Professional Documents
Culture Documents
Kelompok B2
Adrian Cristianto Yusuf
102010206
Dela Nabila
102011302
Finta Lidanang
102012004
David
102012036
102012117
Rheza Pratama
102012203
Herkuliana P. Sari
102012228
Tiffany
102012368
Anggraini Hertanti
102012440
Grandy
102012
Pendahuluan
Penyakit Jantung Rematik (PJR) atau Rheumatic Heart Disease (RHD) adalah suatu
kondisi dimana terjadi kerusakan pada katup jantung yang bisa berupa penyempitan atau
kebocoran, terutama katup mitral (stenosis katup mitral) sebagai akibat adanya gejala sisa
dari Demam Rematik (DR).
Demam Rheumatik merupakan suatu penyakit radang yang terjadi setelah adanya
infeksi streptokokus golongan beta hemolitik A, yang dapat menyebabkan lesi patologis di
daerah jantung, pembuluh darah, sendi, dan jaringan subkutan. Kuman ini seringkali
bersarang pada infeksi gigi atau infeksi tenggorokan dan biasanya banyak menyerang anak
usia 5-15 tahun.
Skenario
Seorang remaja perempuan berusia 16 tahun datang ke IGD RS diantar ibunya dengan
keluhan sesak napas sejak 2 hari yang lalu. Keluhan sesak didahului batuk, mudah lelah, dan
berdebar-debar sejak 1 bulan yang lalu. Sesak napas meningkat setelah aktivitas fisik dan
membaik setelah pasien beristirahat atau tidak dengan 2-3 bantal kepala. Keluhan-keluhan
tersebut tidak disertai demam. Pasien lahir spontan ditolong bidan, langsung menangis dan
tidak biru. Tidak ada riwayat sering mengalami batuk pilek, berat badan yang sulit naik
ataupun menetek yang hanya sebentar-sebentar. Namun, menurut ibu saat kecil pasien sering
sakit tenggorokan.
Anamnesis
Merupakan komunikasi antara dokter dan pasien. Untuk pengetahui data tentang
pasien serta keluhan dan riwayat penyakit pasien. Jika pasiennya masih anak anak,biasanya
anamnesis ditujukan kepada orang tua atau keluarga pasien. Dalam hal ini yang ditanyakan
berupa riwayat penyakit pasien sejak kecil. Urutan anamnesis seperti biasanya mulai
ditanyakan keluhan utama (KU), Riwayat Penyakit Sekarang (RPS), Riwayat Penyakit
Dahulu (RPD), Riwayat Penyakit Keluarga (RPK) serta kehidupan social masyarakat tempat
pasien tinggal.
Biasanya pasien datang dengan tanda-tanda Karditis, disebabkan karena gejala-gejala
poliartritis akan sembuh dengan sempurna dalam beberapa minggu.
Berikut ada beberapa pertanyaak yang dapat digunakan dalam anamnesis pasien yang diduga
menderita demam rematik.
Infeksi tenggorokan
apakah ada keluhan nyeri menelan sebelumnya?
2
adalah apakah pasien pernah terkena demam rematik di masa lampau dan higienis pasien juga
harus ditanyakan.1
Pemeriksaan fisik
Inspeksi
Kulit dapat mengungkapkan banyak perubahan yang berkaitan dengan penyakit
jantung. Apakah ada sianosis? Jika ya, apakah sentral atau perifer?
Inspeksi dada sering kali mengungkapkan informasi mengenai jantung. Karena dada
dan jantung berkembang pada waktu yang hamper bersamaan selama embryogenesis, tidak
mengherankan bahwa segala sesuatu yang mengganggu perkembangan dada dapat
mengganggu perkembangan jantung pula. Pectus excavatum atau dada cekung kedalam,
dijumpai pada sindrom marfan dan pada prolaps katup mitral. Pectus carinatum atau dada
burung, juga berkaitan dengan sindrom marfan.
Palpasi
Ikuts kordis yang tidak teraba dan terlihat merupakan hal yang umum dijumpai pada
orang normal.Tidak adanya iktus kordis tidak dapat diduga sebelum dilakukan pemeriksaan
pada prekordium pada persambungan kosto sentral keempat kiri hingga sela iga keenam pada
garis aksila anterior. Pergeseran iktus kordis dapat terabaikan dan abnormal. Iktus kordis
nonapikal, misalnya akibat infark miokard anterior dengan atau tanpa pergeseran denyutan
apeks, terutama jika iktus kordis tidak teraba. Karena itu perkusi dilakukan 1 atau 2 cm
lateral dari dugaan pergeseran iktus kordis ke medial. Jika terdapat bunyi redup, maka impuls
yang terjadi adalah ektopik ketimbang apical. Jika timbul bunyi resonan, maka impuls berasal
dari apical. Jika area tersebut berupa hiperesonan, maka impuls adalah apical, dan alasan
terjadinya pergeseran adalah hiperinflasi.
