Professional Documents
Culture Documents
ii. Riwayat Kehamilan Ibu: Ibu rajin memeriksakan kandungan ke Dokter Spesialis
Kandungan. Saat kehamilan ibu pernah mengalami keputihan dan ibu berobat ke dokter
Spesialis Kandungan. Oleh dokter, pasien disedot keputihannya dengan menggunakan alat.
Keluhan ini pasien alami selama 3 kali selama masa kehamilan. Ibu tidak pernah
mengonsumsi obat-obatan selain vitamin yang diberikan oleh dokter. Ibu tidak pernah
mengonsumsi alcohol dan merokok selama kehamilan.
iii. Riwayat Persalinan: Usia gestasi 38 minggu, lahir spontan, langsung menangis,
BBL:2800g, PBL: 40cm
2. Riwayat Masa Kanak Awal ( Usia 0-3 tahun)
Pasien tumbuh seperti anak normal, mendapat imunisasi sesuai jadwal posyandu.
Perkembangan bicara pasien mulai terganggu, tidak sesuai dengan anak usianya. Mulai usia 3
tahun, ibu pasien mengobati anaknya ke pengobatan tradisional.
3. Riwayat masa kanak pertengahan (usia 4-11 tahun)
Pada usia 4 tahun, pasien dibawa olah kedua orang tuanya untuk berobat ke RSKJ karena
belum bisa bicara. Dan akhirnya pasien di terapi bicara selama 1 tahun, kemudian pasien
tidak mau lagi melanjutkan terapinya. Pasien mulai sekolah usia 6 tahun, pasien disekolahkan
di SDLB. Selama menempuh pendidikan, pasien sudah 3 kali tidak naik kelas. Menurut ibu
pasien, guru di sekolahnya tidak tega untuk menahan pasien di kelas 4 SDLB terus, oleh
karena itu pasien di izinkan untuk naik kelas oleh gurunya.
4. Riwayat Masa Remaja
Saat ini pasien masih bersekolah di SDLB. Pasien memiliki banyak teman. Teman-teman
pasien bukan teman satu sekolahnya, melainkan teman yang tinggal tidak jauh dari
rumahnya. Pasien mengaku sangat senang bermain dengan teman-temannya. Pasien biasanya
melakukan balap motor dengan teman-temannya. Pasien sering merokok jika berkumpul
dengan teman-temannya, dan pasien sering membolos sekolah untuk bermain keluar bersama
teman-temannya.
5. Riwayat Pendidikan
Pasien sudah bersekolah sejak usia 6 tahun di SDLB dan sekarang masih duduk di kelas 6
SDLB. Pasien sudah 3 kali tidak naik kelas. Di sekolah pasien sering membolos dari
pelajaran dan bermain ke luar sekolah..
6. Riwayat Kehidupan Beragama
Pasien beragama Islam dan tidak pernah beribadah.
7. Riwayat Psikoseksual
Pasien mengaku tidak pernah berhubungan seksual dan belum memiliki pacar.
8. Riwayat Pelanggaran Hukum
Pasien tidak pernah melakukan pelanggaran hukum dan terlibat dalam masalah hukum.
E. Riwayat Kehidupan Keluarga
Di keluarga pasien tidak terdapat keluarga yang memiliki keluhan serupa dengan pasien.
Hubungan antar anggota keluarga baik.
Genogram
Keterangan :
Pasien
Laki- laki
Perempuan
Menikah
Tinggal dirumah
F. Riwayat Kehidupan Sekarang
Pasien merupakan anak kedua dari 3 bersaudara. Pasien tinggal dengan ayah, ibu, kakak dan
adiknya. Saat ini pasien merupakan pelajar di SDLB dan masih duduk di bangku kelas 6.
Pasien sering membolos dari pelajaran di sekolah dan bermain keluar sekolah. Pasien lebih
sering bermain diluar rumah dari pada di rumah. Lingkungan tempat tinggal terkesan cukup
baik. Pasien tinggal di daerah yang cukup padat penduduk dan berdekatan dengan tetangga.
Hubungan pasien dengan keluarga dan tetangga dikenal cukup baik
G. Persepsi Pasien tentang Diri dan Kehidupannya
Pasien mengaku senang tinggal bersama keluarganya. Menurut pasien teman-teman pasien
enak diajak bergaul. Pasien merasa malas di rumah hanya jika ayah pasien selalu melarang
pasien untuk bermain bersama teman-teman pasien, seperti merokok dan balap motor .Pasien
merasa bahagia bila bermain dan berkumpul bersama teman-teman sepermainannya. Pasien
mengaku tidak cocok berteman dan berada di lingkungan sekolahnya.
III. PEMERIKSAAN STATUS MENTAL
Pemeriksaan dilakukan pada tanggal 2 Februari 2016, hasil pemeriksaan ini menggambarkan
situasi keadaan pasien saat dilakukan pemeriksaan di ruang Poli RSKJ.
A. Deskripsi Umum :
1. Penampilan umum :
Pasien datang dibawa oleh ibu dan ayah pasien, memakai baju kaos berkerah berwarna hitam
merah, celana jeans hitam, tampak tenang, cukup kooperatif, kontak mata inadekuat.
