Professional Documents
Culture Documents
Disusun oleh :
Hanya kepada Tuhan lah kiranya rasa syukur ini kami panjatkan. Atas
limpahan kasih sayang-Nya lah pada hari yang penuh berkah ini kami telah
menyelesaikan penulisan makalah berjudul Penggelapan Pajak via Transfer
Pricing PT Asian Agri Group (AGG) dengan cukup baik.
Tak lupa kami sampaikan terima kasih terdalam kami kepada
– Bapak Dasuki selaku dosen mata kuliah Ekspor Impor kami,
– bapak dan ibu di rumah yang senantiasa mendoakan dan mendukung kami apa
adanya,
– rekan-rekan satu tim yang telah bekerja dalam penulisana makalah ini, dan
– rekan-rekan sekelas 2E-Administrasi Perpajakan STAN 2009 yang telah
bekerja sama saling mendukung selama proses pembuatan makalah ini.
Makalah ini pastinya masih sangat jauh dari baik dan sepurna. Oleh karena
itu, kami akan menerima segala sesuatu yang berkenaan dengan penyempurnaan
makalah ini, baik berupa kritik, saran, maupun tambahan materi, sehingga makalah
ini bisa menjadi semakin lengkap lagi dan memebrikan ilmu yang lebih lagi kepada
pembaca.
2
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL.........................................................................
KATA PENGANTAR.......................................................................
DAFTAR ISI......................................................................................
DAFTAR LAMPIRAN......................................................................
BAB I PENDAHULUAN..................................................................
A. Latar Belakang.............................................................................
B. Tujuan..........................................................................................
C. Manfaat........................................................................................
D. Ruang Lingkup.............................................................................
2
BAB III TRANSFER PRICING DALAM
DAFTAR PUSTAKA........................................................................
LAMPIRAN
4
DAFTAR LAMPIRAN
2
2
BAB I
PENDAHULUAN
A.Latar Belakang
Dunia telah berubah sejak beberapa decade yang lalu, bahkan di
beberapa tahun terakhir keadaan menjadi sangat lebih rumit jika dibandingkan
dengan keadaan pada zaman-zaman dahulu dimana semuanya masih berbau
tradisional dan semua serba menggunakan tenaga manusia. Globalisasi telah
merambah di berbagai sector di berbagai Negara, bukan hanya Negara maju,
melainkan juga Negara-negara dunia ketiga. Globalisasi juga tidak hanya
masuk dalam tataran teknologi informasi dan komunikasijuga, tetapi globalisasi
telah masuk dalam celah besar di perekonomian di berbagai Negara di dunia
ini.
Perubahan di berbagai kegiatan bisnis pun sudah terjadi mengikuti arus
globalisasi tersebut. Bukan hanya pemerintah saja yang mengadakan hubungan
ke luar negeri, melainkan juga para pebisnis-pebisnis multinasional
melakukannya pula. Bahkan, para penusaha home industry sudah melakukan
penjualan sampai ke luar negeri. Perubahan ini menuntut gerak cepat para
pebisnis untuk segera melakukan penyesuaian-penyesuaian, sehingga mereka
akan mampu bersaing dalam perdagangan, terutama perdagangan internasional
dalam kaitan globalisasi ini. Produksi pun harus lebih cepat lagi dilakukan
sehingga kebutuhan manusia dapat dipenuhi, apalagi produksi yang sifatnya
saangat diperlukan oleh masyarakat banyak. Ini menuntut para pengusaha untuk
melakukan pabrikasi dengan tenaga yang labih modern lagi, yaitu dengan robot.
Tenaga-tenaga manusia pun menjadi pelengkap saja untuk produksi yang
mungkin lebih baik jika dikerjakan oleh manusia. System tradisional yang
digunakan untuk membebankan biaya ternyata juga dianggap gagal
membebankan secara akurat biaya-biaya sumber daya pendukung yang
kemudian tergantikan dengan system yang lebih modern, misalnya Activity
Base Costing atau system biaya modern dimana biaya yang ditimbulkan
berdasarkan pada aktivitas yang terjadi.
