Professional Documents
Culture Documents
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Ileus Paralitik adalah istilah gawat abdomen atau gawat perut
menggambarkan keadaan klinis akibat kegawatan di rongga perut yang
biasanya timbul mendadak dengan nyeri sebagai keluhan utama. Keadaan
ini memerlukan penanggulangan segera yang sering berupa tindakan
bedah, misalnya pada obstruksi, perforasi, atau perdarahan masif di
rongga perut maupun saluran cerna, infeksi, obstruksi atau strangulasi
saluran cerna dapat menyebabkan perforasi yang mengakibatkan
kontaminasi rongga perut oleh isi saluran cerna sehingga terjadilah
peritonitis.
Ileus adalah gangguan pasase isi usus yang merupakan tanda
adanya obstruksi usus akut. Ileus Paralitik adalah obstruksi yang terjadi
karena suplai saraf otonom mengalami paralisis dan peristaltik usus
terhenti sehingga tidak mampu mendorong isi sepanjang usus. Contohnya
amiloidosis, distropi otot, gangguan endokrin seperti diabetes mellitus,
atau gangguan neurologis seperti penyakit Parkinson. Di Indonesia ileus
obstruksi paling sering disebabkan oleh hernia inkarserata, sedangkan
ileus paralitik sering disebabkan oleh peritonitis. Keduanya membutuhkan
tindakan operatif.
Ileus lebih sering terjadi pada obstruksi usus halus daripada usus
besar. Keduanya memiliki cara penanganan yang agak berbeda dengan
tujuan yang berbeda pula. Obstruksi usus halus yang dibiarkan dapat
menyebabkan gangguan vaskularisasi usus dan memicu iskemia,
nekrosis, perforasi dan kematian, sehingga penanganan obstruksi usus
halus lebih ditujukan pada dekompresi dan menghilangkan penyebab
untuk mencegah kematian.
Obstruksi kolon sering disebabkan oleh neoplasma atau kelainan
anatomic seperti volvulus, hernia inkarserata, striktur atau obstipasi.
Penanganan obstruksi kolon lebih kompleks karena masalahnya tidak bisa
hilang dengan sekali operasi saja. Terkadang cukup sulit untuk
menentukan jenis operasi kolon karena diperlukan diagnosis yang tepat
tentang penyebab dan letak anatominya. Pada kasus keganasan kolon,
penanganan pasien tidak hanya berhenti setelah operasi kolostomi, tetapi
membutuhkan radiasi dan sitostatika lebih lanjut. Hal ini yang
menyebabkan manajemen obstruksi kolon begitu rumit dan kompleks
daripada obstruksi usus halus.
Mengingat penanganan ileus dibedakan menjadi operatif dan
konservatif, maka hal ini sangat berpengaruh pada mortalitas ileus.
1.
Tujuan
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
h.
i.
Tujuan umum
Mengetahui konsep ileus paralitik dan keperawatan ileus paralitik.
Tujuan khusus
Agar mampu memahami/ mengetahui tentang :
Definisi difteri
Etiologi
Klasifikasi
Patofisiologi
Manifestasi Klinis
Penatalaksanaan Medis
Pemeriksaan Penunjang
Komplikasi
Asuhan Keperawatan Ileus Paralitik
C.
Manfaat
2.
Memberi
sumbangan
ilmu
bagi
pengembangan
pengetahuan.
Dapat memperluas pengetahuan tentang Ileus Paralitik.
BAB II
KONSEP MEDIS
A. Definisi
disiplin
ilmu
tetapi bukan materi fekal dan tidak terdapat flatus. Pada obstruksi
komplet, gelombang peristaltik pada awalnya menjadi sangat keras dan
akhirnya berbalik arah dan isi usus terdorong kedepan mulut. Apabila
obstruksi terjadi pada ileum maka muntah fekal dapat terjadi. Semakin
kebawah obstruksi di area gastrointestinal yang terjadi, semakin jelas
adanya distensi abdomen. Jika berlanjut terus dan tidak diatasi maka akan
terjadi syok hipovolemia akibat dehidrasi dan kehilangan volume plasma.
b. Obstruksi Usus Besar
Nyeri perut yang bersifat kolik dalam kualitas yang sama dengan
obstruksi pada usus halus tetapi intensitasnya jauh lebih rendah. Muntah
muncul terakhir terutama bila katup ileosekal kompeten. Pada pasien
dengan obstruksi disigmoid dan rectum, konstipasi dapat menjadi gejala
satu-satunya selama beberapa hari. Akhirnya abdomen menjadi sangat
distensi, loop dari usus besar menjadi dapat dilihat dari luar melalui
dinding abdomen, dan pasien menderita kram akibat nyeri abdomen
bawah.
F. Penatalaksanaan Medis
1. Pengobatan dan Terapi Medis
a. Pemberian anti obat antibiotik, analgetika,anti inflamasi
b. Obat-obatan narkose mungkin diperlukan setelah fase akut
c. Obat-obat relaksan untuk mengatasi spasme otot
d. Bedrest
2. Konservatif
Laparatomi Adanya strangulasi ditandai dengan adanya lokal peritonitis
seperti takikardia, pireksia (demam), lokal tenderness dan guarding,
rebound tenderness. Nyeri lokal, hilangnya suara usus lokal, untuk
mengetahui secara pasti hanya dengan tindakan laparatomi.
