You are on page 1of 20

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Sinusitis dianggap salah satu penyebab gangguan kesehatan tersering


di dunia. Data dari DEPKES RI tahun 2003 menyebutkan bahwa penyakit
hidung dan sinus berada pada urutan ke-25 dari 50 pola penyakit peringkat
utama atau sekitar 102.817 penderita rawat jalan di rumah sakit. Survei
Kesehatan Indera Penglihatan dan Pendengaran 1996 yang diadakan oleh
Binkesmas bekerja sama dengan PERHATI dan Bagian THT RSCM
mendapatkan data penyakit hidung dari 7 propinsi. Data dari Divisi Rinologi
Departemen THT RSCM Januari-Agustus 2005 menyebutkan jumlah pasien
rinologi pada kurun waktu tersebut adalah 435 pasien, 69%nya adalah
sinusitis.

Kejadian sinusitis umumnya disertai atau dipicu oleh rhinitis


sehingga sinusitis sering juga disebut dengan rhinosinusitis. Rinosinusitis
adalah penyakit inflamasi yang sering ditemukan dan mungkin akan terus
meningkat prevalensinya. Rinosinusitis dapat mengakibatkan gangguan
kualitas hidup yang berat, sehingga penting bagi dokter umum atau dokter
spesialis lain untuk memiliki pengetahuan yang baik mengenai definisi, gejala
dan metode diagnosis dari penyakit rinosinusitis ini.

Penyebab utamanya ialah infeksi virus yang kemudian diikuti oleh


infeksi bakteri. Secara epidemiologi yang paling sering terkena adalah sinus
etmoid dan maksila. Yang berbahaya dari sinusitis adalah komplikasinya ke
orbita dan intrakranial. Komplikasi ini terjadi akibat tatalaksana yang
inadekuat atau faktor predisposisi yang tak dapat dihindari.

1
BAB 2

LANDASAN TEORI

2.1 Definisi

Sinusitis adalah merupakan penyakit infeksi sinus yang disebabkan


oleh kuman atau virus. Sinusitis adalah suatu keradangan yang terjadi pada
sinus.

Sinusitis adalah peradangan mukosa sinus paranasal yang dapat


berupa sinusitis maksilaris, sinusitis etmoid, sinusitis frontal, dan sinusitis
sfenoid. Bila yang terkena lebih dari satu sinus disebut multisinusitis, dan bila
semua sinus terkena disebut pansinusitis.

2.2 Etiologi

Terjadinya sinusitis dapat merupakan perluasan infeksi dari hidung


(rinogen), gigi dan gusi (dentogen), faring, tonsil serta penyebaran hematogen
walaupun jarang. Sinusitis juga dapat terjadi akibat trauma langsung,
barotrauma, berenang atau menyelam.

Faktor predisposisi yang mempermudah terjadinya sinusitis adalah


kelainan anatomi hidung, hipertrofi konka, polip hidung, dan rinitis
alergi.Rinosinusitis ini sering bermula dari infeksi virus pada selesma, yang
kemudian karena keadaan tertentu berkembang menjadi infeksi bakterial
dengan penyebab bakteri patogen yang terdapat di saluran napas bagian atas.
Penyebab lain adalah infeksi jamur, infeksi gigi, dan yang lebih jarang lagi
fraktur dan tumor.

Pada Sinusitis Akut, yaitu:

1. Infeksi virus

Sinusitis akut bisa terjadi setelah adanya infeksi virus pada saluran
pernafasan bagian atas (misalnya Rhinovirus, Influenza virus, dan
Parainfluenza virus).

2
2. Bakteri
Di dalam tubuh manusia terdapat beberapa jenis bakteri yang
dalam keadaan normal tidak menimbulkan penyakit (misalnya
Streptococcus pneumoniae, Haemophilus influenzae). Jika sistem
pertahanan tubuh menurun atau drainase dari sinus tersumbat
akibat pilek atau infeksi virus lainnya, maka bakteri yang
sebelumnya tidak berbahaya akan berkembang biak dan menyusup
ke dalam sinus, sehingga terjadi infeksi sinus akut.