1
Fenomena globalisasi ini juga menyebabkan perusahaan menjadikan
proses produksinya dalam departemen-departemen produksi. Hal ini mungkin
tak akan menjadi sulit apabila hanya terjadi dalam sebuah perusahaan dan
hanya terjadi dalam sebuah Negara saja karena beban-beban serta biaya-biaya
yang dikeluarkan akan lebih mudah terukur. Namun, hal ini akan menjadi lebih
sulit apabila suatu perusahaan ternyata memiliki berbagai cabang yang terletak
tidak hanya di satu Negara,tetapi juga di Negara lain—dan itulah yang terjadi
saat ini. Perusahaan yang seperti itu akan sangat sulit menentukan harga
penjualan dan biaya-biaya yang dikeluarkan dalam rangka pengawasan dan
pengukuran kinerja perusahaan. Oleh karena itulah, dilakukanlah sebuah
kegiatan yang disebut sebagai transfer pricing dalam rangka penentuan harga
tersebut.
Saat mendengar kata transfer pricing, mungkin yang selalu ada di benak
kita adalah sebuah hal pemanipulasian data atau kejahatan perusahaan
multinasional. Namun, pada hakikatnya transfer pricing bukanlah itu saja.
Transfer Pricing adalah sebuah cara yang digunakan perusahan untuk
kepentingan usahanya agar semuanya dapat diawasi dengan baik tentunya
karena disini kinerja semua divisi akan terlihat. Namun, beberapa tahun
belakangan ini banyak sekali ditemukan berbagai praktek illegal dalam transfer
pricing tersebut. Transfer Pricing digunakan oleh beberapa perusahaan
multinasional untuk mengecilkan pajaknya dan membuat beberapa Negara
mengalami kerugian dalam penerimaan pajak, terutama Indonesia yang
memang mengandalkan pajak dalam APBN nya.
Untuk mengetahui berbagai hal mengenai transfer pricing dan segala
speknya, kami menyusun makalah ini disertai pembahasan kasus transfer
pricing yang telah mencuat dua tahun yang lalu. Menariknya lagi, transfer
pricing ini merupakan kasus transfer pricing yang paling besar di negeri
Indonesia selama ini. Kasus ini adalah kasus transfer pricing PT Asiam Agri
Grup yang merupakan anak usaha Garuda Mas milik konglomerat Sukanto
Tanoto.
B.Tujuan
Makalah ini kami susun dengan tujuan sebagai berikut:
1. Menjelaskan definisi transfer pricing;
2
2. Memaparkan konsep dan tujuan transfer pricing yang benar;
3. Memaparkan penyalahgunaan transfer pricing yang dapat merugikan
berbagai pihak; dan
4. Menjelaskan cara-cara penanganan kasus-kasus berkaitan transfer
pricing.
5. Memberikan gambaran kasus transfer pricing yang terjadi di lapangan.
A.Manfaat
Dengan disusunnya makalah ini, manfaat yang diharapkan untuk pembaca
adalah sebagai berikut:
1. Mengetahui definisi transfer pricing;
2. Mengetahui konsep transfer pricing yang benar;
3. Mengetahui praktek-praktek illegal dalam transfer pricing ; dan
4. Mengetahui serta memahami penanganan transfer pricing yang sudah
umum diterapkan di berbagai Negara.
5. Memahami kasus transfer pricing dan memahami secara dasar
penanganan kasus bersangkutan.
A.Ruang Lingkup
Dalam pembahasan makalah ini, kami memaparkan transfer pricing secara
umum yang ada di berbagai Negara di dunia. Untuk penanganan kasusnya,
kendati penanganannya di setiap Negara itu hamper sama—hanya berbeda
peraturannya—tetapi, kami memfokuskan pembahasan penanganan
kasusnya untuk di Indonesia. Kami juga membatasi pembahasan kasus yang
terjadi di Indonesia dengan menggunakan Undang-Undang yang berlaku di
Indonesia.
2
2
BAB II
LANDASAN TEORI
1)
Imam Santoso,Advance Pricing Agreement dan Problematika Transfer
Pricing dari Persperkstif Perpajakan Indonesia (http://puslit.petr-
a.ac.id/puslit/journals,2004), hal.124
4
5
“Para pekerja Nike menjalani hidup sengsara dan tidak sehat. Hidup yang
tidak bisa dibayangkan kebanyakan orang Amerika. Tapi masyarakat
Indonesia yang kaya, bersama dengan orang-orang asing menikamati
kehidupan mewah. … “orang-orang Nike tahu biaya memproduksi setiap sol
dan tali sepatu hingga hitungan sen. Mereka menekan dan menekan ,
memaksa para pemilik pabrik mempertahankan biaya produksi minimum.
