You are on page 1of 7

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan
rahmat, taufik dan hidayahnya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah
dengan judul MORAL DAN MORALITAS sebagai tugas mata kuliah Etika.
Ucapan terimakasih penulis sampaikan kepada :
1. Bapak ibu kami yang telah memberikan dukungan baik berupa dukungan
moral maupun dukungan material.
2. Bapak Drs. Suparyanto selaku Dosen pengampu mata kuliah ETIKA, atas
bimbingan dan dukungannya.
3. Semua teman teman kami dan semua pihak yang tidak dapat kami tuliskan
satu persatu.
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu
penulis mengharapkan segala bentuk saran dan kritik yang membangun untuk
perbaikan dan penyempurnaan makalah tentang MORAL DAN MORALITAS.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat sekaligus dapat menjadi inspirasi bagi
pembaca semua.

Semarang, 1 September 2010

Penulis
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Di negara bagian timur sekarang tengah terjadi krisis moral. Krisis moral yang
dihadapi dikarenakan negara negara di bagian timur kebanyakan adalah negara
berkembang. Sehingga negara ini mencontoh budaya atau adat istiadat dari
barat. Dan moral yang dianut sekarang ini tidak sesuai atau melenceng jauh dari
nilai nilai norma yang negara itu anut. Contohnya Indonesia. Sekarang banyak
muda mudi yang lebih bangga jika dianggap seperti barat. Mereka meniru polah
tinggah negara di bagian barat khususnya Amerika. Mereka juga tidak
mempertimbangkan baik buruknya anutan mereka. Serta tidak sesuai dengan
nilai-nilai dan norma-norma yang berlaku dalam negara tersebut.
Semakin negara itu jauh dari nilai-nilai dan norma yang terjadi adalah negra
yang rapuh yang banyak pendemo, korupsi, seks bebas. Rakyat jelata yang
sangat menanggung beban akibat dari krisis moral ini. Oleh karena itu kita
sebagai mahasisiwa harus mengetahui apa itu moral dan moralitas, fungsi, dan
hubungan moral antara etika, nilai dan norma. Dalam makalah ini penulis akan

menjelaskan semua pertanyya tadi


1.2 Rumusan Masalah
Dalam rumusan masalah di sini, maka akan dicari jawaban daripada :
1.
2.
3.
4.
5.

Apakah pengertian moral?


Apakah pengertian moralitas?
Prinsip dan fungsi moral dan moralitas?
Hubungan moral dan moralitas dengan etika
Pengertian dan tahap perkembangan moral menurut Lawrence Kohlberg

1.3 Maksud dan Tujuan


Penulisan makalah ini mempunyai tujuan sebagai berikut :
1. Memenuhi tugas mata kuliah Etika.
2. Memberi gambaran tetntang moral dan moralitas mahasiswa.
3. Sebagai arahan bagi mahasiswa dalam mengambil tindakan.
1.3 Manfaat Penelitian
Manfaat Penelitian ini adalah menambah wawasan pembaca mengenai
pengertian,tujuan,peran,fungsi,ciri-ciri,dan terbentuknya moral dan moralitas.
Sehingga pembaca mengerti arti penting moral dan moralitas dalam kehidupan
sehari-hari.

BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Moral
Istilah Moral berasal dari bahasa Latin. Bentuk tunggal kata moral yaitu mos
sedangkan bentuk jamaknya yaitu mores yang masing-masing mempunyai arti
yang sama yaitu kebiasaan, adat. Sedangkan moral menurut KBBI, Moral adalah
baik buruk yang diterima umum mengenai perbuatan sikap, kewajiban, akhlak,
budi pekerti, dan susila.
2.2 Pengertian Moralitas

