Professional Documents
Culture Documents
TINJAUAN PUSTAKA
A. Anotomi Fisiologi Abdomen
Abdomen merupakan bagian tubuh yang terletak di antara toraks dan
pelvis. Rongga abdomen yang sebenarnya dipisahkan dari rongga toraks di sebelah
atas oleh diafragma dan dari rongga pelvis di sebelah bawah oleh suatu bidang
miring yang disebut pintu atas panggul. Dapat dikatakan bahwa pelvis termasuk
bagian dari abdomen, dan rongga abdomen meliputi juga rongga pelvis. Rongga
abdomen meluas ke atas sampai mencapai rongga toraks setinggi sela iga kelima.
Jadi sebagian rongga abdomen terletak atau dilindungi oleh dinding toraks. Sebagian
dari hepar, gaster dan lien terterdapat di dalamnya.
Rongga abdomen atau cavitas abdominis berisi sebagian besar organ
sistem digestivus, sebagian organ urinarium, sistem genitalia, lien, glandula
suprarenalis, dan plexus nervorum. Juga berisi peritoneum yang merupakan
membrane serosa dari sistem digestivus. Kadang-kadang ada organ sistem digestivus
yang sebagian atau sementara terletak di dalam rongga pelvis, misalnya ileum dan
sebaliknya kadang-kadang organ genitalia terdapat di dalam rongga abdomen,
misalnya uterus yang membesar.
Untuk menentukan lokalisasi yang lebih teliti dari rasa nyeri,
pembengkakan atau letak suatu organ, maka abdomen dibagi menjadi sembilan
region oleh dua bidang horizontal yaitu bidang subcostalis dan bidang
transtubercularis serta dua bidang vertikal yang melalui linea midklavikularis kanan
dan kiri.
Regio abdomen tersebut adalah (Wibowo,2007) :
1. Atas: hipokondrium kanan-epigastrium-hipokondrium kiri
2. Tengah: lateralis kanan-umbilikalis-lateralis kiri
3. Bawah: inguinal kanan-hipokondrium-inguinal kiri
Hipokondrium kanan
Lobus kanan dari hepar
Kantung empedu
Sebagian dari duodenum
Fleksura hepatik dari
kolon
Epigastrium
Pilorus gaster
Duodenum
Pankreas
Sebagian dari hepar
Hipokondrium kiri
Lambung
Limpa
Bagian kaudal dari
pankreas
Fleksura lienalis dari
Umbilikal
Omentum
Mesenterium
Bagian
bawah
dari
duodenum
Jejunum dan ileum
Hipogastrium
Ileum
Kandung kemih
Uterus (pada kehamilan)
kolon
Kutub atas dari ginjal kiri
Kelenjar suprarenal kiri
Lumbal kiri
Kolon desendens
Bagian bawah dari ginjal
kiri
Sebagian jejunum dan
ileum
Inguinal kiri
Kolon sigmoid
Ureter kiri
Ovarium kiri
terutama organ padat (hati, pancreas, ginjal, limpa) atau berongga (lambung, usus
halus, usus besar, pembuluh pembuluh darah abdominal) dan mengakibatkan
ruptur abdomen (Sjamsuhidayat,2002).
Trauma abdomen didefinisikan sebagai cedera yang terjadi anterior dari
garis puting ke lipatan inguinal dan posterior dari ujung skapula ke lipatan gluteal.
Gerakan pernapasan diafragma memperlihatkan isi intraabdomen yang cedera, pada
pandangan pertama, tampaknya terisolasi ke dada (Ferman, 2003).
C. Etiologi Trauma Abdomen
Menurut (Hudak & Gallo, 2001) kecelakaan atau trauma yang terjadi pada
abdomen, umumnya banyak diakibatkan oleh trauma tumpul. Pada kecelakaan
kendaraan bermotor, kecepatan, deselerasi yang tidak terkontrol merupakan kekuatan
yang menyebabkan trauma ketika tubuh klien terpukul setir mobil atau benda tumpul
lainnya.
