You are on page 1of 12

ASKEP ILEUS PARALITIK

BAB I
PENDAHULUAN
A.

Latar Belakang
Ileus Paralitik adalah istilah gawat abdomen atau gawat perut
menggambarkan keadaan klinis akibat kegawatan di rongga perut yang
biasanya timbul mendadak dengan nyeri sebagai keluhan utama. Keadaan
ini memerlukan penanggulangan segera yang sering berupa tindakan
bedah, misalnya pada obstruksi, perforasi, atau perdarahan masif di
rongga perut maupun saluran cerna, infeksi, obstruksi atau strangulasi
saluran cerna dapat menyebabkan perforasi yang mengakibatkan
kontaminasi rongga perut oleh isi saluran cerna sehingga terjadilah
peritonitis.
Ileus adalah gangguan pasase isi usus yang merupakan tanda
adanya obstruksi usus akut. Ileus Paralitik adalah obstruksi yang terjadi
karena suplai saraf otonom mengalami paralisis dan peristaltik usus
terhenti sehingga tidak mampu mendorong isi sepanjang usus. Contohnya
amiloidosis, distropi otot, gangguan endokrin seperti diabetes mellitus,
atau gangguan neurologis seperti penyakit Parkinson. Di Indonesia ileus
obstruksi paling sering disebabkan oleh hernia inkarserata, sedangkan
ileus paralitik sering disebabkan oleh peritonitis. Keduanya membutuhkan
tindakan operatif.
Ileus lebih sering terjadi pada obstruksi usus halus daripada usus
besar. Keduanya memiliki cara penanganan yang agak berbeda dengan
tujuan yang berbeda pula. Obstruksi usus halus yang dibiarkan dapat
menyebabkan gangguan vaskularisasi usus dan memicu iskemia,
nekrosis, perforasi dan kematian, sehingga penanganan obstruksi usus
halus lebih ditujukan pada dekompresi dan menghilangkan penyebab
untuk mencegah kematian.
Obstruksi kolon sering disebabkan oleh neoplasma atau kelainan
anatomic seperti volvulus, hernia inkarserata, striktur atau obstipasi.
Penanganan obstruksi kolon lebih kompleks karena masalahnya tidak bisa
hilang dengan sekali operasi saja. Terkadang cukup sulit untuk
menentukan jenis operasi kolon karena diperlukan diagnosis yang tepat
tentang penyebab dan letak anatominya. Pada kasus keganasan kolon,
penanganan pasien tidak hanya berhenti setelah operasi kolostomi, tetapi
membutuhkan radiasi dan sitostatika lebih lanjut. Hal ini yang
menyebabkan manajemen obstruksi kolon begitu rumit dan kompleks
daripada obstruksi usus halus.
Mengingat penanganan ileus dibedakan menjadi operatif dan
konservatif, maka hal ini sangat berpengaruh pada mortalitas ileus.

Operasi juga sangat ditentukan oleh ketersediaan sarana dan prasarana


yang sesuai, skills, dan kemampuan ekonomi pasien. Hal-hal yang dapat
berpengaruh pada faktor-faktor tersebut juga akan mempengaruhi pola
manajemen pasien ileus yang akhirnya berpengaruh pada mortalitas
ileus. Faktor-faktor tersebut juga berpengaruh dengan sangat berbeda
dari satu daerah terhadap daerah lainnya sehingga menarik untuk diteliti
mortalitas ileus pada pasien yang mengalami operasi dengan pasien yang
ditangani secara konservatif.
B.

1.

Tujuan

a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
h.
i.

Tujuan umum
Mengetahui konsep ileus paralitik dan keperawatan ileus paralitik.
Tujuan khusus
Agar mampu memahami/ mengetahui tentang :
Definisi difteri
Etiologi
Klasifikasi
Patofisiologi
Manifestasi Klinis
Penatalaksanaan Medis
Pemeriksaan Penunjang
Komplikasi
Asuhan Keperawatan Ileus Paralitik

C.

Manfaat

2.

Makalah ini diharapkan dapat member manfaat berbagai pihak secara


langsung maupun tidak langsung terkait dengan pengetahuan tentang
Ileus Paralitik. Makalah ini diharapakan :
-

Memberi

sumbangan

ilmu

bagi

pengembangan

pengetahuan.
Dapat memperluas pengetahuan tentang Ileus Paralitik.