Konsentrasi pasien kurang baik, pasien tidak dapat menghitung dengan benar angka-angka
yang diberikan pemeriksa seperti 315+120, pasien dapat menjawab dengan benar pertanyaan
berikut 45+12 dan 56-13.
5. Pikiran abstrak : sulit dievalusi, pasien tidak menjawab pertanyaan yang diberikan
6. Bakat kreatif : pasien suka balap motor
7. Kemampuan menolong diri sendiri : Pasien dapat menolong diri sendiri, pasien dapat
masak mie instan dan masak air ketika pasien membutuhkannya. Pasien dapat membereskan
tempat tidur pasien ketika bangun tidur.
F. Pengendalian impuls
Pengendalian impuls pasien kurang baik, selama wawancara pasien emosi stabil kurang
kooperatif selama pemeriksaan dilakukan.
G. Daya nilai dan Uji Daya Nilai
Daya nilai dan uji daya nilai pasien baik.
H. Tilikan
Tilikan derajat IV, pasien mengetahui bahwa dirinya sakit namun tidak mengetahui penyebab
sakitnya pasien.
H. Taraf Dapat Dipercaya
Kemampuan pasien untuk dapat dipercaya cukup akurat, pasien berkata dengan jujur
mengenai peristiwa yang terjadi, dan di cross check juga dengan keterangan dari ibu pasien
yang menceritakan kejadian yang serupa.
IV. PEMERIKSAAN FISIK
A. STATUS GENERALIS
KU : Baik
Sensorium : Compos mentis
Vital Sign
TD : 110/70 mmHg
Nadi : 82 x/menit
RR : 21 x/menit
Suhu : 36,5 oC
B. STATUS INTERNUS
Kepala Normosefali, deformitas tidak ada.
Mata Edema palpebra tidak ada, sklera ikterik -/-, konjungtiva palpebra anemis -/-,
exoftalmus -/Hidung Simetris, deformitas (-), deviasi (-), tidak ada sekret.
Telinga Simetris, bentuk dalam batas normal, menggantung, deformitas (-), sekret (-), nyeri
IX. PROGNOSIS
Pada sebagian besar kasus retardasi mental, hendaya intelektual yang mendasari tidak
membaik, tetapi tingkat adaptasi orang yang mengalaminya, secara positif dapat dipengaruhi
oleh lingkungan yang mendukung dan berkualitas baik. Pada umumnya orang dengan
retardasi mental ringan dan sedang memiliki fleksibilitas yang tinggi dalam beradaptasi
terhadap berbagai keadaan lingkungan.
Quo Ad Vitam : dubia ad bonam
Quo Ad Functionam : dubia ad bonam
Quo Ad Sanactionam : dubia ad bonam
X. Terapi
1. Psikofarmaka
- Methylphenidate
Penelitian terapi methylphenidate pada pasien retardasi mental ringan dengan gangguan
defisit atensi/hiperaktivitas telah menunjukkan perbaikan bermakna dalam kemampuan
mempertahankan perhatian dan menyelesaikan tugas.
2. Psikoterapi & Edukasi
a. Terapi perilaku
Telah digunakan selama bertahun-tahun untuk membentuk dan meningkatkan perilaku sosial
dan untuk mengendalikan dan menekan perilaku agresif dan destruksi pasien. Dorongan
positif untuk perilaku yang diharapkan dan memulai hukuman (seperti mencabut hak
istimewa) untuk perilaku yang tidak diinginkan telah banyak menolong.
b. Terapi kognitif
Seperti menghilangkan keyakinan palsu dan latihan relaksasi dengan instruksi dari diri
sendiri, juga telah dianjurkan untuk pasien retardasi mental yang mampu mengikuti instruksi
pasien.
c. Terapi psikodinamika
Telah digunakan pada pasien retardasi mental dan keluarganya untuk menurunkan konflik
tentang harapan yang menyebabkan kecemasan, kekerasan, dan depresi yang menetap.
d. Pendidikan Keluarga
Tentang cara meningkatkan kompetensi dan harga diri sambil mempertahankan harapan yang
realistik untuk pasien.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1. DEFINISI
Keterbelakangan mental atau lazim disebut retardasi mental (RM) adalah suatu keadaan
dengan intelegensia yang kurang (subnormal) sejak masa perkembangan (sejak lahir atau
sejak masa anak-anak). Biasanya terdapat perkembangan mental yang kurang secara
keseluruhan, tetapi gejala utama ialah intelegensi yang terbelakang. Retardasi mental disebut
juga oligofrenia (oligo = kurang atau sedikit danfren = jiwa) atau tuna mental. Keadaan
tersebut ditandai dengan fungsi kecerdasan umum yang berada dibawah rata-rata dan disertai
dengan berkurangnya kemampuan untuk menyesuaikan diri atau berperilaku adaptif
(Salmiah, 2010).
Menurut Pedoman Penggolongan Diagnosis Gangguan Jiwa edisi ke-III (PPDGJ III) adalah
suatu keadaan perkembangan mental yang terhenti atau tidak lengkap, yang terutama ditandai
oleh hendaya keterampilan selama masa perkembangan, sehingga berpengaruh pada semua
tingkat intelegensia yaitu kemampuan kognitif, bahasa, motorik, dan sosial (Maslim, 2003).