Moralitas (dari kata sifat Latin moralis) mempunyai arti yang pada dasarnya
sama dengan moral, hanya ada nada lebih abstrak. Berbicara tentang
moralitas suatu perbuatan, artinya segi moral suatu perbuatan atau baik
buruknya perbuatan tersebut. Moralitas adalah sifat moral atau keseluruhan asas
dan nilai yang berkenaan dengan baik dan buruk. Sedangkan moralitas menurut
KBBI, moralitas adalah sopan santun, segala sesuatu yang berhubungan dengan
etiket atau adat sopan santun
2.3 Prinsip dan tujuan moral dan moralitas
Prinsip moral atau moralitas membawa pengertian ajaran atau pegangan
berkenaan dengan buruk baik sesuatu perbuatan (kelakuan, kewajipan, dll),
sikap atau cara berkelakuan yang berasaskan atau yang diukur dari segi baik
buruk sesuatu akhlak. Ia merujuk kepada konsep etika kemanusiaan yang
digunakan dalam tiga konteks, iaitu:
1. hati nurani individu;
2. sistem-sistem prinsip dan pertimbangan kekadang dipanggil nilai moral
yang dikongsi dalam sesuatu komuniti kebudayaan, keagamaan, kesekularan
atau kefalsafahan; dan
3. tatalaku atau prinsip moral tingkah laku.
Moral dan moralitas bertujuan membenarkan niat, motivasi, atau tindakan yang
betul dan yang salah, sebagaimana yang dibelajar, dilahirkan, atau
dikembangkan di dalam setiap orang perseorangan.
2.4 Hubungan moral dan moralitas dengan etika

Biasanya bila kita mengalami kesulitan untuk memahami arti sebuah kata maka
kita akan mencari arti kata tersebut dalam kamus. Tetapi ternyata tidak semua
kamus mencantumkan arti dari sebuah kata secara lengkap. Hal tersebut dapat
kita lihat dari perbandingan yang dilakukan oleh K. Bertens terhadap arti kata
etika yang terdapat dalam Kamus Bahasa Indonesia yang lama dengan Kamus
Bahasa Indonesia yang baru. Dalam Kamus Bahasa Indonesia yang lama
(Poerwadarminta, sejak 1953 - mengutip dari Bertens,2000), etika mempunyai
arti sebagai : ilmu pengetahuan tentang asas-asas akhlak (moral). Sedangkan
kata etika dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia yang baru (Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan, 1988 - mengutip dari Bertens 2000), mempunyai
arti:

1. ilmu tentang apa yang baik dan apa yang buruk dan tentang hak dan
kewajiban moral (akhlak);
2. kumpulan asas atau nilai yang berkenaan dengan akhlak;
3. nilai mengenai benar dan salah yang dianut suatu golongan atau masyarakat.
Dari perbadingan kedua kamus tersebut terlihat bahwa dalam Kamus Bahasa
Indonesia yang lama hanya terdapat satu arti saja yaitu etika sebagai ilmu.
Sedangkan Kamus Bahasa Indonesia yang baru memuat beberapa arti. Kalau
kita misalnya sedang membaca sebuah kalimat di berita surat kabar Dalam

dunia bisnis etika merosot terus maka kata etika di sini bila dikaitkan dengan
arti yang terdapat dalam Kamus Bahasa Indonesia yang lama tersebut tidak
cocok karena maksud dari kata etika dalam kalimat tersebut bukan etika
sebagai ilmu melainkan nilai mengenai benar dan salah yang dianut suatu
golongan atau masyarakat. Jadi arti kata etika dalam Kamus Bahasa Indonesia
yang lama tidak lengkap.
K. Bertens berpendapat bahwa arti kata etika dalam Kamus Besar Bahasa
Indonesia tersebut dapat lebih dipertajam dan susunan atau urutannya lebih
baik dibalik, karena arti kata ke-3 lebih mendasar daripada arti kata ke-1.
Sehingga arti dan susunannya menjadi seperti berikut

1. Nilai dan norma moral yang menjadi pegangan bagi seseorang atau suatu
kelompok dalam mengatur tingkah lakunya.
Misalnya, jika orang berbicara tentang etika orang Jawa, etika agama Budha,
etika Protestan dan sebagainya, maka yang dimaksudkan etika di sini bukan
etika sebagai ilmu melainkan etika sebagai sistem nilai. Sistem nilai ini
bisaberfungsi dalam hidup manusia perorangan maupun pada taraf sosial.
2.Kumpulan asas atau nilai moral.
Yang dimaksud di sini adalah kode etik. Contoh : Kode Etik Jurnalistik
3.Ilmu tentang yang baik atau buruk.

