You are on page 1of 18

ASUHAN KEPERAWATAN ENCEPHALITIS

A. DEFINISI
Ensefalitis adalah infeksi yang mengenai sistem saraf pusat (SSP) yang disebabkan oleh
virus atau mikroorganisme lain yang nonpurulen. (Arif Muttaqin, 2008).
Encephalitis adalah infeksi yang mengenai CNS dan biasanya disebabkan oleh virus
atau mikroorganisme lain yang nonpurulen. Encephalitis adalah infeksi jaringan otak oleh
berbagai macam mikroorganisme.
Sedangkan menurut Soedarmo dkk,(2008) Ensefalitis adalah suatu penyakit yang
menyerang susunan syaraf pusat di medula spinalis dan meningen yang di sebabkan oleh
japanese ensefalitis virus yang ditularkan oleh nyamuk.
B. Etiologi
Namun encephalaitis yang paling sering terjadi disebabkan oleh virus, kemudian herpes
simpleks, arbovirus, dan jarang disebabkan oleh enterovirus, mumps, dan adenovirus.
Ensefalitis bisa juga terjadi pascainfeksi campak, influenza, varicella, dan pasca vaksinasi
pertussis. Infeksi dapat terjadi karena virus langsung menyerang otak atau karena adanya
reaksi radang akut, baik akibat infeksi sistemik maupun vaksinasi. Encephalitis juga dapat
disebabkan oleh invasi langsung cairan serebrospinal selama pungsi lumbal.Ensefalitis
supuratif akut dengan bakteri penyebab ensefalitis adalah Staphylococcus aureus,
Streptococcus, E.Coli, Mycobacterium, dan T. Pallidum. Sedangan ensefalitis virus dengan
virus penyebab adalah virus RNA (parotitis), virus morbili, virus rabies, virus Rubella, virus
dengue, virus polio, cockscakie A dan B, herpes zoster, herpes simpleks, dan varicella.
C. Klasifikasi
Klasifikasi penyebab ensefalitis menurut Robin:
a. Infeksi virus yang bersifat epidemic
1. Golongan anterovirus, yaitu Poliomyelitis, virus Coxcaskie, virus Echo
2. Golongan virus arbo, yaitu Western Equire encephalitis, St. Louis encephalitis,
Eastern Equire encephalitis, Russian spring summer encephalitis, dan Murray
valley encephalitis.

b. Infeksi virus yang bersifat sporadic, misalnya rabies, herpes simpleks, herpes
zoster, limfogranuloma, mumps, lymphocytic choriomeningitis.
c. Encephalitis pascainfeksi, misalnya pascamorbili, pascavarisela, pascarubella,
pascavaksinia,pascamononukleosis, infeksious, dan jenis yang mengiuti infeksi
traktus respiratorius tapi tidak spesifik.
D. Manifestasi Klinis
1. Perubahan status mental (gelisah sampai koma)
2. Kejang
3. Gejala fokal neurologis seperti paralisis
4. Nyeri kepala
5. Demam
6. Disfungsi SSP berat
7. Disfasia, hemiparesis
8. Muntah
9. Lethargi
10. Fotofobia
11. Bila mengenai meningen, disertai kaku kuduk
12. Gangguan penglihatan, pendengaran,dan bicara
13. EEG sering menunjukkan aktivitas listrik yang menurun
14. Kelemahan otot, diplopia, konvulsi, iritabilita
E. Patofisiologi
Virus masuk tubuh klien melalui kulit, saluran napas dan saluran cerna. Setelah
masuk ke dalam tubuh, virus akan menyebar ke seluruh tubuh dengan beberapa cara:
1. Lokal: virus alirannya terbatas menginfeksi selaput lendir permukaan atau organ
tertentu.
2. Penyebaran hematogen primer: virus masuk ke dalam darah, kemudian menyebar ke
organ dan berkembang biak di organ tersebut.
3. Penyebaran melalui saraf-saraf: virus berkembang biak di permukaan selaput lendir
dan menyebar melalui sistem persarafan.
Setelah terjadi penyebaran ke otak terjadi manifestasi klinis ensefalitis. Masa
prodromal berlangsung 1-4 hari ditandai dengan demam, sakit kepala, pusing, muntah,
nyeri tenggorokan, malaise, nyeri ekstremitas, dan pucat. Suhu badan meningkat,
fotofobia, sakit kepala, muntah-muntah, letargi, kadang disertai kaku kuduk apabila
infeksi mengenai meningen. Pada anak, tampak gelisah kadang disertai perubahan
tingkah laku. Dapat disertai gangguan penglihatan, pendengaran, bicara, serta kejang.
Gejala lain berupa gelisah, rewel, perubahan perilaku, gangguan kesadaran, kejang.