Menurut American Association Mental Retardation (AAMR) 2002 adalah suatu disabilitas
yang ditandai dengan suatu limitasi/keterbatasan yang bermakna baik dalam fungsi
intelektual maupun prilaku adaptif yang diekspresikan dalam keterampilan konseptual, sosial
dan praktis.
Menurut Diagnostic and Scientific Manual IV-TR (DSM IV-TR) adalah sama dengan definisi
AAMR tetapi ditambahkan batas derajat IQ 70 (Elvira, 2010).
2. ETIOLOGI
A. Kelainan Kromosom
i. Sindrom Down
Menurut Kaplan dan Sadock, sindrom down adalah kondisi yang disebabkan oleh adanya
kelebihan kromosom pada pasangan ke-21 dan ditandai dengan retardasi mental serta
anomali fisik yang beragam. Untuk seorang ibu usia pertengahan (> 32 tahun), resiko
memiliki anak dengan sindroma Down adalah kira-kira 1 dalam 100 kelahiran. Retardasi
mental adalah cirri yang menumpang pada sindrom Down. Sebagian besar pasien berada
dlam kelompok retardasi sedang sampai berat., hanya sebagian kecil yang memiliki IQ di atas
50. Diagnosis sindrom Down relative mudah pada anak yang lebih besar tetapi seringkali
sukar pada neonates. Tanda yang paling penting pada neonates adalah hipotonia umum, fisura
palpebra yang oblik, kulit leher yang berlebihan, tengkorak yang kecil dan datar, tulang pipi
yang tinggi, dan lidah yang menonjol. Dapat dilihat juga tangan tebal dan lebar, dengan garis
transversal tunggal pada telapak tangan, dan jari kelingking pendek dan melengkung ke
dalam.
C. Faktor Prenatal
Beberapa kasus retardasi mental disebabkan oleh infeksi dan penyalahgunaan obat selama ibu
mengandung. Infeksi yang biasanya terjadi adalah Rubella, yang dapat menyebabkan
kerusakan otak. Penyakit ibu juga dapat menyebabkan retardasi mental, seperti sifilis,
cytomegalovirus, dan herpes genital. Obat-obatan yang digunakan ibu selama kehamilan
dapat mempengaruhi bayi melalui plasenta. Sebagian dapat menyebabkan cacat fisik dan
retardasi mental yang parah. Anak-anak yang ibunya minum alkohol selama kehamilan sering
lahir dengan sindrom fetal dan merupakan kasus paling nyata sebagai penyebab retardasi
mental. Komplikasi kelahiran, seperti kekurangan oksigen atau cedera kepala, infeksi otak,
seperti encephalitis dan meningitis, terkena racun, seperti cat yang mengandung timah sangat
berpotensi menyebabkan retardasi mental (Salmiah, 2010).
D. Faktor Perinatal
Beberapa bukti menunjukkan bahwa bayi premature dan bayi dengan berat badan lahir
rendah berada dalam resiko tinggi mengalami gangguan neurologis dan intelektual yang
bermanifestasi selama tahun-tahun sekolahnya. Bayi yang menderita pendarahan intrakranial
atau tanda-tanda iskemia serebral terutama rentan terhadap kelainan kognitif. Derajat
gangguan perkembangan saraf biasanya berhubungan dengan beratnya perdarahan
intracranial (Kaplan, 2010).
E. Gangguan Didapat Pada Masa Anak-anak
Menurut Kaplan dan Sadock, kadang-kadang status perkembangan seorang anak dapat
berubah secara dramatik akibat penyakit atau trauma fisik tertentu. Secara retrospektif,
kadang-kadang sulit untuk memastikan gambaran kemajuan perkembangan anak secara
lengkap sebelum terjadinya gangguan, tetapi efek merugikan pada perkembangan atau
keterampilan anak tampak setelah gangguan. Beberapa penyebab yang didapat pada masa
anak-anak antara lain :
Infeksi.
Infeksi yang paling serius mempengaruhi interitas serebral adalah ensefalitis dan meningitis.
Trauma kepala
Penyebab cedera kepala yang terkenal pada anak-anak yag menyebabkan kecacatan mental,
termasuk kejang, adalah kecelakaan kendaraan bermotor. Tetapi, lebih banyak cedera kepala
yang disebabkan oleh kecelakaan di rumah tangga, seperti terjatuh dari tangga. Penyiksaan
anak juga suatu penyebab cedera kepala.
Masalah lain
Cedera otak dari henti jantung selama anesthesia jarang terjadi. Satu penyebab cedera otak
lengkap atau parsial adalah afiksia yang berhubugan dengan nyaris tenggelam. Pemaparan
jangka panjang dengan timbal adalah penyebab gangguan kecerdasan dan keterampilan
belajar. Tumor intracranial dengan berbagai jenis dan asal, pembedahan, dan kemoterapi juga
dapat merugikan fungsi otak
F. Faktor Lingkungan dan Sosiokultural
Suatu bentuk retardasi mental dipengaruhi oleh lingkungan dengan sosioekonomi rendah.
Faktor-faktor psikososial, seperti lingkungan rumah atau sosial yang miskin, yaitu yang
memberi stimulasi intelektual, penelantaran atau kekerasan dari orang tua, dapat menjadi
penyebab atau memberi kontribusi dalam perkembangan retardasi mental pada anak-anak.
TIdak ada penyebab biologis yang telah dikenali pada kasus tersebut (Salmiah, 2010).
