabit dan hemoglobinopatis lain, prosedur bedah saraf baru, trauma kepala dan pengaruh
imunologis. Saluran vena yang melalui nasofaring posterior, telinga bagian tengah dan saluran
mastoid menuju otak dan dekat saluran vena-vena meningen; semuanya ini penghubung yang
menyokong perkembangan bakteri.
Organisme masuk ke dalam aliran darah dan menyebabkan reaksi radang di dalam meningen dan
di bawah korteks, yang dapat menyebabkan trombus dan penurunan aliran darah serebral.
Jaringan serebral mengalami gangguan metabolisme akibat eksudat meningen, vaskulitis dan
hipoperfusi. Eksudat purulen dapat menyebar sampai dasar otak dan medula spinalis. Radang
juga menyebar ke dinding membran ventrikel serebral. Meningitis bakteri dihubungkan dengan
perubahan fisiologis intrakranial, yang terdiri dari peningkatan permeabilitas pada darah, daerah
pertahanan otak (barier otak), edema serebral dan peningkatan TIK.
2.1.6 Komplikasi

Komplikasi akut yang bisa terjadi, meliputi :


1. Sindrom Of Inappropriate Antidiuretic Hormonal (SIADH)
2. Efusi Subdural
3. Kejang
4. Edema Serebral
5. Herniasi
6. Hidrosephalus
Komplikasi jangka panjang, meliputi
1. Cerebral Palsy
2. Reterdasi Mental
3. Kejang
4. Gangguan memusatkan Perhatian
2.1.7 Pemeriksaan Diagnostik
1. Analisis Cairan Serebro Spinal dari fungsi lumbal :
Meningitis bakterial : tekanan meningkat, cairan keruh/berkabut, jumlah sel darah putih dan
protein meningkat glukosa meningkat, kultur positip terhadap beberapa jenis bakteri.
Meningitis virus : tekanan bervariasi, cairan CSS biasanya jernih, sel darah putih meningkat,
glukosa dan protein biasanya normal, kultur biasanya negatif, kultur virus biasanya dengan
prosedur khusus.
2. Glukosa serum : meningkat (meningitis)
3. LDH serum : meningkat (meningitis bakteri)
4. Sel darah putih : sedikit meningkat dengan peningkatan neutrofil (infeksi bakteri)
5. Elektrolit darah : Abnormal.
6. Kultur darah/ hidung/ tenggorokan/ urine : dapat mengindikasikan daerah pusat infeksi atau
mengindikasikan tipe penyebab infeksi.
7. MRI/ skan CT : dapat membantu dalam melokalisasi lesi, melihat ukuran/letak ventrikel;
hematom daerah serebral, hemoragik atau tumor.
8. Rontgen dada/kepala/ sinus ; mungkin ada indikasi sumber infeksi intra kranial.
2.1.8 Penatalaksanaan
Tergantung pada mikroorganisme penyebab dan sumber Infeksi. Ketika organisme telah
diketahui, antibiotik spektrum luas dipakai. Antibiotik di berikan sekurang-kurangnya 10 hari.
Terapi empiris meningitis bakterial adalah Cephalosporin, rifampin dan vancomycin. Jika infeksi
primer berlokasi di area frontal (parasinus) atau jika osteomielitis kranial dialami klien,
pembedahan merupakan indikasi setelah fase akut dan teratasi. Hal yang perlu diperhatikan pada
infeksi CNS adalah keutuhan BBB menghambat penetrasi lengkap dari antibiotik.
2.2 ASKEP PADA MENINGITIS (TEORI)
2.2.1 Pengkajian
Data dasar pengkajian klien dengan meningitis :
1. Aktifitas/ istirahat
Gejala : perasaan tidak enak

Tanda : ataksia, masalah berjalan, kelumpuhan, gerakan involunter, kelemahan secara umum,
keterbatasan dalam rentang gerak hipotonia
2. Sirkulasi
Gejala : adanya riwayat kardiopatologi, seperti endokarditis
Tanda :Tekanan darah meningkat, nadi menurun dan tekanan nadi berat, takikardi, disritmia
(pada fase akut), seperti disritmia sinus.
3. Eliminasi
Tanda : adanya inkontinensia dan atau retensi
4. makanan/cairan
gejala : kehilangan nafsu makan, kesulitan (pada periode akut)
tanda : anoreksia, muntah, turgor kulit jelek, membran mukosa kering.
5. Hygiene
Gejala : ketergantungan terhadap semua kebutuhan perawatan diri (pada periode akut)