BAB II
KONSEP MEDIS
A. Definisi

disiplin

ilmu

Ileus Paralitik adalah istilah gawat abdomen atau gawat perut


menggambarkan keadaan klinis akibat kegawatan di rongga perut yang
biasanya timbul mendadak dengan nyeri sebagai keluhan utama. Keadaan
ini memerlukan penanggulangan segera yang sering berupa tindakan
bedah, misalnya pada obstruksi, perforasi, atau perdarahan masif di
rongga perut maupun saluran cerna, infeksi, obstruksi atau strangulasi
saluran cerna dapat menyebabkan perforasi yang mengakibatkan
kontaminasi rongga perut oleh isi saluran cerna sehingga terjadilah
peritonitis. Ileus adalah gangguan pasase isi usus yang merupakan tanda
adanya obstruksi usus akut.
Ileus Paralitik adalah obstruksi yang terjadi karena suplai saraf
otonom mengalami paralisis dan peristaltik usus terhenti sehingga tidak
mampu mendorong isi sepanjang usus. Contohnya amiloidosis, distropi
otot, gangguan endokrin seperti diabetes mellitus, atau gangguan
neurologis seperti penyakit Parkinson. (Harnawatiaj : 2008). Ileus paralitik
adalah keadaan abdomen akut berupa kembung distensi usus karena usus
tidak dapat bergerak (mengalami motilitas), pasien tidak dapat buang air
besar.(dr.Liza: 2008). Ileus (Ileus Paralitik, Ileus Adinamik) adalah suatu
keadaan dimana pergerakan kontraksi normal dinding usus untuk
sementara waktu berhenti. (www.medicastore.com).
Dari keempat definisi di atas maka penulis dapat menyimpulkan
bahwa ileus paralitik adalah istilah gawat abdomen atau gawat perut yang
biasanya timbul mendadak dengan nyeri sebagai keluhan utama karena
usus tidak dapat bergerak (mengalami motilitas) dan menyebabkan
pasien tidak dapat buang air besar.
B. Etiologi
Adapun etiologi dari ileus paralitik, antara lain:
a. Pembedahan Abdomen
b. Trauma abdomen : Tumor yang ada dalam dinding usus meluas kelumen
usus atau tumor diluar usus menyebabkan tekanan pada dinding usus
c. Infeksi: peritonitis, appendicitis, diverticulitis
d. Pneumonia
e. Sepsis
f. Serangan Jantung
g. Ketidakseimbangan elektrolit, khususnya natrium
h. Kelainan metabolik yang mempengaruhi fungsi otot
i. Obat-obatan: Narkotika, Antihipertensi
j. Mesenteric ischemia
C. Klasifikasi
Adapun klasifikasiksi Ileus Paralitik yaitu:
1. Ileus Mekanik
1)Lokasi Obstruksi
a. Letak Tinggi : Duodenum-Jejunum.
b. Letak Tengah : Ileum Terminal.
c. Letak Rendah : Colon-Sigmoid-rectum.
2) Stadium
a. Parsial : menyumbat lumen sebagian.

b. Simple/Komplit: menyumbat lumen total.