Anak-anak dalam keluarga yang miskin dan kekurangan secara sosiokultural adalah sasaran
dari kondisi merugikan perkembangan dan secara potensial patogenik. Lingkungan prenatal
diganggu oleh perawatan medis yang buruk dan gizi maternal yang buruk. Kehamilan remaja
sering disertai dengan penyulit obstetric, prematuritas, dan berat badan lahir rendah.
Perawatan medis setelah kelahiran buruk, malnutrisi, pemaparan dengan zat toksin tertentu
seperti timbale dan trauma fisik adalah serig terjadi. Ketidakstabilan keluarga, sering pindah,
dan pengasuh yang berganti-ganti tetapi tidak adekuat sering terjadi. Selain itu, ibu dalam
keluarga tersebut sering berpendidikan rendah dan tidak siap memberikan stimulasi yang
sebagai berikut :
317 Retardasi mental ringan, IQ 50 55 sampai 70
318 Retardasi mental sedang, IQ 35 40 sampai 50 55
318.1 Retardasi mental berat, IQ 20 25 sampai 35 40
318.2 Retardasi mental sangat berat, IQ dibawah 20 atau 25
Fungsi intelektual dapat diketahui dengan tes fungsi kecerdasan dan hasilnya dinyatakan
sebagai suatu taraf kecerdasan atau IQ. Dapat dihitung dengan :
IQ = MA/CA x 100%
MA = Mental Age, umur mental yang didapat dari hasil tes
CA = Chronological Age, umur yang didapat berdasarkan perhitungan tanggal lahir
Diagnosis retardasi mental dapat dibuat setelah riwayat penyakit, pemeriksaan intelektual
yang baku, dan pengukuran fungsi adaptif menyatakan bahwa perilaku anak sekarang adalah
secara bermakna di bawah tingkat yang diharapakan. Diagnosis sendiri tidak menyebutkan
penyebab ataupun prognosisnya. Suatu riwayat psikiatrik adalah berguna untuk mendapatkan
gambaran longitudinal perkembangan fungsi anak, dan pemeriksaan stigma fisik, kelainan
neurologis, dan tes laboratorium dapat digunakan untuk memastikan penyebab dan prognosis
(Kaplan, 2010).
A. Riwayat Penyakit
Riwayat penyakit paling sering didapatkan dari orang tua atau pengasuh, dengan perhatian
khusus pada kehamilan ibu, persalinan, dan kelahiran. Terdapat riwayat keluarga retardasi
mental, hubungan darah pada orangtua, dan gangguan herediter. Juga dapat menilai latar
belakang sosiokultural pasien, iklim emosional di rumah, dan fungsi intelektual pasien
(Kaplan, 2010).
B. Wawancara Psikiatrik
Dua faktor yang sangat penting saat jika mewawancarai pasien adalah sikap pewawancara
dan cara berkomunikasi dengan pasien. Kemampuan verbal pasien, termasuk bahasa reseptif
dan ekspresif, harus dinilai sesegera mungkin dengan mengobservasi komunikasi verbal dan
nonverbal antara pengasuh dan pasien dan dari riwayat penyakit. Sangat membantu jika
memeriksa pasien dan pengasuhnya bersama-sama. Jika pasien menggunakan bahasa isyarat,
pengasuh dapat sebagai penerjemah.
Orang terertardasi mengalami kegagalan seumur hidup dalam berbagai bidang, dan mereka
mungkin mengalami kecemasan sebelum menjumpai pewawancara. Pewawancara dan
pengasuh harus berusaha untuk memberikan pasien suatu penjelasan yang jelas, suportif, dan
konkret tentang proses diagnostik, terutama pasein dengan bahasa reseptif yang memadai.
Dukungan dan pujian harus diberikan dalam bahasa yang sesuai dengan usia dan pengertian
pasien.
Pengendalian pasien terhadap pola motilitas harus dipastikan, dan bukti klinis adanya
distraktibilitas dan distorsi dalam persepsi dan daya ingat harus diperiksa. Pemakaian bahasa,
tes realitas, dan kemampuan menggali dan pengalaman penting untuk dicatat. Sifat dan
maturitas pertahanan pasien (menundukkan diri sendiri menggunakan penghindaran, represi,
penyangkalan, introyeksi, da isolasi) harus diamati. Potensi sublimasi, toleransi frustasi, dan
pengendalian impuls (terutama terhadap dorongan motorik, agresif, dan seksual) harus
dinilai. Juga penting adalah citra diri dan peranannya dalam perkembangan keyakinan diri,
dan juga penilaian keuletan, ketetapan hati, keingintahuan, dan kemauan menggali hal yang
tidak diketahui.
Pada umumnya pemeriksaan psikiatrik pasien yang teretardasi harus mengungkapkan
bagaimana pasien mengalami stadium perkembangan. Dalam hal kegagalan atau regresi, juga
dapat mengembangkan sifat kepribadian yang memungkinkan perencanaan logis dari
penatalaksanaan dan pendekatan pengobatan (Kaplan, 2010).
