Professional Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
1.3 Tujuan
1.3.1 Untuk mengetahui konsep dasar HPP (definisi, etiologi, woc,
klasifikasi, tanda dan gejala, penatalaksanaan, komplikasi dan
pencegahannya).
1.3.2 Untuk mengetahui asuhan keperawatan pada kasus haemoraghi post
partum (HPP).
1
BAB 2
TINJAUAN TEORI
2
2. Penyebab perdarahan paska persalinan terlambat biasanya disebabkan
oleh sisa plasenta atau bekuan darah, infeksi akibat retensi produk
pembuangan dalam uterus sehingga terjadi sub involusi uterus (23-24
%).
3
c. Uterus kontraksi baik
d. Plasenta baik
e. Pucat
f. Lemah
g. Menggigil
3. Retensio plasenta
Gejala dan tanda yang ada:
a. Plasenta belum lahir setelah 30 menit
b. Perdarahan segera
c. Uterus kontraksi baik
d. Tali pusat putus akibat traksi berlebihan
e. Inversio uteri akibat tarikan
f. Perdarahan lanjutan
5. Inversio uterus
Gejala dan tanda yang ada:
a. Uterus tidak teraba
b. Lumen vagina terisi massa
c. Tampak tali pusat (jika plasenta belum lahir)
d. Perdarahan segera
e. Nyeri sedikit atau berat
f. Syok neurogenik
g. Pucat dan limbung ( http://khaidirmuhaj.blogspot.com).
4
2.6 Penatalaksanaan HPP
Diagnosis yang tepat harus segera ditegakkan dengan cara segera
mengidentifikasi perdarahan berlebihan setelah persalinan. Tersedia tim
penolong yang berpengalaman. Obat-obatan, peralatan, ruang operasi dan
tranfusi darah sudah harus tersedia. Menentukan Etiologi nilai uterus untuk
kemungkinan atonia, hipotonia, ruptur atau inversi. Nilai traktus genitalis
bawah untuk kemungkinan perlukaan pada servik, vagina dan perineum.
Menilai kemungkinan koagulopati. Menilai apakah ada retensi plasenta.
1. Penatalaksanaan umum
Secara umum untuk kasus perdarahan adalah:
1. Hentikan perdarahan.
2. Cegah terjadinya syock.
3. Ganti darah yang hilang.
• Tahap I (perdarahan yang tidak terlalu banyak):
Berikan uterotonika, urut/ massage pada rahim, pasang gurita.
• Tahap II (perdarahan lebih banyak):
Lakukan penggantian cairan (transfusi atau infus), prasat atau
manuver ( zangemeister, frits ), kompresi bimanual, kompresi
aorta, tamponade uterovaginal, menjepit arteri uterina.
• Bila semua tindakan diatas tidak menolong:
Ligasi arteria hipogastrika, histerekstomi.
2. Penatalaksanaan berdasarkan etiologi
a. Atonia uteri
Kenali dan tegakan kerja atonia uteri
Sambil melakukan pemasangan infus dan
pemberian uterotonika, lakukan pengurutan uterus
Pastikan plasenta lahir lengkap dan tidak ada
laserasi jalan lahir
Lakukan tindakan spesifik yang diperlukan :
Kompresi bimanual eksternal yaitu menekan uterus
melalui dinding abdomen dengan jalan saling mendekatkan kedua
belah telapak tangan yang melingkupi uterus. Bila perdarahan
5
berkurang kompresi diteruskan, pertahankan hingga uterus dapat
kembali berkontraksi atau dibawa ke fasilitas kesehatan rujukan.
Kompresi bimanual internal yaitu uterus ditekan
diantara telapak tangan pada dinding abdomen dan tinju tangan
dalam vagina untuk menjempit pembuluh darah didalam
miometrium.
Kompresi aorta abdominalis yaitu raba arteri
femoralis dengan ujung jari tangan kiri, pertahankan posisi tersebut
genggam tangan kanan kemudian tekankan pada daerah umbilikus,
tegak lurus dengan sumbu badan, hingga mencapai kolumna
vertebralis, penekanan yang tepat akan menghetikan atau
mengurangi, denyut arteri femoralis.
b. Retensio plasenta dengan separasi parsial
Tentukan jenis retensio yang terjadi karena berkaitan dengan
tindakan yang akan diambil.