c. Strangulasi: Simple dengan jepitan vasa 6.
2. Ileus Neurogenik
1) Adinamik : Ileus Paralitik.
2) Dinamik : Ileus Spastik.
3. Ileus Vaskuler : Intestinal ischemia 6.
D. Patofisiologi
Peristiwa patofisiologik yang terjadi setelah obstruksi usus adalah
sama, tanpa memandang apakah obstruksi tersebut diakibatkan oleh
penyebab mekanik atau fungsional. Perbedaan utama adalah obstruksi
paralitik di mana peristaltik dihambat dari permulaan, sedangkan pada
obstruksi mekanik peristaltik mula-mula diperkuat, kemudian intermitten,
dan akhirnya hilang.
Perubahan patofisiologi utama pada obstruksi usus adalah lumen
usus yang tersumbat secara progresif akan teregang oleh cairan dan gas
(70% dari gas yang ditelan) akibat peningkatan tekanan intralumen, yang
menurunkan pengaliran air dan natrium dari lumen ke darah. Oleh karena
sekitar 8 liter cairan diekskresikan ke dalam saluran cerna setiap hari ke
sepuluh. Tidak adanya absorpsi dapat mengakibatkan penimbunan
intralumen dengan cepat. Muntah dan penyedotan usus setelah
pengobatan dimulai merupakan sumber kehilangan utama cairan dan
elektrolit. Pengaruh atas kehilangan ini adalah penyempitan ruang cairan
ekstrasel yang mengakibatkan syok-hipotensi, pengurangan curah
jantung, penurunan perfusi jaringan dan asidosis metabolik. Peregangan
usus yang terus menerus mengakibatkan lingkaran setan penurunan
absorpsi cairan dan peningkatan sekresi cairan ke dalam usus. Efek lokal
peregangan usus adalah iskemia akibat distensi dan peningkatan
permeabilitas akibat nekrosis, disertai absorpsi toksin-toksin bakteri ke
dalam rongga peritoneum dan sirkulasi sistemik untuk menyebabkan
bakteriemia.
Pada obstruksi mekanik simple, hambatan pasase muncul tanpa
disertai gangguan vaskuler dan neurologik. Makanan dan cairan yang
ditelan, sekresi usus, dan udara terkumpul dalam jumlah yang banyak jika
obstruksinya komplit. Bagian usus proksimal distensi, dan bagian distal
kolaps. Fungsi sekresi dan absorpsi membrane mukosa usus menurun,
dan dinding usus menjadi edema dan kongesti. Distensi intestinal yang
berat, dengan sendirinya secara terus menerus dan progresif akan
mengacaukan peristaltik dan fungsi sekresi mukosa dan meningkatkan
resiko dehidrasi, iskemia, nekrosis, perforasi, peritonitis, dan kematian.
E. Manifestasi Klinis
Adapun klasifikasi dari ileus paralitik, yaitu:
a. Obstruksi Usus Halus
Gejala awal biasanya berupa nyeri abdomen bagian tengah seperti kram
yang cenderung bertambah berat sejalan dengan beratnya obstruksi dan
bersifat hilang timbul. Pasien dapat mengeluarkan darah dan mukus,

tetapi bukan materi fekal dan tidak terdapat flatus. Pada obstruksi
komplet, gelombang peristaltik pada awalnya menjadi sangat keras dan
akhirnya berbalik arah dan isi usus terdorong kedepan mulut. Apabila
obstruksi terjadi pada ileum maka muntah fekal dapat terjadi. Semakin
kebawah obstruksi di area gastrointestinal yang terjadi, semakin jelas
adanya distensi abdomen. Jika berlanjut terus dan tidak diatasi maka akan
terjadi syok hipovolemia akibat dehidrasi dan kehilangan volume plasma.
b. Obstruksi Usus Besar
Nyeri perut yang bersifat kolik dalam kualitas yang sama dengan
obstruksi pada usus halus tetapi intensitasnya jauh lebih rendah. Muntah
muncul terakhir terutama bila katup ileosekal kompeten. Pada pasien
dengan obstruksi disigmoid dan rectum, konstipasi dapat menjadi gejala
satu-satunya selama beberapa hari. Akhirnya abdomen menjadi sangat
distensi, loop dari usus besar menjadi dapat dilihat dari luar melalui
dinding abdomen, dan pasien menderita kram akibat nyeri abdomen
bawah.
F. Penatalaksanaan Medis
1. Pengobatan dan Terapi Medis
a. Pemberian anti obat antibiotik, analgetika,anti inflamasi
b. Obat-obatan narkose mungkin diperlukan setelah fase akut
c. Obat-obat relaksan untuk mengatasi spasme otot
d. Bedrest
2. Konservatif
Laparatomi Adanya strangulasi ditandai dengan adanya lokal peritonitis
seperti takikardia, pireksia (demam), lokal tenderness dan guarding,
rebound tenderness. Nyeri lokal, hilangnya suara usus lokal, untuk
mengetahui secara pasti hanya dengan tindakan laparatomi.

G. Pemeriksaan Penunjang
- Amilase-lipase
- Kadar gula darah.
- Kalium serum.
- Analisis gas darah.
Tes laboratorium mempunyai keterbatasan nilai dalam menegakkan
diagnosis, tetapi sangat membantu memberikan penilaian berat
ringannya dan membantu dalam resusitasi. Pada tahap awal, ditemukan
hasil laboratorium yang normal. Selanjutnya ditemukan adanya

hemokonsentrasi, leukositosis dan nilai elektrolit yang abnormal.


