You are on page 1of 19

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Persalinan merupakan suatu proses alami yang akan berlangsung
dengan sendirinya, tetapi persalinan pada manusia setiap saat terancam
penyulit yang membahayakan ibu maupun janinnya sehingga memerlukan
pengawasan, pertolongan dan pelayanan dengan fasilitas yang memadai.
Penyebab utama kematian ibu di negara yang sedang berkembang
sebagian besar adalah perdarahan post partum yaitu mencapai 5-15 % dari
seluruh jumlah persalinan yang terjadi. Perdarahan post partum ada kalanya
merupakan perdarahan yang hebat dan menakutkan sehingga dalam waktu
singkat ibu dapat jatuh kedalam keadaan syok atau dapat berupa perdarahan
yang menetes perlahan - lahan tetapi terus menerus yang juga berbahaya
karena kita menyangka akhirnya perdarahan berjumlah banyak.
Perawat merupakan salah satu tenaga dari team pelayanan kesehatan
yang keberadaanya paling dekat dengan ibu mempunyai peran penting dalam
mengatasi masalah melalui proses perawatan. Dalam melaksanakan asuhan
perawatan, perawat dituntut memiliki wawasan yang luas terampil dan sikap
profesional.

1.2 Rumusan Masalah


1.2.1 Konsep dasar HPP ( definisi, etiologi, woc, klasifikasi, tanda dan gejala,
penatalaksanaan, komplikasi dan pencegahannya).
1.2.2 Asuhan keperawatan pada kasus haemoraghi post partum (HPP).

1.3 Tujuan
1.3.1 Untuk mengetahui konsep dasar HPP (definisi, etiologi, woc,
klasifikasi, tanda dan gejala, penatalaksanaan, komplikasi dan
pencegahannya).
1.3.2 Untuk mengetahui asuhan keperawatan pada kasus haemoraghi post
partum (HPP).

1
BAB 2
TINJAUAN TEORI

2.1 Definisi Haemoraghi Post Partum (HPP)


Perdarahan pervagina yang jumlahnya melebihi 500 cc dan terjadi
dalam waktu 24 jam pertama setelah janin lahir atau hilangnya darah melebihi
1000 cc pada section caesarae.
Perdarahan post partum adalah perdarahan dalam kala IV yang lebih
dari 500 – 600 cc dalam 24 jam setelah anak dan plasenta lahir (Rustam
Mochtar, 1998).
Perdarahan post partum adalah perdarahan 500 cc / lebih setelah kala
III selesai / setelah plasenta lahir (Bedah kebidanan, 2000).
Perdarahan paska persalinan adalah perdarahan yang terjadi pada masa
post partum yang lebih dari 500 cc segera setelah bayi lahir ( Willams &
Wilkins ,1988).
Perdarahan pasca persalinan adalah perdarahan yang terjadi pada masa
post partum yang menyebabkan perubahan tanda vital seperti klien mengeluh
lemah, limbung, berkeringat dingin, dalam pemeriksaan fisik hiperpnea,
sistolik < 90 mmHg, nadi > 100 x/menit dan kadar HB < 8 gr % ( POGI,
2000 ).
Perdarahan paska persalinan atau HPP adalah terjadinya perdarahan
yang banyak dari saluran genital segera setelah lahir sampai 6 minggu post
partum (Linda K. Brown. 1994).

2.2 Etiologi Haemoraghi Post Partum HPP


1. Penyebab perdarahan paska persalinan dini :
a. Perlukaan jalan lahir : ruptur uteri, robekan serviks, vagina dan
perineum, luka episiotomi (4-5 %).
b. Perdarahan pada tempat menempelnya plasenta karena : atonia uteri (
50-60 % ) , retensi plasenta ( 16-17 % ), inversio uteri.
c. Gangguan mekanisme pembekuan darah (0,5-0,8 %).