Trauma akibat benda tajam umumnya disebabkan oleh luka tembak yang
menyebabkan kerusakan yang besar didalam abdomen. Selain luka tembak, trauma
abdomen dapat juga diakibatkan oleh luka tusuk, akan tetapi luka tusuk sedikit
menyebabkan trauma pada organ internal diabdomen.
Trauma pada abdomen disebabkan oleh 2 kekuatan yang merusak, yaitu :
1. Paksaan /benda tumpul
Merupakan trauma abdomen tanpa penetrasi ke dalam rongga peritoneum. Luka
tumpul pada abdomen bisa disebabkan oleh jatuh, kekerasan fisik atau pukulan,
kecelakaan kendaraan bermotor, cedera akibat berolahraga, benturan, ledakan,
deselarasi, kompresi atau sabuk pengaman. Lebih dari 50% disebabkan oleh
kecelakaan lalu lintas.
2. Trauma tembus
dan
robekan
mesenterika.
Evaluasi
tulang
belakang
lumbal
manajemen
Kegawatdaruratan,
pra-rumah
pasien
dapat
sakit.
Sebelum
diberikan
tiba
cairan
di
yang
Departemen
cukup
untuk
diperlukan
laparotomi
eksplorasi.
Beberapa
penulis
telah
a. Trauma kompresi
Trauma kompresi terjadi bila bagian depan dari badan berhenti
bergerak, sedangkan bagian belakang dan bagian dalam tetap bergerak ke
depan. Organ-organ terjepit dari belakang oleh bagian belakang
thorakoabdominal dan kolumna vetebralis dan di depan oleh struktur yang
terjepit. Trauma abdomen menggambarkan variasi khusus mekanisme
trauma dan menekankan prinsip yang menyatakan bahwa keadaan jaringan
pada saat pemindahan energi mempengaruhi kerusakan jaringan. Pada
tabrakan, maka penderita akan secara refleks menarik napas dan
menahannya dengan menutup glotis. Kompresi abdominal mengkibatkan
peningkatan tekanan intrabdominal
mengendur saat tabrakan dan harus mengikat penumpang dengan baik. Bila
dipakai terlalu tinggi (di atas SIAS) maka hepar, lien, pankreas, usus halus,
diodenum, dan ginjal akan terjepit di antara sabuk pengaman dan tulang
belakang, dan timbul burst injury atau laserasi. Hiperfleksi vetebra lumbalis
akibat sabuk yangterlalu tinggi mengakibatkan fraktur kompresi anterior
dan vetebra lumbal.
tembak
(kecepatan
rendah)
akan
c. Penanganan
yang
kurang
tepat
biasanya
memperbanyak
perdarahan/memperparah keadaan
d. Biasanya organ yang terkena penetrasi bisa keluar dari dalam abdomen
G. Komplikasi Trauma Abdomen
Penatalaksanaan trauma, baik yang sesuai maupun yang tidak sesuai, dapat
mengakibatkan berbagai komplikasi seperti cedera yang tidak terdeteksi, abses intraabdomen, berbagai tipe fistula, pankreatitis, sindroma kompartemen abdominal, fasciitis
nekrotikans, dan dehisensi luka.
Menurut Smeltzer (2001), komplikasi dari trauma abdomen yang mungkin terjadi
yaitu :
10
berguna untuk melihat adanya udara bebas di bawah diafragma ataupun udara di
luar lumen di retroperitoneum, yang kalau ada pada keduanya menjadi petunjuk
untuk dilakukannya laparotomi. Hilangnya bayangan psoas menunjukkan
adanya kemungkinan cedera retroperitoneal. Foto polos abdomen memiliki
kegunaan yang terbatas, dan sudah digantikan oleh CT-scan dan USG
2. Computed Tomography ( CT-scan )
CT merupakan prosedur diagnostik yang memerlukan transport
penderita ke scanner, pemberian kontras oral maupun intravena, dan scanning
dari abdomen atas bawah dan juga panggul. Proses ini makan waktu dan hanya
digunakan pada penderita dengan hemodinamik normal. CT-scan mampu
memberikan informasi yang berhubungan dengan cedera organ tertentu dan
tingkat keparahannya, dan juga dapat mendiagnosis cedera retroperitoneum dan
organ panggul yang sukar diakses melalui pemeriksaan fisik maupun DPL.