3. Infeksi jamur

Infeksi jamur bisa menyebabkan sinusitis akut pada penderita


gangguan sistem kekebalan, contohnya jamur Aspergillus.

4. Peradangan menahun pada saluran hidung


Pada penderita rhinitis alergi dan juga penderita rhinitis
vasomotor.

5. Septum nasi yang bengkok.

6. Tonsilitis yg kronik

Pada Sinusitis Kronik, yaitu:

1. Sinusitis akut yang sering kambuh atau tidak sembuh.

2. Alergi

3. Karies dentis ( gigi geraham atas )

4. Septum nasi yang bengkok sehingga menggagu aliran mucosa.

5. Benda asing di hidung dan sinus paranasal

6. Tumor di hidung dan sinus paranasal

3
2.3 Manifestasi Klinik

1. Sinusitis maksila akut

Pada peradangan aktif sinus maksila atau frontal, nyeri biasanya


sesuai dengan daerah yang terkena. Pada sinusitis maksila nyeri terasa di
bawah kelopak mata dan kadang menyebar ke alveolus hingga terasa di
gigi. Nyeri alih dirasakan di dahi dan depan telinga. Wajah terasa bengkak,
penuh dan gigi nyeri pada gerakan kepala mendadak, misalnya sewaktu
naik atau turun tangga. Seringkali terdapat nyeri pipi khas yang tumpul
dan menusuk. Sekret mukopurulen dapat keluar dari hidung dan terkadang
berbau busuk. Batuk iritatif non produktif seringkali ada.

Gejalanya demam, pusing, ingus kental di hidung, hidung


tersumbat, nyeri pada pipi terutama sore hari, ingus mengalir ke
nasofaring, kental kadang-kadang berbau dan bercampur darah.

2. Sinusitis etmoid akut

Gejala berupa nyeri yang dirasakan di pangkal hidung dan kantus


medius, kadang-kadang nyeri dibola mata atau belakangnya, terutama bila
mata digerakkan. Nyeri alih di pelipis dan sumbatan hidung. Ingus kental
di hidung dan nasafaring, nyeri di antara dua mata, dan pusing.

3. Sinusitis frontal akut

Gejala subyektif terdapat nyeri kepala yang khas, nyeri berlokasi di


atas alis mata, biasanya pada pagi hari dan memburuk menjelang tengah
hari, kemudian perlahan-lahan mereda hingga menjelang malam. Pasien
biasanya menyatakan bahwa dahi terasa nyeri bila disentuh dan mungkin
terdapat pembengkakan supra orbita. Demam,sakit kepala yang hebat pada
siang hari,tetapi berkurang setelah sore hari, ingus kental dan penciuman
berkurang.

4
4. Sinusitis sphenoid akut

Pada sinusitis sfenodalis rasa nyeri terlokalisasi di vertex, oksipital,


di belakang bola mata dan di daerah mastoid. Namun penyakit ini lebih
lazim menjadi bagian dari pansinusitis, sehingga gejalanya sering menjadi
satu dengan gejala infeksi sinus lainnya. Gejalanya nyeri di bola mata,
sakit kepala, ingus di nasofaring

5. Sinusitis Kronis

Gejalanya pilek yang sering kambuh, ingus kental dan kadang-


kadang berbau,selalu terdapat ingus di tenggorok, terdapat gejala di organ
lain misalnya rematik, nefritis, bronchitis, bronkiektasis, batuk kering, dan
sering demam.

2.4 Klasifikasi

Secara klinis sinusitis dibagian atas:

1. Sinusitis akut Suatu proses infeksi di dalam sinus yang berlansung


selama 3 minggu. Macam-macam sinusitis akut : sinusitis maksila akut,
sinusitis emtmoidal akut, sinus frontal akut, dan sinus sphenoid akut.
2. Sinusitis subakut
3. Sinusitis Kronis Suatu proses infeksi di dalam sinus yang berlansung
selama 3-8 minggu tetapi dapat juga berlanjut sampai berbulan-bulan
bahkan bertahun-tahun.

