You are on page 1of 7

Pendahuluan

Kolon ( termasuk rectum ) merupakan tempat keganasan tersering dari saluran


cerna. Kanker kolon menyerang individu dua kali lebih besar dibandingkan
kanker rectal. Kanker kolon merupakan penyebab ketiga dari semua kematian
akibat kanker di Amerika Serikat, baik pada pria maupun wanita ( Cancer Facts
and Figures, 1991). Ini adalah penyakit budaya barat. Diperkirakan bahwa
150.000 kasus baru kanker kolorektal didiagnosis di negara ini setiap tahunnya.
Insidensnya meningkat sesuai dengan usia , kebanyakan pada pasien yang berusia
lebih dari 55 tahun. Kanker ini jarang ditemukan di bawah usia 40 tahun, kecuali
pada orang dengan riwayat kolitis ulseratif atau poliposis familial. Kedua kelamin
terserang sama seringnya, walaupun kanker kolon lebih sering pada wanita,
sedangkan lesi pada rectum lebih sering pada pria.
Distribusi tempat kanker pada bagian bagian kolon adalah sebagai berikut :
Asendens : 25 %
Transversa : 10 %
Desendens : 15 %
Sigmoid : 20 %
Rectum : 30 %
Namun pada tahun tahun terakhir, diketemukan adanya pergeseran mencolok
pada distribusinya. Insidens kanker pada sigmoid & area rectal telah menurun,
sedangkan insidens pada kolon asendens dan desendens meningkat.
Lebih dari 156.000 orang terdiagnosa setiap tahunnya, kira kira setengah dari
jumlah tersebut meninggal setiap tahunnya, meskipun sekitar tiga dari empat
pasien dapat diselamatkan dengan diagnosis dini dan tindakan segera. Angka
kelangsungan hidup di bawah 5 tahun adalah 40 50 %, terutama karena
terlambat dalam diagnosis dan adanya metastase. Kebanyakan orang asimptomatis
dalam jangka waktu yang lama dan mencari bantuan kesehatan hanya bila mereka
menemukan perubahan pada kebiasaan defekasi atau perdarahan rectal.
Etiologi
Penyebab nyata dari kanker kolorectal belum diketahui secara pasti, namun faktor
resiko & faktor predisposisi telah diidentifikasi. Faktor resiko yang mungkin
adalah adanya riwayat kanker payudara dan tumor uterus atau kanker kolon atau
polip dalam keluarga ; riwayat penyakit usus inflamasi kronis.
Faktor predisposisi yang penting adalah adanya hubungan dengan kebiasaan
makan, karena kanker kolorektal ( seperti juga divertikulosis ) adalah sekitar 10
kali lebih banyak pada penduduk di dunia barat, yang mengkonsumsi lebih
banyak makanan yang mengandung karbohidrat refined dan rendah serat kasar,
dibandingkan penduduk primitive ( Afrika ) dengan diet kaya serat kasar. Burkitt (
1971 ) mengemukakan bahwa diet rendah serat, tinggi karbohidarat refined
mengakibatkan perubahan pada flora feses dan perubahan degradasi garam
garam empedu atau hasil pemecahan protein & lemak, dimana sebagian dari zat
zat ini bersifat karsinogenik. Diet rendah serat juga menyebabkan pemekatan zat
yang berpotensi karsinogenik ini dalam feses yang bervolume lebih kecil. Selain
itu, massa transisi feses meningkat, akibatnya kontak zat yang berpotensi
karsinogenik dengan mukosa usus bertambah lama.
Patofisiologi