G. Pemeriksaan Penunjang
- Amilase-lipase
- Kadar gula darah.
- Kalium serum.
- Analisis gas darah.
Tes laboratorium mempunyai keterbatasan nilai dalam menegakkan
diagnosis, tetapi sangat membantu memberikan penilaian berat
ringannya dan membantu dalam resusitasi. Pada tahap awal, ditemukan
hasil laboratorium yang normal. Selanjutnya ditemukan adanya
H. Komplikasi
Adapun komplikasi ileus paralitik, yaitu:
a. Nekrosis usus
b. Perforasi usus
c. Sepsis
d. Syok-dehidrasi
e. Abses
f. Sindrom usus pendek dengan malabsorpsi dan malnutrisi.
g. Pneumonia aspirasi dari proses muntah.
h. Gangguan elektrolit.
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
1. Pengkajian Primer
a. Airway
- Bagaimana kepatenan jalan nafas
- Apakah ada sumbatan / penumpukan sekret di jalan nafas?
- Bagaimana bunyi nafasnya, apakah ada bunyi nafas tambahan?
b. Breathing
- Bagaimana pola nafasnya ? Frekuensinya? Kedalaman dan iramanya?
- Apakah menggunakan otot bantu pernafasan?
- Apakah ada bunyi nafas tambahan?
c. Circulation
- Bagaimana dengan nadi perifer dan nadi karotis? Kualitas (isi dan
tegangan)
- Bagaimana Capillary refillnya, apakah ada akral dingin, sianosis
atau oliguri?
- Apakah ada penurunan kesadaran?
- Bagaimana tanda-tanda vitalnya ? TD, N,S, RR, , HR?
2. Pengkajian Sekunder
Merupakan tahap awal dari pendekatan proses keperawatan dan
dilakukan secara sistematika mencakup aspek bio, psiko, sosio, dan
spiritual. Langkah awal dari pengkajian ini adalah pengumpulan data yang
diperoleh dari hasil wawancara dengan klien dan keluarga, observasi
pemeriksaan fisik, konsultasi dengan anggota tim kesehatan lainnya dan
meninjau kembali catatan medis ataupun catatan keperawatan.
Pengkajian fisik dilakukan dengan cara inspeksi, palpasi, perkusi dan
auskultasi.
Adapun lingkup pengkajian yang dilakukan pada klien Ileus Paralitik adalah
sebagai berikut :
1. Identitas pasien Meliputi nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, agama,
alamat, status perkawinan, suku bangsa.
2. Riwayat Keperawatan
a. Riwayat kesehatan sekarang Meliputi apa yang dirasakan klien saat
pengkajian.
b. Riwayat kesehatan masa lalu Meliputi penyakit yang diderita, apakah
sebelumnya pernah sakit sama.
c. Riwayat kesehatan keluarga Meliputi apakah dari keluarga ada yang
menderita penyakit yang sama.
3. Riwayat psikososial dan spiritual Meliputi pola interaksi, pola pertahanan
diri, pola kognitif, pola emosi dan nilai kepercayaan klien.
4. Kondisi lingkungan Meliputi bagaimana kondisi lingkungan yang
mendukung kesehatan klien
5. Pola aktivitas sebelum dan di rumah sakit Meliputi pola nutrisi, pola
eliminasi, personal hygiene, pola aktivitas sehari hari dan pola aktivitas
tidur.
6. Pengkajian fisik Dilakukan secara inspeksi, palpasi, auskultasi, dan perkusi,
yaitu :
a. Inspeksi Perut distensi, dapat ditemukan kontur dan steifung. Benjolan
pada regio inguinal, femoral dan skrotum menunjukkan suatu hernia
inkarserata. Pada Intussusepsi dapat terlihat massa abdomen berbentuk
sosis. Adanya adhesi dapat dicurigai bila ada bekas luka operasi
sebelumnya. Kadang teraba massa seperti pada tumor, invaginasi, hernia,
rectal toucher.
Selain itu, dapat juga melakukan pemeriksaan inspeksi pada :
1) Sistem Penglihatan Posisi mata simetris atau asimetris, kelopak mata
normal atau tidak, pergerakan bola mata normal atau tidak, konjungtiva
anemis atau tidak, kornea normal atau tidak, sklera ikterik atau anikterik,
pupil isokor atau anisokor, reaksi terhadap otot cahaya baik atau tidak.
2) Sistem Pendengaran Daun telinga, serumen, cairan dalam telinga
3) Sistem Pernafasan Kedalaman pernafasan dalam atau dangkal, ada atau
tidak batuk dan pernafasan sesak atau tidak.
4) Sistem Hematologi Ada atau tidak perdarahan, warna kulit
5) Sistem Saraf Pusat Tingkat kesadaran, ada atau tidak peningkatan
tekanan intrakranial
6) Sistem Pencernaan Keadaan mulut, gigi, stomatitis, lidah bersih, saliva,
warna dan konsistensi feces.