6. Neurosensori
Gejala : sakit kepala,
Parastesia, terasa kaku pada semua persyarafan yang terkena, kehilangan sensasi (kerusakan
pada syaraf cranial), hiperalgesia/ meningkatnya sensivitas pada nyeri (meningitis), timbul
kejang.
Gangguan penglihatan seperti diplopia.
Fotopobia
Ketulian atau hipersensitif terhadap kebisingan
Adanya halusinasi penghidu/ sentuhan.
Tanda : status mental/ tingkat kesadaran, letargi sampai kebingungan yang berat hingga koma.
Kehilangan memori, sulit dalam mengambil keputusan, afasia / kesulitan dalam berkomunikasi.
Mata (ukuran /reaksi pupil); unisokor atau tidak berespon terhadap cahaya (peningkatan TIK),
nistagmus.
Ptosis dan perubahan pada fungsi motorik dan sensorik pada wajah (kerusakan N-VII).
Otot mengalami hipotonia/ flasid paralysis
Hemiparese atau Hemiplegia
Tanda Brudzinski positif atau tanda kernig Positif merupakan indikasi adanya iritasi meningeal.
Kaku tunduk (nuchal ragidity)
Refleks Tendon dalam, babinski positif
Reaksi abdominal menurun/ tidak ada, refleks kremastik hilang pada laki-laki.
7. Nyeri/Kenyamanan
Gejala: Sakit kepala, mungkin akan diperburuk dengan ketegangan; leher, punggung kaku; nyeri
pada gerakan ocular, fotosensitivitas, sakit tenggorok,
Tanda : Tampak terus terjaga, perilaku distraksi/gelisah, menangis.
8. Pernapasan
Tanda : Peninkatan kerja pernapasan (periode awal)
Perubahan mental (lateragi sampai koma) dan gelisah.

9. Keamanan
Gejala : Adanya riwayat infeksi saluran pernapasan atas/ infeksi lain meliputi mastoiditis, telinga
tengah, sinus, abses gigi, infeksi pelvis abdomen atau kulit; fungsi lumbal, pembedahan, fraktur
pada tengkorak/ cedera kepala, anemia sel sabit. Gangguan penglihatan dan pendengaran
Tanda : suhu meningkat, diaporesis, menggigil,
Adanya ras, purpura menyeluruh perdarahan subkutan
Kelemahan secara umum, tonus otot flasid atau spacic, paralysis atau paresis, gangguan sensasi
10. Penyuluhan/ Pembelajaran
Gejala : Hipersensitif terhadap obat
Masalah medis sebelumnya seperti ; penyakit kronis/ gangguan umum, alkoholisme, dibetes
melitus, splenektomi, imlantasi pirau ventrikel.
2.2.2 Diagnosa Keperawatan
1. Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan edema sereberal/ interupsi aliran
darah/ gangguan oklusif, hipovolemia
2. Resiko tinggi terhadap trauma berhubungan dengan kejang umum atau kejang lokal
3. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan diseminata hematogen dari pathogen,
statis cairan tubuh, penekanan respon inflamasi, pemajanan orang lain terhadap pathogen.
4. Nyeri (akut) sehubungan dengan proses inflamasi, toksin dalam sirkulasi.
5. Kerusakan mobilitas fisik sehubungan dengan kerusakan neuromuskular, penurunan kekuatan
6. ancietas berhubungan dengan krisis situasi, ancaman kematian.
2.2.3 Intervensi
Diagnosa 1 :
Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan edema sereberal/ interupsi aliran darah/
gangguan oklusif, hipovolemia
Intervensi :
MANDIRI
Tirah baring dengan posisi kepala datar.
Pantau status neurologis.
Kaji regiditas nukal, peka rangsang dan kejang
Pantau tanda vital dan frekuensi jantung, penafasan, suhu, masukan dan haluaran.
Bantu berkemih, membatasi batuk, muntah mengejan.
KOLABORASI
Berikan cairan iv (larutan hipertonik, elektrolit).
Pantau BGA.
Berikan obat : steoid, clorpomasin, asetaminofen.
Diagnosa 2 :
Resiko tinggi terhadap trauma berhubungan dengan kejang umum atau kejang lokal
Intervensi :
Berikan lingkungan yang tenang, dan ruangan agak gelap, sesuai dengan indikasi
Tingkatkan tirah baring, bantulah kebutuhan perawatan diri yang penting