2
2. Penyebab perdarahan paska persalinan terlambat biasanya disebabkan
oleh sisa plasenta atau bekuan darah, infeksi akibat retensi produk
pembuangan dalam uterus sehingga terjadi sub involusi uterus (23-24
%).

2.3 Web of Causation Haemoragie post partum


Web of Causation haemoragie post partum terlampir.

2.4 Klasifikasi Haemoraghi Post Partum HPP


Perdarahan paska persalinan atau Perdarahan paska persalinan dibagi 2
macam, yaitu :

1. Perdarahan pasca persalinan dini/ primary HPP adalah perdarahan


berlebihan ( 600 ml atau lebih ) dari saluran genitalia yang terjadi dalam
12 - 24 jam pertama setelah melahirkan. Angka kejadian 1 : 200
kelahiran.
2. Perdarahan paska persalinan lambat / secondary HPP adalah perdarahan
yang terjadi antara hari kedua sampai enam minggu paska persalinan.
Angka kejadian 1 : 1000 kelahiran dan meningkat pada wanita dengan
riwayat abortus atau dengan riwayat perdarahan selama kehamilan.

2.5 Tanda dan Gejala Berdasarkan Etiologi HPP


1. Atonia uteri
Gejala dan tanda yang ada:
a. Uterus tidak berkontraksi dan lembek
b. Perdarahan segera setelah anak lahir (perdarahan pascapersalinan
primer)
c. Syok (tekanan darah rendah, denyut nadi cepat dan kecil, ekstremitas
dingin, gelisah, mual,dan lain-lain).
2. Robekan jalan lahir
Gejala dan tanda yang ada:
a. Perdarahan segera
b. Darah segar yang mengalir segera setelah bayi lahir

3
c. Uterus kontraksi baik
d. Plasenta baik
e. Pucat
f. Lemah
g. Menggigil

3. Retensio plasenta
Gejala dan tanda yang ada:
a. Plasenta belum lahir setelah 30 menit
b. Perdarahan segera
c. Uterus kontraksi baik
d. Tali pusat putus akibat traksi berlebihan
e. Inversio uteri akibat tarikan
f. Perdarahan lanjutan

4. Tertinggalnya sebagian plasenta (sisa plasenta)


Gejala dan tanda yang ada:
a. Plasenta atau sebagian selaput (mengandung pembuluh darah) tidak
lengkap
b. Perdarahan segera
c. Uterus berkontraksi tetapi tinggi fundus tidak berkurang

5. Inversio uterus
Gejala dan tanda yang ada:
a. Uterus tidak teraba
b. Lumen vagina terisi massa
c. Tampak tali pusat (jika plasenta belum lahir)
d. Perdarahan segera
e. Nyeri sedikit atau berat
f. Syok neurogenik
g. Pucat dan limbung ( http://khaidirmuhaj.blogspot.com).

4
2.6 Penatalaksanaan HPP
Diagnosis yang tepat harus segera ditegakkan dengan cara segera
mengidentifikasi perdarahan berlebihan setelah persalinan. Tersedia tim
penolong yang berpengalaman. Obat-obatan, peralatan, ruang operasi dan
tranfusi darah sudah harus tersedia. Menentukan Etiologi nilai uterus untuk
kemungkinan atonia, hipotonia, ruptur atau inversi. Nilai traktus genitalis
bawah untuk kemungkinan perlukaan pada servik, vagina dan perineum.
Menilai kemungkinan koagulopati. Menilai apakah ada retensi plasenta.
1. Penatalaksanaan umum
Secara umum untuk kasus perdarahan adalah:
1. Hentikan perdarahan.
2. Cegah terjadinya syock.
3. Ganti darah yang hilang.
• Tahap I (perdarahan yang tidak terlalu banyak):
Berikan uterotonika, urut/ massage pada rahim, pasang gurita.
• Tahap II (perdarahan lebih banyak):
Lakukan penggantian cairan (transfusi atau infus), prasat atau
manuver ( zangemeister, frits ), kompresi bimanual, kompresi
aorta, tamponade uterovaginal, menjepit arteri uterina.
• Bila semua tindakan diatas tidak menolong:
Ligasi arteria hipogastrika, histerekstomi.
2. Penatalaksanaan berdasarkan etiologi
a. Atonia uteri
 Kenali dan tegakan kerja atonia uteri
 Sambil melakukan pemasangan infus dan
pemberian uterotonika, lakukan pengurutan uterus
 Pastikan plasenta lahir lengkap dan tidak ada
laserasi jalan lahir
 Lakukan tindakan spesifik yang diperlukan :
 Kompresi bimanual eksternal yaitu menekan uterus
melalui dinding abdomen dengan jalan saling mendekatkan kedua
belah telapak tangan yang melingkupi uterus. Bila perdarahan