Pada akhirnya, pemilik pabrik kebanyakan orng Cina terpaksa menerima
keuntungan kecil.”
2)
John Perkins,Pengakuan Bandit Ekonomi: Kelanjutan Kisah
Petualangannya di Indonesia dan Negara Dunia Ketiga (Jakarta:Ufuk Press), hal.
81
9
3)
OECD Committee on Fiscal Affairs,Transfer Pricing and Multinational
Enterprises (Paris:OECD), hal.7
4)
Yeni Mangonting, Aspek Perpajakan Dalam Praktik Transfer Pricing
(http://pulit.petra.ac.id/journals/accounting 2000),hal.70
7
5)
Imam Santoso,op. cit.,hal.127
6)
Ibid.,hal. 126
5
7)
Yeni Mangonting,op. cit., hal.71
8)
Ibid.
9)
Ibid.
7
Misalnya, divisi penjual menginginkan harga transfer yang tinggi yang akan
meningkatkan income—yang secara otomatis akan meningkatkan ROI-nya—
tetapi di sisi lain, divisi pembeli menuntut harga transfer yang rendah yang
nantinya akan berakibat pada peningkatan income yang berarti juga penigkatan
dalam ROI. Hal semacam inilah yang terkadang membuat transfer pricing
berada di posisi terjepit. Oleh karena itu, induk perusahaan akan sangat
berkepentingan dalam penetuan harga transfer.
b) Optimal Determination of Taxes
Tarif pajak antara satu negara dengan negara lainnya berbeda-beda. Perbedaan
ini disebabkan oleh linkungan ekonomi, soisal, politik, dan budaya yang
berlaku dalam negara tersebut. Dengan penentuan harga transfer ini,
diharapkan pajak dapat dimanage sedemikian rupa sehingga pengenaan pajak
tidak akan terlalu tinggi. Hal inilah yang pada akhirnya menimbulkan
manipulasi dan praktek curang dalam transfer pricing. OECD melaporkan,
factor pajak dapat menjadi pemicu dilakukannya transfer pricing terutama jika
tujuan mereka lebih terfokus pada jumlah total laba setelah pajak daripada
bentuk darimana mereka mendapatkan laba tersebut—apakah berbentuk
royalty, biaya, imbalan jasa, keuntungan penjualan antardivisi atau dividen
dari afiliasinya,dll. ‘Tax factor may effect the nature and the amount of the
payment since it is likely that MNEs will be more concerned with the total of
their net earning after tax than with the forms which these earnings take—
whether for example they are received as royalties, cost charges, service fees,
profit from intra-group sales or dividends from their affiliates,etc’ (OECD
1979).
5
10)
Imam Santoso, op. cit., hal.126
11)
Ibid.
12)
Ibid.
7
13)
Ibid. hal. 127
14)
Ibid.
7
15)
Ibid.
16)
Ibid.
17)
James Cox, F. Howe, dan Lynn H Boyd,Transfer Pricing Effects on
Locally Measured Organizations (Industrial Management,1997), hal. 20-29
Sehingga, perusahaan harus secraa berkala menjual produk sampai dengan titik
dimana tambahan biaya karena adanya tambahan unit yang diproduksi dan
6
18)
Imam Santoso, op. cit., hal.129
b)Harga Transfer atas Dasar Harga Pasar (Market Basis Transfer Pricing)
6
19)
Deden N. Natawisastra, Pengaturan Terhadap Pencegahan Praktik
Penghindaran Pajak Oleh Perusahaan Multinasional Melalui Transfer Pricing
Dalam Kerangka Undang-Undang Perpajakan dan Undang-Undang
Penanaman Modal (by Kade, 2006), hal. 5
yang seharusnya. Karena dalam transaksi antar perusahaan anggota dalam suatu
grup multinational transaction ini bisa timbul negosiasi—dan karena transaksi
yang terjadi akan mempengaruhi 2 pihak, ada yang mendapat beban dan
penghasilan—kecenderungannya adalah membuat bebannya seolah besar dalam
perusahaan pembeli. Dalam praktik transfer pricing yang menyimpang ini,
dipertimbangkan pula tarifpajaknya. Untuk negara dengan tariff pajak yang
tinggi, pastinya mereka akan memanipulasi agar penghasilannya rendah dengan
memanage biayanya agar setinggi mungkin dan mengalihkan penghasilannya
kepada yang pajaknya lebih sedikit. Tak jarang pula suatu negara hanya
digunakan sebagai tempat ‘transit’ dalam upaya praktik transfer pricing ini.