Perkusi
Perkusi dilakukan pada sela iga ketiga, keempat dan kelima dari garis aksilaris
anterior kiri ke garis aksilaris anterior kanan. Biasanya ada perubahan nada perkusi dari sonor
ke redup kira-kira 6 cm di sebelah lateral kiri sternum. Redup ini disebabkan oleh adanya
jantung. Kebanyakan klinikus merasa bahwa perkusi untuk memperkirakan ukuran jantung
hanya sedikit membantu, karena sensitivitas teknik ini rendah. Pada beberapa keadaan klinis,
perkusi mungkin berguna. Ini mencakup dekstra kardia dan tension pneumotoraks dada kiri.
Pada keadaan-keadaan ini dapat ditemukan redup pada sisi kanan sternum.
Auskultasi
Dilakukan dengan menggunakan stetoskop untuk menilai pergerakan gas, cairan, atau
organ di dalam kompartemen tubuh.
Hasil: suara napas vesikuler, ronkhi basah halus pada kedua basal paru, terdengar pan
sistolik, mur-mur grade 3/6 di apex jantung, dan diastolik murmur ics 2 linea sternalis kanan.
Kelainan patologis yang harus diidentifikasi dengan cara auskultasi ialah
Gallop
: yaitu bunyi jantung seperti derap kaki kuda yang sedang berlari
4
Murmur
Pemeriksaan penunjang
1. Pemeriksaan Laboratorium
Untuk menetapkan ada atau pernah adanya infeksi kuman SGA ini dapat dideteksi :
Dengan hapusan tenggorok pada saat akut. Biasanya kultur SGA negative pada
fase akut. Bila positif ini pun belum pasti membantu diagnosis sebab
kemungkinan akibat kekambuhan dari kuman SGA itu atau infeksi
2. Pemeriksaan Ekokardiografi
Saat ini pemeriksaan ekokardiografi memegang peranan penting pada bidang
kardiologi, karena pemeriksaan ini mudah dilakukan, hasilnya cepat diperoleh dengan
tingkat akurasi yang tinggi. Tetapi pemeriksaan ini memerlukan alat yang harganya
relative mahal dan memerlukan keterampilan tinggi dalam melakukan dan menilai
hasilnya. Pada DR dan PJR pemeriksaan ini juga memegang peranan, walaupun
pemeriksaan ini bukan merupakan pemeriksaan standard dalam menegakkan
diagnosis. Pemeriksaan 2D echo-doppler dan colour flow Doppler echocardiography
cukup sensitive dan memberikan informasi yang spesifik terhadap kelainan jantung.
Pemeriksaan M-mode echocardiography dapat memberikan informasi mengenai
fungsi ventrikal. Pemeriksaan 2D echocardiography dapat memberikan informasi
mengenai gambaran structure anatomi jantung secara realistic, sedangkan
pemeriksaan
2-dimensional
echo-Doppler
dan
colour
flow
Doppler
Demam rematik akut karena penyakit ini diakibatkan oleh infeksi berulang
streptococcus hemolitikus grup A gejala awal pada penyakit ini adalah Faringitis dan adanya
demam manifestasi klinis dari demam rematik akut muncul setelah 3 minggu pasca infeksi
dimana kasus polyarthritis ditemukan pada 60-75% kasus dan carditis pada 50-60%.
Keterlibatan jantung dan endokardium reumatik merupakan manifestasi demam
reumatik yang paling penting. Lesi katup mulai sebagai veruka kecil yang tersusun darii
fibrin dan sel darah sepanjang tepi salah satu katup jantung atau lebih. Katup mitral paling
sering terkena, kemudian katup aorta; manifestasi jantung sisi kanan jarang. Ketika radang
mereda, veruka cenderung menghilang dan meninggalkan jaringan parut. Dengan serangan
demam reumatik berulang, veruka baru terbentuk dekat veruka sebelumnya, dan
endokardium mural dan korda tendinae menjadi terlibat.4
Diagnosis banding
1. Miokarditis
Miokarditis adalah peradangan jantung yang tidak berkaitan dengan penyakit
arteri coroner atau infark miokard. Miokarditis paling sering terjadi akibat infeksi
virus pada miokardium, tetapi dapat juga disebabkan oleh infeksi bakteri atau jamur
yang sering diduga adalah infeksi coxackievirus. Penyakit sistemik seperi SLE juga
dapat menimbulkan gangguan ini.
Miokarditis menyebabkan
kelemahan
otot
jantung
dan
penurunan
kontraktilitas jantung. Jantung menjadi lembek dan melebar, dengan banyak focus
perdarahan berbintik yang terbentuk dilapisan endocardium , miokardium, dan
epikardium. Miokarditis adalah alasan utama tindakan transplantasi jantung di
Amerika Serikat.
Gambaran Klinis :
Nyeri dada
Rasa lelah dan sesak napas
Perangkat Diagnostik
Tanda inflamasi sistemik antara lain peningkatan laju endap darah dan
leukositosis
Peningkatan kadar antibody antivirus, umumnya terhadap coxackievirus.