5
berkurang kompresi diteruskan, pertahankan hingga uterus dapat
kembali berkontraksi atau dibawa ke fasilitas kesehatan rujukan.
 Kompresi bimanual internal yaitu uterus ditekan
diantara telapak tangan pada dinding abdomen dan tinju tangan
dalam vagina untuk menjempit pembuluh darah didalam
miometrium.
 Kompresi aorta abdominalis yaitu raba arteri
femoralis dengan ujung jari tangan kiri, pertahankan posisi tersebut
genggam tangan kanan kemudian tekankan pada daerah umbilikus,
tegak lurus dengan sumbu badan, hingga mencapai kolumna
vertebralis, penekanan yang tepat akan menghetikan atau
mengurangi, denyut arteri femoralis.
b. Retensio plasenta dengan separasi parsial
 Tentukan jenis retensio yang terjadi karena berkaitan dengan
tindakan yang akan diambil.
 Regangkan tali pusat dan minta pasien untuk mengejan, bila
ekspulsi tidak terjadi cobakan traksi terkontrol tali pusat.
 Pasang infus oksitosin 20 unit/500 cc NS atau RL dengan
tetesan 40/menit, bila perlu kombinasikan dengan misoprostol
400mg per rektal.
 Bila traksi terkontrol gagal melahirkan plasenta, lakukan
manual plasenta secara hati-hati dan halus.
 Restorasi cairan untuk mengatasi hipovolemia.
 Lakukan transfusi darah bila diperlukan.
 Berikan antibiotik profilaksis ( ampicilin 2 gr IV/oral +
metronidazole 1 g supp/oral ).
c. Plasenta inkarserata
 Tentukan diagnosis kerja
 Siapkan peralatan dan bahan untuk menghilangkan kontriksi
serviks yang kuat, tetapi siapkan infus fluothane atau eter untuk
menghilangkan kontriksi serviks yang kuat, tetapi siapkan infus

6
oksitosin 20 .Untuk 500 NS atau RL untuk mengantisipasi
gangguan kontraksi uterus yang mungkin timbul.
 Bila bahan anestesi tidak tersedia, lakukan manuver sekrup
untuk melahirkan plasenta.
 Pasang spekulum Sims sehingga ostium dan sebagian plasenta
tampak jelas.
 Jepit porsio dengan klem ovum pada jam 12, 4 dan 8 dan
lepaskan spekulum
 Tarik ketiga klem ovum agar ostium, tali pusat dan plasenta
tampak jelas.
 Tarik tali pusat ke lateral sehingga menampakkan plasenta di
sisi berlawanan agar dapat dijepit sebanyak mungkin, minta
asisten untuk memegang klem tersebut.
 Lakukan hal yang sama pada plasenta kontra lateral
 Satukan kedua klem tersebut, kemudian sambil diputar searah
jarum jam tarik plasenta keluar perlahan-lahan.
d. Ruptur uteri
 Berikan segera cairan isotonik ( RL/NS) 500 cc dalam 15-20
menit dan siapkan laparatomi
 Lakukan laparatomi untuk melahirkan anak dan plasenta,
fasilitas pelayanan kesehatan dasar harus merujuk pasien ke
rumah sakit rujukan
 Bila konservasi uterus masih diperlukan dan kondisi jaringan
memungkinkan, lakukan operasi uterus
 Bila luka mengalami nekrosis yang luas dan kondisi pasien
mengkwatirkan lakukan histerektomi
 Lakukan bilasan peritonial dan pasang drain dari cavum
abdomen
 Antibiotik dan serum anti tetanus, bila ada tanda-tanda infeksi.
e. Sisa plasenta