Kotraindikasi relatif terhadap penggunaan CT meliputi penundaan karena
menunggu scanner, pendrita yang tidak kooperatif, dan alergi terhdap bahan
kontras.
Keuntungan CT-scan :
a. non invasive
b. mendeteksi cedera organ dan potensial untuk penatalaksanaan non
operatif cedera hepar dan lien
c. mendeteksi adanya perdarahan dan mengetahui dimana sumber
perdarahan
d. retroperitoneum dan columna vetebra dapat dilihat
11
3. Ultrasound
Ultrasound digunakan untuk mendeteksi adanya darah intraperitonum
setelah terjadi trauma tumpul. USG difokuskan pada daerah intraperitoneal
dimana sering didapati akumulasi darah, yaitu pada
a. kuadran kanan atas abdomen (Morison's space antara liver ginjal kanan)
b. kuadran kiri ats abdomen (perisplenic dan perirenal kiri)
12
13
14
15
16
Keuntungan DPL/DPT
a. triase pasien trauma multisistem dengan hemodinamik yang tidak stabil,
melalui pengeluaran perdarahan intapertoneal
b. dapat mendeteksi perdarahan minor pada pasien dengan hemodinamik
stabil.
Kelemahan dan komplikasi DPL / DPT
a. infeksi lokal atau sistemik ( pada kurang dari 0,3% kasus)
b. cedera intaperitoneal
c. positif palsu karena insersi jarum melalui dinding abdomen dengan
hematoma atau pada gangguan hemostasis
Interpertasi DPL
Pada trauma tumpul abdomen, aspirasi darah sebanyak 10 ml atau
lebih pada DPT menunjukkan kecurigaan lebih dari 90% terhadap adanya
cedera intaperitoneal. Jika hasil lavage pasien yang dikirim ke lab
menunjukkan RBC lebih dari 100.000/mm3 maka dapat dikatakan positif
untuk cedera intraabdominal. Jika hasil aspirasi positif dan adanya
peningkatan RBC pada lavge menunjukkan adanya cedera, terutama viscera
padat dan struktur vaskular, namun hal ini tidak cukup untuk mengindikasikan
laparotomi.
Pada pasien dengan fraktur pelvis, harus diwaspadai adanya positif
palsu pada DPL. Walaupun demikian pada lebih dari 85% kasus, pasien
fraktur pelvis dengan aspirasi positif pada DPT mengindikasikan adanya
17
yang
jika
tidak
stabil
demikian
menunjukkan
perlu
dilakukan
adanya
perdarahan
angiography
dengan
embolisasi.
Peningkatan WBC baru terjadi setelah 36 jam setelah cedera,
sehingga tidak terlalu penting pada interpretasi DPL. Peningkatan amilase
juga tidak spesifik dan tidak sensitif untuk cedra pankreas.
Kriteria untuk trauma abdomen yang positif DPL berikut tumpul
Index
Positive
Equivocal
Blood
>10 mL
Fluid
Enteric contents
>1.000.000 / mm3
>20.000 / mm3
>1.000.000 / mm3
>500 / mm3
Enzyme
Bile
Confirmed
biomechanically
Aspirate
Lavage
18
19
intra
ataupun
ekstraperitoneal
terbaik
20
Cedera
pada
struktur
gastrointestinal
yang
letaknya
Indikasi
Keuntungan
Kerugian
DPL
Menunjukkan
bila hipotensif
FAST
darah Menunjukkan
bila hipotensi
cairan
CT Scan
Menunjukkan
kerusakan organ bila
tensi normal
Lebih spesifik untuk
cedera, sensitivitas 9298%
Memakan
waktu,
dibutuhkan
transpor,
tidak untuk trauma
diafragma, usus, dan
pankreas
21
22
e. Hitung jumlah luka dan tentukan lokasi luka masuk dan keluar.