Kadang-kadang disertai tanda neurologis fokal berupa afasia, hemiparesis, hemiplegia,


ataksi, dan paralisis saraf otak.
F. Pemeriksaan Diagnostik
1. Pemeriksaan LCS
Pemeriksaan LCS memegang peranan penting, profil LCS yang karakteristik
serupa dengan meningitis virus. Pemeriksaan PCR LCS memungkinkan diagnosis
yang cepat dan dapat dipercayai dari HSV, EBV, VZV, CMV, HHV-6, dan enterovirus.
Kultur virus LCS umumnya memberikan hasil yang negatif.
2. Pemeriksaan Serologi
Pemeriksaan serologi juga mempunyai peranan untuk beberapa virus.
Penemuan antibodi IgM MNV bersifat diagnostik untuk ensefelitisWNV.
3. MRI
MRI merupakan prosedur neuroradiologi pilihan dan memperlihatkan area
peningkatan sinyal T2. Area peningkatan sinyal di area bitemporal dan orbitofrontalis
terlihat pada ensefalitis HSV teapi tidak bersifat diagnostik.
4. Pemeriksaan EEG
EEG dapat memberi kesan kearah bangkitan atau menujukkan letupan
periodik listrik beramplitudo rendah dan lambat yang predominanyang memberikan
kesan ke arah ensefalitis HSV.
5. Biopsi Otak
Biopsi otak dewasa ini hanya digunakan bilamana pemeriksaan PCR LCS
tidak berhasil mengidentifikasi penyebabnya, ditemukan kelainan vokal pada MRI
dan terjadi perburukan keadaan klinis yang progresif meskipun telah diberikan terapi
asiklovir dan terapi supartif.
G. Penatalaksanaan Medis
Semua pasien dengan kecurigaan ensefalitis HSV sebaiknya diterapi dengan asiklovir IV
(10 mg/kg setiap 8 jam) selama menunggu hasil pemeriksaan diagnostik. Pasien dengan
diagnosis ensefalitis HSV yang dikonfirmasikan PCR sebaiknya mendapatkan minimum
serial terapi selama 14 hari.
Perlu dipertimbangkan pemeriksaan ulang PCR LCS setelah terapi asiklovir diseleseikan,
pada pasien dengan PCR LCS untuk HSV yang tetap positif setelah menyeleseikan
pengobatan terapi standar, sebaiknya diberikan selama 7 hari terapi tambahan, diikuti dengan
pemeriksaan PCR LCS ulang.
Terapi asiklovir juga memberikan manfaat pada kasus ensefalitis EBV dan VZV. Belum
ada terapi terkini untuk ensefalitis enterovirus, parotitis epidemika, atau measles. Ribavirin

intravena (15-25 mg/kg per hari yang diberikan dalam dosis terbagi 3) mungkin bermanfaat
untuk ensefalitis arbovirus berat.
Ensefalitis CMV sebaiknya diterapi dengan gansiklovir, foscarnet atau kombinasi dari
kedua obat ini. Cidofovir dapat memberikan alternatif untuk pasien yang tidak memberi
respon. Belum ada terapi yang terbukti untuk ensefalitis WNV.
H. WOC
Faktor predisposisi : pernah mengalami campak, cacar
air, herpes, dan bronkopneumonia
Virus, bakteri masuk jaringan otak
secara lokal, hematologi, dan saraf
Perdaangan otak

