You are on page 1of 10

Arti keluarga dalam Islam

.
.
Segala puji bagi Allah, shalawat dan salam semoga senantiasa terlimpah kepada
Rasulullah Wa Badu :
Allah berfirman :

Dan orang orang yang berkata : Ya Tuhan kami, anugrahkanlah kepada kami
isteri-isteri kami dan keturunan kami sebagai penyenang hati (kami), dan
jadikanlah kami imam bagi orang-orang yang bertakwa. (Qs.Al-Furqon : 74)
Keluarga dalam Islam mempunyai arti yang tidak kecil. Keluarga merupakan bagian
kesatuan terbawah yang melandasi tegaknya sebuah jamaah di dalam Islam.
Keluarga-keluarga yang baik dan solid akan mengokohkan suatu jamaah, dan
apabila keluarga-keluarga itu buruk dan rusak, akan bisa memperlemah kondisi
jamaah dalam Islam secara keseluruhan.
Keluarga Rasulullah dan keluarga para sahabatnya yang
telah beriman adalah keluarga-keluarga yang baik yang menghasilkan sebuah
jamaah yang kokoh di masanya. Mereka telah menjadi orang-orang terbaik dari
ummat ini di muka bumi.
Bagi setiap individu muslim, keluarga juga menjadi faktor pendukung penting untuk
menjalankan peran pengabdiannya kepada Allah Rabbnya. Seorang muslim yang
berumah tangga, adalah seseorang yang semakin lengkap fungsinya sebagai manusia
yang mengabdikan dirinya kepada Allah , karena seorang muslim yang
berumah tangga adalah seorang suami yang menafkahi dan mengayomi isterinya,
seorang bapak bagi anak-anaknya yang menafkahi dan mengajarkannya, dan sebagai
pemimpin di dalam rumah tangganya yang mengarahkan keluarganya menjadi
keluarga yang baik dalam menjalankan ajaran Rabbnya.
Begitupun bagi seorang muslimah. Seorang muslimah yang berumah tangga adalah
seorang isteri yang melayani dan mendukung suaminya, mengajarkan anak-anaknya
serta menjadi penanggung-jawab di rumah ketika suaminya pergi.

Suami dan isteri adalah dua manusia yang telah Allah pasangkan. Dengan adanya
pasangan Allah mendatangkan ketenteraman, rasa cinta dan kasih-sayang di antara
keduanya, anugerah, karunia dan rahmat dalam suatu binaan rumah tangga Islam.
Allah berfirman :

Dan di antara tanda-tanda kekuasaanNya, ialah Dia menciptakan untukmu istriistri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram
kepadanya, dan dijadikanNya di antaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya
pada yang demikian itu, benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang
berpikir. (Qs.Ar-Ruum : 21)
Bagi setiap muslim, keberadaan isteri yang sholihah dan anak-anak yang baik di
rumah adalah hal yang disuka dan senantiasa menjadi dambaan. Ini sebagaimana
yang Allah firmankan dalam Qs.Al-Furqon : 74

Dan orang orang yang berkata : Ya Tuhan kami, anugrahkanlah kepada kami
isteri-isteri kami dan keturunan kami sebagai penyenang hati (kami), dan
jadikanlah kami imam bagi orang-orang yang bertakwa.
Al-Hasan Al-Bashri ketika ditanyakan tentang ayat ini beliau mengatakan :
Yaitu Allah memperlihatkan hambaNya yang muslim dari isterinya, saudaranya dan
anaknya dalam ketaatan kepada Allah. Tidak, demi Allah..tiada sesuatu yang
menyejukkan mata seorang muslim dibandingkan ketika ia melihat anak yang
dilahirkannya dan saudara yang mengasihinya sebagai orang yang taat kepada Allah
Azza wa Jalla.. (Tafsir Ibnu Katsir, juz 19 Qs.Al-Furqon:74).
Isteri yang sholihah yang dia cintai dan anak-anak yang baik yang dia sayangi
menjadi qurrota ayun, penyejuk pandangan mata, penyenang hati dalam rumah
tangga yang tak bisa tergantikan dengan bentuk kesenangan-kesenangan lain
apapun yang ada di dunia.
Inilah dunia yang indah bagi seorang muslim bersama keluarganya sambil meniti
ajaran Rabbnya beraktivitas di dunia, untuk menggapai kehidupan yang lebih baik
lagi di akhirat yang telah dijanjikan oleh Allah bagi setiap hambaNya yang taat : AlJannah