7
 Penemuan secara dini, dengan memeriksa kelengkapan
plasenta setelah dilahirkan
 Berika antibiotika karena kemungkinan ada endometriosis
 Lakukan eksplorasi digital/bila serviks terbuka dan
mengeluarkan bekuan darah atau jaringan, bila serviks hanya
dapat dilalui oleh instrument, lakukan evakuasi sisa plasenta
dengan dilatasi dan kuret.
 Hb 8 gr/dl berikan transfusi atau berikan sulfat ferosus
600mg/hari selama 10 hari.
f. Ruptur peritonium dan robekan dinding vagina
 Lakukan eksplorasi untuk mengidentifikasi lokasi laserasi dan
sumber perdarahan
 Lakukan irigasi pada tempat luka dan bubuhi larutan antiseptik
 Jepit dengan ujung klem sumber perdarahan kemudian ikat
dengan benang yang dapat diserap
 Lakukan penjahitan luka dari bagian yang paling distal
 Khusus pada ruptur perineum komplit dilakukan penjahitan
lapis demi lapis dengan bantuan busi pada rektum, sebagai
berikut :
 Setelah prosedur aseptik- antiseptik, pasang busi rektum hingga
ujung robekan
 Mulai penjahitan dari ujung robekan dengan jahitan dan simpul
sub mukosa, menggunakan benang polyglikolik No 2/0
( deton/vierge ) hingga ke sfinter ani, jepit kedua sfinter ani
dengan klem dan jahit dengan benang no 2/0.
 Lanjutkan penjahitan ke lapisan otot perineum dan sub mukosa
dengan benang yang sama ( atau kromik 2/0 ) secara jelujur.
 Mukosa vagina dan kulit perineum dijahit secara sub mukosa
dan sub kutikuler
 Berikan antibiotik profilaksis. Jika luka kotor berikan
antibiotika untuk terapi.

8
g. Robekan serviks
 Sering terjadi pada sisi lateral, karena serviks yang terjulur
akan mengalami robekan pada posisi spina ishiadika tertekan
oleh kepala bayi.
 Bila kontraksi uterus baik, plasenta lahir lengkap, tetapi terjadi
perdarahan banyak maka segera lihat bagian lateral bawah kiri
dan kanan porsio
 Jepitan klem ovum pada kedua sisi porsio yang robek sehingga
perdarahan dapat segera di hentikan, jika setelah eksploitasi
lanjutkan tidak dijumpai robekan lain, lakukan penjahitan,
jahitan dimulai dari ujung atas robekan kemudian kearah luar
sehingga semua robekan dapat dijahit
 Setelah tindakan periksa tanda vital, kontraksi uterus, tinggi
fundus uteri dan perdarahan paska tindakan
 Berikan antibiotika profilaksis, kecuali bila jelas ditemui tanda-
tanda infeksi
 Bila terjadi defisit cairan lakukan restorasi dan bila kadar Hb
dibawah 8 gr/dl berikan transfusi darah
( http://qittun.blogspot.com).
2.7 Komplikasi
Jangka Pendek:
Anemia
1. Hipovolemik shock
2. Gagal ginjal akut
3. Gagal hepar akut (hepato-renal syndrome)
4. Edema paru akut, consumption coagulopathy, reaksi transfusi
Jangka Panjang :
1. Infeksi : puerperal infections, HIV, hepatitis.
2. Sheehan’s syndrome (nekrosis pituitary anterior)
3. Anemia kronis
4. Gagal ginjal kronis