Pembentukan
transudat dan
eksudat
Edema serbral

Reaksi kuman
patogen
Suhu tubuh
meningkat

Iritasi kortek
serebral area
fokal
Kejang, nyeri
kepala

6. Hipertermi
1. Gangguan
perfusi jaringan
serbral

Kesadaran
menurun

Penumpukan
sekret
2. gangguan
berihan jalan
nafas

4. Resiko
tinggi cedera
5. Nyeri

Kerusakan
saraf kranial
V
Kesulitan
mengunyah

Kerusakan
saraf kranial
IX
Sulit
makan

3. Pemenuhan nutrisi
kurang dari kebutuhan
tubuh

I. Komplikasi
Komplikasi meningitis :
1.
2.
3.
4.
5.

Higroma
Subdural
Hidrosefalus
Infark Serebri
Hiponatremia akibat SIADH (sindroma inap propriate ADH)

Komplikasi akut:
1.
2.
3.
4.
5.

Kejang
Pembentukan abses
Hidrosefalus
Sekresi hormone anti deuretik yang tidak sesuai
Syok septic

Potensial komplikasi:
1. Edema serebri
2. Hidrosefalus
3. Abses otak
4. Koma
5. Kejang
6. Kehilangan fungsi saraf: perubahan tingkah laku dan perkembangan motorik
7. Kehilangan pendengaran dan penglihatan
8. SIADH
9. Syok
10. KID
11. Henti napas
12. Kematian
Komplikasi ensefalitis:
Inflamasi dan destruksi, terutama pada grey matter (subtansi putiih) melalui
suatu reaksi imunologi terlambat (pasca-infeksi ensefalomielitis).

ASUHAN KEPERAWATAN
3.1 Pengkajian
Pengkajian keperawatan meliputi anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan
diagnostik, dan pengkajian psikososial.
1. Anamnesis
Pada seseorang yang terkena meningitis dan ensefalitis, keluhan utama yang sering
dikeluhkan oleh pasien atau orang tua anak ketika memerlukan pertolongan kesehatan adalah
panas badan tinggi, kejang, dan disertai penurunan kesadaran.
2. Riwayat Penyakit Saat Ini
Faktor riwayat penyakit sangat penting diketahui untuk mengetaui jenis kuman
penyebab. Di sini harus ditanya dengan jelas tentang gejala yang timbul seperti kapan mulai
serangan, sembuh, atau bertambah buruk. Pada pengkajian pasien meningitis dan ensefalitis
biasanya didapatkan keluhan yang berhubungan dengan akibat dari infeksi dan peningkatan
TIK.
Keluhan gejala awal yang muncul biasanya sakit kepala dan demam. Pada meningitis
sakit kepala dihubungkan dengan meningitis yang selalu berat dan sebagai akibat iritasi dari
meningen. Sedangkan pada ensefalitis, sakit kepala diakibatkan oleh ensefalitis yang berat
dan sebagai akibat dari iritasi selaput otak. Demam umumnya ada dan tetap tinggi selama
perjalan penyakit. Keluhan kejang perlu mendapat perhatian lebih untuk mendapat
pengkajian yang lebih mendalam, bagaimana sifat timbulnya kejang, stimulus apa yang

sering menimbulkan kejang, dan tindakan apa yang telah diberikan dalam upaya menurunkan
kejang tersebut.
Adanya penurunan pada tingkat kesadaran dihubungkan dengan menigitis dan
ensefalitis akibat bakteri. Disorientasi dan gangguan memori biasanya merupakan awal
adanya penyakit. Perubahan yang terjadi tergantung pada beratnya penyakit, demikian pula
respon individu terhadap proses fisiologis. Keluhan perubahan perilaku umunya terjadi.
Sesuai perkembangan penyakit dapat terjadi letargi, tidak responsif, dan koma. Pengkajian
lainnya yang perlu ditanyakan adalah riwayat selama mejalani perawatan di RS, pernahkan
menjalani tindakan invasif yang memungkinkan masuknya kuman ke meningen dan selaput
otak.