Gunadi dalam Imam Santoso mengatakan,”Fenomena yang agak
memprihatinkan ialah mereka—pengusaha pada perusahaan-perusahaan
multinasional—begitu tega membuat Indonesia sebagai loss center untuk
perusahaan multinasionalnya. Operasi di Indonesia selama bertahun-tahun
direkayasa untuk selalu rugi sehingga tidak pernah membayar pajak
penghasilan badannya.” Perusahaan dapat direkayasa untuk terus rugi, padahal
tetap terjadi pembayaran royalty atau imbalan jasa teknis dan jasa lain dari
perusahaan Indonesia kepada perusahaan laindi mancanegara yang sebenarnya
masih dalam satu grup dengan perusahaan yang ada di Indoensia. Struktur
permodalan lebih banyak dibiayai pinjaman disbanding modal sendiri,
pembayaran dividen dalam jumlah besar apabila perusahaan memperoleh laba,
memanfaatkan celah ketentuan Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda ,
maupun dengan memanfaatkan tax heaven country (negara-negara dengan
beban pajak rendah dibandingkan Indonesia).
B. Penanganan Transfer Pricing
Negara berkembang, seperti Indonesia, menyadari bahwa korporasi
multinasional dengan berbagai cara mempergunakan rekayasa transfer pricing
untuk mengalihkan potensipajak Indonesia ke negara lain degan berbagai
dalih, alasa, dan justifikasi. Oleh karena itulah, otoritas fiscal selalu
memandang bahwa tujuan transfer pricing adalah untuk penghindaran pajak.
Praktik transfer pricing pada dasarnya dapat terjadi karena adanya
suatu hubungan istimewa antarperusahaan yang berada dalam satu grupp
perusahaan multinasional, sehingga mereka bisa bekerja sama dengan baik
6
antara wajib pajak dengan penyertaan paling rendah 25% (dua puluh lima
persen) pada dua wajib pajak atau lebih; atau hubungan diantara dua wajib
pajak atau lebih yang disebut terakhir;
b. Wajib pajak menguasai wajib pajak lainnya atau dua atau lebih wajib pajak
berada di bawah penguasaan yang sama baik lagsung maupun tidak langsung;
atau
c. Terdapat hubungan keluarga baik sedarah maupun semend dalam garis
keturunan lurus dan/atau ke samping satu derajat.
Selain hubungan istimewa, hal lain yang juga mesti diperhatikan dalam
penanganan praktik transfer pricing adalah kewajaran dalam transaksi yang
terjadi. Berkenaan dengan kewajaran, Pernyataan Standar Akuntansi
Keuangan no. 17 menyatakan bahwa pengakuan akuntansi suatu pengalihan
sumber daya secara normal didasarkan pada suatu harga yang disepakati pihak
yang bersangkutan. Harga yang berlaku antara pihak yang tidak mempunyai
hubungan istimewa adalah harga pertukaran antara pihak yang independent
(arm’s length price). Pihak yang mempunyai hubungan istimewa mungkin
mempunyai sutau tingkat keluwesan dalam proses penentuan harga yang tidak
terdapat dalam transaksi antara pihak yang tidak mempunyai hubungan
istimewa. Menurut arm’s length principle, harga-harga transfer seharusnya
ditetapkan supaya dapat mencerminkan harga yang disepakati sebagaimana
transaksi tersebut dilakukan oleh pihak-pihak yang tidak terkait yang bertindak
secara bebas. Apabila terjadi transaksi antara perusahaan yang memiliki
hubungan istimewa , maka kondisi dari transaksi antara perusahaan tersebut
haruslah sama dengan transaksi antara pihak yang independent sehingga
ketidaksesuaian dapat menyebabkan dilakukannya koreksi oleh pihak otoritas
fiscal.
a. Harga penjualan
b. Harga pembelian
c. Alokasi biaya administrasi dan umu (overhead cost)
5
Pasal 18
independen, metode harga penjualan kembali, metode biaya plus, atau metode
lainnya.