Peningkatan serum amilase sering didapatkan. Leukositosis menunjukkan
adanya iskemik atau strangulasi, tetapi hanya terjadi pada 38% - 50%
obstruksi strangulasi dibandingkan 27% - 44% pada obstruksi non
strangulata. Hematokrit yang meningkat dapat timbul pada dehidrasi.
Selain itu dapat ditemukan adanya gangguan elektrolit. Analisa gas darah
mungkin terganggu, dengan alkalosis metabolik bila muntah berat, dan
metabolik asidosis bila ada tanda tanda shock, dehidrasi dan ketosis.
-

Foto abdomen 3 posisi


Tampak dilatasi usus menyeluruh dari gaster sampai rektum. Penebalan
dinding usus halus yang dilatasi memberikan gambaran herring bone
appearance (gambaran seperti tulang ikan), karena dua dinding usus
halus yang menebal dan menempel membentuk gambaran vertebra dan
muskulus yang sirkuler menyerupai kosta dan gambaran penebalan usus
besar yang juga distensi tampak di tepi abdomen. Tampak gambaran air
fluid level pendek-pendek berbentuk seperti tangga yang disebut step
ladder appearance di usus halus dan air fluid level panjang-panjang di
kolon.

H. Komplikasi
Adapun komplikasi ileus paralitik, yaitu:
a. Nekrosis usus
b. Perforasi usus
c. Sepsis
d. Syok-dehidrasi
e. Abses
f. Sindrom usus pendek dengan malabsorpsi dan malnutrisi.
g. Pneumonia aspirasi dari proses muntah.
h. Gangguan elektrolit.

BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian
1. Pengkajian Primer
a. Airway
- Bagaimana kepatenan jalan nafas
- Apakah ada sumbatan / penumpukan sekret di jalan nafas?
- Bagaimana bunyi nafasnya, apakah ada bunyi nafas tambahan?
b. Breathing
- Bagaimana pola nafasnya ? Frekuensinya? Kedalaman dan iramanya?
- Apakah menggunakan otot bantu pernafasan?
- Apakah ada bunyi nafas tambahan?
c. Circulation
- Bagaimana dengan nadi perifer dan nadi karotis? Kualitas (isi dan
tegangan)
- Bagaimana Capillary refillnya, apakah ada akral dingin, sianosis
atau oliguri?
- Apakah ada penurunan kesadaran?
- Bagaimana tanda-tanda vitalnya ? TD, N,S, RR, , HR?
2. Pengkajian Sekunder
Merupakan tahap awal dari pendekatan proses keperawatan dan
dilakukan secara sistematika mencakup aspek bio, psiko, sosio, dan
spiritual. Langkah awal dari pengkajian ini adalah pengumpulan data yang
diperoleh dari hasil wawancara dengan klien dan keluarga, observasi
pemeriksaan fisik, konsultasi dengan anggota tim kesehatan lainnya dan
meninjau kembali catatan medis ataupun catatan keperawatan.
Pengkajian fisik dilakukan dengan cara inspeksi, palpasi, perkusi dan
auskultasi.
Adapun lingkup pengkajian yang dilakukan pada klien Ileus Paralitik adalah
sebagai berikut :
1. Identitas pasien Meliputi nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, agama,
alamat, status perkawinan, suku bangsa.
2. Riwayat Keperawatan
a. Riwayat kesehatan sekarang Meliputi apa yang dirasakan klien saat
pengkajian.
b. Riwayat kesehatan masa lalu Meliputi penyakit yang diderita, apakah
sebelumnya pernah sakit sama.
c. Riwayat kesehatan keluarga Meliputi apakah dari keluarga ada yang
menderita penyakit yang sama.
3. Riwayat psikososial dan spiritual Meliputi pola interaksi, pola pertahanan
diri, pola kognitif, pola emosi dan nilai kepercayaan klien.
4. Kondisi lingkungan Meliputi bagaimana kondisi lingkungan yang
mendukung kesehatan klien