3. Riwayat Penyakit Dahulu


Pada menigitis, pengkajian penyakit yang pernah dialami klien memungkinkan adanya
hubungan atau menjadi predisposisi keluhan sekarang meliputi pernahkah klien mengalami
infeksi saluran pernafasan atas, otitis media, mastoiditis, anemia sel sabit, dan
hemoglobinopatis lain, tindakan bedah saraf, riwayat trauma kepala, adanya pengaruh
imunologis pada masa sebelumnya. Riwayat penyakit TB paru juga perlu ditanyakan untuk
mengidentifikasi terjadinya menigitis tuberkulosa.
Pada ensefalitis, predisposisi keluhan sekarang meliputi pernahkah kline mengalami
campak, cacar air, herpes, dan bronkopneumonia. Pengkajian mungkin didapatkan riwayat
penyakit yang disebabkan oleh virus seperti virus influenza, varicella, adenovirus, kokssakie,
ekhovirus atau parainfluenza, infeksi bakteri, parasit, cacing, fungus, riketsia.
Pengkajian obat yang sering digunakan seperti kortikosteroid, pemakaian jenis
antibiotik sdan reaksi lainnya (untuk menilai reaksi resistensi obat) dapat menambah
komprehensifnya pengkajian.
4. Pengkajian Psiko-sosio-spiritual
Pengkajian psikologis pasien meningitis dan ensefalitis meliputi beberapa dimensi
penilaian yang memungkinkan perwat untuk memperoleh persepsi yang jelas mengenai status
emosi, kognitif dan perilaku klien. Pengkajian mekanisme koping juga penting untuk menilai
respon emosi klien terhadap penyakit yang dideritanya dan perubahan peran klien dalam
keluarga dan masyarakat serta responnya dalam kehidupan sehari-hari. Apakah ada dampak
ketakutan, cemas, ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas secraa noemal dan optimal,
pandangan terhadap dirinya yang salah (gangguan citra tubuh).

Karena klien harus menjalani rawat inap, maka apakah ada dampak status ekonomi
pada klien, karena biaya perawatan tidak memerlukan biaya atau dana yang sedikit. Perawat
juga harus melakuakn pengkajian terhadap neurologis pada gaya hidup pasien. Dengan
adanya penyakit apakah mempengaruhi hubungan spiritual klien dengan sang pencipta juga
perlu dikaji.
5. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik dimulai dengan memeriksa tanda-tanda vital (TTV). Pada klien
meningitis biasanya terdapat peningkatan suhu lebih dari normal 38-41 oC, dimuali dari fase
sistemik, kemerahan, panas, kulit kering, berkeringat. Sedangkan pada ensefalitis adalah 3941oC. Keadaan ini dihubungkan dengan adanya proses inflamasi atau iritasi pada meningen
yang mengganggu pusat pengaturan suhu tubuh. Penurunan denyut nadi berhubungan dengan
tanda-tanda TIK. Apabila disertai peningkatan frekuensi pernafasan sering berhubungan
dengan peningkatan laju metabolisme umum dan adanya infeksi pada infeksi pada sistem
pernafasan sebelum mengalami meningitis dan abses otak pada ensefalitis. Tekanan darah
normal, atau kadang meningkat karena adanya TIK.
B1 (Breathing)
Inspeksi
: Apakah klien batuk, produksi sputum, sesak nafas, penggunaan otot
bantu nafas, dan peningkatan frekuensi pernafasan yang sering didapatkan pada pasien
meningitis dan ensefalitis.
Palpasi

Pada pasien meningitis, palpasi thoraks hanya dilakukan ketika ada

deformitas tulang dada dengan klien efusi pleura masif (jarang terjadi pada pasien dengan
meningitis). Pada pasien ensefalitis palpasi taktil fremitus.
Auskultasi :

Pada pasien meningitis auskultasi bunyi nafas tambahan seperti ronkhi

pada meningitis tuberkulosa dengan penyebaran primer paru. Sedangkan pada pasien
ensefalitis auskultasi suara nafas tambahan seperti ronkhi berhubungan dengna akumulasi
sekret dari penurunan kesadaran.
B2 (Blood)
Pengkajian pada sistem kardiovaskuler pada pasien menigitis dan ensefalitis biasanya
mengalami renjatan (syok). Pada pasien meningitis infeksi fulminating terjadi sekitar 10 %
klien dengan meningokokus, dengan tanda septikimia; demam tinggi yang tiba-tib muncul,
lesi purpura yang mneyebar (sekitar wajah dan akstremitas), syok, dan DIC (Disseminated