Endokardiografi dan katerisasi arteri coroner memperlihatkan arteri dan katup
jantung yang normal. Biopsi miokardium memperlihatkan inflamasi.4
6
fase peralihan antara pirau kiri ke kanan dan kanan ke kiri, sering kali pasien
tampak lebih aktif, dengan toleransi latihan yang relative lebih baik
disbanding sebelumnya. Saat terjadi pirau terbalik dari kanan ke kiri, pasien
tampak sianotik deengan keluhan dan gejala yang lebih berat dibanding
sebelumnya. Anak gagal tumbuh , sianotik, dengan jari-jari tabuh (clubbing
fingers). Dada kiri membonjol dengan peningkatan aktivitas ventrikel kanan
yang hebat. Bunyi jantung satu normal, akan tetapi bunyi jantung kedua
mengeras dengan split yang sempit. Bising yang sebelumnya jelas menjadi
berkurang intensitasnya; kontur bising yang semula pansistolik berubah
menjadi ejeksi sistolik. Tak jarang bising menghilang sama sekali. Hati
menjadi teraba besar akibat bendungan sistemik, namun edema jarang
ditemukan.
3. Defek Septum Atrium
Defek septum atrium adalah kelainan anatomic jantung akibat terjadinya
kesalahan pada jumlah arbsorbsi dan proloferasi jaringan pada tahap perkembangan
pemisahan rongga atrium menjadi atrium kiri dan kanan. Defek septum atrium
merupakan lebih kurang 10% dari seluruh PJB. Kelainan ini lebih sering ditemukan
pada anak perempuan disbanding laki-laki.
Akibat adanya celah patologis antara atrium kanan dan atrium kiri, pasien
dengan defek septum atrium mempunyai beban pada sisi kanan jantung, akibat pirau
dari atrium kiri ke atrium kanan. Beban tersebut merupakan beban volume.
Sebagian besar asimtomatik, terutama pada bayi dan anak kecil. Sangat jarang
ditemukan gagal jantung pada defek septum atrium. Bila pirau cukup besar, pasien
mengalami sesak napas, sering mengalami infeksi paru, dan berat badan akan sedikit
berkurang. Jantung umumnya normal atau hanya sedikit membesar dengan pulsasi
ventrikel kanan teraba. Komponen aorta dan pulmonal bunyi jantung II terbelah lebar
(wide split) yang tidak berubah saat inspirasi maupun ekspirasi ( fixed split). ;Pada
defek sedang sampai besar bunyi jantung I mengeras dan terdapat bising ejeksi
sistolik. Selain itu terdapat bising diastolic di daerah tricuspid akibat aliran darah yang
berlebihan melalui katup tricuspid pada fase pengisian cepat ventrikel kanan.
ASD yang besar sekalipun biasanya baru memperlihatkan gejala ketika
pasiennya mencapai usia dewasa, ketika terjadi gagal jantung kanan atau ketika
keadaan hipertrofi jantung kanan yang bertambah secara berangsur-angsur; hipertensi
pulmoner pada akhirnya menimbulkan pintasan (shunting) dari kanan ke kiri disertai
sianosis.
8
(stenosis mitral relative). Bunyi jantung II tunggal dank eras. Gagal jantung
mungkin terjadi dan biasanya di dahului infeksi saluran napas bagian bawah.
DAP Besar dengan Hipertensi Pulmonal
Pasien duktus arteriosus besar apabila tidak diobati akan berkembang menjadi
hipertensi pulmonal akibat penyakit vaskuler paru, yakni suatu komplikasi
yang ditakuti. Komplikasi ini dapat terjadi pada usia kurang dari 1 tahun,
namun jauh lebih sering terjadi pada tahun ke-2 atau ke-3. Komplikasi ini
berkembang secara progresif, sehingga akhirnya ireversibel, dan pada tahap
tersebut operasi koreksi tidak dapat dilakukan.1
5. Endokarditis Infektif
Kolonisasi mikroba pada katup jantung menyebabkan terbentuknya vegetasi
yang rapuh dan terinfeksi, dengan kerap kali menimbulkan kerusakan katup.
Endikarditis infektif akut disebabkan oleh mikroorganisme yang sangat
virulen ( misalnya Staphylococcus aureus), mikroorganisme ini membentuk
koloni pada katup jantung yang sebelumnya normal dengan menimbulkan
infeksi yang disertai nekrosis, ulserasi, dan bersifat invasive. Secara klinis
terdapat demam yang progresif cepat disertai kekakuan, malaise, dan
kelemahan. Vegetasi yang besar dapat menimbulkan komplikasi emboli;
slenomegali sering ditemukan. Sekalipun terapi sudah diberikan, kematian
tetap terjadi dalam waktu beberapa hari hingga beberapa minggu pada 50%
Kriteria Diagnosis
10
Kriteria Mayor
Kriteria Minor
Karditis
Klinis :
Poliartritis migrans
Korea sydenham
Eritema marginatum
Nodul subkutan
rematik sebelumnya
Artralgia
Demam
Laboratorium :
Peningkatan kadar reaktan fase akut (protein C
reaktif, laju endap darah, leukositosis)
Interval P-R yang memanjang
Ditambah
Disokong adanya bukti infeksi Streptokokus sebelumnya berupa kultur apus
tenggorok yang positip atau tes antigen streptokokus yang cepat atau titer ASTO
yang meningkat.