5. Pola aktivitas sebelum dan di rumah sakit Meliputi pola nutrisi, pola
eliminasi, personal hygiene, pola aktivitas sehari hari dan pola aktivitas
tidur.
6. Pengkajian fisik Dilakukan secara inspeksi, palpasi, auskultasi, dan perkusi,
yaitu :
a. Inspeksi Perut distensi, dapat ditemukan kontur dan steifung. Benjolan
pada regio inguinal, femoral dan skrotum menunjukkan suatu hernia
inkarserata. Pada Intussusepsi dapat terlihat massa abdomen berbentuk
sosis. Adanya adhesi dapat dicurigai bila ada bekas luka operasi
sebelumnya. Kadang teraba massa seperti pada tumor, invaginasi, hernia,
rectal toucher.
Selain itu, dapat juga melakukan pemeriksaan inspeksi pada :
1) Sistem Penglihatan Posisi mata simetris atau asimetris, kelopak mata
normal atau tidak, pergerakan bola mata normal atau tidak, konjungtiva
anemis atau tidak, kornea normal atau tidak, sklera ikterik atau anikterik,
pupil isokor atau anisokor, reaksi terhadap otot cahaya baik atau tidak.
2) Sistem Pendengaran Daun telinga, serumen, cairan dalam telinga
3) Sistem Pernafasan Kedalaman pernafasan dalam atau dangkal, ada atau
tidak batuk dan pernafasan sesak atau tidak.
4) Sistem Hematologi Ada atau tidak perdarahan, warna kulit
5) Sistem Saraf Pusat Tingkat kesadaran, ada atau tidak peningkatan
tekanan intrakranial
6) Sistem Pencernaan Keadaan mulut, gigi, stomatitis, lidah bersih, saliva,
warna dan konsistensi feces.
7) Sistem Urogenital Warna BAK
8) Sistem Integumen Turgor kulit, ptechiae, warna kulit, keadaan kulit,
keadaan rambut.
b. Palpasi
1) Sistem Pcncernaan Abdomen, hepar, nyeri tekan di daerah epigastrium
2) Sistem Kardiovaskuler Pengisian kapiler
3) Sistem Integumen Ptechiae
c. Auskultasi
Hiperperistaltik, bising usus bernada tinggi, borborhygmi. Pada fase lanjut
bising usus dan peristaltik melemah sampai hilang.
d. Perkusi
Hipertimpani.
B. Diagnosa Kepewatan
1. Gangguan rasa nyaman nyeri epigastrium berhubungan dengan proses
patologis penyakitnya.
2. Perubahan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan mual, muntah, dan anoreksia.

3.

Potensial terjadi syok hipovolemik berhubungan dengan kurangnya


volume cairan tubuh.
4. Gangguan pola eliminasi berhubungan dengan konstipasi.
5. Kecemasan ringan-sedang berhubungan dengan kondisi pasien yang
memburuk dan perdarahan yang dialami pasien.

C. Intervensi Keperawatan
No
Diagnosa
Rencana Keperawatan
Tujuan
Intervensi dan Rasionalisasi
1
Gangguan Setelah dilakukan1. Kaji tingkat nyeri.
rasa
tindakan
Rasional: untuk mengetahui seberapa
nyaman
keperawatan
berat rasa nyeri yang dirasakan dan
nyeri
diharapkan rasa
mengetahui pemberian terapi sesuai
epigastrium nyaman nyeri
indikasi.
berhubunga terpenuhi.
2.
Berikan posisi senyaman mungkin
n
dengan Kriteria hasil:
(misalnya semi fowler).
proses
- Klien tampak
Rasional: Untuk meminimalkan karena
patologis
rileks.
nyeri.
penyakitnya - Nyeri hilang/
3. Ajarkan tekhnik relaksasi.
berkurang.
Rasional: Untuk mengurangi rasa nyeri.
4.
Kolaborasi
dengan
dokter
dalam
pemberian obat analgetik sesuai indikasi.
Rasional: Untuk mengurangi rasa nyeri

Perubahan
nutrisi
kurang dari
kebutuhan
tubuh
berhubunga
n dengan
mual,
muntah,
dan
anoreksia.
-

Potensial
terjadi syok
hipovolemik
berhubunga
n
dengan
kurangnya
volume

cairan
tubuh.
-

Perubahan
pola
eliminasi
berhubunga
n
dengan
konstipasi.

Setelah
1.
dilakukan
tindakan
keperawatan
diharapkan
2.
pemenuhan
nutrisi dapat
terpenuhi.
Kriteria hasil:
3.
Mual, muntah
hilang.
Nafsu makan
4.
bertambah,
makan habis satu5.
porsi.
Setelah
1.
dilakukan
tindakan
keperawatan
diharapkan syok
hipovolemik tidak
2.
terjadi.
Kriteria hasil:
Tanda-tanda vital3.
dalam batas
normal.
4.
volume cairan
tubuh seimbang,
intake cairan
tepenuhi.
Setelah
1.
dilakukan
tindakan
keperawatan
diharapkan
2.
gangguan pola
eliminasi tidak
terjadi.
3.
Kriteria hasil:
Pola eliminasi,

dan meningkatkan penyembuhan.