Intravascular Coagulation). Kematian mungkin terjadi setelah beberapa jam serangan


infeksi.
B3 (Brain)
1. Tingkat Kesadaran
Keadaan lanjut tingkat kesadaran pasien dengan meningitis dan ensefalitis biasanya
berkisar letargi, stupor, dan semikomatosa. Pengukuran bisa menggunakan GCS.
2. Fungsi Serebri
Pada klien meningitis dan ensefalitis obesrvasi penampilan klien dan tingkah lakunya,
nilai gaya bicara klien dan observasi ekspresi wajah dan aktivitas motorik yang ada pada
klien.
3. Pemeriksaan Saraf Kranial
Saraf I. Biasanya tidak ada kelainan fungsi penciuman pada meningitis dan ensefalitis.
Saraf II. Pada meningitis dan ensefalitis biasanya tes ketajaman penglihatan normal.
Terdapat papiledema.
Saraf III, IV, VI. Pada ensefalitis dan meningitis yang tidak disertai penurunan
kesadaran pemeriksaan fungsi dan reaksi pupil normal. Tapi jika ada penurunan kesadaran
biasanya mengeluh fotopobia dan lebih sensitif terhadap cahaya.
Saraf V. Pada pasien meningitis tidak ditemukan paralisis otot wajah, refleks kornea
tidak ada kelainan. Pada ensefalitis ditemukan paralisis otot wajah yang mengganggu proses
mengunyah.
Saraf VII. Pada meningitis dan ensefalitis persepsi pengecapan normal. Asimetris
wajah pada ensefalitis. Simetris wajah pada meningitis.
Saraf VIII. Pada meningitis dan ensefalitis tidak ditemukan adanya tulikonduksi dan
tuli persepsi.
Saraf IX, X. Pada meningitis kemampuan menelan baik. Pada ensefalitis kemampuan
menelan kurang baik, sehingga mengganggu pemenuhan nutrisi secara oral.

Saraf XI. Tidak ada trofi otot sternokleidomastoideus dan otot trapezius. Adanya usaha
dari klien untuk melakukan fleksi leher dan kaku kuduk.
Saraf XII. Lidah simetris, tidak ada deviasi pada satu sisi.
4. Sistem Motorik
Kekuatan otot menurun, kontrol keseimbangan dan koordinasi pada meningitis dan
ensefalitis tahap lanjut mengalami perubahan.
5. Pemeriksaan Refleks
Pemeriksaan refleks dalam, pengetukan pada tendon, ligamentum atau periosteum
derajat refleks pada respon normal. Refleks patologis Babinsky (+)

6. Gerakan Involunter
Tidak ditemukan distonia, kedutan ataupun tremor.
7. Sistem Sensorik
Pada ensefalitis dan meningitis didapatkan sensari rada, nyeri, suhu normal. Tidak ada
perasaan abnormal dipermukaan tubuh. Sensasi proprioseptik dan diskriminatif normal.
Ditemukan kaku kuduk pada ensefalitis dan meningitis. Tanda kernig (+) dan Brudzinski (+)
pada meningitis.
B4 (Bladder)
Pada meningitis dan sensefalitis ditemukan berkurangnya volume haluaran urine hal ini
berhubungan denga penurunan perfusi dan curah jantung ke ginjal.
B5 (Bowel)
Mual dan muntah karena peningkatan produksi asam lambung. Pemenuhan nutrisi
berkurang karena anoreksia dan kejang.
B6 (Bone)
Pada meningitis ditemukan adanya bengkak dan nyeri pada sendi-sendi besar
(khususnya lutut dan pergelangan kaki). Petekia dan lesi purpura yang didahului oleh ruam.