f. Kontrol perdarahan dan pertahankan volume darah sampai pembedahan
dilakukan.
g. Berikan kompresi pada luka dengan perdarahan eksternal dan lakukan
bendungan pada luka dada.
h. Pasang kateter IV berdiameter besar untuk penggantian cairan secara cepat
dan memperbaiki dinamika sirkulasi.
i. Perhatikan kejadian syok setelah respon awal terhadap terapi transfusi; ini
sering
merupakan tanda adanya perdarahan internal.
j. Aspirasi lambung dengan memasang selang nasogastrik. Prosedur ini
membantu mendeteksi luka lambung, mengurangi kontaminasi terhadap
rongga peritonium, dan mencegah komplikasi paru karena aspirasi.
k. Pasang kateter urin untuk mendapatkan kepastian adanya hematuria dan
pantau jumlah urine perjam.
l. Tutupkan visera abdomen yang keluar dengan balutan steril, balutan
dibasahi dengan salin untuk mencegah kekeringan visera
m. Fleksikan lutut pasien; posisi ini mencegah protusi yang lanjut.
n. Tunda pemberian cairan oral untuk mencegah meningkatnya peristaltik
dan
muntah.
o. Siapkan pasien untuk parasentesis atau lavase peritonium ketika terdapat
ketidakpastian mengenai perdarahan intraperitonium.
p. Siapkan pasien untuk sinografi untuk menentukan apakah terdapat
penetrasi peritonium pada kasus luka tusuk.
q. Berikan profilaksis tetanus sesuai ketentuan.
r. Berikan antibiotik spektrum luas untuk mencegah infeksi. Trauma dapat
menyebabkan infeksi akibat karena kerusakan barier mekanis, bakteri
eksogen dari lingkungan pada waktu cedera dan manuver diagnostik dan
terapeutik (infeksi nosokomial).
23
yang
tidak
stabil,
keputusan.
Walaupun ada banyak penelitian retrospektif dan beberapa
penelitian prespektif mendukung penggunaan USG sebagai alat untuk
skrening trauma, beberapa ahli
untuk dilakukan laparotomi. Jika melalui USG dan DPL tidak didapati adanya
hemoperitoneum, harus dilakukan investigasi lebih lanjut terhadap lokasi
perdarahan. Pada penatalaksanaan pasien tidak stabil dengan fraktur pelvis
mayor, harus diingat bahwa USG tidak bisa membedakan hemoperitoneum
dan uroperitoneum.
X-ray dada harus dilakukan sebagai bagian dari initial evalutiaon
karena dapat menunjukkan adanya perdarah pada cavum thorax. Radiography
antero-posterior pelvis bisa menunjukkan adanya fraktur pelvis yang
membutuhkan stabilisasi segera dan kemungkinan dilakukan angiography
untuk mengkontrol perdarahan.
3. Pasien dengan hemodinamik yang stabil
Penilaian klinis pada pasien trauma tumpul abdomen dengan
kondisi sadar dan bebas dari intoksikasi, pemeriksaan abdomen saja biasanya
akurat tapi tetap tidak sempurna. Satu penelitian prospective observational
terhadap pasien dengan hemodinamik stabil, tanpa trauma external dan
dengan pemeriksaan abdomen yang normal, ternyata setelah dibuktikan
melalui CT-scan ditemukan sebanyak 7,1% kasus abnormalitas.
USG dan CT sering digunakan untuk mengevaluasi pasien trauma
tumpul abdomen yang stabil. Jika pada USG awal tidak terdetekdi adanya
perdarahan intraperitoneal, maka perlu dilakukan pemeriksaan fisik, USG, dan
CT secara serial. Pemeriksaan fisik serial dilakukan jika hasil pemeriksaan
dapat dipercaya, misal pada pasien dengan sensoris normal, dan cedera yang
mengganggu. Penelitian prospective observational terhadap 547 pasien
menunjukkan USG kedua (FAST) yang dilakukan selama 24 jam dari trauma,
meningkatkan sensitifitas terhadap cedra intraabdominal.