7) Sistem Urogenital Warna BAK
8) Sistem Integumen Turgor kulit, ptechiae, warna kulit, keadaan kulit,
keadaan rambut.
b. Palpasi
1) Sistem Pcncernaan Abdomen, hepar, nyeri tekan di daerah epigastrium
2) Sistem Kardiovaskuler Pengisian kapiler
3) Sistem Integumen Ptechiae
c. Auskultasi
Hiperperistaltik, bising usus bernada tinggi, borborhygmi. Pada fase lanjut
bising usus dan peristaltik melemah sampai hilang.
d. Perkusi
Hipertimpani.
B. Diagnosa Kepewatan
1. Gangguan rasa nyaman nyeri epigastrium berhubungan dengan proses
patologis penyakitnya.
2. Perubahan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan mual, muntah, dan anoreksia.
3.
C. Intervensi Keperawatan
No
Diagnosa
Rencana Keperawatan
Tujuan
Intervensi dan Rasionalisasi
1
Gangguan Setelah dilakukan1. Kaji tingkat nyeri.
rasa
tindakan
Rasional: untuk mengetahui seberapa
nyaman
keperawatan
berat rasa nyeri yang dirasakan dan
nyeri
diharapkan rasa
mengetahui pemberian terapi sesuai
epigastrium nyaman nyeri
indikasi.
berhubunga terpenuhi.
2.
Berikan posisi senyaman mungkin
n
dengan Kriteria hasil:
(misalnya semi fowler).
proses
- Klien tampak
Rasional: Untuk meminimalkan karena
patologis
rileks.
nyeri.
penyakitnya - Nyeri hilang/
3. Ajarkan tekhnik relaksasi.
berkurang.
Rasional: Untuk mengurangi rasa nyeri.
4.
Kolaborasi
dengan
dokter
dalam
pemberian obat analgetik sesuai indikasi.
Rasional: Untuk mengurangi rasa nyeri
Perubahan
nutrisi
kurang dari
kebutuhan
tubuh
berhubunga
n dengan
mual,
muntah,
dan
anoreksia.
-
Potensial
terjadi syok
hipovolemik
berhubunga
n
dengan
kurangnya
volume
cairan
tubuh.
-
Perubahan
pola
eliminasi
berhubunga
n
dengan
konstipasi.
Setelah
1.
dilakukan
tindakan
keperawatan
diharapkan
2.
pemenuhan
nutrisi dapat
terpenuhi.
Kriteria hasil:
3.
Mual, muntah
hilang.
Nafsu makan
4.
bertambah,
makan habis satu5.
porsi.
Setelah
1.
dilakukan
tindakan
keperawatan
diharapkan syok
hipovolemik tidak
2.
terjadi.
Kriteria hasil:
Tanda-tanda vital3.
dalam batas
normal.
4.
volume cairan
tubuh seimbang,
intake cairan
tepenuhi.
Setelah
1.
dilakukan
tindakan
keperawatan
diharapkan
2.
gangguan pola
eliminasi tidak
terjadi.
3.
Kriteria hasil:
Pola eliminasi,
BAB normal.
Kecemasan
ringansedang
berhubunga
n
dengan
kondisi
pasien yang
memburuk
dan
perdarahan
yang
dialami
pasien.
4.
Setelah
1.
dilakukan
tindakan
keperawatan
2.
diharapkan
kecemasan tidak
terjadi.
Kriteria hasil:
3.
Kecemasan
berkurang.
BAB IV
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Ileus Paralitik adalah istilah gawat abdomen atau gawat perut
menggambarkan keadaan klinis akibat kegawatan di rongga perut yang
biasanya timbul mendadak dengan nyeri sebagai keluhan utama. Keadaan
ini memerlukan penanggulangan segera yang sering berupa tindakan
bedah, misalnya pada obstruksi, perforasi, atau perdarahan masif di
rongga perut maupun saluran cerna, infeksi, obstruksi atau strangulasi
saluran cerna dapat menyebabkan perforasi yang mengakibatkan
kontaminasi rongga perut oleh isi saluran cerna sehingga terjadilah
peritonitis.
B.
Saran
Upaya pencegahan dapat dilakukan dengan bergaya hidup sehat
dan cara menjaga diri dari lingkungan dan meningkatkan asupan
makanan yang bergizi yang meningkatakan daya tahan tubuh serta diet
DAFTAR PUSTAKA
Grace and Boeley.2005. Obstruksi Usus dan at a glance Ilmu Bedah edisi
3. Jakarta : EMS.
Simade Brata dkk. 1999. Gastro Enterologi dalam Pedoman Diagnosis dan
Terapi Dibidang Ilmu Penyakit. Jakarta : FKUI.
Syamsul Sjamsuhidayat dan Win Decong. 1997. Usus Halus Dalam Buku Ajar
Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta : EGC.
Trice and Filson.1995. Usus Kecil Dalam Patofisisologi Konsep Klinis ProsesProses Penyakit Edisis alih bahasa dr. Peter Anugrah. Jakarta : EGC.