Sedangkan berdasarkan penyebabnya sinusitis

1. Rhinogenik (penyebab kelainan atau masalah di hidung), segala sesuatu


yang menyebabkan sumbatan pada hidung dapat menyebabkan
sinusitis.
2. Dentogenik/Odontogenik (penyebabnya kelainan gigi), yang sering
menyebabkan sinusitis infeksi pada gigi geraham atas (pre molar dan
molar)

5
2.5 Pemeriksaan Penunjang.

1. Rinoskopi anterior

Tampak mukosa konka hiperemis, kavum nasi sempit, dan edema.Pada


sinusitis maksila, sinusitis frontal dan sinusitis ethmoid anterior tampak
mukopus atau nanah di meatus medius, sedangkan pada sinusitis ethmoid
posterior dan sinusitis sfenoid nanah tampak keluar dari meatus superior.

2. Rinoskopi posterior : Tampak mukopus di nasofaring (post nasal drip).


3. Transiluminasi (diaphanoscopia), sinus yang sakit akan menjadi suram
atau gelap. Pemeriksaan transiluminasi bermakna bila salah satu sisi sinus
yang sakit, sehingga tampak lebih suram dibanding sisi yang normal.
4. X Foto sinus paranasalis

Pemeriksaan radiologik yang dibuat ialah Posisi Water’s, Posteroanterior


dan Lateral. Akan tampak perselubungan atau penebalan mukosa atau
batas cairan udara (air fluid level) pada sinus yang sakit.
Posisi Water’s adalah untuk memproyeksikan tulang petrosus supaya
terletak di bawah antrum maksila, yakni dengan cara menengadahkan
kepala pasien sedemikian rupa sehingga dagu menyentuh permukaan
meja. Posisi ini terutama untuk melihat adanya kelainan di sinus maksila,
frontal dan etmoid. Posisi Posteroanterior untuk menilai sinus frontal dan
Posisi lateral untuk menilai sinus frontal, sphenoid dan etmoid.

5. Pemeriksaan CT –Scan

Pemeriksaan CT-Scan merupakan cara terbaik untuk memperlihatkan sifat


dan sumber masalah pada sinusitis dengan komplikasi. CT-Scan pada
sinusitis akan tampak : penebalan mukosa, air fluid level, perselubungan
homogen atau tidak homogen pada satu atau lebih sinus paranasal,
penebalan dinding sinus dengan sklerotik (pada kasus-kasus kronik).Hal-
hal yang mungkin ditemukan pada pemeriksaan CT-Scan :

6
a. Kista retensi yang luas, bentuknya konveks (bundar), licin,
homogen, pada pemeriksaan CT-Scan tidak mengalami ehans.
Kadang sukar membedakannya dengan polip yang terinfeksi, bila
kista ini makin lama makin besar dapat menyebabkan gambaran
air-fluid level.
b. Polip yang mengisi ruang sinus
c. Polip antrokoanal
d. Massa pada cavum nasi yang menyumbat sinus
e. Mukokel, penekanan, atrofi dan erosi tulang yang berangsur-
angsur oleh massa jaringan lunak mukokel yang membesar dan
gambaran pada CT Scan sebagai perluasan yang berdensitas rendah
dan kadang-kadang pengapuran perifer.
6. Pemeriksaan di setiap sinus

a. Sinusitis maksila akut

Pemeriksaan rongga hidung akan tampak ingus kental yang kadang-


kadang dapat terlihat berasal dari meatus medius mukosa hidung.
Mukosa hidung tampak membengkak (edema) dan merah (hiperemis).
Pada pemeriksaan tenggorok, terdapat ingus kental di nasofaring.
Pada pemeriksaan di kamar gelap, dengan memasukkan lampu kedalam
mulut dan ditekankan ke langit-langit, akan tampak pada sinus maksila
yang normal gambar bulan sabit di bawah mata. Pada kelainan sinus
maksila gambar bulan sabit itu kurang terang atau tidak tampak. Untuk
diagnosis diperlukan foto rontgen. Akan terlihat perselubungan di sinus
maksila, dapat sebelah (unilateral), dapat juga kedua belah (bilateral ).

