Professional Documents
Culture Documents
Definisi
Epilepsi adalah manifestasi klinik dari bangkitan seizure(stereotipik),
berlangsung secara mendadak dan sementara dengan atau tanpa perubahan kesadaran,
disebabkan oleh hiperaktivitas listrik sekelompok sel saraf di otak, bukan disebabkan
oleh suatu penyakit otak akut.
Menurut WHO (Chadwick, 1991) epilepsi adalah suatu kelainan otak kronik
dengan berbagai macam penyabab yang ditandai serangan kejang berulang yang
disebabkan oleh bangkitan neuron otak yang berlebihan, dimana gambaran klinisnya
dapat berupa kejang, perubahan tingkah laku, perubahan kesadaran tergantung lokasi
kelainan di otak.
Status Epileptikus (SE) didefinisikan sebagai keadaan dimana terjadinya dua atau
lebih rangkaian kejang tanpa adanya pemulihan kesadaran diantara kejang, atau
serangan yang berlangsung terus menerus selama 30 menit atau lebih. Serangan yang
berlangsung terus menerus lebih dari 5 menit atau yang kesadarannya belum pulih
setelah 5 menit harus dipertimbangkan sebagai SE.
1
Klasifikasi
Klasifikasi yang ditetapkan oleh International League Againts Epilepsy
(ILAE) terdiri dari dua jenis klasifikasi yaitu:
1112.1 Bangkitan Parsial
2.1.1 Bangkitan Parsial sederhana
Motorik
Sensorik
Otonom
Psikis
Lena (absence)
Mioklonik
Tonik
Tonik-klonik
Atonik
:penyebabnya
tidak
diketahui,
umumnya
mempunyai
predisposisi genetik
2. Kriptogenik : Dianggap simptomatik tatapi penyebabnya belum diketahui,
termasuk disini sindrom west, sindrom lennox-gastaut, dan
epilepsi
mioklonik,
gambaran
klinik
sesuai
dengan
ensefalopati difus
3. Simptomatik: Disebabkan oleh kelainan/lesi ada susunan saraf pusat
misalnya trauma kepala, infeksi susunan saraf (SSP),
kelainan kongenital, lesi desak ruang, gangguan peredaran
darah otak, toksik (alkohol, obat), metabolik, kelainan
neuro degenerative.
3.1 Faktor pencetus Status Epileptikus
3
memadai
Pengobatan yang tiba-tiba dihentikan atau gangguan penyerapan GIT
Keadaan umum yang tidak menurun sebagai akibat kurang tidur, stres
Patofisiologi
Sel saraf diootak berkomunikasi melalui transmisi listrik dan kimia. Ada
keseimbangan yang teratur antara faktor yang menyebabkan eksistasi dan inhibisi
aktifitas listrik otak.
Untuk dapat mempresentasikan sinyal listrik diotak menjadi perilaku, banyak
sel saraf yang terlibat. Dalam kebanyakan kasus kejang, sejumlah kecil kumpulan sel
saraf yang abnormal menyebabkan perubahan pada sel didekatnya atau pada sel yang
memilik hubungan erat dengannya. Pada kejang, sejumlah besar kumpulan sel saraf
tereksitasi bersamaan (hipersinkroni), sehingga menyebabkan aktfitas tubuh
berlebihan.
Penyebab kelainan yang utama adalah hilangnya sel saraf yang menginhibisi
sel eksitasi dan membatasi penyebaran listrik otak atau mungkin dikarenakan
produksi berlebihan rangsangan kimia otak yang menyebabkan sel mengeluarkan
sinyal listrik yang abnormal. Neurotransmitter eksitasi juga dilepasakan berlebihan
dan mengganggu bendungan listrik sel saraf yang normalnya membatasi penyebaran
sinyal listrik yang abnormal. Diantara neurotansmitter-neurotarsmitter eksitasi dapat
disebut glutamate, aspartat, norepinefrin, dan asetilkolin, sedangkan nerutransmitter
inhibisi yang terkenal ialah gamma amino butyric acid (GABA).