C. Pemeriksaan Fisik
Berbagai bagian tubuh memiliki karakteristik tertentu yang sering ditemukan pada orang
retardasi mental dan memiliki penyebab prenatal. Sebagai contoh, konfigurasi dan ukuran
kepala memberikan petunjuk terhadap berbagai kondisi seperti mikrosefali, hidrosefalus, dan
sindroma Down. Wajah pasien mungkin memiliki beberapa stigmata retardasi mental yang
sangat mempermudah diagnosis. Tanda fasial tersebut adalah hipertelorisme, tulang hidung
yang datar, alis mata yang menonjol, lipatan epikantus, opasitas kornea, perubahan retina yag
letaknya rendah atau bentuknya aneh, lidah yang menonjol, dan gangguan gigi geligi.
Lingkaran kepala harus diukur sebagai bagian dari pemeriksaan klinis. Warna dan tekstur
kulit dan rambut, palatum dengan lengkung yang tinggi, ukuran kelenjar tiroid, dan ukuran
anak dan batang tubuh dan ekstremitasnya adalah bidang lain yang digali (Kaplan, 2010).
D. Pemeriksaan Neurologis
Gangguan sensorik sering terjadi pada orang retardasi mental, sebagai contoh sampai 10
persen orang retardasi mental mengalami gangguan pendengaran empat kali lebih tinggi
dibandingkan orang normal. Gangguan sensorik dapat berupa gangguan pendengaran dan
gangguan visual. Gangguan pendengaran terentang dari ketulian kortikal sampai deficit
pendengaran yang ringan. Gangguan visual dapat terentang dari kebutaan sampai gangguan
konsep ruang, pengenalan rancangan, dan konsep citra tubuh.
Gangguan dalam bidang motorik dimanifestasikan oleh kelainan pada tonus otot (spastisitas
atau hipotonia), refleks (hiperefleksia), dan gerakan involunter (koreoatetosis). Derajat
kecacatan lebih kecil ditemukan dalam kelambanan dan koordinasi yang buruk (Kaplan,
2010).
E. Tes Laboratorium
Tes laboratorium yang digunakan pada kasus retardasi mental adalah pemeriksaan urin dan
darah untuk mencari gangguan metabolik. Penentuan kariotipe dalam laboratorium genetic
diindikasikan bila dicurigai adanya gangguan kromosom.
Amniosintesis, di mana sejumlah kecil cairan amniotic diambil dari ruang amnion secara
transabdominal antara usia kehamilan 14 dan 16 minggu, telah berguna dalam diagnosis
berbagai kelainan kromosom bayi, terutama Sindroma Down. Amniosintesis dianjukan untuk
semua wanita hamil berusia di atas 35 tahun.
Pengambilan sampel vili korionik (CVS; chorionic villi sampling) adalah teknik skrining
yang baru untuk menentukan kelainan janin. Cara ini dilakukan pada usia kehamilan 8 dan 10
minggu. Hasilnya tersedia dalam waktu singkat (beberapa jam atau hari), dan jika kehamilan
adalah abnormal, keputusan untuk mengakhiri kehamilan dapat dilakukan dalam trimester
pertama. Prosedur memiliki resiko keguguran antara 2 dan 5 persen (Kaplan, 2010).
F. Pemeriksaan Psikologis
Tes psikologis, dilakukan oleh ahli psikologis yang berpengalaman, adalah bagian standar
dari pemeriksaan untuk retardasi mental. Pemeriksaan psikologis dilakukan untuk menilai
kemampuan perceptual, motorik, linguistik, dan kognititf. Informasi tentang factor
motivasional, emosional, dan interpersonal juga penting (Kaplan, 2010).
4. KLASIFIKASI
Menurut PPDGJ-III retardasi mental dibagi menjadi :
a. F70 Retardasi Mental Ringan
Bila menggunakan tes IQ baku yang tepat, maka IQ berkisar antara 50 69 menunjukkan
retardasi mental ringan. Pemahaman dan penggunaan bahasa cenderung terlambat pada
berbagai tingkat, dan masalah kemampuan berbicara yang mempengaruhi perkembangan
kemandirian dapat menetap sampai dewasa. Walaupun mengalami keterlambatan dalam
kemampuan bahasa, tapi sebagian besar dapat mencapai kemampuan bicara untuk keperluan
sehari hari. Kebanyakan juga dapat mandiri penuh dalam merawat diri sendiri dan
mencapai ketrampilan praktis dan ketrampilan rumah tangga, walaupun tingkat
perkembangannya agak lambat daripada normal. Kesulitan utama biassanya tampak dalam
pekerjaan sekolah yang bersifat akademis dan banyak masalah khusus dalam membaca dan
menulis.
Etiologi organik hanya dapat diidentifikasikan pada sebagian kecil penderita. Keadaan lain
yang menyertai, seperti autisme, gangguan perkembangan lain, epilepsi, gangguan tingkah
laku, atau disabilitas fisik dapat ditemukan dalam berbagai proporsi. Bila terdapat gangguan
demikian, maka harus diberi kode diagnosis tersendiri.
b. F71 Retardasi Mental Sedang
IQ biasanya berada dalam rentang 35 49. Umumnya ada profil kesenjangan dari
kemampuan, beberapa dapat mencapai tingkat yang lebih tinggi dalam ketrampilan visuo-
spasial daripada tugas tugas yang tergantung pada bahasa, sedangkan yang lainnya sangat
canggung namun dapat mengadakan interaksi sosial dan percakapan sederhana. Tingkat
perkembangan bahasa bervariasi, ada yang dapat mengikuti percakapan sederhana,
sedangkan yang lain hanya dapat berkomunikasi seadanya untuk kebutuhan dasar mereka.