Etika baru menjadi ilmu bila kemungkinan-kemungkinan etis (asas-asas dan nilainilai tentang yang dianggap baik dan buruk) yang begitu saja diterima dalam
suatu masyarakat dan sering kali tanpa disadari menjadi bahan refleksi bagi
suatu penelitian sistematis dan metodis. Etika di sini sama artinya dengan
filsafat moral.
2.5 Pengertian dan tahap perkembangan moral menurut Lawrence Kohlberg
Tahapan perkembangan moral adalah ukuran dari tinggi rendahnya moral
seseorang berdasarkan perkembangan penalaran moralnya seperti yang
diungkapkan oleh Lawrence Kohlberg. Tahapan tersebut dibuat saat ia belajar
psikologi di University of Chicago berdasarkan teori yang ia buat setelah
terinspirasi hasil kerja Jean Piaget dan kekagumannya akan reaksi anak-anak
terhadap dilema moral. Ia menulis disertasi doktornya pada tahun 1958 yang
menjadi awal dari apa yang sekarang disebut tahapan-tahapan perkembangan
moral dari Kohlberg.
Teori ini berpandangan bahwa penalaran moral, yang merupakan dasar dari
perilaku etis, mempunyai enam tahapan perkembangan yang dapat
teridentifikasi. Ia mengikuti perkembangan dari keputusan moral seiring
penambahan usia yang semula diteliti Piaget, yang menyatakan bahwa logika

dan moralitas berkembang melalui tahapan-tahapan konstruktif. Kohlberg


memperluas pandangan dasar ini, dengan menentukan bahwa proses
perkembangan moral pada prinsipnya berhubungan dengan keadilan dan
perkembangannya berlanjut selama kehidupan, walaupun ada dialog yang
mempertanyakan implikasi filosofis dari penelitiannya.
Kohlberg menggunakan ceritera-ceritera tentang dilema moral dalam
penelitiannya, dan ia tertarik pada bagaimana orang-orang akan menjustifikasi
tindakan-tindakan mereka bila mereka berada dalam persoalan moral yang
sama. Kohlberg kemudian mengkategorisasi dan mengklasifikasi respon yang
dimunculkan ke dalam enam tahap yang berbeda. Keenam tahapan tersebut
dibagi ke dalam tiga tingkatan: pra-konvensional, konvensional, dan pascakonvensional. Teorinya didasarkan pada tahapan perkembangan konstruktif;
setiap tahapan dan tingkatan memberi tanggapan yang lebih adekuat terhadap
dilema-dilema moral dibanding tahap/tingkat sebelumnya.

Tahapan-tahapan
Keenam tahapan perkembangan moral dari Kolhlberg dikelompokkan ke dalam
tiga tingkatan: pra-konvensional, konvensional, dan pasca-konvensional.
Mengikuti persyaratan yang dikemukakan Piaget untuk suatu Teori
perkembangan kognitif, adalah sangat jarang terjadi kemunduran dalam
tahapan-tahapan ini. Walaupun demikian, tidak ada suatu fungsi yang berada
dalam tahapan tertinggi sepanjang waktu. Juga tidak dimungkinkan untuk
melompati suatu tahapan; setiap tahap memiliki perspektif yang baru dan
diperlukan, dan lebih komprehensif, beragam, dan terintegrasi dibanding tahap
sebelumnya.
Tingkat 1 (Pra-Konvensional)
1. Orientasi kepatuhan dan hukuman
2. Orientasi minat pribadi
( Apa untungnya buat saya?)
Tingkat 2 (Konvensional)
3. Orientasi keserasian interpersonal dan konformitas
( Sikap anak baik)
4. Orientasi otoritas dan pemeliharaan aturan sosial
( Moralitas hukum dan aturan)
Tingkat 3 (Pasca-Konvensional)
5. Orientasi kontrak sosial
6. Prinsip etika universal
( Principled conscience)
Pra-Konvensional
Tingkat pra-konvensional dari penalaran moral umumnya ada pada anak-anak,
walaupun orang dewasa juga dapat menunjukkan penalaran dalam tahap ini.
Seseorang yang berada dalam tingkat pra-konvensional menilai moralitas dari
suatu tindakan berdasarkan konsekuensinya langsung. Tingkat pra-konvensional
terdiri dari dua tahapan awal dalam perkembangan moral, dan murni melihat diri
dalam bentuk egosentris.