Tabel 1. Kriteria Jones untuk mendiagnosis Demam Reumatik
Manifestasi klinik
Kriteria mayor
1) Karditis
- Karditis merupakan manifestasi klinik demam rematik yang paling berat karena
merupakan satu-satunya manifestasi yang dapat mengakibatkan kematian
11
penderita pada fase akut dan dapat menyebabkan kelainan katup sehingga terjadi
-
oleh adanya titer ASTO atau antibodi antistreptokokus lainnya yang tinggi.
3) Korea
- Secara khas ditandai oleh adanya gerakan tidak disadari dan tidak bertujuan yang
berlangsung cepat dan umumnya bersifat bilateral, meskipun dapat juga hanya
mengenai satu sisi tubuh. Manifestasi demam rematik ini lazim disertai kelemahan
otot dan ketidak-stabilan emosi. Korea jarang dijumpai pada penderita di bawah
usia 3 tahun atau setelah masa pubertas dan lazim terjadi pada perempuan. Korea
Syndenham merupakan satu-satunya tanda mayor yang sedemikian penting
sehingga dapat dianggap sebagai pertanda adanya demam rematik meskipun tidak
ditemukan kriteria yang lain. Korea merupakan manifestasi demam rematik yang
muncul secara lambat, sehingga tanda dan gej ala lain kemungkinan sudah tidak
ditemukan lagi pada saat korea mulai timbul.
4) Eritema marginatum
12
Merupakan wujud kelainan kulit yang khas pada demam rematik dan tampak
sebagai makula yang berwarna merah, pucat di bagian tengah, tidak terasa gatal,
berbentuk bulat atau dengan tepi yang bergelombang dan meluas secara
sentrifugal. Eritema marginatum juga dikenal sebagai eritema anulare rematikum
dan terutama timbul di daerah badan, pantat, anggota gerak bagian proksimal,
tetapi tidak pernah ditemukan di daerah wajah. Kelainan ini dapat bersifat
sementara atau menetap, berpindah-pindah dari satu bagian tubuh ke bagian tubuh
yang lain, dapat dicetuskan oleh pemberian panas, dan memucat jika ditekan.
Tanda mayor demam rematik ini hanya ditemukan pada kasus yang berat.
5) Nodulus subkutan
- Pada umumnya hanya dijumpai pada kasus yang berat dan terdapat di daerah
ekstensor persendian, pada kulit kepala serta kolumna vertebralis. Nodul ini
berupa massa yang padat, tidak terasa nyeri, mudah digerakkan dari kulit di
atasnya, dengan diameter dan beberapa milimeter sampai sekitar 2 cm. Tanda ini
pada umumnya tidak akan ditemukan jika tidak terdapat karditis.
Kriteria minor
1) Riwayat demam rematik sebelumnya dapat digunakan sebagai salah satu kriteria
minor apabila tercatat dengan baik sebagai suatu diagnosis yang didasarkan pada kriteria
obyektif yang sama. Akan tetapi, riwayat demam rematik atau penyakit jantung rematik
inaktif yang pernah diidap seorang penderita seringkali tidak tercatat secara baik
sehingga sulit dipastikan kebenarannya, atau bahkan tidak terdiagnosis.
2) Artralgia adalah rasa nyeri pada satu sendi atau lebih tanpa disertai peradangan atau
keterbatasan gerak sendi. Gejala minor ini harus dibedakan dengan nyeri pada otot atau
jaringan periartikular lainnya, atau dengan nyeri sendi malam hari yang lazim terjadi
pada anak-anak normal. Artralgia tidak dapat digunakan sebagai kriteria minor apabila
poliartritis sudah dipakai sebagai kriteria mayor.
3) Demam pada demam rematik biasanya ringan,meskipun adakalanya mencapai 39C,
terutama jika terdapat karditis. Manifestasi ini lazim berlangsung sebagai suatu demam
derajat ringan selama beberapa minggu. Demam merupakan pertanda infeksi yang tidak
spesifik, dan karena dapat dijumpai pada begitu banyak penyakit lain, kriteria minor ini
tidak memiliki arti diagnosis banding yang bermakna.
13
4) Peningkatan kadar reaktan fase akut berupa kenaikan laju endap darah, kadar protein
C reaktif, serta leukositosis merupakan indikator nonspesifik dan peradangan atau
infeksi. Ketiga tanda reaksi fase akut ini hampir selalu ditemukan pada demam rematik,
kecuali jika korea merupakan satu-satunya manifestasi mayor yang ditemukan. Perlu
diingat bahwa laju endap darah juga meningkat pada kasus anemia dan gagal jantung
kongestif. Adapun protein C reaktif tidak meningkat pada anemia, akan tetapi mengalami
kenaikan pada gagal jantung kongestif. Laju endap darah dan kadar protein C reaktif
dapat meningkat pada semua kasus infeksi, namun apabila protein C reaktif tidak
bertambah, maka kemungkinan adanya infeksi streptokokus akut dapat dipertanyakan.