Regangkan tali pusat dan minta pasien untuk mengejan, bila
ekspulsi tidak terjadi cobakan traksi terkontrol tali pusat.
Pasang infus oksitosin 20 unit/500 cc NS atau RL dengan
tetesan 40/menit, bila perlu kombinasikan dengan misoprostol
400mg per rektal.
Bila traksi terkontrol gagal melahirkan plasenta, lakukan
manual plasenta secara hati-hati dan halus.
Restorasi cairan untuk mengatasi hipovolemia.
Lakukan transfusi darah bila diperlukan.
Berikan antibiotik profilaksis ( ampicilin 2 gr IV/oral +
metronidazole 1 g supp/oral ).
c. Plasenta inkarserata
Tentukan diagnosis kerja
Siapkan peralatan dan bahan untuk menghilangkan kontriksi
serviks yang kuat, tetapi siapkan infus fluothane atau eter untuk
menghilangkan kontriksi serviks yang kuat, tetapi siapkan infus
6
oksitosin 20 .Untuk 500 NS atau RL untuk mengantisipasi
gangguan kontraksi uterus yang mungkin timbul.
Bila bahan anestesi tidak tersedia, lakukan manuver sekrup
untuk melahirkan plasenta.
Pasang spekulum Sims sehingga ostium dan sebagian plasenta
tampak jelas.
Jepit porsio dengan klem ovum pada jam 12, 4 dan 8 dan
lepaskan spekulum
Tarik ketiga klem ovum agar ostium, tali pusat dan plasenta
tampak jelas.
Tarik tali pusat ke lateral sehingga menampakkan plasenta di
sisi berlawanan agar dapat dijepit sebanyak mungkin, minta
asisten untuk memegang klem tersebut.
Lakukan hal yang sama pada plasenta kontra lateral
Satukan kedua klem tersebut, kemudian sambil diputar searah
jarum jam tarik plasenta keluar perlahan-lahan.
d. Ruptur uteri
Berikan segera cairan isotonik ( RL/NS) 500 cc dalam 15-20
menit dan siapkan laparatomi
Lakukan laparatomi untuk melahirkan anak dan plasenta,
fasilitas pelayanan kesehatan dasar harus merujuk pasien ke
rumah sakit rujukan
Bila konservasi uterus masih diperlukan dan kondisi jaringan
memungkinkan, lakukan operasi uterus
Bila luka mengalami nekrosis yang luas dan kondisi pasien
mengkwatirkan lakukan histerektomi
Lakukan bilasan peritonial dan pasang drain dari cavum
abdomen
Antibiotik dan serum anti tetanus, bila ada tanda-tanda infeksi.
e. Sisa plasenta
7
Penemuan secara dini, dengan memeriksa kelengkapan
plasenta setelah dilahirkan
Berika antibiotika karena kemungkinan ada endometriosis
Lakukan eksplorasi digital/bila serviks terbuka dan
mengeluarkan bekuan darah atau jaringan, bila serviks hanya
dapat dilalui oleh instrument, lakukan evakuasi sisa plasenta
dengan dilatasi dan kuret.
Hb 8 gr/dl berikan transfusi atau berikan sulfat ferosus
600mg/hari selama 10 hari.
f. Ruptur peritonium dan robekan dinding vagina
Lakukan eksplorasi untuk mengidentifikasi lokasi laserasi dan
sumber perdarahan
Lakukan irigasi pada tempat luka dan bubuhi larutan antiseptik
Jepit dengan ujung klem sumber perdarahan kemudian ikat
dengan benang yang dapat diserap
Lakukan penjahitan luka dari bagian yang paling distal
Khusus pada ruptur perineum komplit dilakukan penjahitan
lapis demi lapis dengan bantuan busi pada rektum, sebagai
berikut :
Setelah prosedur aseptik- antiseptik, pasang busi rektum hingga
ujung robekan
Mulai penjahitan dari ujung robekan dengan jahitan dan simpul
sub mukosa, menggunakan benang polyglikolik No 2/0
( deton/vierge ) hingga ke sfinter ani, jepit kedua sfinter ani
dengan klem dan jahit dengan benang no 2/0.