Dalam tahap pertama, individu-individu memfokuskan diri pada konsekuensi


langsung dari tindakan mereka yang dirasakan sendiri. Sebagai contoh, suatu
tindakan dianggap salah secara moral bila orang yang melakukannya dihukum.
Semakin keras hukuman diberikan dianggap semakin salah tindakan itu. Sebagai
tambahan, ia tidak tahu bahwa sudut pandang orang lain berbeda dari sudut
pandang dirinya. Tahapan ini bisa dilihat sebagai sejenis otoriterisme.
Tahap dua menempati posisi apa untungnya buat saya, perilaku yang benar
didefinisikan dengan apa yang paling diminatinya. Penalaran tahap dua kurang
menunjukkan perhatian pada kebutuhan orang lain, hanya sampai tahap bila
kebutuhan itu juga berpengaruh terhadap kebutuhannya sendiri, seperti kamu
garuk punggungku, dan akan kugaruk juga punggungmu.[4] Dalam tahap dua
perhatian kepada oranglain tidak didasari oleh loyalitas atau faktor yang berifat
intrinsik. Kekurangan perspektif tentang masyarakat dalam tingkat prakonvensional, berbeda dengan kontrak sosial (tahap lima), sebab semua
tindakan dilakukan untuk melayani kebutuhan diri sendiri saja. Bagi mereka dari
tahap dua, perpektif dunia dilihat sebagai sesuatu yang bersifat relatif secara
moral.
Konvensional
Tingkat konvensional umumnya ada pada seorang remaja atau orang dewasa.
Orang di tahapan ini menilai moralitas dari suatu tindakan dengan
membandingkannya dengan pandangan dan harapan masyarakat. Tingkat
konvensional terdiri dari tahap ketiga dan keempat dalam perkembangan moral.
Dalam tahap tiga, seseorang memasuki masyarakat dan memiliki peran sosial.
Individu mau menerima persetujuan atau ketidaksetujuan dari orang-orang lain
karena hal tersebut merefleksikan persetujuan masyarakat terhadap peran yang
dimilikinya. Mereka mencoba menjadi seorang anak baik untuk memenuhi
harapan tersebut,[4] karena telah mengetahui ada gunanya melakukan hal
tersebut. Penalaran tahap tiga menilai moralitas dari suatu tindakan dengan
mengevaluasi konsekuensinya dalam bentuk hubungan interpersonal, yang
mulai menyertakan hal seperti rasa hormat, rasa terimakasih, dan golden rule.
Keinginan untuk mematuhi aturan dan otoritas ada hanya untuk membantu
peran sosial yang stereotip ini. Maksud dari suatu tindakan memainkan peran
yang lebih signifikan dalam penalaran di tahap ini; 'mereka bermaksud baik'.
[4]
Dalam tahap empat, adalah penting untuk mematuhi hukum, keputusan, dan
konvensi sosial karena berguna dalam memelihara fungsi dari masyarakat.
Penalaran moral dalam tahap empat lebih dari sekedar kebutuhan akan
penerimaan individual seperti dalam tahap tiga; kebutuhan masyarakat harus
melebihi kebutuhan pribadi. Idealisme utama sering menentukan apa yang benar
dan apa yang salah, seperti dalam kasus fundamentalisme. Bila seseorang bisa
melanggar hukum, mungkin orang lain juga akan begitu - sehingga ada
kewajiban atau tugas untuk mematuhi hukum dan aturan. Bila seseorang
melanggar hukum, maka secara ia salah secara moral, sehingga celaan menjadi
faktor yang signifikan dalam tahap ini karena memisahkan yang buruk dari yang
baik.
Pasca-Konvensional
Tingkatan pasca konvensional, juga dikenal sebagai tingkat berprinsip, terdiri