Kanker kolon dan rektum terutama ( 95 % ) adenokarsinoma ( muncul dari lapisan


epitel usus ). Dimulai sebagai polip jinak tetapi dapat menjadi ganas dan
menyusup serta merusak jaringan normal serta meluas ke dalam sturktur
sekitarnya. Sel kanker dapat terlepas dari tumor primer dan menyebar ke bagian
tubuh yang lain ( paling sering ke hati ).
Kanker kolorektal dapat menyebar melalui beberapa cara yaitu :
1.Secara infiltratif langsung ke struktur yang berdekatan, seperti ke dalam
kandung kemih.
2.Melalui pembuluh limfe ke kelenjar limfe perikolon dan mesokolon
3.Melalui aliran darah, biasanya ke hati karena kolon mengalirakan darah ke
system portal.
4.Penyebaran secara transperitoneal
5.Penyebaran ke luka jahitan, insisi abdomen atau lokasi drain.
Pertumbuhan kanker menghasilkan efek sekunder, meliputi penyumbatan lumen
usus dengan obstruksi dan ulserasi pada dinding usus serta perdarahan. Penetrasi
kanker dapat menyebabkan perforasi dan abses, serta timbulnya metastase pada
jaringan lain. Prognosis relative baik bila lesi terbatas pada mukosa dan
submukosa pada saat reseksi dilakukan, dan jauh lebih jelek bila telah terjadi
metastase ke kelenjar limfe. Dengan menggunakan metode Dukes, kanker
kolorektal digolongkan berdasarkan metastasenya :
Stadium A : tumor dibatasi pada mukosa dan submukosa saja
Stadium B : kanker yang sudah menembus usus ke jaringan di luar rectal
tanpa keterlibatan nodus limfe.
Stadium C : invasi ke dalam system limfe yang mengalir regional
Stadium D : metastase regional tahap lanjut dan penyebaran yang luas &
tidak dapat dioperasi lagi.
Manifestasi Klinis
Gejala sangat ditentukan oleh lokasi kanker, tahap penyakit, dan fungsi segmen
usus tempat kanker berlokasi. Adanya perubahan dalam defekasi, darah pada
feses, konstipasi, perubahan dalam penampilan feses, tenesmus, anemia dan
perdarahan rectal merupakan keluhan yang umum terjadi.
Kanker kolon kanan, dimana isi kolon berupa caiaran, cenderung tetap tersamar
hingga stadium lanjut. Sedikit kecenderungan menimbulkan obstruksi, karena
lumen usus lebih besar dan feses masih encer. Anemia akibat perdarahan sering
terjadi, dan darah bersifat samara dan hanya dapat dideteksi dengan tes Guaiak
( suatu tes sederhana yang dapat dilakukan di klinik ). Mucus jarang terlihat,
karena tercampur dalam feses. Pada orang yang kurus, tumor kolon kanan
mungkin dapat teraba, tetapi jarang pada stadium awal. Penderita mungkin
mengalami perasaan tidak enak pada abdomen, dan kadang kadang pada
epigastrium.
Kanker kolon kiri dan rectum cenderung menyebabkan perubahan defekasi
sebagai akibat iritasi dan respon refleks. Diare, nyeri kejang, dan kembung sering
terjadi. Karena lesi kolon kiri cenderung melingkar, sering timbul gangguan
obstruksi. Feses dapat kecil dan berbentuk seperti pita. Baik mucus maupun darah
segar sering terlihat pada feses. Dapat terjadi anemia akibat kehilangan darah
kronik. Pertumbuhan pada sigmoid atau rectum dapat mengenai radiks saraf,