Klien sering mengalami penurunan kekakuan otot, dan penurunan kelemahan fisik secara
umum sehingga mengganggu aktivitas sehari-hari (ADL) sama hal nya dengan ensefalitis.
3.2 Diagnosa Keperawatan
Diagnosa Keperawatan pasien meningitis dan ensefalitis
1. Perubahan perfusi jaringan otak yang berhubungan dengan peradangan dan edema
pada otak dan selaput otak..
2. Bersihan Jalan Nafas tidak efektif berhubungan dengan akumulasi sekret, kemampuan
batuk menurun akibat penurunan kesadaran.
3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
ketidakmampuan menelan, keadaan hipermetabolik.
4. Nyeri akut berhubungan dengan iritasi selaput dan jaringan otak.
5. Hipertermi berhubungan dengan proses inflamasi
3.3 Intervensi Keperawatan
1. Perubahan perfusi jaringan otak yang berhubungan dengan peradangan dan edema
pada otak dan selaput otak..
Diagnosa Keperawatan/ Rencana keperawatan
Masalah Kolaborasi
Tujuan dan Kriteria
Intervensi
Hasil
Perfusi
jaringan NOC :
NIC :

Monitor TTV
cerebral tidak efektif
C

Monitor AGD, ukuran


b/d peradangan dan
irculation status
pupil, ketajaman, kesimetrisan
edema pada otak dan

dan reaksi
N
selaput otak.

Monitor
adanya
eurologic status
diplopia, pandangan kabur, nyeri

kepala
T
DO

Monitor
level
issue Prefusion :
- Gangguan status
kebingungan
dan
orientasi
cerebral
mental
Setelah
dilakukan
asuhan selama
ketidakefektifan
- Perubahan respon perfusi
jaringan
motorik
cerebral
teratasi
dengan kriteria hasil:
- Kelemahan atau

paralisis ekstrermitas
T
- Perubahan
perilaku

Monitor
pergerakan

tonus

otot

Monitor
tekanan
intrkranial dan respon nerologis

Catat
perubahan
pasien dalam merespon stimulus

- Abnormalitas
bicara

ekanan
systole
dan diastole dalam
rentang
yang
diharapkan

Monitor status cairan

Pertahankan
parameter hemodinamik

idak
ada
ortostatikhipertens
i

Tinggikan kepala 045o tergantung pada konsisi


pasien dan order medis

K
omunikasi jelas

M
enunjukkan
konsentrasi
orientasi

dan

upil seimbang dan


reaktif

B
ebas dari aktivitas
kejang

T
idak mengalami
nyeri kepala

2. Bersihan Jalan Nafas tidak efektif berhubungan dengan akumulasi sekret, kemampuan
batuk menurun akibat penurunan kesadaran.
Diagnosa Keperawatan/ Rencana keperawatan
Masalah Kolaborasi
Tujuan dan Kriteria
Hasil

Intervensi

Bersihan Jalan Nafas NOC:


tidak efektif Bersihan
Jalan Nafas tidak efektif
berhubungan

dengan

akumulasi

sekret,

kemampuan

batuk

menurun

akibat

penurunan kesadaran.
DS:
- Dispneu
DO:
- Penurunan suara
nafas
- Orthopneu
- Cyanosis
- Kelainan
suara
nafas (rales, wheezing)
- Kesulitan
berbicara
- Batuk,
tidak
efeketif atau tidak ada

R
espiratory status :
Ventilation

R
espiratory status :
Airway patency

spiration Control

Setelah
dilakukan
tindakan keperawatan
selama
..pasien
menunjukkan
keefektifan jalan nafas
dibuktikan
dengan
kriteria hasil :
Mendemonstrasikan
batuk efektif dan
suara nafas yang
bersih, tidak ada
sianosis
dan
dyspneu
(mampu
mengeluarkan
sputum,
bernafas
dengan
mudah,
tidak ada pursed
lips)

- Produksi sputum

Menunjukkan jalan
nafas yang paten
- Gelisah
(klien tidak merasa
tercekik,
irama
- Perubahan
nafas,
frekuensi
frekuensi dan irama
pernafasan
dalam
nafas
rentang
normal,
tidak ada suara
nafas abnormal)
Mampu
mengidentifikasikan
dan
mencegah
faktor
yang
penyebab.
Saturasi O2 dalam
batas normal