5) Interval P-R yang memanjang biasanya menunjukkan adanya keterlambatan abnormal
sistem konduksi pada nodus atrioventrikel dan meskipun sering dijumpai pada demam
rematik, perubahan gambaran EKG ini tidak spesifik untuk demam rematik. Selain itu,
interval P-R yang memanjang juga bukan merupakan pertanda yang memadai akan
adanya karditis rematik.6
Gejala kardiak
Stenosis mitral
- Berkurangnya aliran darah selama diastolic melewati katup mitral akibat
-
penyempitan katup
Penyebab utama: demam rematik, merupakan petunjuk adanya beberapa kali
meningkat
Orthopnea: tanpa beban fisik sekalipun sudah bendungan. Terjadi beberapa
menit dalam keadaan baring dan penderita tidak tidur. Pada posisi berbaring,
terjadi berkurangnya pooling cairan di ekstremitas bawah dan abdomen,
cairan dari ekstra vaskuler ke intra vaskuler sehingga venous return
meningkat. Darah beralih dr ekstrathoracic ke intrathoracic, ventrikel kiri
14
dilatasi
dan
ventrikel
meningkatnya
dan dispnea.
PND: terjadi setelah 2-4 jam, cairan ekstravaskular masuk ke dalam
intravascular dengan akibat venous return meningkat. Pada keadaan gagal
jantung kiri di mana ventrikel kanan masih kompeten menyebabkan tekanan
v.pulmonalis dan cabang-cabangnya meningkat, terjadi edema alveoli, mukosa
bronchial dan intersisial. Edema menekan bronkus kecil dengan akibat
I,II
dan
sandapan
dada.
LAH
P
pada
mitral
sandapan
V1
Etiologi
Streptokokus B-hemolitikus grup A merupakan agen pencetus yang menyebakan
terjadinya demam reumatik akut, walaupun mekanisme patogenetik yang tepat tetap tidak
terjelaskan. Tidak semua serotip streptokokus grup A dapat menimbulkan demam reumatik.
Bila beberapa strain (misalnya, M tipe 4) ada pada populasi yang amat rentan reumatik, tidak
terjadi demam reumatik ulang. Sebaliknya serotip lain yang lazim pada populasi yang sama
menyebabkan angka serangan berulang 20-50% dari mereka yang dengan faringitis. Konsep
reumatogenisitas lebih lanjut didukung oleh penelitian yang memeberi kesan bahwa serotip
streptokokus grup A yang sering dihubungkan dengan infeksi kulit, biasanya serotip yang
lebih tinggi, sering diisolasi dari saluran pernapasan atas tetapi jarang menyebabkan kumat
demam reumatik pada individu yang sebelumnya dengan riwayat demam reumatik.
Selanjutnya, serotip tertentu streptokokus grup A (misalnya, M tipe 1, 3, 5, 6, 18, 24) lebih
sering diisolasi pada penderita dengan demam reumatik akut daripada serotip lain.
Derajat penyakit
15
Perjalanan klinis penyakit demam reumatik/ penyakit jantung reumatik dapat dibagi
dalam 4 stadium:
Stadium I
Stadium ini berupa infeksi saluran nafas bagian atas oleh kuman beta-streptococcus
hemolyticus grup A. Seperti infeksi saluran nafas pada umumnya, keluhan biasanya berupa
demam, batuk, rasa sakit waktu menelan, tidak jarang disertai muntah dan bahkan pada anak
kecil dapat terjadi diare. Pada pemeriksaan fisik sering didapatkan eksudat di tonsil yang
menyertai tanda-tanda peradangan lainnya. Kelenjar getah bening submandibular seringkali
membesar. Infeksi ini biasanya berlangsung 2-4 hari dan dapat sembuh sendiri tanpa
pengobatan. Para peneliti mencatat 50-90% riwayat infeksi saluran nafas bagian atas pada
penderita demam reumatik/penyakit jantung reumatik, yang biasanya terjadi 10-14 hari
sebelum manifestasi pertama demam reumatik/penyakit jantung reumatik.
Stadium II
Stadium ini disebut juga periode laten, ialah masa antara infeksi Streptococcus dengan
permulaan gejala demam reumatik; biasanya periode ini berlangsung 1-3 minggu, kecuali
korea yang dapat timbul 6 minggu atau bahkan berbulan-bulan kemudian.
Stadium III
Yang dimaksud dengan stadium III ini ialah fase akut demam reumatik, saat
timbulnya berbagai manifestasi klinis demam reumatik/penyakit jantung reumatik.
Manifestasi klinis tersebut dapat digolongkan dalam gejala peradangan umum dan
manifestasi spesifik demam reumatik/penyakit jantung reumatik.
