Professional Documents
Culture Documents
Menurut UU No. 1tahun 2004 tentang perbendaharaan Negara, pada pasal 1 ayat (2)
berbunyi :
Kerugian Negara/Daerah adalah kekurangan uang, surat berharga, dan barang yang
nyata dan pasti jumlahnya sebagai akibat perbuatan melawan hukum baik sengaja
maupun lalai.
Menurut UU No. 31 tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi,
Kerugian Negara menurutPasal 2 ayat (1) Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi No.
31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No.20 tahun 2001 adalah :
Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri
sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara
atau
Theodorus M. Tuanakota merumuskan setidaknya ada 5 konsep atau metode
penghitungan kerugian negara, antara lain :
1. Kerugian Keseluruhan (total loss) dengan beberapa penyesuaian
2. Selisih antara harga kontrak dengan harga pokok pembelian atau harga pokok
produksi
3. Selisih antara harga kontrak dengan harga atau nilai pembanding tertentu
4. Penerimaan yang menjadi hak negara tapi tidak disetorkan ke kas negara
5. pengeluaran yang tidak sesuai dengan anggaran, digunakan untuk kepentingan
pribadi atau pihak-pihak tertentu.
Selama ini belum ada pembakuan maupun rumusan yang bisa dipakai dalam
menghitung kerugian negara, pembakuan atas cara menghitung kerugian negara
menurut pendapat kami akan menghilangkan unsur flesibilitas dan menghilangkan
pemikiran kreatip para akuntan, mengingat modus dalam tindak pidana korupsi yang
melibatkan kerugian negara semakin berkembang dan bervariasi.
Menurut Theodorus M. Tuanakota, Kerugian Negara dapat dipetakan dalam Pohon
Kerugian Negara atau disebut R.E.A.L Tree yang berisikan cabang kerugian negara
berkenaan dengan Receipt (penerimaan, Expenditure (Pengeluaran), Asset
(Aset/kekayaan), Liability (Kewajiban)
Modus Kerugian Negara menurut pohon kerugian negara tersebut dapat dijelaskan
sebagai berikut :
A. KERUGIAN
NEGARA
BERKENAAN
DENGAN
ASET
1.
Pengadaan Barang Dan Jasa
Bentuk kerugian Negara dari aktifitas pengadaan barang dan jasa adalah :
o
Markup untuk barang yang spesifikasinya sudah sesuai dengan dokumen
tender, kualitas dan kuantitasnya sudah benar, akan tetapi harganya lebih mahal
dibandingkan nilai wajar.
o
Harga yang lebih mahal dikarenakan kualitas barang yang dipasok
dibawah persyaratan atau kuantitasnya kurang tidak sesuai dengan kontrak.
o
Syarat penyerahan barang lebih istimewa. Penyerahan fleksible sehingga
ada kerugian bunga.
o
Kombinasi dari ketiganya.
2.
Pelepasan Aset
Modus yang biasa terjadi untuk kegiatan pelepasan aset adalah :
o
Penjualan aset yang didasarkan atas nilai buku dalam laporan keuangan
yang sudah diaudit. Konsep penetapan dengan menggunakan nilai buku justru
menyesatkan karena nilai buku merupakan nilai perolehan aset dikurangi akumulasi
penyusutan, sementara metode penyusutan yang digunakan dan sesuai dengan
1
standar akuntansi adalah bentuk kesepakatan manajemen seperti metode garis lurus
atau saldo menurun.
o
Penjualan tanah dan bangunan diatur melalui NJOP dari hasil kolusi
dengan dengan pejabat terkait. NJOP dipakai sebagai pembenaran nilai jual tanah dan
bangunan yang seakan-akan telah dilakukan dengan due proces.
o
Tukar guling (ruislag) tanah dan bangunan milik negara dengan
tanah/bangunan atau aset lain. Oleh karena aset ditukar dengan aset, maka potensi
ketidak samaan nilai pertukaran (exchange value) menjadi besar, dan susah untuk
diukur.
o
Pelepasan hak negara untuk menagih. Seringkali negara mempunyai hak
tagih dari sebuah perikatan dengan pihak lain atau karena dari hasil putusan
pengadilan/lembaga lain atau suatu tagihan yang harus diterma. Akan tetapi terkadang
dengan kewenangananya seorang pejabat mengabaikan atau bahkan menghilangkan
hak tagih tersebut. Kerugian atas hak tagih tersebut tidak hanya sebesat tottal loss
akan tetapi bisa juga ditambah dengan nilai denda atau bunga.