Kaji keluhan mual, sakit menelan dan
muntah. Rasional: Untuk menilai keluhan
yg ada yg dapat mengganggu pemenuhan
kebutuhan nutrisi.
Ajurkan makan sedikit tapi sering.
Rasional: makan dengan porsi kecil dan
sering lebih ditolerir oleh penderita
anoreksia.
Pelihara hygine oral sebelum makan.
Rasional: mengurangi citra rasa tidak enak
dan merangsang nafsu makan.
Kolaburasi pemberian obat anti Emetik
(Antacid).
Rasional: Menghilangkan mual/muntah
dan dapat meningkatkan pemasukan oral.
Monitor keadaan umum penyimpangan
dari keadaan normalnya.
Rasional: Menetapkan data dasar pasien
untuk mengetahui penyimpangan dari
keadaan normalnya.
Observasi tanda-tanda vital.
Rasional:
Merupakan
acuan
untuk
mengetauhi keadaan umum pasien.
Kaji intake dan output cairan. Rasional:
Untuk mengetahui keseimbangan cairan.
Kolaborasi dalam pemberian cairan
intravena.
Rasional: Untuk memenuhi keseimbangan
cairan.
Kaji dan catat frekuensi, warna dan
konsistensi
feces.
Rasional:
untuk
mengetahui ada tidaknya kelainan yang
terjadi pada eliminasi fekal.
Auskultasi bising usus.
Rasional: Untuk mengetahui normal atau
tidaknya pergerakan usus.
Anjurkan klien untuk minum banyak.
Rasional: Untuk merangsang pengeluaran
feces.

BAB normal.

Kecemasan
ringansedang
berhubunga
n
dengan
kondisi
pasien yang
memburuk
dan
perdarahan
yang
dialami
pasien.

4.

Setelah
1.
dilakukan
tindakan
keperawatan
2.
diharapkan
kecemasan tidak
terjadi.
Kriteria hasil:
3.
Kecemasan
berkurang.

Kolaborasi dalam pemberian terapi


pencahar (Laxatif).
Rasional: Untuk memberi kemudahan
dalam pemenuhan kebutuhan eliminasi.
Kaji rasa cemas klien.
Rasional:
untuk
mengetahui
tingkat
kecemasan pasien.
Bina hubungan saling percaya dengan
klien dan keluarga.
Rasional: Untuk terbinanya hubungan
saling percaya antara perawat dan pasien.
Berikan penjelasan tentang setiap
prosedur yang dilakukan terhadap klien.
Rasional: Agar pasien mengetahui tujuan
dari tindakan yang dilakukan pada dirinya.

BAB IV
PENUTUP
A.

Kesimpulan
Ileus Paralitik adalah istilah gawat abdomen atau gawat perut
menggambarkan keadaan klinis akibat kegawatan di rongga perut yang
biasanya timbul mendadak dengan nyeri sebagai keluhan utama. Keadaan
ini memerlukan penanggulangan segera yang sering berupa tindakan
bedah, misalnya pada obstruksi, perforasi, atau perdarahan masif di
rongga perut maupun saluran cerna, infeksi, obstruksi atau strangulasi
saluran cerna dapat menyebabkan perforasi yang mengakibatkan
kontaminasi rongga perut oleh isi saluran cerna sehingga terjadilah
peritonitis.

B.

Saran
Upaya pencegahan dapat dilakukan dengan bergaya hidup sehat
dan cara menjaga diri dari lingkungan dan meningkatkan asupan
makanan yang bergizi yang meningkatakan daya tahan tubuh serta diet

tinggi serat yang mempunyai efek proteksi untuk kejadian penyakit


saluran pencernaan.

DAFTAR PUSTAKA
Grace and Boeley.2005. Obstruksi Usus dan at a glance Ilmu Bedah edisi
3. Jakarta : EMS.
Simade Brata dkk. 1999. Gastro Enterologi dalam Pedoman Diagnosis dan
Terapi Dibidang Ilmu Penyakit. Jakarta : FKUI.
Syamsul Sjamsuhidayat dan Win Decong. 1997. Usus Halus Dalam Buku Ajar
Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta : EGC.
Trice and Filson.1995. Usus Kecil Dalam Patofisisologi Konsep Klinis ProsesProses Penyakit Edisis alih bahasa dr. Peter Anugrah. Jakarta : EGC.

You might also like