b. Sinusitis etmoid akut

Pemeriksaan rongga hidung, terdapat ingus kental, mukosa hidung


edema dan hiperemis. Foto roentgen, akan terdapat perselubungan di
sinus etmoid.

7
c. Sinusitis frontal akut

Pemeriksaan rongga hidung, ingus di meatus medius. Pada pemeriksaan


di kamar gelap, dengan meletakkan lampu di sudut mata bagian dalam,
akan tampak bentuk sinus frontal di dahi yang terang pada orang normal,
dan kurang terang atau gelap pada sinusitis akut atau kronis.
Pemeriksaan radiologik, tampak pada foto roentgen daerah sinus frontal
berselubung.

d. Sinusitis sfenoid akut

Pemeriksaan rongga hidung, tampak ingus atau krusta serta foto rontgen.

2.6 Komplikasi

1. Kelainan pada Orbita

Sinusitis ethmoidalis merupakan penyebab komplikasi pada orbita yang


tersering. Pembengkakan orbita dapat merupakan manifestasi ethmoidalis
akut, namun sinus frontalis dan sinus maksilaris juga terletak di dekat
orbita dan dapat menimbulkan infeksi isi orbita juga. Pada komplikasi ini
terdapat lima tahapan :

a. Peradangan atau reaksi edema yang ringan.

Terjadi pada isi orbita akibat infeksi sinus ethmoidalis didekatnya.


Keadaan ini terutama ditemukan pada anak, karena lamina papirasea
yang memisahkan orbita dan sinus ethmoidalis sering kali merekah pada
kelompok umur ini.

b. Selulitis orbita

Edema bersifat difus dan bakteri telah secara aktif menginvasi isi orbita
namun pus belum terbentuk.

8
c. Abses subperiosteal

Pus terkumpul diantara periorbita dan dinding tulang orbita


menyebabkan proptosis dan kemosis.

d. Abses orbita

Pus telah menembus periosteum dan bercampur dengan isi orbita. Tahap
ini disertai dengan gejala sisa neuritis optik dan kebutaan unilateral yang
lebih serius. Keterbatasan gerak otot ekstraokular mata yang tersering
dan kemosis konjungtiva merupakan tanda khas abses orbita, juga
proptosis yang makin bertambah.

e. Thrombosis sinus kavemosus

Akibat penyebaran bakteri melalui saluran vena kedalam sinus


kavernosus, kemudian terbentuk suatu tromboflebitis septik.

2. Kelainan intracranial

a. Meningitis akut

Salah satu komplikasi sinusitis yang terberat adalah meningitis


akut, infeksi dari sinus paranasalis dapat menyebar sepanjang saluran
vena atau langsung dari sinus yang berdekatan, seperti lewat dinding
posterior sinus frontalis atau melalui lamina kribriformis di dekat sistem
sel udara ethmoidalis.

b. Abses dura

Kumpulan pus diantara dura dan tabula interna kranium, sering


kali mengikuti sinusitis frontalis. Proses ini timbul lambat, sehingga
pasien hanya mengeluh nyeri kepala dan sebelum pus yang terkumpul
mampu menimbulkan tekanan intra kranial.

9
c. Abses subdural

Kumpulan pus diantara duramater dan arachnoid atau permukaan


otak. Gejala yang timbul sama dengan abses dura.

d. Abses otak

Setelah sistem vena, dapat mukoperiosteum sinus terinfeksi,


maka dapat terjadi perluasan metastatik secara hematogen ke dalam
otak.