Stadium IV
Disebut juga stadium inaktif. Pada stadium ini penderita demam reumatik tanpa
kelainan jantung atau penderita penyakit jatung reumatik tanpa gejala sisa katup tidak
menunjukkan gejala apa-apa. Pada penderita penyakit jantung reumatik dengan gejala sisa
kelainan katup jantung, gejala yang timbul sesuai dengan jenis serta beratnya kelainan. Pada
fase ini baik penderita demam reumatik maupun penyakit jantung reumatik sewaktu-waktu
dapat mengalami reaktivasi penyakitnya.3
Faktor predisposisi
Faktor-faktor pada individu
16
1. Faktor Genetik
Banyak demam reumatik / penyakit jantung reumatik yang terjadi pada satu
keluarga maupun pada anak-anak kembar. Meskipun pengetahuan tentang factor
genetic pada demam reumatik ini tidak lengkap, namun pada umumnya disetujui
bahwa ada factor keturunan pada demam reumatik ini, sedangkan cara penurunanya
belum dapat dipastikan.
2. Jenis Kelamin
Dahulu sering dinyatakan bahwa demam reumatik lebih sering didapatkan
pada anak wanita dibanding dengan anak laki-laki. Tetapi data yang lebih besar
menunjukkan tidak ada perbedaan jenis kelamin, meskipun manifestasi tertentu
mungkin lebih sering ditemukan pada wanita daripada laki-laki.
Kelainan katup sebagai gejala sisa penyakit jantung reumatik juga
menunjukkan perbedaan jenis kelamin. Pada orang dewasa gejala sisa berupa stenosis
mitral lebih sering didapatkan pada wanita, sedangkan insufisiensi aorta lebih sering
ditemukan pada laki-laki.
3. Golongan etnik dan ras
Data dari Amerika Utara menunjukkan bahwa serangan pertama maupun
ulang denan reumatik lebih sering didapatkan pada orang kulit hitam dibandingkan
dengan orang kulit putih. Tetapi data ini harus dinilai dengan hati-hati, sebab mungkin
pelbagai factor lingkungan yang berbeda pada kedua golongan tersebut ikut berperan
atau bahkan merupakan sebab yang sebenarnya. Yang telah dicatat dengan jelas ialah
terjadinya stenosis mitral. Dinegara-negara barat umumnya stenosis mitral terjadi
bertahun-tahun setelah serangan penyakit jantung reumatik akut.
4. Umur
Umur agaknya merupakan factor predisposisi terpenting pada timbulnya
demam reumatik/ penyakit jantung reumatik. Penyakit ini paling sering mengenai
anak berumur antara 5-15 tahun dengan puncak sekitar umur 8 tahun. Tidak biasa
ditemukan pada anak antara umur 3-5 tahun dan sangat jarang sebelum anak berumur
3 tahun atau setelah 20 tahun. Distribusi umur ini dikatakan sesuai dengan insedens
infeksi Streptococcus pada anak usia sekolah.
Tetapi Markowitz menemukan bahwa 40% penderita infeksi Streptococcus
adalah mereka yang berumur antara 2-6 tahun. Mereka inin justru jarang menderita
demam reumatik. Mungkin diperlukan infeksi berulang sebelum dapat timbul
komplikasi demam reumatik.
17
Patofisiologi
Demam rematik adalah suatu penyakit peradangan multisistem akut, di perantarai
secara imunologis, yang terjadi setelah suatu episode faringitis streptokokus grup A setelah
interval beberapa minggu yang biasanya selama 1 3 minggu. Faringitis itu terkadang
hampir asimtomatik. Beberapa strain reumatogenik streptokokus grup A tampaknya berkaitan
erat dengan peningkatan resiko demam rematik, mungkin karena adanya kapsul sempurna
yang sangat antigenik.
Seperti diketahui, sel kuman streptokokus berbentuk suatu fimbriae yang terdiri dari
mukopeptid, karbohidrat grup C dan M-protein. Bagian luar fimbriae sendiri diselaputi oleh
kapsul asam hialuronik. Semua bahanbahan itu ternyata mempunyai peranan yang sangat
penting dalam menentukan virulensi kuman dan sifat antigeniknya.
Apabila terjadi infeksi kuman streptokokus pada jaringan tubuh, maka selsel kuman
streptokokus akan mengeluarkan komponenkomponen yang bersifat antigenik seperti
hialuronidase, streptodornase, streptokinase, M protein dan sebagainya. Karena komponen
tersebut bersifat antigenik maka tubuh pun akan membentuk banyak antibodi untuk
menetralisirnya. Diperkirakan antibodi yang ditujukan untuk menetralisir Mprotein dari
kuman streptokokus bereaksi silang dengan protein normal yang terdapat di jantung, sendi
dan jaringan lain. Kenyataannya bahwa gejala biasanya belum muncul sampai 23 minggu
setelah infeksi dan bahwa streptokokus tidak ditemukan pada lesi mendukung konsep bahwa
demam reumatik terjadi akibat respon imun terhadap bakteri penyebab.