Pertahankan penghalang tempat tidur tetap terpasang dan pasang jalan nafas buatan.
Tirah baring selama fase akut kolaborasi berikan obat : venitoin, diaepam, venobarbital.
Diagnosa 3 :
Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan diseminata hematogen dari pathogen, statis
cairan tubuh, penekanan respon inflamasi, pemajanan orang lain terhadap pathogen.
Intervensi :
MANDIRI
Beri tindakan isolasi sebagai pencegahan
Pertahan kan teknik aseptik dan teknik cuci tangan yang tepat.
Pantau suhu secara teratur
Kaji keluhan nyeri dada, nadi yang tidak teratur demam yang terus menerus
Auskultasi suara nafas ubah posisi pasien secara teratur, dianjurkan nafas dalam
Cacat karakteristik urine (warna, kejernihan dan bau)
KOLABORASI
Berikan terapi antibiotik iv: penisilin G, ampisilin, klorampenikol, gentamisin.
Diagnosa 4 :
Nyeri (akut) sehubungan dengan proses inflamasi, toksin dalam sirkulasi.
Intervensi :
MANDIRI
Letakkan kantung es pada kepala, pakaian dingin di atas mata, berikan posisi yang nyaman
kepala agak tinggi sedikit, latihan rentang gerak aktif atau pasif dan masage otot leher.
Dukung untuk menemukan posisi yang nyaman(kepala agak tingi)
Berikan latihan rentang gerak aktif/pasif.
Gunakan pelembab hangat pada nyeri leher atau pinggul.
KOLABORASI
Berikan anal getik, asetaminofen, codein
Diagnosa 5
Kerusakan mobilitas fisik sehubungan dengan kerusakan neuromuskuler.
Intervensi :
Kaji derajat imobilisasi pasien.
Bantu latihan rentang gerak.
Berikan perawatan kulit, masase dengan pelembab.
Periksa daerah yang mengalami nyeri tekan, berikan matras udsra atau air perhatikan
kesejajaran tubuh secara fumgsional.
Berikan program latihan dan penggunaan alat mobilisasi.
Diagnosa 6
persepsi sensori sehubungan dengan defisit neurologis
Intervensi :
Pantau perubahan orientasi, kemamapuan berbicara,alam perasaaan, sensorik dan proses pikir.
Kaji kesadara sensorik : sentuhan, panas, dingin.
Observasi respons perilaku.
Hilangkan suara bising yang berlebihan.

Validasi persepsi pasien dan berikan umpan balik.


Beri kessempatan untuk berkomunikasi dan beraktivitas.
Kolaborasi ahli fisioterapi, terapi okupasi,wicara dan kognitif.
2.2.4 EVALUASI
Hasil yang diharapkan :
1. Mencapai masa penyembuhan tepat waktu, tanpa bukti penyebaran infeksi endogen atau
keterlibatan orang lain.
2. Mempertahankan tingkat kesadaran biasanya/membaik dan fungsi motorik/sensorik,
mendemonstrasikan tanda-tanda vital stabil.
3. Tidak mengalami kejang/penyerta atau cedera lain.
4. Melaporkan nyeri hilang/terkontrol dan menunjukkan postur rileks dan mampu tidur/istirahat
dengan tepat.
5. Mencapai kembali atau mempertahankan posisi fungsional optimal dan kekuatan.
6. Meningkatkan tingkat kesadaran biasanya dan fungsi persepsi.
7. Tampak rileks dan melaporkan ansietas berkurang dan mengungkapkan keakuratan
pengetahuan tentang situasi

You might also like