pembuluh limfe atau vena, menimbulkan gejala gejala pada tungakai atau
perineum. Hemoroid, nyeri pinggang bagian bawah, keinginan defekasi atau
sering berkemih dapat timbul sebagai akibat tekanan pada alat alat tersebut.
Gejala yang mungkin dapat timbul pada lesi rectal adalah evakuasi feses yang
tidak lengkap setelah defekasi, konstipasi dan diare bergantian, serta feses
berdarah.
Pemeriksaan Diagnostik
The American Cancer Society merekomendasikan pemeriksaan rectal manual
setiap tahun bagi orang dengan usia di atas 40 tahun, sample feses untuk menilai
adanya darah setiap tahun setelah usia 50 tahun dan proktosigmoidoskopi setiap 3
5 tahun setelah usia 50 tahun, yang mengikuti pemeriksaan dengan dua kali
hasil negative setiap tahunnya. Rekomendasi ini adalah untuk orang orang yang
asimtomatik, dan evaluasi lebih sering pada individu yang diketahui mempunyai
factor factor resiko yang lebih tinggi. Sebanyak 60 % dari kasus kanker
kolorektal dapat diidentifikasi dengan sigmoidoskopi.
Penatalaksanaan Medis
Pembedahan merupakan tindakan primer pada kira kira 75 % pasien dengan
kanker kolorektal. Pembedahan dapat bersifat kuratif atau palliative. Kanker yang
terbatas pada satu sisi dapat diangkat dengan kolonoskop. Kolostomi laparoskopik
dengan polipektomi, suatu prosedur yang baru dikembangkan untuk
meminimalkan luasnya pembedahan pada beberapa kasus. Laparoskop digunakan
sebagai pedoman dalam membuat keputusan di kolon ; massa tumor kemudian
dieksisi. Reseksi usus diindikasikan untuk kebanyakan lesi Kelas A dan semua
Kelas B serta lesi C. pembedahan kadang dianjurkan untuk mengatasi kanker
kolon D. tujuan pembedahan dalam situasi ini adalah palliative. Apabila tumor
telah menyebar dan mencakup struktur vital sekitarnya, maka operasi tidak dapat
dilakukan.
Tipe pembedahan tergantung pada lokasi dan ukuran tumor. Prosedur pembedahan
pilihan adalah sebagai berikut ( Doughty & Jackson, 1993 ) :
Reseksi segmental dengan anastomosis
Reseksi abdominoperineal dengan kolostomi sigmoid permanent
Kolostomi sementara diikuti dengan reseksi segmental dan anastomosis lanjut dari
kolostomi
Kolostomi permanent atau ileostomi.
Berkenaan dengan teknik perbaikan melalui pembedahan, kolostomi dilakukan
pada kuarang dari sepertiga pasien kanker kolorektal. Kolostomi adalah
pembuatan lubang (stoma) pada kolon secara bedah. Stoma ini dapat berfungsi
sebagai diversi sementara atau permanent. Ini memungkinkan drainase atau
evakuasi isi kolon keluar tubuh. Konsistensi drainase dihubungkan dengan
penempatan kolostomi, yang ditentukan oleh lokasi tumor dan luasnya invasi pada
jaringan sekitar.
Pengobatan medis untuk kanker kolorektal paling sering dalam bentuk pendukung
atau terapi ajufan. Terapi ajufan biasanya diberikan selain pengobatan bedah.
Pilihan mencakup kemoterapi, terapi radiasi dan atau imunoterapi.
Terapi ajufan standar yang diberikan untuk pasien dengan kanker kolon kelas C

adalah program 5-FU/Levamesole. Pasien dengan kanker rectal Kelas B dan C


diberikan 5-FU dan metil CCNU dan dosis tinggi radiasi pelvis.
ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN KANKER KOLOREKTAL
Pengkajian
Riwayat kesehatan diambil untuk mendapatkan informasi tentang :
Perasaan lelah
Nyeri abdomen atau rectal dan karakternya ( lokasi, frekuensi, durasi,
berhubungan dengan makan atau defekasi )
Pola eliminasi terdahulu dan saat ini
Deskripsi tentang warna, bau dan konsistensi feses, mencakup adanya darah atau
mucus.
Riwayat penyakit usus inflamasi kronis atau polip kolorektal
Riwayat keluarga dari penyakit kolorektal dan terapi obat saat ini
Kebiasaan diet ( masukan lemak, serat & konsumsi alcohol ) juga riwayat
penurunan BB.
Pengkajian objekif meliputi :
Auskultasi abdomen terhadap bising usus
Palpasi abdomen untuk area nyeri tekan, distensi, dan massa padat
Inspeksi specimen terhadap karakter dan adanya darah
Diagnosa Keperawatan
Berdasarkan semua data pengkajian, diagnosa keperawatan utama yang
mencakup, adalah sebagai berikut :
Konstipasi b/d lesi obstruksi
Nyeri b/d kompresi jaringan sekunder akibat obstruksi
Keletihan b/d anemia dan anoreksia
Perubahan nutrisi, kurang dari kebutuhan tubuh b/d mual dan anoreksia
Resiko kekurangan volume cairan b/d muntah dan dehidrasi
Ansietas b/d rencana pembedahan dan diagnosis kanker
Kurang pengetahuan mengenai diagnosa, prosedur pembedahan, dan perawatan
diri setelah pulang
Kerusakan integritas kulit b/d insisi bedah ( abdominoperineal ), pembentukan
stoma, dan kontaminasi fekal terhadap kulit periostomal
Gangguan citra rubuh b/d kolostomi.
Perencanaan & Implementasi
Tujuan
Tujuan utama dapat mencakup eliminasi produk sisa tubuh yang adekuat;
reduksi / penghilangan nyeri; peningkatan toleransi aktivitas; mendapatkan tingkat
nutrisi optimal; mempertahankan keseimbangan cairan & elektrolit; penurunan
ansietas; memahami tentang diagnosis, prosedur pembedahan dan perawatan diri
setelah pulang; mempertahankan penyembuhan jaringan optimal; perlindungan
kulit periostomal yang adekuat; penggalian dan pengungkapan perasaan dan
masalah tentang kolostomi dan pengaruhnya pada diri sendiri;
Intervensi Keperawatan PraOperatif
1.Mempertahankan eliminasi
Frekuensi dan konsistensi defekasi dipantau