Secara klinis dan berdasarkan EEG, status epileptikus dibagi menjadi lima
fase. Fase pertama terjadi mekanisme kompensasi, seperti peningkatan aliran darah
otak dan cardiac output, peningkatan oksigenase jaringan otak, peningkatan tekanan
darah, peningkatan laktat serum, peningkatan glukosa serum dan penurunan pH yang
diakibatkan asidosis laktat. Perubahan syaraf reversibel pada tahap ini. Setelah 30
menit, ada perubahan ke fase kedua, kemampuan tubuh beradaptasi berkurang
dimana tekanan darah , pH dan glukosa serum kembali normal. Kerusakan syaraf
4
irreversibel pada tahap ini. Pada fase ketiga aktivitas kejang berlanjut mengarah pada
terjadinya hipertermia (suhu meningkat), perburukan pernafasan dan peningkatan
kerusakan syaraf yang irreversibel.
Aktivitas kejang yang berlanjut diikuti oleh mioklonus selama tahap keempat,
ketika peningkatan pernafasan yang buruk memerlukan mekanisme ventilasi.
Keadaan ini diikuti oleh penghentian dari seluruh klinis aktivitas kejang pada tahap
kelima, tetapi kehilangan syaraf dan kehilangan otak berlanjut.
Kerusakan dan kematian syaraf tidak seragam pada status epileptikus, tetapi
maksimal pada lima area dari otak (lapisan ketiga, kelima, dan keenam dari korteks
serebri, serebellum, hipokampus, nukleus thalamikus dan amigdala). Hipokampus
mungkin paling sensitif akibat efek dari status epileptikus, dengan kehilangan syaraf
maksimal dalam zona Summer.
Mekanisme yang tetap dari kerusakan atau kehilangan syaraf begitu kompleks
dan melibatkan penurunan inhibisi aktivitas syaraf melalui reseptor GABA dan
meningkatkan pelepasan dari glutamat dan merangsang reseptor glutamat dengan
masuknya ion Natrium dan Kalsium dan kerusakan sel yang diperantarai kalsium.
Diagnosis dan Pemeriksaan Penunjang
Diagnosa dilakukan dengan cepat dalam waktu 5 10 menit. Hal yang
pertama kita lakukan adalah:
Anamnesis
riwayat epilepsi, riwayat menderita tumor, infeksi obat, alkohol, penyakit
serebrovaskular lain, dan gangguan metabolit. Perhatikan lama kejang, sifat
kejang (fokal, umum, tonik/klonik), tingkat kesadaran diantara kejang,
riwayat kejang sebelumnya, riwayat kejang dalam keluarga, demam, riwayat
persalinan, tumbuh kembang, dan penyakit yang sedang diderita.
Pemeriksaan fisik
pemeriksaan neurologi lengkap meliputi tingkat kesadaran penglihatan dan
pendengaran refleks fisiologis dan patologi, lateralisasi, papil edema akibat
peningkatan intrakranial akibat tumor, perdarahan, dll. Sistem motorik yaitu
parestesia, hipestesia, anestesia.
Pemeriksaan penunjang
Pungsi lumbar, dapat kita lakukan jika ada dugaan infeksi CNS atau
perdarahan subarachnoid.
Gambaran klinik
Pengenalan terhadap status epileptikus penting pada awal stadium untuk
mencegah keterlambatan penanganan. Status tonik-klonik umum (Generalized TonicClonic) merupakan bentuk status epileptikus yang paling sering dijumpai, hasil dari
survei ditemukan kira-kira 44-74%, tetapi bentuk yang lain dapat juga terjadi.
