Professional Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
1
BAB 2
LANDASAN TEORI
2.1 Definisi
2.2 Etiologi
1. Infeksi virus
Sinusitis akut bisa terjadi setelah adanya infeksi virus pada saluran
pernafasan bagian atas (misalnya Rhinovirus, Influenza virus, dan
Parainfluenza virus).
2
2. Bakteri
Di dalam tubuh manusia terdapat beberapa jenis bakteri yang
dalam keadaan normal tidak menimbulkan penyakit (misalnya
Streptococcus pneumoniae, Haemophilus influenzae). Jika sistem
pertahanan tubuh menurun atau drainase dari sinus tersumbat
akibat pilek atau infeksi virus lainnya, maka bakteri yang
sebelumnya tidak berbahaya akan berkembang biak dan menyusup
ke dalam sinus, sehingga terjadi infeksi sinus akut.
3. Infeksi jamur
6. Tonsilitis yg kronik
2. Alergi
3
2.3 Manifestasi Klinik
4
4. Sinusitis sphenoid akut
5. Sinusitis Kronis
2.4 Klasifikasi
5
2.5 Pemeriksaan Penunjang.
1. Rinoskopi anterior
5. Pemeriksaan CT –Scan
6
a. Kista retensi yang luas, bentuknya konveks (bundar), licin,
homogen, pada pemeriksaan CT-Scan tidak mengalami ehans.
Kadang sukar membedakannya dengan polip yang terinfeksi, bila
kista ini makin lama makin besar dapat menyebabkan gambaran
air-fluid level.
b. Polip yang mengisi ruang sinus
c. Polip antrokoanal
d. Massa pada cavum nasi yang menyumbat sinus
e. Mukokel, penekanan, atrofi dan erosi tulang yang berangsur-
angsur oleh massa jaringan lunak mukokel yang membesar dan
gambaran pada CT Scan sebagai perluasan yang berdensitas rendah
dan kadang-kadang pengapuran perifer.
6. Pemeriksaan di setiap sinus
7
c. Sinusitis frontal akut
Pemeriksaan rongga hidung, tampak ingus atau krusta serta foto rontgen.
2.6 Komplikasi
b. Selulitis orbita
Edema bersifat difus dan bakteri telah secara aktif menginvasi isi orbita
namun pus belum terbentuk.
8
c. Abses subperiosteal
d. Abses orbita
Pus telah menembus periosteum dan bercampur dengan isi orbita. Tahap
ini disertai dengan gejala sisa neuritis optik dan kebutaan unilateral yang
lebih serius. Keterbatasan gerak otot ekstraokular mata yang tersering
dan kemosis konjungtiva merupakan tanda khas abses orbita, juga
proptosis yang makin bertambah.
2. Kelainan intracranial
a. Meningitis akut
b. Abses dura
9
c. Abses subdural
d. Abses otak
4. Mukokel
5. Pyokokel.
2.7 Penatalaksanaan
1. Penatalaksanaan Mediis.
10
a. Drainage
• Ampisilin 4 X 500 mg
• Amoksilin 3 x 500 mg
2. Penatalaksanaan Pembedahan
Pembedahan, dilakukan :
11
a. Bila setelah dilakukan pencucian sinus 6 kali ingus masih tetap
kental.
1. Sinus maksila
2. Sinus etmoid
• Etmoidektomi intranasal
• Etmoidektomi ekstranasal
3. Sinus frontal
12
membuka sinus frontal dilakukan bersama dengan sinus etmoid, yang
disebut fronto-etmoidektomi.
4. Sinus sfenoid
Terlampir
13
BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN
3.1 Pengkajian
a. Identitas Klien
b. Keluhan utama
• Pernafasan B1 (breath)
14
Bentuk dada normal, pola napas tidak teratur, suara napas ronkhi,
sesak napas, retraksi otot bantu napas, alat bantu pernapasan.
• Kardiovaskular B2 (blood)
• Persyarafan B3 (brain)
• Perkemihan B4 (bladder)
• Pencernaan B5 (bowel)
• Muskuloskeletal/integument B6 (bone)
1. Jalan nafas tidak efetif berhubungan dengan obstruksi / adanya secret yang
mengental.
2. Nyeri berhubungan dengan peradangan pada hidung.
3. Hipertermi berhubungan dengan reaksi inflamasi
4. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan nafsu makan
manurun sekunder dari peradangan dengan sinus.
5. Gangguan istirahat dan tidur berhubungan dengan hidung tersumbat, nyeri
sekunder akibat peradangan hidung.
6. Ansietas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan klien tentang
penyakit dan prosedur tindakan medis ( irigasi sinus / operasi ).
15
3.3 Intervensi
Kriteria hasil :
Intervensi
16
R: Ronkhi (-) mengindikasikan tidak ada cairan/sekret pada paru,
jumlah, konsistensi, warna sekret dikaji untuk tindakan selanjutnya
Intervensi :
d. Kolaborasi analgesic
17
e. Observasi tingkat nyeri dan respon motorik klien, 30 menit
setelah pemberian analgesik untuk mengkaji efektivitasnya dan
setiap 1-2 jam setelah tindakan perawatan selama 1-2 hari.
R: Pengkajian yang optimal akan memberikan perawat data yang
objektif untuk mencegah kemungkinan komplikasi dan
melakukan intervensi yang tepat.
Intervensi
18
d. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk membantu memilih makanan
yang dapat memenuhi kebutuhan gizi selama sakit.
3.4 Evaluasi
19
DAFTAR PUSTAKA
20