9
2.8 Pencegahan HPP

1. Perawatan masa kehamilan


Mencegah atau sekurang-kurangnya bersiap siaga pada kasus-kasus yang
disangka akan terjadi perdarahan adalah penting. Tindakan pencegahan
tidak saja dilakukan sewaktu bersalin tetapi sudah dimulai sejak ibu hamil
dengan melakukan antenatal care yang baik. Menangani anemia dalam
kehamilan adalah penting, ibu-ibu yang mempunyai predisposisi atau
riwayat perdarahan postpartum sangat dianjurkan untuk bersalin di rumah
sakit.
2. Persiapan persalinan
Di rumah sakit diperiksa keadaan fisik, keadaan umum, kadar Hb,
golongan darah, dan bila memungkinkan sediakan donor darah dan
dititipkan di bank darah. Pemasangan cateter intravena dengan lobang
yang besar untuk persiapan apabila diperlukan transfusi. Untuk pasien
dengan anemia berat sebaiknya langsung dilakukan transfusi.
3. Persalinan
Setelah bayi lahir, lakukan massae uterus dengan arah gerakan circular
atau maju mundur sampai uterus menjadi keras dan berkontraksi dengan
baik. Massae yang berlebihan atau terlalu keras terhadap uterus sebelum,
selama ataupun sesudah lahirnya plasenta bisa mengganggu kontraksi
normal myometrium dan bahkan mempercepat kontraksi akan
menyebabkan kehilangan darah yang berlebihan dan memicu terjadinya
perdarahan postpartum.
4. Kala tiga dan Kala empat
 Uterotonica dapat diberikan segera sesudah bahu depan dilahirkan.
Study memperlihatkan penurunan insiden perdarahan postpartum
pada pasien yang mendapat oxytocin setelah bahu depan dilahirkan,
tidak didapatkan peningkatan insiden terjadinya retensio plasenta.
Hanya saja lebih baik berhati-hati pada pasien dengan kecurigaan
hamil kembar apabila tidak ada USG untuk memastikan. Pemberian

10
oxytocin selama kala tiga terbukti mengurangi volume darah yang
hilang dan kejadian perdarahan postpartum sebesar 40%.
 Pada umumnya plasenta akan lepas dengan sendirinya dalam 5 menit
setelah bayi lahir. Usaha untuk mempercepat pelepasan tidak ada
untungnya justru dapat menyebabkan kerugian. Pelepasan plasenta
akan terjadi ketika uterus mulai mengecil dan mengeras, tampak
aliran darah yang keluar mendadak dari vagina, uterus terlihat
menonjol ke abdomen, dan tali plasenta terlihat bergerak keluar dari
vagina. Selanjutnya plasenta dapat dikeluarkan dengan cara menarik
tali pusat secra hati-hati. Segera sesudah lahir plasenta diperiksa
apakah lengkap atau tidak. Untuk “ manual plasenta “ ada perbedaan
pendapat waktu dilakukannya manual plasenta. Apabila sekarang
didapatkan perdarahan adalah tidak ada alas an untuk menunggu
pelepasan plasenta secara spontan dan manual plasenta harus
dilakukan tanpa ditunda lagi. Jika tidak didapatkan perdarahan,
banyak yang menganjurkan dilakukan manual plasenta 30 menit
setelah bayi lahir. Apabila dalam pemeriksaan plasenta kesan tidak
lengkap, uterus terus di eksplorasi untuk mencari bagian-bagian kecil
dari sisa plasenta.
 Lakukan pemeriksaan secara teliti untuk mencari adanya perlukaan
jalan lahir yang dapat menyebabkan perdarahan dengan penerangan
yang cukup. Luka trauma ataupun episiotomi segera dijahit sesudah
didapatkan uterus yang mengeras dan berkontraksi dengan baik.