(3a) Direktur jenderal pajak berwenang melakukan perjanjian dengan wajib pajak
dan bekerjasama dengan pihak otoritas pajak negara lain untuk menentukan
harga transaksi antar pihak-pihak yang mempunyai hubungan istimewa
sebagaimana dimaksud dalam ayat (4) , yang berlaku selama suatu periode
tertentu dan mengawasi pelaksanaannya serta melakukan renegosiasi setelah
periode tertentu tersebut berakhir
Dalam memori penjelasan pasal 18 ayat (3) dan (3a) dijelaskan maksud
diadakan ketentuan ini sebagai berikut.
Ayat (3)
Maksud diadakannya ketentuan ini adalah untuk mencegah terjadinya
penghidnaran pajak yang dapat terjadi karena hubungan istimewa. Apabila
terdapat hubungan istimewa, kemungkinan dapat terjadi penghasilan
dilaporkan kurang dari semestinya ataupun pembebanan biaya melebihi dari
yang seharusnya. Dalam hal demikian, direktur jenderal pajak berwenang
menentukan kembali besarnya penghasilan dan/atau biaya sesuai dengan
keadaan seandainya diantara para wajib pajak tersebut tidak terdapat hubungan
istimewa. Dalam menentukan kembali jumlah penghasilan dan/atau biaya
tersebut digunakan metode perbandingan harga antara pihak yang independen
(comparable uncontrolled price method), metode harga penjualan kembali
(resale price method), metode biaya plus (cost plus method), atau metode
lainnya sseperti metode pembagian laba (profit split method) dan metode laba
bersih transaksional (transactional net margin method). …
catatan tambahan :
profit split methods dapat diterapkan apabila ;
1. Operasi dua atau lebih pihak nonarm’s length sangat terintegrasi
sehingga sulit untuk mengevaluasi transaksi mereka secara individual; dan
2. Keberadaan aktiva tak berwujud tidak memungkinkan untuk
menetapkan tingkat kesebandingan dengan uncontrolled transaction untuk
menerapkan metode sepihak.
Profit split dan turunannya termasuk metode comparative dan residual. Profit
split digunakan jika perusahaan yang terlibat dalam transaksi yang diperiksa
6
Ayat (3a)
Kesepakatan harga transfer (advance pricing agreement) adalah kesepakatan
antara wajib pajak dan direktur jenderal pajak mengenai harga jual wajar
produk yang dihasilkannya kepada pihak-pihak yang mempunyai hubungan
istimewa (related parties) dengannya. Tujuan diadakannya APA adalah untuk
mengurangi terjadinya praktik penyalahgunaan transfer pricing oleh
perusahaan multinasional. Persetujuan antara wajib pajak dengan direktur
jenderal pajak tersebut dapat mencakup beberapa hal, antara lain harga jual
produk yang dihasilkan dan jumlah royalty dan lain-lain, tergantung pada
kesepakatan. Keuntungan dari APA, selain memberikan kepastian hukum dan
kemudahan penghitungan pajak, fiskus tidak perlu melakukan koreksi atas
harga jual dan keuntungan produk yang dijual wajib pajak terhadap perusahaan
dalam grup yang sama. APA dapat berbentuk unilateral, yaitu merupakan
kesepakatan antara direktur jenderal pajak dengan wajib pajak, atau bilateral,
yaitu kesepakatan direktur jenderal pajak dengan otoritas perpajakan negara
lainnya yang menyangkut wajib pajak yang berada di wilayah yurisdiksinya.
7
Bab I Pendahuluan
Berisi teknik dan metode pemeriksaan. Teknik yang digunakan adalah yang
disebutkan dalam pedoman pemeriksaan. Metode pemeriksaan yang digunakan
adalah metode tidak langsung, antara lain :
Bab ini berisi studi dan evaluasi yang harus dilakukan oleh pemeriksa pajak.
Studi dan evaluasi tersebut teridri atas studi SPT dalam pemeriksaan terhadap
WP yang punya hubungan istimewa dan pengujian ketaatan.
20)
Imam Santoso, op. cit., hal. 137
1. Masa berlakunya telah habis dan pihak fiskus sesuai dengan peraturan yang
telah ditetapkan, secara formal mencabut kesepakatan tersebut;
2. Salah satu atau lebih dari persyaratan yang tertuang di dalam persetujuan
tersebut tidak dipatuhi oleh salah satu dan/atau kedua belah pihak.
5
3.