Diutusnya Rasulullah telah membawa rahmat yang besar dari Allah


.
Yang demikian itu merupakan dampak dari dakwah Rasul kepada manusia dengan
ajaran yang haq. Ajaran Islam yang telah disampaikan oleh Rasul mendatangkan
rahmat dan membahagiakan setiap pemeluknya di dunia dan dengan izin Allah di
akhirat.
Kebersamaan di dalam keluarga dan terjalinnya hubungan silaturrahim
Sebuah keluarga yang harmonis, yang teratur dengan ajaran Islam yang penuh
rahmat akan terus berkesinambungan hingga keluarga tersebut tumbuh
berkembang. Hubungan antara suami dengan isteri serta hubungan antara anak dan
kedua orang tua senantiasa terjalin dengan baik dalam hubungan kekeluargaan yang
tertata rapi dalam suasana akrab.
Tidaklah dipungkiri bahwa dalam perjalanannya selalu saja ada problematika dalam
rumah tangga. Akan tetapi Allah telah mengatur segala sesuatunya di dalam Islam.
Konsep ishlah (perbaikan) dalam rumah tangga Islam selalu dikedepankan sebelum
adanya pilihan untuk berpisah. Perceraian antara suami dengan isteri tidak mudah
terjadi dalam sebuah keluarga Islam yang mempunyai akidah yang sama, karena
pernikahan telah mengikat mereka dengan sebuah akad/perjanjian yang kuat, yang
tidak mudah terungkai hanya dengan hal-hal yang remeh.
Allah berfirman :

dan mereka (isteri-isterimu) telah telah mengambil dari kamu perjanjian yg
kokoh/kuat (Qs.An-Nisaa : 21)
Hubungan antara anak dengan orang tua pun tidak mudah terputus. Anak tetap
diajarkan untuk menghubungkan dengan orang tuanya meskipun jika sampai terjadi
perpisahan antara kedua orang tuanya.
Hal ini karena seorang anak, siapapun dia, tidak boleh mengingkari nasabnya, tidak
boleh ia mengingkari dari keturunan siapakah dirinya dan dari rahim siapakah ia
dilahirkan. Bapaknya haruslah tetap yang berhak mengikuti namanya (bin Fulan
atau binti Fulan). Seorang anak harus mengetahui, mengakui dan menyambung
tali nasabnya.
Rasulullah bersabda :


: :
Dari Ibnu Abbas berkata, telah bersabda Rasulullah :
Kenalilah nasab kalian yang kalian dapat menyambung silaturrahim. (Abu
Dawud ath-Thoyalisi di dalam kitab musnadnya dan Al-Hakim : 308, 7365. Silsilah
al-Ahadits ash-Shahihah: 277 dan Shahih al-Jami ash-Shaghir : 1051).
Dan bagi seorang anak, ibunya adalah seorang perempuan yang telah
melahirkannya. Seorang anak harus senantiasa ingat akan hal ini dan harus
senantiasa bersyukur terhadap ibunya.
Allah berfirman :