A. Status Epileptikus Tonik-Klonik Umum (Generalized tonic-clonic Status
Epileptikus)
biasanya pada enselofati anoksia berat dengan prognosa yang buruk, tetapi
dapat terjadi pada keadaan toksisitas, metabolik, infeksi atau kondisi
degeneratif.
satu sisi dan berkembang menjadi jacksonian march pada satu sisi dari
tubuh. Kejang mungkin menetap secara unilateral dan kesadaran tidak
terganggu. Pada EEG sering tetapi tidak selalu menunjukkan periodic
lateralized epileptiform discharges pada hemisfer yang berlawanan
(PLED), dimana sering berhubungan dengan proses destruktif yang pokok
dalam otak. Variasi dari status somatomotorik ditandai dengan adanya
afasia yang intermitten atau gangguan berbahasa (status afasik).
b. Status Somatosensorik
Jarang ditemui tetapi menyerupai status somatomotorik dengan
gejala sensorik unilateral yang berkepanjangan atau suatu sensory
jacksonian march.
H. Status Epileptikus Parsial Kompleks
Dapat dianggap sebagai serial dari kejang kompleks parsial dari
frekuensi yang cukup untuk mencegah pemulihan diantara episode. Dapat
terjadi otomatisme, gangguan berbicara, dan keadaan kebingungan yang
berkepanjangan. Pada EEG terlihat aktivitas fokal pada lobus temporalis
atau frontalis di satu sisi, tetapi bangkitan epilepsi sering menyeluruh.
Kondisi ini dapat dibedakan dari status absens dengan EEG, tetapi
mungkin sulit memisahkan status epileptikus parsial kompleks dan status
epileptikus non-konvulsif pada beberapa kasus
Longgrkan baju, lepaskan kaca mata tetapi kontak lens biarkan saja
pertama
dalam
penanganan
status
epileptikus
menggunakan
Nama obat
1. Lorazepam
2. Phenobarbitone
3. Diazepam + Fenitoin
4. Fenitoin
Dosis (mg/kg)
Persentase
0,1
15
0.15 + 18
18
65 %
59 %
56 %
44 %
10
CARA PEMBERIAN
IV bolus
Rektal
IV infus
DOSIS DEWASA
10-20 mg at 2-5 mg/min
10-30 mg
8 mg/jam
DOSIS ANAK
0,25-0,5 mg/kgBB
2-5 mg/kgBB
0,5-0,75 mg/jam
Lorazepam
IV bolus
4 mg
0,1 mg/kg
Midazolam
IM/Rektal
IV bolus
IV infus
Buccal
0,15-0,3 mg/kg
5-10 mg
0,1-0,3 mg/kg at<4
mg/jam
0,05-0,4mg/kg/jam
10 mg
IV bolus
Phenobarbital
10 mg/kgBB kecepatan
<100 mg/min
Phenytoin
IV bolus/infus
15-18mg/kg kecepatan
<50 mg/kg/min
10 mg
15-20 mg/kg kecepatan
<100 mg/min
20 mg/kg kecepatan
<25 mg/min
11
Manajemen emergensi
Manajemen emergensi merupakan suatu manajemen dasar untuk mengatasi
keadaan status epilepsi dengan urutan sebagai berikut:
1. Resusitasi
Prinsip resusitasi pada status epileptikus sama dengan emergensi
neurologis lainnya. Pada keadaan akut, Airway, Breathing, Circulation
(ABC) yang berkaitan dengan fungsi cardio respirasi dan sirkulasi perlu
segera di antisipasi.