5
BAB III
TRANSFER PRICING DALAM PT ASIAN AGRI GROUP (AAG)
karena jarang sekali ada, mugkin karena memang sangat sulit untuk
mengungkapnya dan tentunya ini tidak terjadi hanya disini, tetapi pasti di
beberapa usaha lainya.
A. Analisis Penanganan Kasus
Meskipun pemerintah telah menargetkan kasus PT Asian Agri selesai akhir
Maret 2008, tetapu kenyataannya sampai bulan Februari 2009 masih belum ada
keputusan pengadilan mengenai penyelesaian kasus ini. Di lain pihak, upaya
penyelesaian kasus-kasus perpajakan juga harus mempertimbangkan efisiensi
waktu penyelidikian. Jika waktu penyelidikan terlalu lama, sementara bukti
sulit ditemukan untuk dibwa ke pengadilan, tentunya upaya penyelesaian kasus
ini akan tidak efisien.
Untuk kasus semacam ini, Direktorat Jenderal Pajak menyelesaikannya di luar
pengadilan atau out of court settlement. Penyelesaian di luar pengeadilan
tersebut dipertimbangkan mengingat aspek kecepatan waktu dan penyelamatan
pendapatan negara.
Penyelesaian kasus penggelapan pajak yang dilakukan oleh PT Asian Agri akan
membutuhkan waktu yang lama apabila diselesaikan melalui pengadilan. Hal
ini dikarenakan adanya kesulitan dalam menemukan bukti tindakan transfer
pricing dengan menjual CPO dengan harga di bawah harga pasar dunia yang
berbuntut pada penggelapan pajak. jika kasus-kasus pajak yang sulit dibuktikan
di pengadilan tetap dipaksakan, justru potensi penerimaan negara dapat hilang.
Jalur pengadilan pajak sangat bergantung pada temuan-temuan kantor pajak.
namun, jika sulir dibuktikan, bisa jadi pengadilan justri memutuskan tidak
ditemukan unsure kerugian negara.
Dugaan atau indikasi adanya transfer pricing tersebut harus didukung dengan
data-data secara detail dan akurat mengenai berapa harga pasti penjualan CPO
dalam transaksi yang dilakukan PT Asian Agri—ini bisa dilakukan dengan
menggunakan meode dan teknik pemeriksaan sebagaimana yang telah
diberikan, misalkan dengan menggunakan metode harga pasar sebanding. Tidak
dibenarkan tindakan asal tuding, melainkan harus ada data yang pasti. Harga
CPO dunia ditentukan atau berpatokan dengan harga pasar dunia di Rotterdam.
Kesulitan pembuktian transfer pricing ini disebabkan harga minyak sawit dunia
selalu berubah-ubah sehingga sulit dicari patokan harga, termasuk
membandingkannya dengan harga pasar CPO di Rotterdam. Ketika kontrak
31
ekspor terjadi, bisa saja harga pasar dunia di Rotterdam sedang tinggi, tetapi
eksportir menjual lebih murah. Belum lagi biaya angkut, pajak ekspor, asuransi,
dll.
Beberapa ahli, mengatakan bahwa permasalah kasus Asian Agri ini seharusnya
dapat diselesaikanapabila PT Asian Agri mau membayra utang pokok pajak dan
dendanya sebesar 400% atau senilai total 6,5 Triliun rupiah. Ancaman pidana
hanyalah sebagai solusi terakhir jika WP tetap ingkar.
Kasus ini pada akhirnya tetap dilimpahkan ke pengadilan dan dirjen Pajak serta
Kejagung setuju bahwa masalah ini adalah kasus pidana.
Berikut ini adalah history singkat kasus Asian Agri sejak awal :
Desember 2006
16 Januari 2007
14 Mei 2007
25 September 2007
25 April 2008
Mei 2008
12 Juni 2008
1 Juli 2008
16 September 2008
Pajak menyita ulag tujuh truk dokumen ke kantor Asian Agri, tetapi ditolak.
Oktober 2008
November 2008
Desember 2008
Januari 2009
Maret 2009
3 April 2009
30
Admin.2009. http://artikelpaper-ekonomi.blogspot.com/2009/10/artikel-metode-
penetapan-harga-transfer.html (diakses 13 Februari 2010)
Cox,James,F., Gerry Howe dan Lynn H Boyd.1997.Transfer Pricing Effects on Locally Measured
Organizations.Industrial Management
36
38
37