Ibunya mengandungnya dengan susah payah dan melahirkannya dengan susah
payah (pula) (Qs.Al-Ahqaaf : 15)
Islam adalah agama yang penuh dengan kasih dan rahmat. Dalam kondisi yang
kritispun tetap ada kasih dan rahmat. Sifat manusiawi yang menjadi fithrah yang
baik dalam diri setiap manusia tetap terjaga dan terpelihara.
Hubungan silaturrahim antar anggota keluarga (di antara anak dengan anak) tetap
berjalan meskipun terjadi keterpisahan antara bapak dengan ibu, atau antara anak
dengan orang tua (jika terjadi perbedaan agama atau akidahlihat dalam
silaturrahim).
Dengan Islam, tak akan terjadi kekacauan dan kerusakan garis nasab di antara
manusia.
Dengan Islam, penyikapan yang adil satu-sama lain setiap anggota keluarga dapat
terpelihara.
Fitnah-fitnah penghancur keluarga
Keluarga yang dibangun atas landasan Islam adalah keluarga yang kokoh.
Penerapan akidah serta semangat anggota-anggota keluarga untuk menjalankan
ajaran-ajaran Allah dengan baik menjadikan keluarga sebagai benteng
perlindungan pengaruh negatif dari luar yang senantiasa mengancam. Keluarga
bahkan bisa menjadi tempat pengkaderan hamba-hamba Allah yang taat, jujur,
cerdas dan berilmu.
Para Imam Islam terdahulu adalah pribadi-pribadi yang berasal dari keluarga-

keluarga yang taat dan berdedikasi tinggi. Ulama-ulama Islam banyak lahir dari
keluarga-keluarga yang sholih.
Keluarga yang sakinah, mawaddah wa rahmah dengan isteri dan anak-anak yang
menyejukkan pandangan mata, disertai dengan kesamaan visi untuk menjadi orangorang yang bertakwa, adalah gambaran keluarga yang sempurna di dunia.
Rasulullah menyebut rumah tangganya dengan baitii jannatii
(rumahku surgaku).
Namun sayangnya, keluarga yang seperti ini justeru adalah keluarga yang sangat
tidak disukai oleh syetan. Sifat-sifat yang baik yang ada di dalam sebuah keluarga
Islam senantiasa diinginkan oleh syetan agar berubah menjadi buruk. Syetan tidak
pernah menyukai keluarga yang kokoh dan solid. Syetan selalu berusaha agar
keluarga-keluarga Islam yang baik menjadi keluarga-keluarga yang buruk, saling
bermusuhan di antara para anggotanya, hingga terpecah-belahnya keluarga-keluarga
itu dan tidak pernah bersatu kembali.
Berbagai upaya digulirkan syetan.
Merebaklah fitnah wanita penggoda bagi suami, fitnah laki-laki lain bagi sang isteri,
fitnah syahwat cinta anak-muda dan narkoba bagi anggota keluarga yang mulai
remaja, dan lain-lain.
Upaya-upaya penyesatan melalui fitnah syahwat ini digempurkan dengan begitu
kuat melalui pergaulan dan berbagai media massa umum. Banyaklah kemudian
keluarga yang menjadi pecah. Suami dan isteri terpisah karena fitnah syahwat,
anak-anak tak terkendali, setiap orang di rumah jadi saling menyalahkan, rumah
menjadi tempat menumpahkan pertengkaran dan permusuhan, suasana rumah
tangga pun telah berubah menjadi neraka dunia
Syetan-syetan juga berusaha menghancurkan sebuah keluarga dengan memisahkan
tonggak utama di dalam keluarga itu, yaitu suami dan isteri. Mereka berusaha
menimbulkan rasa benci satu sama lain atau rasa suka yang menyimpang. Mereka
memanfaatkan orang-orang yang mempunyai hasud terhadap seseorang atau
terhadap suatu keluarga. Hasil-hasil rekayasa syetan dalam urusan ini telah dikenal
sejak masa yang lalu, di antaranya adalah pelet atau tolak-kasih yang banyak
dilakukan para dukun sesat dengan sihir yang melibatkan jin-jin.
Allah berfirman :
.