Suatu etiologi organik dapat diidentifikasikan pada kebanyakan penyandang retardasi mental
sedang. Autisme masa kanak atau gangguan perkembangan pervasif lainnya terdapat pada
sebagian kecil kasus, dan mempunyai pengaruh besar pada gambaran klinis dan tipe
penatalaksanaan yang dibutuhkan. Epilepsi, disabilitas neurologik dan fisik juga lazim
ditemukan meskipun kebanyakan penyandang retardasi mental sedang mampu berjalan tanpa
bantuan.
Kadang kadang didapatkan gangguan jiwa lain, tetapi karena tingkat perkembangan
bahasanya yang terbatas sehingga sulit menegakkan diagnosis dan harus tergantung dari
informasi yang diperoleh dari orang lain yang mengenalnya. Setiap gangguan penyerta harus
diberi kode diagnosis tersendiri.
c. F72 Retardasi Mental Berat
IQ biasanya berada dalam rentang 20 34. Pada umumnya mirip dengan retardasi mental
sedang dalam hal :
- Gambaran klinis
- Terdapatnya etiologi organik
- Kondisi yang menyertainya
- Tingkat prestasi yang rendah
- Kebanyakan penyandang retardasi mental berat menderita gangguan motorik yang
mencolok atau defisit lain yang menyertainya, menunjukkan adanya kerusakan atau
penyimpangan perkembangan yang bermakna secara klinis dari susunan saraf pusat.
d. F73 Retardasi Mental Sangat Berat
IQ biasanya dibawah 20. Pemahaman dan penggunaan bahasa terbatas, hanya mengerti
perintah dasar dan mengajukan permohonan sederhana. Keterampilan visuospasial yang
paling dasar dan sederhana tentang memilih dan mencocokkan mungkin dapat dicapainya dan
dengan pengawasan dan petunjuk yang tepat, penderita mungkin dapat sedikit ikut
melakukan tugas praktis dan rumah tangga.
Suatu etiologi organik dapat diidentifikasi pada sebagian besar kasus. Biasanya ada
disabilitas neurologik dan fisik lain yang berat yang mempengaruhi mobilitas, seperti epilepsi
dan hendaya daya lihat dan daya dengar. Sering ada gangguan perkembangan pervasif dalam
bentuk sangat berat khususnya autisme yang tidak khas (atypical autism) terutam pada
penderita yang dapat bergerak.
e. F78 Retardasi Mental Lainnya
Kategori ini hanya digunakan bila penilaian dari tingkat retardasi mental dengan memakai
prosedur biasa sangat sulit atau tidak mungkin dilakukan karena adanya gangguan sensorik
atau fisik, misalnya buta, bisu, tuli dan penderita yang perilakunya terganggu berat atau
fisiknya tidak mampu.
f. F79 Retardasi Mental YTT
Jelas terdapat retardasi mental, tetapi tidak ada informasi yang cukup untuk
menggolongkannya dalam salah satu kategori tersebut diatas.
5. PENATALAKSANAAN
Retardasi mental berhubungan dengan beberapa gangguan heterogen dan berbagai faktor
psikososial. Terapi yang terbaik untuk retardasi mental adalah pencegahan primer, sekunder,
dan tersier (Kaplan, 2010).
A. Pencegahan Primer
Pencegahan primer merupakan tindakan yang dilakukan untuk menghilangkan atau
menurunkan kondisi yang menyebabkan perkembangan gangguan yang disertai dengan
retardasi mental. Tindakan tersebut termasuk :
Pendidikan untuk meningkatkan pengetahuan dan kesadaran masyarakat umum tentang
retardasi mental.
Usaha terus-menerus dari professional bidang kesehatan untuk menjaga dan memperbaharui
kebijaksanaan kesehatan masyarakat.
Aturan untuk memberikan pelayanan kesehatan maternal dan anak yang optimal.
Eradikasi gangguan yang diketahui disertai dengan kerusakan system saraf pusat.
Konseling keluarga dan genetik membantu menurunkan insidensi retardasi mental dalam
keluarga dengan riwayat gangguan genetic yang berhubungan dengan retardasi mental. Untuk
anak-anak dan ibu dengan sosioekonomi rendah, pelayanan medis prenatal dan perinatal yang
sesuai dan berbagai program pelengakap dan bantuan pelayanan social dapat menolong
menekan komplikasi medis dan psikososial.
B. Pencegahan Sekunder dan Tersier
Jika suatu gangguan yang disertai dengan retardasi mental telah dikenali, gangguan harus
diobati untuk mempersingkat perjalanan penyakit (pencegahan sekunder) dan untuk menekan
sekuele atau kecacatan yang terjadi setelahnya (pencegahan tersier).
Gangguan metabolik dan endokrin herediter, seperti PKU dan hipotiroidisme, dapat diobati
dalam stadium awal dengan control diet atau dengan terapi penggantian hormone.