dari tahap lima dan enam dari perkembangan moral. Kenyataan bahwa individuindividu adalah entitas yang terpisah dari masyarakat kini menjadi semakin jelas.
Perspektif seseorang harus dilihat sebelum perspektif masyarakat. Akibat
hakekat diri mendahului orang lain ini membuat tingkatan pasca-konvensional
sering tertukar dengan perilaku pra-konvensional.
Dalam tahap lima, individu-individu dipandang sebagai memiliki pendapatpendapat dan nilai-nilai yang berbeda, dan adalah penting bahwa mereka
dihormati dan dihargai tanpa memihak. Permasalahan yang tidak dianggap
sebagai relatif seperti kehidupan dan pilihan jangan sampai ditahan atau
dihambat. Kenyataannya, tidak ada pilihan yang pasti benar atau absolut 'memang anda siapa membuat keputusan kalau yang lain tidak'? Sejalan dengan
itu, hukum dilihat sebagai kontrak sosial dan bukannya keputusan kaku. Aturanaturan yang tidak mengakibatkan kesejahteraan sosial harus diubah bila perlu
demi terpenuhinya kebaikan terbanyak untuk sebanyak-banyaknya orang. Hal
tersebut diperoleh melalui keputusan mayoritas, dan kompromi. Dalam hal ini,
pemerintahan yang demokratis tampak berlandaskan pada penalaran tahap
lima.
Dalam tahap enam, penalaran moral berdasar pada penalaran abstrak
menggunakan prinsip etika universal. Hukum hanya valid bila berdasar pada
keadilan, dan komitmen terhadap keadilan juga menyertakan keharusan untuk
tidak mematuhi hukum yang tidak adil. Hak tidak perlu sebagai kontrak sosial
dan tidak penting untuk tindakan moral deontis. Keputusan dihasilkan secara
kategoris dalam cara yang absolut dan bukannya secara hipotetis secara
kondisional (lihat imperatif kategoris dari Immanuel Kant). Hal ini bisa dilakukan
dengan membayangkan apa yang akan dilakukan seseorang saat menjadi orang
lain, yang juga memikirkan apa yang dilakukan bila berpikiran sama (lihat veil of
ignorance dari John Rawls). Tindakan yang diambil adalah hasil konsensus.
Dengan cara ini, tindakan tidak pernah menjadi cara tapi selalu menjadi hasil;
seseorang bertindak karena hal itu benar, dan bukan karena ada maksud pribadi,
sesuai harapan, legal, atau sudah disetujui sebelumnya. Walau Kohlberg yakin
bahwa tahapan ini ada, ia merasa kesulitan untuk menemukan seseorang yang
menggunakannya secara konsisten. Tampaknya orang sukar, kalaupun ada, yang
bisa mencapai tahap enam dari model Kohlberg ini.
BAB 3
KESIMPULAN
Kesimpulan yang dapat penulis ambil dari makalah ini adalah moral dan
moralitas sebenarnya adalah sama dan moral bagian dari etika. Moral juga
menyangkut norma, adat istiadat dan nilai
PENUTUP
Demikian Makalah ini Penulis buat dengan menggabungkan berbagai sumber
dari internet. Penulis menyadari bahwa makalah ini tidaklah sempurna. Penulis
memohon kritik dan saran dari pembaca. Sekiranya ini yang dapat penulis
sampaikan. Penulis meminta maaf jika dalam makalah ini ada yang membuat
pembaca merasa tidak nyaman.

You might also like