Maka mereka mempelajari dari kedua malaikat itu, apa yang dengan sihir itu,
mereka dapat menceraikan antara seorang (suami), dengan istrinya. Dan mereka
itu (ahli sihir) tidak memberi mudharat, dengan sihirnya kepada seorangpun,
kecuali dengan ijin Allah. Dan mereka mempelajari sesuatu yang memberi
mudharat kepadanya, dan tidak memberi manfaat. Demi, sesungguhnya mereka
telah menyakini (sebelumnya), bahwa barangsiapa yang menukarnya (kitab
Allah) dengan sihir itu, tiadalah baginya keuntungan di akhirat, dan amat
jahatlah perbuatan mereka, menjual dirinya sendiri, dengan sihir, kalau mereka
mengetahui. (Qs.Al-Baqarah : 102)
Di keluarga-keluarga yang mampu bertahan dari fitnah syahwat, syetan
menggempurnya dengan cara yang lain. Fitnah syubhat tak urung dugulirkan juga
oleh mereka untuk memecah belah suatu keluarga. Mereka memanfaatkan orangorang yang memperturutkan hawa nafsunya dalam beragama, para ahli syubhat dan
para ahli bidah yang selalu berkeliaran mencari pengikut.
Keluarga-keluarga yang berusaha dipengaruhi dengan fitnah syubhat adalah
keluarga-keluarga yang umumnya baik, yang tidak bermasalah dalam urusan
syahwat menyimpang.
Dalam keluarga ini diusahakan ditimbulkan isu perbedaan faham, perbedaan
pandangan, hingga yang terberat adalah ditimbulkannya isu perbedaan akidah atau
isu iman dan kafir. Keluarga pun terpecah akibat faham-faham syubhat yang telah
merasuk kuat kepada anggota keluarga itu.
Si anggota keluarga yang telah kerasukan faham syubhat tersebut lalu memisahkan
diri dari suaminya, atau dari anaknya, atau dari orang-tuanya, atau dari sanak
familinya yang telah dipastikan olehnya bahwa mereka adalah orang yang berbeda
akidah atau orang-orang kafir.
Ketika melakukan itu ia merasa bahwa ia sedang berada di atas puncak keimanan, di
jalan yang paling benar dan paling lurus yang memang harus ditempuhnya
meskipun dengan pengorbanan yang besar
Maka hancurlah satu keluarga yang telah puluhan tahun terbina dengan baik.
Upaya syetan dalam berbagai bentuk yang bertujuan memecah sebuah keluarga
Islam yang utuh, sesungguhnya telah diberitakan oleh Nabi dalam
satu haditsnya.
Dari Jabir bin Abdullah dari Nabi . Nabi
pernah bersabda :

Sesungguhnya Iblis itu meletakkan singgasananya di atas air, lalu mengirimkan


bala tentaranya kepada ummat manusia ; Maka syetan yang paling besar fitnahnya
terhadap ummat manusia akan memperoleh kedudukan yang terdekat di sisi Iblis.
Salah satu dari mereka datang, lalu mengatakan : Aku terus menerus menggoda si
Fulan, hingga ketika aku tinggalkan dia telah mengerjakan anu dan anu (yg buruk)
Iblis menjawab : Tidak, demi Allah, kamu masih belum melakukan sesuatu.
Lalu datang lagi yang lainnya dan mengatakan : Aku tidak beranjak darinya
sebelum aku dapat memisahkan antara dia dan isterinya.. Maka Iblis (lalu)
memberinya kedudukan yang tinggi dan dekat dengannya serta selalu bersamanya,
seraya berkata : kamu benar (hebat) (HR Muslim dalam shohihnya, Tafsir Ibnu
Katsir Juz 1 Qs.Al Baqarah:102).
Baik dengan cara sihir ataupun dengan cara yang lain, adalah kebanggaan yang besar
bagi syetan-syetan jika berhasil memisahkan seseorang dengan isterinya yang
sebelumnya telah mengikat perjanjian kuat dengan aturan Allah Yang Maha
Sempurna, di hadapanNya dan di hadapan anggota keluarga serta di hadapan orangorang beriman yang lain. Ini adalah sebuah prestasi dan merupakan kemuliaan yang
besar bagi syetan-syetan di sisi Iblis. Pemecah belah keluarga mempunyai tempat
dekat yang khusus di sisi Iblis.
Kerusakan agama, kerusakan hubungan keluarga dan kerusakan nasab
Orang-orang yang mengikuti hawa-nafsunya tanpa ilmu dalam beragama, adalah
orang-orang yang jauh dari petunjuk, meskipun mereka mengira bahwa mereka
telah mengerti petunjuk.
Mereka bukan para ulama yang haq dan tidak mengerti tentang As-Sunnah dari
Rasulullah , tidak mengerti ajaran para sahabat, serta ajaran para
thobiin dan orang-orang yang mengikuti mereka di kalangan para ahli ilmu
(ulama). Dengan ilmu yang sangat sedikit mereka berusaha mengerti sendiri ayatayat Al-Quran, Kitab Yang Agung, yang mana orang-orang yang sholih tidak berani