Laksatif dan enema diberikan sesuai resep


Pasien yang menunjukkan tanda perkembangan ke arah obstruksi total disiapkan
untuk mejalani pembedahan.
2.Menghilangkan Nyeri
Analgesic diberikan sesuai resep
Lingkungan dibuat kondusif untuk relaksasi dengan meredupkan lampu,
mematikan TV atau radio, dan membatasi pengunjung dan telepon bila diinginkan
oleh pasien
Tindakan kenyamanan tambahan ditawarkan : perubahan posisi, gosokan
punggung, dan teknik relaksasi.
3.Meningkatkan Toleransi Aktivitas
Kaji tingkat toleransi aktivitas pasien
Ubah dan jadwalkan aktivitas untuk memungkinkan periode tirah baring yang
adekuat dalam upaya untuk menurunkan keletihn pasien.
Terapi komponendarah diberikan sesuai resep bila pasien menderita anemia berat.
Apabila transfusi darah diberikan, pedoman keamanan umum dan kebijakan
institusi mengenai tindakan pengamanan harus diikuti.
Aktivitas post op ditingkatkan dan toleransi dipantau.
4.Memberikan Tindakan Nutrisional
Bila kondisi pasien memungkinkan, diet tinggi kalori, protein, karbohidrat serta
rendah residu diberikan pada pra op selama bberapa hari untuk memberikan
nutrisi adekuat dan meminimalkan kram dengan menurunkan peristaltic berlebih.
Diet cair penuh 24 jam pra op, untuk menggantikan penipisan nutrient, vitamin
dan mineral.
Penimbangan BB harian dicatat, dan dokter diberitahu bila terdapat penurunan BB
pada saat menerima nutrisi parenteral.
5.Mempertahankan Keseimbangan Cairan & Elektrolit
Catat masukan dan haluaran, mencakup muntah, yang akan menyediakan data
akurat tentang keseimbangan cairan
Batasi masukan maknan oral dan cairan untuk mencegah muntah.
Berikan antiemetik sesuai indikasi
Pasang selang nasogastrik pada periode pra op untuk mengalirkan akumulasi
cairan dan mencegah distensi abdomen
Pasang kateter indwelling untuk memantau haluaran urin setiap jam. Haluaran
kurang dari 30 ml / jam dilaporkan sehingga terapi cairan intravena dapat
disesuaikan.
Pantau pemberian cairan IV dan elktrolit, terutama kadar serum untuk mendeteksi
hipokalemia dan hiponatremia, yang terjadi akibat kehilangan cairan
gastrointestinal.
Kaji TTV untuk mendeteksi hipovolemia : takikardi, hipotensi dan penurunan
jumlah denyut.
Kaji status hidrasi, penurunan turgor kulit, membrane mukosa kering, urine pekat,
serta peningkatan berat jenis urine dilaporakan.
6.Menurunkan Ansietas
Kaji tingkat ansietas pasien serta mekanisme koping yang digunakan
Upaya pemberian dukungan, mencakup pemberian privasi bila diinginkan dan

menginstruksikan pasien untuk latihan relaksasi.