19
Penatalaksanaan
Seperti diketahui demam reumatik berhubungan dengan infeksi Streptococcus, sehingga
pemberantasan dan pencegahannya berhubungan pula dengan masalah infeksi Streptococcus.
1. Eradikasi kuman beta-Streptococcus hemolyticus group A
Pengobatan yang adekuat terhadap infeksi Streptococcus harus segera
dilaksanakan setelah diagnosis ditegakkan. Dianjurkan menggunakan penisilin dosis
biasa selama 10 hari; pada penderita yang peka terhadap penisilin, dapat diganti
dengan eritromisin. Pengobatan terhadap Streptococcus ini harus tetap diberikan
meskipun biakan usap tenggorok negative karena kuman masih mungkin ada dalam
jumlah sedikit di dalam jaringan farings dan tonsil. Penisilin tidak berpengaruh
terhadap demam, gejala sendi dan laju endap darah, tetapi insidens penyakit jantung
reumatik menjadi lebih rendah dalam pengawasan selama satu tahun. Tetrasiklin dan
sulfa tidak dipergunakan untuk eradikasi kuman Streptococcus.1
Jenis
Penisilin
Cara Pemberian
benzatin IM
G
Penisilin prokain
Penisilin V
Eritromisin
IM
Oral
Oral
Dosis
Frekuensi/Lama
1,2 juta S
Pemberian
1 kali
600.000 S
1-2
250.000 S
selama 10 hari
3 kali sehari selama
125-250 mg
10 hari
4 kali sehari selama
kali
sehari
10 hari.
Tabel 2. Pengobatan Infeksi Beta-Streptococcus Hemolyticus Group A
2.
umum anak, nafsu makan cepat bertambah dan laju endap darah cepat menurun. Pada
umumnya para ahli sekarang memilih steroid untuk semua penderita karditis akut
terutama karditis berat, sedangkan salisilat hanya untuk demam reumatik tanpa
karditis atau karditis ringan tanpa kardiomegali.
Dosis dan lamanya pengobatan disesuaikan dengan beratnya penyakit dan
responsnya terhadap pengobatan.
Artritis
Karditis
100mg/kgbb/hari
turunkan
Gagal Jantung
Prednison
100mg/kgbb/hari
minggu
menjadi
75mg/kgbb/hari
Bila hasil laboratorium
normal
Kardiomegali
Salisilat
Salisilat
Setelah
Ringan
turunkan
menjadi
Setelah
1-2
turunkan
2mg/kgbb/hari
(rata-
minggu
rata 4 x 10 mg/hari)
Setelah 2 minggu
menjadi
turunkan menjadi 3 x
75mg/kgbb/hari
Teruskan sampai 6-8
10 mg/hari
Setelah 2
minggu
turunkan menjadi 4 x 5
12 minggu )
mg/hari
50mg/kgbb/hari,
teruskan
minimal
minggu
Setelah
minggu
turunkan menjadi 3 x 5
mg/hari. Mulai berikan
salisilat
Dosis prednisone terus
diturunkan
minggu;
setiap
salisilat
Tirah baring
Mobilisasi
bertahap
luar ruangan
Semua
Karditis
Karditis
2 minggu
2 minggu
Minimal
3 minggu
3 minggu
Kardiomegali
6 minggu
6 minggu
Kardiomegali
3-6 bulan
3 bulan
3 minggu
4 minggu
3 bulan
di
ruangan
Mobilisasi
bertahap
Artritis
di
bulan
atau
lebih
Sesudah
6-8 Sesudah
10 Sesudah
6 Bervariasi
kegiatan
minggu
minggu
bulan
Tabel 4. Pedoman Istirahat dan Mobilisasi Penderita Demam Reumatik/ Penyakit
Jantung Reumatik Akut.
23
Komplikasi
Komplikasi yang sering terjadi pada Penyakit Jantung Reumatik (PJR) diantaranya
adalah gagal jantung, pankarditis (infeksi dan peradangan di seluruh bagian jantung),
pneumonitis reumatik (infeksi paru), emboli atau sumbatan pada paru, kelainan katup
janntung, dan infark (kemtian sel jantung).6
Pencegahan
Pencegahan dan pengobatan infeksi streptokokus grup A dapat mencegah demam
reumatik. Ada dua bentuk pecegahan untuk demam reumatik akut, profilaksis primer dan
profilaksis sekunder.
Profilaksis primer merujuk pada pengobatan antibiotik infeksis streptokokus daluran
pernapasan atas untuk mencegah serangan awal demam reumatik. Diagnosis yang tepat dan
terapi antibiotik yang cukup dengan pemberantasan streptokokus grup A saluran pernapasan
24
atas mengurangi risiko berkembangnya demam reumatik sampai mendekati nol. Terapi
antibiotik yang dimulai sampai sekitar 1 minggu sesudah mulai nyeri tenggorok dapat
mencegah demam reumatik. Dosis terapi oral 10 hari penuh sangan penting jika digunakan
meride oral.