Lanjutkan penjahitan ke lapisan otot perineum dan sub mukosa
dengan benang yang sama ( atau kromik 2/0 ) secara jelujur.
Mukosa vagina dan kulit perineum dijahit secara sub mukosa
dan sub kutikuler
Berikan antibiotik profilaksis. Jika luka kotor berikan
antibiotika untuk terapi.
8
g. Robekan serviks
Sering terjadi pada sisi lateral, karena serviks yang terjulur
akan mengalami robekan pada posisi spina ishiadika tertekan
oleh kepala bayi.
Bila kontraksi uterus baik, plasenta lahir lengkap, tetapi terjadi
perdarahan banyak maka segera lihat bagian lateral bawah kiri
dan kanan porsio
Jepitan klem ovum pada kedua sisi porsio yang robek sehingga
perdarahan dapat segera di hentikan, jika setelah eksploitasi
lanjutkan tidak dijumpai robekan lain, lakukan penjahitan,
jahitan dimulai dari ujung atas robekan kemudian kearah luar
sehingga semua robekan dapat dijahit
Setelah tindakan periksa tanda vital, kontraksi uterus, tinggi
fundus uteri dan perdarahan paska tindakan
Berikan antibiotika profilaksis, kecuali bila jelas ditemui tanda-
tanda infeksi
Bila terjadi defisit cairan lakukan restorasi dan bila kadar Hb
dibawah 8 gr/dl berikan transfusi darah
( http://qittun.blogspot.com).
2.7 Komplikasi
Jangka Pendek:
Anemia
1. Hipovolemik shock
2. Gagal ginjal akut
3. Gagal hepar akut (hepato-renal syndrome)
4. Edema paru akut, consumption coagulopathy, reaksi transfusi
Jangka Panjang :
1. Infeksi : puerperal infections, HIV, hepatitis.
2. Sheehan’s syndrome (nekrosis pituitary anterior)
3. Anemia kronis
4. Gagal ginjal kronis
9
2.8 Pencegahan HPP
10
oxytocin selama kala tiga terbukti mengurangi volume darah yang
hilang dan kejadian perdarahan postpartum sebesar 40%.
Pada umumnya plasenta akan lepas dengan sendirinya dalam 5 menit
setelah bayi lahir. Usaha untuk mempercepat pelepasan tidak ada
untungnya justru dapat menyebabkan kerugian. Pelepasan plasenta
akan terjadi ketika uterus mulai mengecil dan mengeras, tampak
aliran darah yang keluar mendadak dari vagina, uterus terlihat
menonjol ke abdomen, dan tali plasenta terlihat bergerak keluar dari
vagina. Selanjutnya plasenta dapat dikeluarkan dengan cara menarik
tali pusat secra hati-hati. Segera sesudah lahir plasenta diperiksa
apakah lengkap atau tidak. Untuk “ manual plasenta “ ada perbedaan
pendapat waktu dilakukannya manual plasenta. Apabila sekarang
didapatkan perdarahan adalah tidak ada alas an untuk menunggu
pelepasan plasenta secara spontan dan manual plasenta harus
dilakukan tanpa ditunda lagi. Jika tidak didapatkan perdarahan,
banyak yang menganjurkan dilakukan manual plasenta 30 menit
setelah bayi lahir. Apabila dalam pemeriksaan plasenta kesan tidak
lengkap, uterus terus di eksplorasi untuk mencari bagian-bagian kecil
dari sisa plasenta.
Lakukan pemeriksaan secara teliti untuk mencari adanya perlukaan
jalan lahir yang dapat menyebabkan perdarahan dengan penerangan
yang cukup. Luka trauma ataupun episiotomi segera dijahit sesudah
didapatkan uterus yang mengeras dan berkontraksi dengan baik.
11
BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN
3.1 Pengkajian
1. Identitas :
a. Identitas pasien, nama, umur ( sering terjadi pada ibu usia
dibawah 20 tahun dan diatas 35 tahun ) , suku/bangsa,
agama, pendidikan, pekerjaan, alamat, status perkawinan.
b. Identitas suami : nama, umur, suku/bangsa, agama,
pendidikan, pekerjaan, alamat, lama menikah.