melakukannya. Akhirnya mereka bukannya menjadi pengusung kebenaran (agama


yang haq), tapi justeru mereka menjadi perusak kebenaran itu.
Mereka mengajarkan konsep pemahaman iman dan kafir yang sangat prematur,
dengan hujjah-hujjah yang tidak tergali secara optimal dan hanya banyak
mengandalkan royu, dugaan-dugaan. Dengan konsep pemahaman iman dan kafir
yang sangat prematur ini mereka berbangga bahwa mereka telah mempunyai
furqon, telah mempunyai kemampuan untuk membedakan mana yang benar dan
mana yang salah. Di atas ini mereka kemudian mengajarkan untuk memutus
hubungan silaturrahim dengan orang-orang satu keluarga yang berbeda faham, yang
mereka simpulkan dengan furqonan yang ada pada mereka bahwa keluarga yang
berbeda faham dengan mereka adalah orang-orang kafir, orang-orang yang harus
diputus hubungan dengannya secara tegas.
Rusaklah ajaran Islam dengan munculnya faham ini di kalangan manusia. Faham
yang rusak inilah yang memicu perempuan-perempuan meninggalkan orang-tua dan
sanak familinya yang tidak segolongan dengan mereka. Mereka kemudian menikah
secara bathil pula (dengan wali yang tidak haq), menghasilkan keturunan-keturunan
yang tidak jelas asal-usul nasabnya. Anak-anak yang lahir dengan pernikahanpernikahan bathil mereka tidak pernah tahu siapakah kakeknya, siapakah neneknya,
siapakah mahrom-mahrom dari kalangan keponakannya, siapakah saudara-saudara
bapak dan saudara-saudara ibunya
Semua telah terisolirsemuanya telah terputus.
Satu generasi telah rusak garis nasabnya.
Kerusakan ajaran agama telah menimbulkan kerusakan hubungan keluarga, dan
juga telah menimbulkan kerusakan nasab yang serius. Ini sangat sulit diperbaiki.
Beberapa perempuan telah meninggalkan keluarga orang-tuanya selama puluhan
tahun dan telah beranak-pinak tanpa diketahui oleh orang-tua dan keluarganya.
Mereka enggan pulang, apapun alasannya karena sadar akan menerima murka
yang tiada kepalang. Mereka sudah keterlanjuran, dan harus menerima sebagai
orang-orang yang sudah terlanjur buruk. Inilah nasib mereka.
Ada pula seorang perempuan yang telah meninggalkan orang-tuanya beberapa tahun
dan kemudian ia mati karena sakit. Tak ada temannya yang tahu di mana orang
tuanya. Barangkali di luar sana, orang tuanya masih menanti-nantikan anak
perempuannya akan pulang suatu waktu. Penantian yang terus menerus sampai
datang kematiannya sendiri yang membuat dia yakin, bahwa anaknya ternyata tidak
akan pulang