Profilaksis sekunder merujuk pada pencegahan kolonisasi atau infeksi saluran
pernapasan atas denan streptokokus B-hemolitikus grup A pada orang-orang yang telah
menderita serangan akut demam reumatik sebelumnya. Penderita yang mendapat antibiotik
terus menerus dan tidak menderita infeksi streptokokus grup A tidak menderita demam
reumatik kumat. Metode pencegahan sekunder yang dianjurkan adalah injeksi intramuscular
benzatin penisilin G setiap bulan (setiap 3-4 minggu) secara teratur, pemberian penisilin oral
setiap hari, pemberian sulfadiazine oral setiap hari atau pemberian eritromisin oral setiap hari.
Walaupun obat sulfadiazine atau sulfa lain seharusnya jangan pernah digunakan untuk terapi
streptokokus grup A, sulfadiazine adalah efektif pada pencegahan kolonisasi saluran
pernapasan atas dan merupakan bentuk profilaksis sekunder yang dapat diterima. Injeksi
intramuscular teratur benzatin penisilin G lebih disukai daripada profilaksis oral karena
ketaatannya lebih baik. Individu yang berisiko tinggi untuk kumat demam reumatik harus
diberi 1,200,000 unit secara intramuskuler setiap tiga minggu. Kadar penisilin selama minggu
ke-4 pasca-injeksi dapat lebih rendah daripada MIC untuk streptokokus B-hemolitikus grup
A. namun, pada kembanyakan keadaan di Amerika Serikat interval 4 minggu untuk injeksi
adalah cukup karena risiko kumat demam reumatik kecil.
Lama profilaksis sekunder yang diperlukan pada individu dengan riwayat demam
reumatik yang terdokumentasi atau dengan penyakit jantung reumatik adalah controversial.
Kumat demam reumatik akut kurang sering terjadi sesudah 5 tahun atau lebih sesdudah
serangan paling baru atau ketika mareka mencapai hari ulang tahunnya yang ke-18, apapun
yang tercapai lebih dahulu. Pakar lain merekomendasikan bahwa, pada penderita yang
menderita penyakit jantung reumatik yang berarti atau mempunyai risiko menderita infeksi
streptokokus grup A saluran pernapasan atas, lama profilaksis sekunder harus lebih lama.
Beberapa pakar menganjurkan bahwa pengobatan dilanjutkan selama hidup pada penderita
dengan penyakit katuo jantung reumatik. Rekomendasi untuk setiap penderita harus secara
individual, tergantung pada keadaan penderiita dan lingkungan tempat ia hidup dan bekerja.
Belum tersedia vaksin streptokokus. Dokter dan pakan kesehatan masyarakat harus
tetap menggantungkan pada diagnosis yang akurat dan tepat waktu dan terapi infeksi
25
streptokokus grup A saluran pernapasan atas dan pencegahan infeksi ulang pada penderita
yang telah diketahui menderita demam reumatik sebelumnya untuk mencegah pengaruh
kecacatan demam reumatik dam penyakit jantung reumatik.1
Kesimpulan
Anak yang menderita demam reumatik dan penyakit jantung reumatik selalu
mengalami kelainan katup. Kelainan katup yang tersering terlibat adalah mitral, aorta,
trikuspid, dan pulmonal, berupa regurgitasi dan stenosis, yang dapat dideteksi secara klinis
dan pemeriksaan EKG. Meskipun didapati kelainan beberapa EKG pada anak yang menderita
demam reumatik dan penyakit jantung reumatik, tetapi kelaianan tersebut tidak mempunyai
nilai yang berarti, sehingga pemeriksaan EKG tidak mempunyai peran yang besar dalam
membedakan demam reumatik dengan penyakit jantung reumatik. Tetapi pemeriksaan EKG
tetap diperlukan pada anak yang menderita demam reumatik dan penyakit jantung reumatik
untuk mengetahui kelainan pada jantung dan skrining penderita.
26
Daftar Pustaka
1. Nelson. Ilmu Kesehatan Anak Vol.2, ed 15. Jakarta: EGC; 2003. h.931-5.
2. Leman, Saharman. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam jilid II,ed 5. Jakarta: Internal
Publishing;2009.h.1662-8.
3. Madiyono B. Demam Rematik dan Penyakit Jantung Rematik pada Anak di Akhir
Milenium Kedua. In Kaligis RWM, Kalim H, Yusak M et al. Penyakit Kardiovaskular
dari Pediatrik Sampai Geriatrik.Jakarta: Balai Penerbit Rumah Sakit Jantung Harapan
Kita; 2001.p.3-16.
4. Kowalak JP, welsh W. Buku pegangan uji diagnostic, Ed 3. Jakarta: EGC; 2009.
h.209-12.
5. Gray HH, Dawkins KD, Morgan JM, Simpson IA. Lecture notes kardiologi, 5th ed.
Jakarta: EMS; 2002.h.288.
6. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, et all. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Jakarta:
Interna Publishing; 2009,h.1667-8.
7. Mitchell RN, Kumar V, Abbas AK, Fausto N. Dasar patologis penyakit, ed 7. Jakarta :
EGC; 2009. h 345-6
27
28