11
BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN
3.1 Pengkajian

1. Identitas :
a. Identitas pasien, nama, umur ( sering terjadi pada ibu usia
dibawah 20 tahun dan diatas 35 tahun ) , suku/bangsa,
agama, pendidikan, pekerjaan, alamat, status perkawinan.
b. Identitas suami : nama, umur, suku/bangsa, agama,
pendidikan, pekerjaan, alamat, lama menikah.
2. Keluhan utama : Perdarahan pervagina, badan lemah, limbung, keluar
keringat dingin, kesulitan nafas, pusing, pandangan berkunang-kunang.
3. Riwayat kehamilan dan persalinan : Riwayat hipertensi dalam
kehamilan, preeklamsi / eklamsia, bayi besar, gamelli, hidroamnion,
grandmulti gravida, primimuda, anemia, perdarahan saat hamil.
Persalinan dengan tindakan, robekan jalan lahir, partus precipitatus,
partus lama/kasep, chorioamnionitis, induksi persalinan, manipulasi
kala II dan III.
4. Riwayat kesehatan : Kelainan darah dan hipertensi
5. Pengkajian fisik :
• Kesadaran : composmentis / kesadaran menurun
• Berat badan : menurun
• Keadaan umum : lemah, pucat, bedrest
• Tanda vital :
Tekanan darah: Normal/turun ( kurang dari 90-100 mmHg)
Nadi : Normal/meningkat ( 100-120x/menit)
RR: Normal/ meningkat ( 28-34x/menit )
Suhu : Normal/ meningkat

12
• Mata : konjungtiva pucat, pandangan berkunang-kunang
• Mulut : mukosa anemis
• Leher : normal
• Thorak dan paru-paru : sesak nafas, nafas pendek
• Payudara
Hiperpigmentasi aerola mamae, keluar colostrum.
• Kardiovaskular
TD turun, nadi cepat dan kecil, akral dingin dan pucat, CRT
memanjang.
• Abdomen
Uterus lembek, kontraksi lemah, nyeri, striae, linea, mual, distensi
kandung kemih, konstipasi.
• Genitalia
Perdarahan ( pengeluaran lokea yang banyak ), sedikit miksi ,
perlukaan di vagina, luka episiotomy.
• Muskuloskeletal dan integumen
Kelemahan tubuh, kulit pucat, dingin, berkeringat, kering.
• Pemeriksaan Laboratorium
1. Darah : Hemoglobin dan Hematokrit 12-24 jam post partum
( jika Hb < 10 gr/dl )
2. Hitung sel darah merah : < 4,2-5,4 juta sel/mikroliter.
3. Hitung sel darah putih : < 4.000 sel/mikroliter.
4. Hitung trombosit : < 150.000 trombosit/mikroliter.
5. Culture urine : BJ urine, BUN.

3.2 Diagnosa Keperawatan


1. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan perdarahan pervagina.
2. Resiko shock hipovolemik berhubungan dengan perdarahan yang terus
menerus.
3. Resiko terjadinya anemia berhubungan dengan efek dari perdarahan.
4. Resiko tinggi terjadinya infeksi berhubungan dengan gangguan

13
pembentukan sel darah putih.
5. Self care defisit berhubungan dengan kelemahan fisik.
6. Ansietas berhubungan dengan perubahan keadaan atau ancaman
kematian.

3.3 Intervensi

1. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan perdarahan pervagina.


Tujuan : Mencegah disfungsional bleeding dan memperbaiki volume
cairan

Kriteria Hasil :

• Klien tidak terlihat pucat ataupun lemah.


• Perdarahan pervagina terhenti.
• Klien dapat menjelaskan akan penyakitnya.
• Tanda-tanda vital ( TD : 100-120/ 70-90 mmHg, Nadi 60-100
X/menit, RR 18-24 X/menit, S < 37,4OC)
• Tanda-tanda dehidrasi (-), turgor kulit elastis, membran mukosa
basah, mata tidak cowong.
• Pemeriksaan laboratorium serum elektrolit BJ urine 1,008-1,010.