Pastikan kebutuhan oral /


tracheal suctioning.
Berikan O2
metode

l/mnt,

Anjurkan
pasien
istirahat dan napas dalam

untuk

Posisikan
pasien
memaksimalkan ventilasi

untuk

Lakukan fisioterapi dada jika


perlu
Keluarkan sekret
batuk atau suction

dengan

Auskultasi suara nafas, catat


adanya suara tambahan
Berikan bronkodilator :
-

Monitor status hemodinamik


Berikan pelembab
Kassa basah NaCl Lembab

udara

Berikan antibiotik :
.
.
Atur intake untuk cairan
mengoptimalkan keseimbangan.
Monitor respirasi dan status
O2
Pertahankan hidrasi yang
adekuat untuk mengencerkan sekret
Jelaskan pada pasien dan
keluarga
tentang
penggunaan
peralatan : O2, Suction, Inhalasi.

Foto thorak dalam


batas normal

3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan


ketidakmampuan menelan, keadaan hipermetabolik
Diagnosa Keperawatan/ Rencana keperawatan
Masalah Kolaborasi
Tujuan dan Kriteria
Hasil
Ketidakseimbangan
NOC:
a
Nutritio
nutrisi kurang dari
nal
status:
kebutuhan tubuh
Adequacy
of
nutrient
Berhubungan dengan :
b
Nutritio
ketidakmampuan
nal Status : food
menelan,
keadaan
and Fluid Intake
hipermetabolik
DS:
c
Weight
-Nyeri abdomen
Control
-Muntah
Setelah
dilakukan
tindakan
keperawatan
-Kejang perut
selama.nutrisi
-Rasa penuh tiba- kurang teratasi dengan
indikator:
tiba setelah makan

A
DO:
lbumin serum
-Diare

P
-Rontok rambut
re albumin serum
yang berlebih

H
-Kurang
nafsu
ematokrit
makan

H
-Bising
usus
emoglobin
berlebih

Intervensi
Kaji adanya alergi makanan
Kolaborasi dengan ahli gizi
untuk menentukan jumlah kalori
dan nutrisi yang dibutuhkan pasien
Yakinkan diet yang dimakan
mengandung tinggi serat untuk
mencegah konstipasi
Ajarkan pasien bagaimana
membuat catatan makanan harian.
Monitor adanya penurunan
BB dan gula darah
Monitor lingkungan selama
makan
Jadwalkan pengobatan dan
tindakan tidak selama jam makan
Monitor turgor kulit
Monitor kekeringan, rambut
kusam, total protein, Hb dan kadar
Ht
Monitor mual dan muntah
dan

Monitor pucat, kemerahan,


kekeringan
jaringan

-Konjungtiva
pucat
-Denyut
lemah

otal iron
capacity
nadi

binding

umlah limfosit

konjungtiva
Monitor intake nuntrisi

Informasikan pada klien dan


keluarga tentang manfaat nutrisi
Kolaborasi dengan dokter
tentang
kebutuhan
suplemen
makanan seperti NGT/ TPN
sehingga intake cairan yang adekuat
dapat dipertahankan.
Atur posisi semi fowler atau
fowler tinggi selama makan
Kelola
emetik:.....

pemberan

anti

Anjurkan banyak minum


Pertahankan terapi IV line
Catat
adanya
edema,
hiperemik, hipertonik papila lidah
dan cavitas oval

4. Nyeri akut berhubungan dengan iritasi selaput dan jaringan otak.


Diagnosa Keperawatan/
Masalah Kolaborasi

Rencana keperawatan
Tujuan dan Kriteria
Hasil

Intervensi

Nyeri akut berhubungan NOC :


dengan:
iritasi
selaput
jaringan otak.

dan

DS:
- Laporan
secara
verbal
DO:
- Posisi
untuk
menahan nyeri
- Tingkah
laku
berhati-hati
- Gangguan
tidur
(mata
sayu,
tampak
capek, sulit atau gerakan
kacau, menyeringai)
- Terfokus pada diri
sendiri
- Fokus
menyempit
(penurunan
persepsi
waktu, kerusakan proses
berpikir,
penurunan
interaksi dengan orang
dan lingkungan)
- Tingkah
laku
distraksi, contoh : jalanjalan, menemui orang lain
dan/atau
aktivitas,
aktivitas berulang-ulang)
- Respon
autonom
(seperti
diaphoresis,
perubahan tekanan darah,
perubahan nafas, nadi dan
dilatasi pupil)
- Perubahan
autonomic dalam tonus
otot (mungkin dalam
rentang dari lemah ke
kaku)
- Tingkah
laku
ekspresif
(contoh
:
gelisah,
merintih,
menangis,
waspada,
iritabel,
nafas
panjang/berkeluh kesah)
- Perubahan
dalam
nafsu makan dan minum