3. Osteitis dan Osteomylitis.

Penyebab tersering osteomielitis dan abses subperiosteal pada


tulang frontalis adalah infeksi sinus frontalis. Nyeri tekan dahi setempat
sangat berat. Gejala sistemik berupa malaise, demam dan menggigil.

4. Mukokel

Suatu kista yang mengandung mukus yang timbul dalam sinus,


kista ini paling sering ditemukan pada sinus maksilaris, sering disebut
sebagai kista retensi mukus dan biasanya tidak berbahaya.
Dalam sinus frontalis, ethmoidalis dan sfenoidalis, kista ini dapat
membesar dan melalui atrofi tekanan mengikis struktur sekitarnya. Kista
ini dapat bermanifestasi sebagai pembengkakan pada dahi atau fenestra
nasalis dan dapat menggeser mata ke lateral. Dalam sinus sfenoidalis, kista
dapat menimbulkan diplopia dan gangguan penglihatan dengan menekan
saraf didekatnya.

5. Pyokokel.

Mukokel terinfeksi, gejala piokel hampir sama dengan mukokel


meskipun lebih akut dan lebih berat.

2.7 Penatalaksanaan

1. Penatalaksanaan Mediis.

10
a. Drainage

b. Dengan pemberian obat, yaitu:

Dekongestan local : efedrin 1%(dewasa) ½%(anak).


Dekongestan oral : Psedo efedrin 3 X 60 mg.

c. Pemberian antibiotik dalam 5-7 hari (untuk Sinusitis akut) yaitu :

• Ampisilin 4 X 500 mg

• Amoksilin 3 x 500 mg

• Sulfametaksol=TMP (800/60) 2 x 1 tablet

• Diksisiklin 100 mg/hari.

d. Pemberian obat simtomatik

parasetamol, metampiron 3 x 500 mg.

e. Untuk Sinusitis kronis bisa dengan

• Cabut geraham atas bila penyebab dentogen

2. Penatalaksanaan Pembedahan

Pencucian sinus paranasal :

a. Pada sinus maksila

Dilakukan fungsi sinus maksila, dan dicuci 2 kali seminggu dengan


larutan garam fisiologis.

b. Pada sinus frontal, etmoid dan sfenoid

Pencucian sinus dilakukan dengan pencucian Proetz.

Pembedahan, dilakukan :

11
a. Bila setelah dilakukan pencucian sinus 6 kali ingus masih tetap
kental.

b. Bila foto rontgen sudah tampak penebalan dinding sinus paranasal.


Persiapan sebelum pembedahan perlu dibuat foto ( pemeriksaan)
dengan CT scan.

Macam pembedahan sinus paranasal

1. Sinus maksila

• Antrostomi, yaitu membuat saluran antara rongga hidung dengan


sinus maksila di bagian lateral konka inferior. Gunanya ialah
untuk mengalirkan nanah dan ingus yang terkumpul di sinus
maksila.

• Operasi Caldwell-Luc yaitu operasi dengan membuka sinus


maksila, dengan menembus tulang pipi.

2. Sinus etmoid

Pembedahan untuk membersihkan sinus etmoid, dapat


dilakukan dari dalam hidung (intranasal) atau dengan membuat insisi
di batas hidung dengan pipi (ekstranasal).

• Etmoidektomi intranasal

• Etmoidektomi ekstranasal

Insisi dibuat di sudut mata, pada batas hidung dan mata. Di


daerah itu sinus etmoid dibuka, kemudian dibersihkan.

3. Sinus frontal

Pembedahan untuk membuka sinus frontal disebut operasi


Killian. Insisi dibuat seperti pada insisi etmoidektomi ekstranasal,
tetapi kemudian diteruskan ke atas alis. Seringkali pembedahan untuk

12
membuka sinus frontal dilakukan bersama dengan sinus etmoid, yang
disebut fronto-etmoidektomi.