2. Keluhan utama : Perdarahan pervagina, badan lemah, limbung, keluar
keringat dingin, kesulitan nafas, pusing, pandangan berkunang-kunang.
3. Riwayat kehamilan dan persalinan : Riwayat hipertensi dalam
kehamilan, preeklamsi / eklamsia, bayi besar, gamelli, hidroamnion,
grandmulti gravida, primimuda, anemia, perdarahan saat hamil.
Persalinan dengan tindakan, robekan jalan lahir, partus precipitatus,
partus lama/kasep, chorioamnionitis, induksi persalinan, manipulasi
kala II dan III.
4. Riwayat kesehatan : Kelainan darah dan hipertensi
5. Pengkajian fisik :
• Kesadaran : composmentis / kesadaran menurun
• Berat badan : menurun
• Keadaan umum : lemah, pucat, bedrest
• Tanda vital :
Tekanan darah: Normal/turun ( kurang dari 90-100 mmHg)
Nadi : Normal/meningkat ( 100-120x/menit)
RR: Normal/ meningkat ( 28-34x/menit )
Suhu : Normal/ meningkat
12
• Mata : konjungtiva pucat, pandangan berkunang-kunang
• Mulut : mukosa anemis
• Leher : normal
• Thorak dan paru-paru : sesak nafas, nafas pendek
• Payudara
Hiperpigmentasi aerola mamae, keluar colostrum.
• Kardiovaskular
TD turun, nadi cepat dan kecil, akral dingin dan pucat, CRT
memanjang.
• Abdomen
Uterus lembek, kontraksi lemah, nyeri, striae, linea, mual, distensi
kandung kemih, konstipasi.
• Genitalia
Perdarahan ( pengeluaran lokea yang banyak ), sedikit miksi ,
perlukaan di vagina, luka episiotomy.
• Muskuloskeletal dan integumen
Kelemahan tubuh, kulit pucat, dingin, berkeringat, kering.
• Pemeriksaan Laboratorium
1. Darah : Hemoglobin dan Hematokrit 12-24 jam post partum
( jika Hb < 10 gr/dl )
2. Hitung sel darah merah : < 4,2-5,4 juta sel/mikroliter.
3. Hitung sel darah putih : < 4.000 sel/mikroliter.
4. Hitung trombosit : < 150.000 trombosit/mikroliter.
5. Culture urine : BJ urine, BUN.
13
pembentukan sel darah putih.
5. Self care defisit berhubungan dengan kelemahan fisik.
6. Ansietas berhubungan dengan perubahan keadaan atau ancaman
kematian.
3.3 Intervensi
Kriteria Hasil :
Rencana tindakan :
1. Tidurkan pasien dengan posisi kaki lebih tinggi sedangkan badannya
tetap terlentang ( trendelenburg).
14
Rasional : Perubahan output merupakan tanda adanya gangguan
fungsi ginjal.
15
Tujuan: Tidak terjadi infeksi selama dalam masa perawatan
Kriteria hasil:
• Tidak ada tanda-tanda infeksi (tumor, rubor, kalor, dolor dan
fungsiolaesa).
• Tanda-tanda vital (TD : 100-120/ 70-90 mmHg, Nadi 60-100
X/menit, RR 18-24 X/menit, S < 37,4OC ).
• Hasil pemeriksaan laboratorium :
- Hitung sel darah merah : 4,2-5,4 juta sel/mikroliter.
- Hitung sel darah putih : 4.000-10.000 sel/mikroliter.
- Hemoglobin : 12,1-15,1 mg/dL.
- Hematokrit : 36,1%-44,3%.
- Hitung trombosit : 150.000-400.000 trombosit/mikroliter.
Rencana tindakan :
1. Catat perubahan tanda vital
16
Rasional : Pengetahuan yang memadai memungkinkan klien
kooperatif terhadap tindakan keperawatan.
6. Observasi jumlah perdarahan.
17
4. Kolaborasi dengan dokter dalam:
- Pemberian koagulantia dan roburantia.
- Pemberian transfusi.
- Pemeriksaan DL secara berkala.
5. Observasi KU pasien, konjungtiva dan keluhan pasien.
3.4 Evaluasi
18
DAFTAR PUSTAKA
19