Di Bekasi, seorang isteri yang baik telah pergi meninggalkan suaminya dan tiga
orang anaknya. Anaknya yang paling kecil masih berumur satu-setengah tahun
ketika dia melangkahkan kaki pergi dari rumah suaminya untuk menempuh jalan
yang lurus dari pemimpinnya, menuju Purwokerto. Ketika dia pergi, bapak
kandungnya sedang dalam keadaan sakit. Mendengar kepergian anaknya, sakit
sang bapak semakin parah sehingga kemudian meninggal dunia hanya beberapa hari
setelah anaknya pergi. Keluarga yang ditinggalkan itu menjadi keluarga yang
pincang, morat-marit. Si kecil Luthfia (hanya sekedar nama) selalu menangis
berlama-lama hingga merepotkan bapaknya yang menjadi sulit untuk berdagang
mencari penghasilan. Uang yang seadanya berbulan-bulan diupayakan agar selalu
cukup. Berbulan-bulan hanya makan rebusan mie instant yang dimasak dengan
kuah yang banyak supaya semuanya kebagian makan.
Tak ada hari tanpa tangisan di rumah. Tak ada hari tanpa panggilan si kecil kepada
ibunya. Panggilan sia-siaTapi tetap dia memanggil, memanggil lagi, dan
memanggil lagi hingga akhirnya ia kelelahan dan tertidur di pangkuan bapaknya.
Hanifah (hanya sekedar nama) meninggalkan suami, dua anak perempuan dan
seorang anak laki-laki yang semuanya masih kecil-kecil. Dia tak pernah lagi
menengok anak-anaknya dan sanak familinya. Dia telah memutus garis nasab yang
telah Allah tentukan. Kebenaran baginya adalah sabda sang pemimpin.
Dia tak pernah tahu bahwa suaminya tidak pernah menjelek-jelekkannya di hadapan
anak-anaknya. Dia tidak tahu bahwa anak-anaknya sangat percaya perkataan
bapaknya, bahwa nanti ibunya akan pulang.
Hanifah (hanya sekedar nama) tak pernah menyaksikan si kecil Luthfia yang selalu
betah berlama-lama duduk di depan kakak perempuannya jika kakak perempuannya
itu bercerita tentang ibunya.
Banyak sekali pertanyaan si kecil kepada kakaknya : apakah ibunya suka cokelat?
Apakah ibunya bisa bikin teh manis? Apakah ibunya kalau membuat mie kuahnya
banyak juga? Apakah ibunya kalau mau bobo juga berdoa?..Pertanyaan-pertanyaan
yang seringkali diulang-ulang yang seringkali juga membuat kakaknya menjadi
bosan.
Terakhir kali penulis mengunjungi keluarga itu di rumahnya, ternyata masih ada
tangisan-tangisan Luthfia di sela-sela aktifitas bermainnya. Apabila ia menangis,
sang bapak akan membujuk agar anaknya tidak berlama-lama menangis. Perlahan
Luthfia akan berhenti menangis. Biasanya dengan mata yang masih memerah dan
masih sesekali sesegukan, lirih ia berkata : pak..kapan ibu pulang
Jika sang anak sudah bertanya seperti itu, maka perkataan yang paling
membosankan yang harus selalu diucapkan oleh bapaknya adalah : Sabar, nak

nanti ibu pulangnanti ibu pulang


Allahu Alam.
Untuk orang-orang yg mengkafirkan dan meninggalkan sanak
keluarganya :
Telitilah dengan seksama sekali lagi, apakah yang diyakini itu memang
benar seperti itu, sudahkah mengetahui semua hujjah dengan pasti?
Apakah benar Islam yang Allah turunkan kepada ummat manusia itu
hanyalah Allah wariskan kepada orang-orang yang menjadi gurugurumu saja?
Yakinkah bahwa hanya merekalah orang-orang yang faham Quran di
muka bumi yang luas ini? Apakah sudah membuktikannya dengan
keliling bumi menelaah kebenaran?
Beranikah kalian bersumpah bahwa sanak keluarga yang kalian
tinggalkan memang benar-benar kafir, dan apabila kalian ternyata salah,
kalian bersedia DILAKNAT DI DUNIA DAN DI AKHIRAT.!
Beranikah kalian bersumpah bahwa apa yang kalian tempuh adalah
ajaran Allah dan RasulNya yang benar, dan jika ternyata kalian salah,
kalian bersedia DILAKNAT DI DUNIA DAN DI AKHIRAT!
Ucapkanlah karena sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang
kau ucapkan.



.
.

.



.


.
.
Al-Faqir, Hamba Allah

You might also like