25
5) Agama
6) Status Perkawinan
7) Pendidikan
8) Pekerjaan
9) No. Register
10) Diagnosa Medis
b. Identitas Penanggung Jawab
1) Nama
2) Pekerjaan
3) Umur
4) Hubungan dengan klien
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
c. Primary Survey
1) Airway
Airway harus dijaga dengan baik pada semua penderita
trauma abdomen. Membuka jalan napas menggunakan teknik head
tilt, chin lift atau jaw thrust, periksa adakah benda asing yang dapat
mengakibatkan tertutupnya jalan napas. Bila penderita tidak sadar dan
tidak ada refleks bertahak (gag reflex) dapat dipakai oropharyngeal
tube. Bila ada keraguan mengenai kemampuan menjaga airway, lebih
baik memasang airway definitif. Jika ada disertai dengan cedera
kepala, leher atau dada maka tulang leher (cervical spine) harus
dilindungi dengan imobilisasi in-line (American College of Surgeons,
2004).
2) Breating
Kontrol jalan nafas pada penderita trauma abdomen yang
airway terganggu karena faktor mekanik, ada gangguan ventilasi atau
ada gangguan kesadaran, dicapai dengan intubasi endotrakeal. Setiap
27
6) Event
Kaji kronologi kecelakaan atau mekasnisme trauma yang
dialami pasien . Riwayat trauma sangat penting untuk menilai
penderita
yang
cedera
dalam
tabrakan
kendaraan
bermotor.
ada
riwayat
pengunaan
alkohol
dan
obat-obatan
sebelumnya?
e. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik diarahkan untuk mencari bagian tubuh yang
terkena trauma, kemudian menetapkan derajat cedera berdasarkan hasil
analisis riwayat trauma (Stone,2003). Pemeriksaan fisik abdomen harus
dilakukan dengan teliti dan sistimatis meliputi inspeksi, auskultasi,
perkusi,
dan
palpasi.
Temuan-temuan
positif
ataupun
negatif
32
tidak
diagnostik
untuk
trauma
intraabdominal
(Freman,2003).
c) Perkusi
Manuver ini mengakibatkan pergerakan peritoneum
dan mencetuskan tanda peritonitis. Dengan perkusi bisa kita
ketahui adanya nada timpani karena dilatasi lambung akut di
kwadran kiri atas ataupun adanya perkusi redup bila ada
hemoperitoneum (Freman,2003). Adanya darah dalam rongga
perut dapat ditentukan dengan shifting dullness, sedangkan udara
bebas ditentukan dengan pekak hati yang beranjak atau
menghilang (Wibowo,2007).
d) Palpasi
Adanya kekakuan dinding perut yang volunter
(disengaja oleh pasien) mengakibatkan pemeriksaan abdomen ini
menjadi kurang bermakna. Sebaliknya, kekakuan perut yang
involunter merupakan tanda yang bermakna untuk rangsang
peritoneal. Tujuan palpasi adalah untuk mendapatkan adanya
nyeri lepas yang kadang-kadang dalam. Nyeri lepas sesudah
tangan yang menekan kita lepaskan dengan cepat menunjukkan
peritonitis, yang bisanya oleh kontaminasi isi usus, maupun
hemoperitoneum tahap awal.
2) Menilai stabilitas pelvis
33
34
abdomen.
Gangguan eliminasi urine
Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan trauma tumpul abdomen
Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kelemahan fisik
Resiko infeksi berhubungan dengan tindakan pembedahan, tidak
i.
kesehatan
j. Resiko nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
anoreksia, mual, muntah.
k. PK : Perdarahan
l. PK : Syok Hipovolemik
DAFTAR PUSTAKA
Stone, CK, 2003. Current Diagnosis & Treatment Emergency Medicine. 6th edition.
USA : The McGraw-Hill Companies, Inc.
35
36