4. Sinus sfenoid

Pembedahan untuk sinus sfenoid yang aman sekarang ini


ialah dengan memakai endoskop. Biasanya bersama dengan
pembersihan sinus etmoid dan muara sinus maksila serta muara sinus
frontal, yang disebut Bedah Endoskopi Sinus
Fungsional( FESS=functional endoscopic sinus surgery) tanpa
melakukan insisis di kulit muka.

2.8 Web of Causation

Terlampir

13
BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN

3.1 Pengkajian

a. Identitas Klien

Nama, umur, agama, pendidikan, pekerjaan, suku/bangsa, alamat, jenis


kelamin, status perkawinan.

b. Keluhan utama

Klien mengeluh nyeri kepala sinus dan tenggorokan.

c. Riwayat penyakit saat ini

Klien mengeluh hidung tersumbat, pilek yang sering kambuh, demam,


pusing, ingus kental di hidung, nyeri di antara dua mata, penciuman
berkurang.

d. Riwayat penyakit dahulu


• Klien pernah menderita penyakit akut dan
perdarahan hidung atau trauma.
• Klien pernah mempunyai riwayat penyakit THT.
• Klien pernah menderita sakit gigi geraham.
e. Pemeriksaan fisik

• Pernafasan B1 (breath)

14
Bentuk dada normal, pola napas tidak teratur, suara napas ronkhi,
sesak napas, retraksi otot bantu napas, alat bantu pernapasan.

• Kardiovaskular B2 (blood)

Irama jantung : regular, akral : hangat

• Persyarafan B3 (brain)

Ada gangguan penciuman, gelisah.

• Perkemihan B4 (bladder)

Tidah ada keluhan pada sistem perkemihan.

• Pencernaan B5 (bowel)

Nafsu makan menurun.

• Muskuloskeletal/integument B6 (bone)

Kondisi tubuh: kelelahan

3.2 Diagnosa Keperawatan

1. Jalan nafas tidak efetif berhubungan dengan obstruksi / adanya secret yang
mengental.
2. Nyeri berhubungan dengan peradangan pada hidung.
3. Hipertermi berhubungan dengan reaksi inflamasi
4. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan nafsu makan
manurun sekunder dari peradangan dengan sinus.
5. Gangguan istirahat dan tidur berhubungan dengan hidung tersumbat, nyeri
sekunder akibat peradangan hidung.
6. Ansietas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan klien tentang
penyakit dan prosedur tindakan medis ( irigasi sinus / operasi ).

15
3.3 Intervensi

1 Diagnosa 1 : Jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan


obstruksi / adanya secret yang mengental.

Tujuan : bersihan jalan nafas menjadi efektif setelah secret


dikeluarkan.

Kriteria hasil :

- Respiratory Rate 16-20x/menit


- Tidak ada suara nafas tambahan
- Ronkhi (-)
- Dapat melakukan batuk efektif

Intervensi

a. Kaji penumpukan secret yang ada

R: Mengetahui tingkat keparahan dan tindakan selanjutnya

b. Observasi tanda-tanda vital.

R: Mengetahui perkembangan klien sebelum dilakukan operasi

c. Ajarkan batuk efektif

R: Mengeluarkan sekret di jalan napas

d. Koaborasi nebulizing dengan tim medis untuk pembersihan secret

R: Kerjasama untuk menghilangkan penumpukan secret.

e. Evaluasi suara napas, karakteristik sekret, kemampuan batuk


efektif

16
R: Ronkhi (-) mengindikasikan tidak ada cairan/sekret pada paru,
jumlah, konsistensi, warna sekret dikaji untuk tindakan selanjutnya

2 Nyeri berhubungan dengan peradangan pada hidung.


Tujuan : Nyeri yang dirasakan berkurang atau dapat diadaptasi
oleh klien
Kriteria hasil :

- Klien mengungkapkan nyeri yang dirasakan berkurang atau


dapat diadaptasi
- Dapat mengidentifikasi aktifitas yang meningkatkan atau
menurunkan nyeri, klien tidak gelisah, skala nyeri 0-1 atau
teradaptasi.