Rencana tindakan :
1. Tidurkan pasien dengan posisi kaki lebih tinggi sedangkan badannya
tetap terlentang ( trendelenburg).

Rasional : Dengan kaki lebih tinggi akan meningkatkan venous


return dan memungkinkan darah keotak dan organ lain.

2. Monitor tanda vital

Rasional : Perubahan tanda vital terjadi bila perdarahan semakin


hebat.

3. Monitor intake dan output setiap 5-10 menit

14
Rasional : Perubahan output merupakan tanda adanya gangguan
fungsi ginjal.

4. Evaluasi kandung kemih

Rasional : Kandung kemih yang penuh menghalangi kontraksi


uterus.

5. Lakukan masage uterus dengan satu tangan serta tangan lainnya


diletakan diatas simpisis.

Rasional : Massage uterus merangsang kontraksi uterus dan


membantu pelepasan placenta, satu tangan diatas simpisis mencegah
terjadinya inversio uteri.

6. Batasi pemeriksaan vagina dan rektum

Rasional : Trauma yang terjadi pada daerah vagina serta rektum


meningkatkan terjadinya perdarahan yang lebih hebat, bila terjadi
laserasi pada serviks / perineum atau terdapat hematom.

7. Kolaborasi pemberian infus atau cairan intravena

Rasional : Cairan intravena mencegah terjadinya shock.

8. Kolaborasi pemberian uterotonika ( bila perdarahan karena atonia


uteri )

Rasional : Uterotonika merangsang kontraksi uterus dan mengontrol


perdarahan.

9. Kolaborasi pemberian antibiotik

Rasional : Antibiotik mencegah infeksi yang mungkin terjadi karena


perdarahan pada subinvolusio.

10. Kolaborasi pemberian transfusi whole blood sesuai indikasi

Rasional : Whole blood membantu menormalkan volume cairan


tubuh.

2. Resiko tinggi terjadinya infeksi berhubungan dengan gangguan


pembentukan sel darah putih.

15
Tujuan: Tidak terjadi infeksi selama dalam masa perawatan
Kriteria hasil:
• Tidak ada tanda-tanda infeksi (tumor, rubor, kalor, dolor dan
fungsiolaesa).
• Tanda-tanda vital (TD : 100-120/ 70-90 mmHg, Nadi 60-100
X/menit, RR 18-24 X/menit, S < 37,4OC ).
• Hasil pemeriksaan laboratorium :
- Hitung sel darah merah : 4,2-5,4 juta sel/mikroliter.
- Hitung sel darah putih : 4.000-10.000 sel/mikroliter.
- Hemoglobin : 12,1-15,1 mg/dL.
- Hematokrit : 36,1%-44,3%.
- Hitung trombosit : 150.000-400.000 trombosit/mikroliter.

Rencana tindakan :
1. Catat perubahan tanda vital

Rasional : Perubahan tanda vital ( suhu ) merupakan indikasi


terjadinya infeksi

2. Catat adanya tanda lemas, kedinginan, anoreksia, kontraksi uterus


yang lembek, dan nyeri panggul

Rasional : Tanda-tanda tersebut merupakan indikasi terjadinya


bakterimia, shock yang tidak terdeteksi

3. Monitor involusi uterus dan pengeluaran lochea

Rasional : Infeksi uterus menghambat involusi dan terjadi


pengeluaran lokea yang berkepanjangan

4. Perhatikan kemungkinan infeksi di tempat lain, misalnya infeksi


saluran nafas, mastitis dan saluran kencing

Rasional : Infeksi di tempat lain memperburuk keadaan

5. Jelaskan kepada klien tentang tanda-tanda terjadinya infeksi.

16
Rasional : Pengetahuan yang memadai memungkinkan klien
kooperatif terhadap tindakan keperawatan.
6. Observasi jumlah perdarahan.