2. Algoritma investigasi emergensi
Algoritma pemeriksaan dan penegakan diagnosis status epileptikus
12
STATUS EPILEPSI
ANAMNESA
Pasien Epilepsi
Tanpa obat
Dengan obat
Obat tidak memadai
Obat cukup:
Tiba-tiba henti obat
Gangguan cerna
Kurang tidur
Alcohol
Narkotik
Stress psikis erat
PEMERIKSAAN FISIK
Umum
Neurologis:
Kesadaran, saraf kranial, motorik, sensorik, otonom, fungsi luhur
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium; pengamblan 50 ml sampel darah: periksa Hb, leukosit, Diffcount, K,Na,Ca,Mg, Glukosa, Creatinin,Ureum, A
EEG (elektro ensefalo grafi)
Pungsi Lumbal, stelah pasien tenang dan tidak ada kontra indikasi LP, maka pemeriksaancaitan otak lengkap dapat dilak
CT-scan otak dapat dipertimbangkan pada kasus-kasus khusus (tumor/trauma otak, stroke hemoragic)
Lanjutkan dengan Algoritma terapi pada status epileptikus
13
OBAT
MIDAZOLAM
DOSIS DEWASA
0,1-1 mg/kgBB dengan kecepatan pemberian 4 mg/menit
dilanjutkan dengan pemberian 0,05-0,4 mg/kgBB/jam
melalui infuse
THIOPENTHONE
PENTOBARBITAL
PROPOFOL
mg/kgBB/jam
2 mg/kgBB kemudian dtingkatkan menjadi 5-10
mg/kgBB/jam
Status epileptikus Refrakter
STADIUM
Stadium I (0-10 menit)
PENATALAKSANAAN
Memperbaiki fungsi kardio respirasi
Memperbaiki jalan nafas, pemberian oksigen, resusitasi
Pemeriksaan status nerologik
Penukuran tekanan darah, nadi, dan suhu
EKG (elektro kardio grafi)
Memasang infus paa pembuluh darah besar
Megambil darah 50-100 cc darah untuk pemeriksaan
lab
Pemberian OAE emergensi:
Diazepam 10-20 g iv (keceatan pemberian 2-5
mg/menit atau rectal apat diulang 15 menit kemudian)
14
Menentukan etiologi
Bila kejang berlangsung terus selama 30 menit seteah
pemberian diazepam pertama, beri phenytoin iv 1518mg/kg dengan kecepatan 50 mg/menit
Memulai terapi dengan vasopresor bila diperlukan
Mengoreksi komplikasi
SE Lena
TERAPI PILIHAN
Benzodiazepine IV/Oral
TERAPI LAIN
Valproate IV
15
SE Parsial Kompleks
SE Lena atipikal
Clobazam Oral
Lorazepam/phenyton/Phenobarbital IV
Valproate Oral
SE tonik
Lamotrigine oral
Anastesia
dengan
thiopentone,
phenobarbital, propofol atau midazolam
Kesimpulan
Status Epileptikus secara fisiologis didefenisikan sebagai aktivitas epilepsi
tanpa adanya normalisasi lengkap dari neurokimia dan homeostasis fisiologis dan
memiliki spektrum luas dari gejala klinis dengan berbagai patofisiologi, anatomi dan
dasar etiologi.
Status Epileptikus merupakan suatu kegawatdaruratan medis yang harus
ditangani segera dan secepat mungkin, karena melibatkan proses fisiologis pada
sistem homeostasis tubuh, kerusakan syaraf dan otak yang dapat mengakibatkan
kematian. Penanganannya tidak hanya menghentikan kejang yang sedang
berlangsung, tetapi juga harus mengidentifikasi penyakit dasar dari status tersebut.
Umur, jenis kejang, etiologi, jenis kelamin perempuan, durasi dari status epileptikus,
dan lamanya dari onset sampai penanganan merupakan faktor prognostik penting.
16
Daftar Pustaka
1. Brashers L.V. Aplikasi Klinis Patofisioligi Pemeriksaan dan Managemen.
Cetakan pertama. Jakarta: EGC; 2008.h.309-15.
2. Utama H. 2008. Antiepilepsi dan Antikonvulsi. In: Farmakologi dan Terapi.
Ed: ke-5. Jakarta: Departemen Farmakologi dan Terapuetik FKUI.
3. Price dan Wilson. 2006. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit.
Ed: 6. Jakarta. EGC.
4. Tjahjadi, dkk. 2007. Gambaran Umum Mengenai Epilepsi. In: Kapita Selekta
Neurologi. Ed: 2. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.
5. Korff CM., Nordii D.R. Diagnosis and management of nonconvulsive status
17