Pai
n Level,
pai
n control,

co
mfort level
Setelah
dilakukan
tinfakan
keperawatan
selama . Pasien tidak
mengalami nyeri, dengan
kriteria hasil:

Ma
mpu mengontrol nyeri
(tahu penyebab nyeri,
mampu menggunakan
tehnik nonfarmakologi
untuk mengurangi nyeri,
mencari bantuan)

Me
laporkan bahwa nyeri
berkurang
dengan
menggunakan
manajemen nyeri

Ma
mpu mengenali nyeri
(skala,
intensitas,
frekuensi dan tanda
nyeri)

Me
nyatakan rasa nyaman
setelah nyeri berkurang

Tan
da vital dalam rentang
normal

Tid
ak mengalami gangguan
tidur

5. Hipertermi berhubungan dengan proses inflamasi

NIC :
Lakukan pengkajian nyeri secara
komprehensif
termasuk
lokasi,
karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas
dan faktor presipitasi
Observasi reaksi nonverbal dari
ketidaknyamanan
Bantu pasien dan keluarga untuk
mencari dan menemukan dukungan
Kontrol lingkungan yang dapat
mempengaruhi nyeri seperti suhu
ruangan, pencahayaan dan kebisingan
Kurangi faktor presipitasi nyeri
Kaji tipe dan sumber nyeri untuk
menentukan intervensi
Ajarkan tentang teknik non
farmakologi: napas dala, relaksasi,
distraksi, kompres hangat/ dingin
Berikan
analgetik
untuk
mengurangi nyeri: ...
Tingkatkan istirahat
Berikan informasi tentang nyeri
seperti penyebab nyeri, berapa lama
nyeri akan berkurang dan antisipasi
ketidaknyamanan dari prosedur
Monitor vital sign sebelum dan
sesudah pemberian analgesik pertama
kali

Diagnosa Keperawatan/ Rencana keperawatan


Masalah Kolaborasi
Tujuan dan Kriteria
Intervensi
Hasil
Hipertermia
NOC:
NIC :
Berhubungan dengan : Thermoregulasi
Monitor suhu sesering
proses inflamasi
mungkin
Setelah
dilakukan
Monitor warna dan
DO/DS:
tindakan keperawatan
suhu kulit
selama..pasien
kenaikan
suhu tubuh diatas menunjukkan :
Monitor
tekanan
Suhu tubuh dalam
rentang normal
darah, nadi dan RR
batas normal dengan
serangan
kreiteria hasil:
Monitor
penurunan
atau
konvulsi
S
tingkat kesadaran
(kejang)
uhu 36 37C
Monitor WBC, Hb,
kulit
N
dan Hct
kemerahan
adi dan RR dalam
Monitor intake dan
rentang normal
pertambah
output
an RR
T
Berikan anti piretik:
idak
ada
takikardi
perubahan warna
Kelola
Antibiotik:
kulit dan tidak ada
Kulit
..
pusing,
merasa
teraba panas/ hangat
nyaman
Selimuti pasien
Berikan
intravena

cairan

Kompres pasien pada


lipat paha dan aksila
Tingkatkan

sirkulasi

Tingkatkan
cairan dan nutrisi

intake

udara

Monitor
suhu, dan RR

TD,

nadi,

Catat adanya fluktuasi


tekanan darah

Monitor
hidrasi
seperti turgor kulit, kelembaban
membran mukosa)

3.4 Evaluasi
1. Perfusi jaringan ke otak meningkat
2. Jalan napas kembali efektif
3. Nutrisi klien terpenuhi
4. Klien bebas dari cedera yang disebabkan oleh kejang dan penurunan kesadaran
5. Keluhan nyeri berkurang/rasa sakit teradaptasi
6. Suhu tubuh menurun

You might also like