Intervensi :

a. Kaji terhadap nyeri dengan skala 0-4

R: Nyeri merupakan respon subjektif yang bisa dikaji


menggunakan skala nyeri, sehingga dapat dilakukan tindakan
yang sesuai.

b. Berikan kesempatan waktu istirahat bila terasa nyeri dan berikan


posisi yang nyaman.

R: Istirahat akan merelaksasi semua jaringan sehingga akan


meningkatkan kenyamanan.

c. Mengajarkan tehnik relaksasi dan metode distraksi

R: Akan melancarkan peredaran darah, dan dapat mengalihkan


perhatian nyerinya ke hal-hal yang menyenangkan

d. Kolaborasi analgesic

R: Analgesik memblok lintasan nyeri, sehingga nyeri berkurang

17
e. Observasi tingkat nyeri dan respon motorik klien, 30 menit
setelah pemberian analgesik untuk mengkaji efektivitasnya dan
setiap 1-2 jam setelah tindakan perawatan selama 1-2 hari.
R: Pengkajian yang optimal akan memberikan perawat data yang
objektif untuk mencegah kemungkinan komplikasi dan
melakukan intervensi yang tepat.

3 Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan nafsu


makan manurun sekunder akibat peradangan dengan sinus.
Tujuan : Kebutuhan nutrisi klien dapat terpenuhi dengan adekuat
Kriteria hasil :

- Antropometri: berat badan tidak turun (stabil), tinggi badan,


lingkar lengan
- Biokimia: albumin normal dewasa (3,5-5,0) g/dl
Hb normal (laki-laki 13,5-18 g/dl, perempuan 12-16 g/dl)
- Clinis: tidak tampak kurus, terdapat lipatan lemak, rambut tidak
jarang dan merah
- Diet: klien menghabiskan porsi makannya dan nafsu makan
bertambah

Intervensi

a. Kaji pemenuhan kebutuhan nutrisi klien

R: Mengetahui kekurangan nutrisi klien.

b. Jelaskan pentingnya makanan bagi proses penyembuhan.

R: Dengan pengetahuan yang baik tentang nutrisi akan


memotivasi untuk meningkatkan pemenuhan nutrisi.

c. Mencatat intake dan output makanan klien.

R: Mengetahui perkembangan pemenuhan nutrisi klien

18
d. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk membantu memilih makanan
yang dapat memenuhi kebutuhan gizi selama sakit.

R: Ahli gizi adalah spesialisasi dalam ilmu gizi yang membantu


klien memilih makanan sesuai dengan keadaan sakitnya, usia,
tinggi, berat badannya.

e. Manganjurkn makan sedikit- sedikit tapi sering.

R: Dengan sedikit tapi sering mengurangi penekanan yang


berlebihan pada lambung.

f. Menyarankan kebiasaan untuk oral hygine sebelum dan sesudah


makan

R: Meningkatkan selera makan klien.

3.4 Evaluasi

Evaluasi dilaksanakan setiap saat setelah rencana keperawatan


dilakukan sedangkan cara melakukan evaluasi sesuai dengan kriteria
keberhasilan pada tujuan rencana keparawatan. Dengan demikian evaluasi
dapat dilakukan sesuai dengan kriteria / susunan rinci ditulis pada lembar
catatan perkembangan yang berisikan S-O-A-P-I-E-R ( Data subyek, Obyek,
Asesment, Implementasi, Evaluasi, Revisi).

19
DAFTAR PUSTAKA

Mangunkusumo E, Soetjipto D. Sinusitis. 2007. Buku Ajar Ilmu Kesehatan


Telinga Hidung tenggorok Kepala dan Leher. FKUI: Jakarta

Doenges, M. G. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan Edisi 3. EGC: Jakarta

Ghorayeb B. Sinusitis. 2009. Dalam Otolaryngology Houston. Diakses dari


www.ghorayeb.com/AnatomiSinuses.html

Wikipedia. Sinusitis. Diakses dari www.wikipedia.org/wiki/sinusitis

20

You might also like