Rasional : Perdarahan yang banyak menyebabkan pertahanan tubuh


melemah akibat dar i pengeluaran leukosit yang berlebihan.
7. Motivasi klien untuk menjaga kebersihan diri.

Rasional : Lingkungan yang lembab merupakan media yang baik


bagi pertumbuhan kuman yang meningkatkan resiko terjadinya
infeksi.
8. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian antibiotika.

Rasional : Antibiotika yang spesifik dapat membantu untuk


mencegah pertumbuhan kuman yang lebih progresif.

3. Resiko terjadinya anemia berhubungan dengan efek dari perdarahan.


Tujuan: tidak terjadi anemia selama dalam masa perawatan.
Kriteria hasil :
• Hb 12,1-15,1 mg/dL
• Konjungtiva tidak anemis.
• Mukosa tidak pucat.
Rencana:
1. Identifikasi pengetahuan pasien tentang anemia dan
jelaskan penyebab dari anemia.
R/ Pengetahuan yang cukup memudahkan pasien untuk kooperatif
terhadap tindakan keperawatan.
2. Anjurkan pada pasien untuk tirah baring.
R/ Aktivitas yang sedikit akan mengurangi metabolisme sehingga
beban suplai oksigen ke jaringan akan menjadi lebih baik.
3. Kolaborasi dalam pemberian nutrisi yang adekuat (Diet
TKTP).
R/ Nutrisi merupakan bahan sebagai pembentuk Hb terutama zat
besi.

17
4. Kolaborasi dengan dokter dalam:
- Pemberian koagulantia dan roburantia.
- Pemberian transfusi.
- Pemeriksaan DL secara berkala.
5. Observasi KU pasien, konjungtiva dan keluhan pasien.

3.4 Evaluasi

Semua tindakan yang dilakukan diharapkan memberikan hasil :


• Tanda vital dalam batas normal :
a. Tekanan darah : 110/70-120/80 mmHg
b. Denyut nadi : 70-80 x/menit
c. Pernafasan : 20 – 24 x/menit
d. Suhu : 36 – 37
• Kadar Hb : Lebih atau sama dengan 10 g/dl
• Gas darah dalam batas normal
• Klien dan keluarganya mengekspresikan bahwa dia mengerti tentang
komplikasi dan pengobatan yang dilakukan
• Klien dan keluarganya menunjukkan kemampuannya dalam
mengungkapkan perasaan psikologis dan emosinya
• Klien dapat melakukan aktifitasnya sehari-hari
• Klien tidak merasa nyeri
• Klien dapat mengungkapkan secara verbal perasaan cemasnya

18
DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddart,s. (1996) . Textbook of Medical Surgical Nursing –2.


Philadelphia: JB. Lippincot Company
Hidayat. (2009). Askep Perdarahan Post Partum.
http://hidayat2.wordpress.com/2009/04/09/askep-post-partum-resiko-
tinggi/. diakses pada tanggal 10 Maret 2010
Khaidirmuhaj. (2009). Askep Nifas dengan Perdarahan Post.
http://khaidirmuhaj.blogspot.com/2009/03/askep-nifas-dengan-
perdarahan-post.html. diakses pada tanggal 10 Maret 2010.
Prawirohardjo Sarwono ; EdiWiknjosastro H. (1997). Ilmu Kandungan. Jakarta :
Gramedia
RSUD Dr. Soetomo . (2001). Perawatan Kegawat daruratan Pada Ibu Hamil.
Surabaya : FK. UNAIR
Qittun . (2008). Askep Haemoraghi Post Partum.
http://qittun.blogspot.com/2008/06/asuhan-keperawatan-pada-klien-
post.html. diakses pada tanggal 10 Maret 2010.
Yulianti, Devi .( 2005). Manajemen Komplikasi Kehamilan dan Persalinan.
Jakarta : EGC

19

You might also like