Luangkan waktu untuk mendengarkan ungkapan, kesedihan atau pertanyaan yang
diajukan oleh pasien.
Atur pertemuan dengan rohaniawan bila pasien menginginkannya, dengan dokter
bila pasien mengharapkan diskusi pengobatan atau prognosis.
Penderita stoma lain dapat diminta untuk berkunjung bila pasien mengungkapkan
minat untuk berbicara dengan mereka.
Untuk meningkatkan kenyamanan pasien, perawat harus mengutamakan relaksasi
dan perilaku empati.
Jawab pertanyaan pasien dengan jujur dan menggunakan bahasa yang mudah
dipahami.
Setiap informasi dari dokter harus dijelaskan, bila perlu. Kadang kadang
kecemasan berkurang, bila pasien mengetahui persiapan fisik yang diperlukan
selama periode pra op dan mengetahui kemungkinan post op. beberapa pasien
akan lebih senang jika diperbolehkan untuk melihat hasil pemeriksaan, sementara
yang lain memilih untuk tidak mengetahuinya.
7.Mencegah Infeksi
Berikan antibiotic seperti kanamisin sulfat ( Kantrex ), eritromisin
(Erythromycin), dan Neomisin Sulfat sesuai resep, untuk mengurangi bakteri usus
dalam rangka persiapan pembedahan usus. Preparat diberikan per oral untuk
mengurangi kandungan bakteri kolon dan melunakkan serta menurunkan bulk dari
isi kolon.
Selian itu, usus juga dapat dibersihkan dengan enema, atau irigasi kolon.
8.Pendidikan Pasien Pra Operatif
Kaji tingkat kebutuhan pasien tentang diagnosis, prognosis, prosedur bedah, dan
tingkat fungsi yang diinginkan pasca op.
Informasi yang diperlukan pasien tentang persiapan fisik untuk pembedahan,
penampilan dan perawatan yang diharapkan dari luka pasca op, teknik perawatan
kolostomi, pembatasan diet, control nyeri, dan penatalaksanaan obat dimsukkan
ke dalam materi penyuluhan.
Intervensi Keperawatan Pasca Operatif
1.Perawatan Luka
Luka abdomen diperiksa dngan sering dalam 24 jam pertama, untuk meyakinkan
bahwa luka akan sembuh tanpa komplikasi ( infeksi, dehidens, emoragik, edema
berlebihan ).
Ganti balutan sesuai kebutuhan untuk mencegah infeksi.
Bantu pasien untuk membebat insisi abdomen selama batuk dan napas dalam
untuk mengurangi tegangan pada tepi insisi.
Pantau adanya peningkatan TTV yang mengindikasikan adanya proses infeksi.
Periksa stoma terhadap edema ( edema ringan akibat manipulasi bedah adalah
normal ), warna ( stoma sehat adalah mera jambu ), rabas ( rembesan berjumlah
sedikit adalah normal ), dan perdarahan ( tanda abnormal ).
Bersihkan kulit peristoma dengan perlahan serta keringkan untuk mencegah
iritasi, berikan pelindung kulit sebelum meletakkan kantung drainase.
Apabila malignansi telah diangkat dengan rute perineal, luka diobservasi dengan
cermat untuk tanda hemoragik. Luka dapat mengandung drain atau tampon yang

diangkat secara bertahap. Mungkin terdapat jaringan yang terkelupas selama


beberapa minggu. Proses ini juga dipercepat dengan irigasi mekanis luka atau
rendam duduk yang dilakukan dua atau tiga kali sehari.
Dokumentasikan kondisi luka perineal, adanya perdarahan, infeksi atau nekrosis.
2.Citra Tubuh Positif
Dorong pasien untuk mengungkapkan masalah yang dialami serta mendiskusikan
tentang pembedahan dan stoma ( bila telah dibuat ).
Ajarkan pasien mengenai perawatan kolostomi dan pasien sudah harus ulai untuk
memasukkan perawatan stoma dalam kehidupan sehari hari.
Berikan lingkungan yang kondusif bagi pasien serta berikan dukungan dalam
meningkatkan adaptasi pasien terhadap perubahan yang terjadi akibat
pembedahan.
DAFTAR PUSTAKA
Smeltzer, Suzanne C. & Bare, Brenda G., Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah
Brunner & Suddarth Vol. 2, Edisi 8, EGC, Jakarta, 2002.
Gale, Danielle & Charette, Jane, Rencana Asuhan Keperawatan Onkologi, EGC,
Jakarta, 2000.
Price, Sylvia A., & Wilson, Lorraine M., Patofisiologi ; Konsep Klinis Proses
Proses Penyakit Vol. 1, Edisi 4, EGC, Jakarta, 1995.

You might also like