Anak retardasi mental seringkali memiliki kesulitan emosional dan perilaku yang
memerlukan terapi psikiatrik. Kemampuan kognitif dan sosial yang terbatas yang dimiliki
anak tersebut memerlukan modalitas terapi psikiatrik yang dimodifikasi berdasarkan tingkat
kecerdasan anak.
a. Pendidikan untuk anak
Lingkungan pendidikan untuk anak-anak dengan retardasi mental harus termasuk program
yang lengkap yang menjawab latihan keterampilan adaptif, latihan keterampilan sosial, dan
latihan kejujuran. Perhatian khusus harus dipusatkan pada komunikasi dan usaha untuk
meningkatkan kualitas hidup. Terapi kelompok seringkali merupakan format yang berhasil
dimana anak-anak dengan retardasi mental dapat belajar dan mempraktekkan situasi hidup
nyata dan mendapatkan umpan balik yang mendukung.
b. Terapi perilaku, kognitif, dan psikodinamika
Kesulitan dalam beradaptasi di antara orang retardasi mental adalah luas dan sangat
bervariasi sehingga sejumlah intervensi sendiri atau dalam kombinasi mungkin berguna.
Terapi perilaku telah digunakan selama bertahun-tahun untuk membentuk dan meningkatkan
perilaku sosial dan untuk mengendalikan dan menekan perilaku agresif dan destruksi pasien.
Dorongan positif untuk perilaku yang diharapkan dan memulai hukuman (seperti mencabut
hak istimewa) untuk perilaku yang tidak diinginkan telah banyak menolong.
Terapi kognitif seperti menghilangkan keyakinan palsu dan latihan relaksasi dengan instruksi
dari diri sendiri, juga telah dianjurkan untuk pasien retardasi mental yang mampu mengikuti
instruksi pasien.
Terapi psikodinamika telah digunakan pada pasien retardasi mental dan keluarganya untuk
menurunkan konflik tentang harapan yang menyebabkan kecemasan, kekerasan, dan depresi
yang menetap.
c. Pendidikan keluarga
Satu bidang yang penting dalam pendidikan keluarga dari pasien dengan retardasi mental
adalah tentang cara meningkatkan kompetensi dan harga diri sambil mempertahankan
harapan yang realistik untuk pasien. Keluarga seringkali merasa sulit untuk menyeimbangkan
antara mendorong kemandirian dan memberikan lingkungan yang mengasuh dan suportif
bagi anak retardasi mental, yang kemungkinan mengalami suatu tingkat penolakan dan
kegagalan di luar konteks keluarga.
Orang tua mungkin mendapatkan manfaat dari konseling yang terus-menerus dari terapi
keluarga. Orang tua harus diberikan kesempatan untuk mengekspresikan perasaan bersalah,
putus asa, kesedihan, penyangkalan yang terus-menerus timbul, dan kemarahan tentang
gangguan dan masa depan anak. Dokter psikiatrik harus siap untuk memberikan semua
informasi medis dasar dan terakhir tentang penyebab, terapi, dan bidang lain yang
berhubungan (seperti latihan khusus dan perbaikna defek sensorik).
d. Intervensi farmakologis
Pendekatan farmakologis dalam terapi gangguan mental komorbid pada pasien retardasi
mental adalah banyak kesamaannya seperti untuk pasien yang tidak mengalami retardasi
mental. Semakin banyak data yang mendukung pemakaian berbagai medikasi untuk pasien
dengan gangguan mental yang tidak retardasi mental. Beberapa penelitian telah memusatkan
perhatian pada pemakaian medikasi untuk sindrom perilaku berikut ini yang sering terjadi di
antara retardasi mental:
Agresi dan perilaku melukai diri sendiri
Beberapa bukti dari penelitian telah menyatakan bahwa lithium (Eskalith) berguna dalam
menurunkan agresi dan perilaku melukai diri sendiri. Antagonis narkotik seperti naltrexone
(Trexan) telah dilaporkan menurunkan perilaku melukai diri sendiri pada pasien retardasi
mental yang juga memenuhi kriteria diagnostik untuk gangguan austik infantile. Satu
hipotesis yang diajukan sebagai mekanisme kerja terapi naltrexone adalah bahwa obat
mempengaruhi pelepasan opioid endogen yang dianggap berhubungan dengan melukai diri
sendiri. Carbamazepine (Tegretol) dan valproic acid (Depakene) adalah medikasi yang juga
bermanfaat pada beberapa kasus perilaku melukai diri sendiri.
Gerakan motorik stereotipik
Medikasi antipsikotik, seperti haloperidol (Haldol) dan chlorpromazine (Thorazine),
menurunkan perilaku stimulasi diri yang berulang pada pasien retardasi mental, terapi
medikasi tersebut tidak meningkatkan perilaku adaptif. Beberapa anak dan orang dewasa
(sampai sepertiga) dengan retardasi mental menghadapi resiko tinggi mengalami tardive
dyskinesia dengan pemakaian kontinu medikasi antipsikotik.
Perilaku kemarahan eksplosif
Penghambat-, seperti propranolol dan buspirone (BuSpar), telah dilaporkan menyebabkan
penurunan kemarahan ekspolasif di antara pasien dengan retardasi mental dan gangguan
autistik. Penelitian sistematik diperlukan sebelum obat dapat ditetapkan sebagai manjur.
Gangguan defisit atensi/hiperaktivitas
Penelitian terapi methylphenidate pada pasien retardasi mental ringan dengan gangguan
defisit atensi/hiperaktivitas telah menunjukkan perbaikan bermakna dalam kemampuan
mempertahankan perhatian dan menyelesaikan tugas. Penelitian terapi metylphenidate tidak
menunjukkan bukti adanya perbaikan jangka panjang dalam keterampilan sosial atau belajar.
BAB III
PEMBAHASAN
Penegakan diagnosis aksis II berdasarkan anamnesis dengan orang tua pasien. Pasien datang
dengan keluahan tidak dapat focus. Pasien sudah berusia 15 tahun dan masih duduk di
bangku kelas 6 SDLB. Selain itu, pasien sudah 3 tahun tidak naik kelas. Pasien suka
membolos pelajar sekolah, cenderung tidak memiliki teman di sekolah tetapi memiliki
banyak teman ketika berada di lingkungan rumahnya.
Menurut Pedoman Penggolongan Diagnosis Gangguan Jiwa edisi ke-III (PPDGJ III) adalah
suatu keadaan perkembangan mental yang terhenti atau tidak lengkap, yang terutama ditandai
oleh hendaya keterampilan selama masa perkembangan, sehingga berpengaruh pada semua
tingkat intelegensia yaitu kemampuan kognitif, bahasa, motorik, dan social. Retardasi mental
dapat terjadi dengan atau tanpa gangguan jiwa atau gangguan fisik lainnya. Hendaya perilaku
adaptif selalu ada, tetapi dalam lingkungan social terlindung dimana sarana pendukung cukup
tersedia, hendaya inimungkin tidak tampak sama sekali pada penyandang retardsi mental
ringan.
Pada pasien ini tidak dilakukan Tes IQ, dimana menurut PDGJ, nilai IQ dapat turut
membantu untuk penegakan diagnosis dari retardasi mental dan dapat membantu untuk
menentukan jenis retardasi mental.
Pasien memiliki riwayat terapi bicara pada usia 4 tahun, dimana menurut PPDGJ III,
pemahaman dan penggunaan bahasa cenderung telambat pada berbagai tingkat, dan masalah
kemampuan bicara yang mempengaruhi perkembangan kemandirian dapat menetap sampai
dewasa. Pada pasien ini mengalami retardasi mental ringan (F70). Walaupun mengalami
keterlambatan dalam kemampuan bahasa tetapi sebagian besar dapat mencapai kemampuan
berbicara untuk keperluan sehari-hari. Kebanyakan juga dapat mandiri penuh dalam merawat
diri sendiri dan mencapai keterampilan praktis dan keterampilan rumah tangga, walaupun
tngkat perkembangannya agak lambat dari normal. Hal ini terbukti bahwa pasien bias
membereskan tempat tidurnya sendiri, masak mie instan dan air panas untuk keperluan pasien
itu sendiri.
Penyebab dari retardasi mental pada pasien mungkin dapat disebabkan oleh infeksi yang
terjadi saat masa kehamilan dari hasil anamnesis, didapatkan bahwa saat kehamilan ibu
pernah mengalami keputihan dan ibu berobat ke dokter Spesialis Kandungan. Oleh dokter,
pasien disedot keputihannya dengan menggunakan alat. Keluhan ini pasien alami sebanyak 3
kali selama masa kehamilan. Keputihan yang dialami oleh ibu pasien memang belum dapat
dipastikan sebagai penyebab utama dari retardasi mental yang terjadi pada pasien, tetapi
dapat berpotensi menyebabkan retardasi mental.
Tatalaksana pada pasien ini adalah terapi perilaku, terapi kognitif, terapi psikodinamika dan
pendidikan keluarga. Terapi perilaku telah digunakan selama bertahun-tahun untuk
membentuk dan meningkatkan perilaku sosial dan untuk mengendalikan dan menekan
perilaku agresif dan destruksi pasien. Terapi kognitif seperti menghilangkan keyakinan palsu
dan latihan relaksasi dengan instruksi dari diri sendiri, juga telah dianjurkan untuk pasien
retardasi mental yang mampu mengikuti instruksi pasien. Terapi psikodinamika telah
digunakan pada pasien retardasi mental dan keluarganya untuk menurunkan konflik tentang
harapan yang menyebabkan kecemasan, kekerasan, dan depresi yang menetap.
Tatalaksana farmakologis pada pasien ini diberikan methylphenidate. Menurut penelitian,
terapi methylphenidate pada pasien retardasi mental ringan dengan gangguan defisit
atensi/hiperaktivitas telah menunjukkan perbaikan bermakna dalam kemampuan
DAFTAR PUSTAKA
1. Kaplan HI, Sadock BJ, Grebb JA: Retardasi Mental. Sinopsis Psikiatri Ilmu Pengetahuan
Perilaku Psikiatri Klinis, Binarupa Aksara, Jakarta, 2010
2. Elvira SD, Hadisukanto G. Retardasi Mental. Buku Ajar Psikiatri, Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia, Jakarta, 2010
3. Salmiah S: Retardasi Mental. Departemen Kedokteran Fakultas Kedokteran Gigi
Univeritas Sumatera Utara, Medan, 2010
4. Maslim R. F70-F79 Retardasi Mental. Buku Saku PPDGJ-III, Bagian Ilmu Kedokteran
Jiwa FK-Unika Atmajaya, Jakarta, 2003