3.
Pemanfaatan aset.
Yaitu dengan cara pemanfaatan aset milik pemerintah, BUMN, BUMD atau lembaga
negara lainnya yang tidak produktip yang disebabkan karena salah beli atau salah urus.
Aset-aset tersebut dimanfaatkan oleh pihak ketiga akan tetapi tidak dengan cara beli
akan tetapi dengan cara menyewa atau kerjasama operasi atau kemitraan strategis dll.
Potensi kerugian negara bisa terjadi saat pengelolaan aset tersebut tidak memberikan
pendapatan yang diharapkan karena alasan kerugian dalam kegiatan usaha. Bahkan
Negara ikut dalam menanggung kerugian dalam kerjasama operasi, atau bahkan
berpotensi untuk kehilangan aset karena turut dijadikan jaminan kepada pihak ketiga.
4.
Penempatan Aset
Tidak jarang perusahaan BUMN/BUMD yang merasa kelebihan dana akan
menempatkan dananya pada proyek investasi yang terkadang tidak pernah dihitung
antara reward dan risk nya, dan bahkan kegiatan itu sengaja dilakukan untuk
kepentingan pribadi atau orang lain. Seperti penempatan dana ke dalam pembentukan
anak perusahaan baru atau kepada penyertaan saham ke perusahaan lainnya.
Penyelewengan dapat terjadi saat penyertaan tersebut ternyata diberikan kepada
sebuah usaha yang jelas-2 tidak sesuai dengan core bisnisnya. Cara ini paling banyak
disukai, karena apabila dana tidak kembali mereka bisa berdalih tidak merugikan
negara
karena
itu
merupakan
business
loss.
5.
Kredit Macet
Kredit yang diberikan oleh BUMN/BUMD dengan melanggar rambu-rambu yang
berpotensi untuk tidak kembali (macet) atau praktek dalam pemberian dana bergulir
untuk UMKM yang sarat dengan kolusi dan tidak melalui prosedur yang benar
sehingga dana bergulir tersebut macet.
B.
C.
3.
selisih antara harga wajar dengan harga pertukaran (exchange value). Metode ini
juga digunakan untuk semua pertukaran barang dengan barang lain atau pertukaran
barang dengan jasa.
Pembandingan harus dilakukan dengan dua atau lebih barang yang sama sehingga
pembandingannya sah (apples to apples comparison)
Kalau penyidik dapat membuktikan bahwa harga dalam transaksi Tidak Wajar, maka
akuntan forensik akan menghitung berapa harga wajarnya, dan itu bukan pekerjaan
yang mudah.
Penentuan Harga wajar Akan sangat bergantung pada ada tidaknya pembanding dari
barang yang dinilai, harga pembanding ini harus sama atau mendekati harga wajar
tersebut. Untuk itu harga pembanding harus memenuhi unsur arms lenght transaction
arms lenght transaction digunakan di pemerintah Amerika serikat untuk menentukan
nilai wajar, jika kriteria arms lenght transaction tidak terpenuhi maka harga barang
tersebut adalah harga yang tidak wajar.
Kriteria arms lenght transaction antara lain :
1. Transaksi tidak dilakukan dengan para pihak yang mempunyai hubungan
istimewa (Sedarah semenda, perusahaan dalam afiliasi, pihak yang
mempunyai kepentingan modal dll)
2. Mewakili kepentingan terbaik
3. Dalam kondisi nilai pasar yang wajar
4. Dilakukan dengan niat atau itikat yang baik. Kalau suatu pengadaan
barang dan jasa dalam perencanaan dan prosesnya sudah terindikasi
adanya kecurangan, maka dikatakan pengadaan tersebut telah dipenuhi
niat yang tidak baik.
5. Dalam perjalanan bisnis yang normal. Yaitu tidak dalam kondisi adanya
monopoli atau adanya tata niaga yang mengarah kepada praktik
persaingan yang tidak sehat.
6. Pihak-pihak yang terkait mempunyai kepentingan yang independen.
5.
Harga Pokok
Selain harga pembanding dengan menggunakan apples-to-apples comparison,
perhitungan kerugian negara dapat menggunakan pembanding Harga Pokok (HP) atau
Harga Perkiraan Sendiri (HPS), akan tetapi cara pembandingan ini dinilai tidak fair,
karena Harga pokok bukanlah harga jual, masih harus ditambah taksiran prosentase
4
Oportunity Cost
Cara penghitungan kerugian negara ini yaitu dengan membandingkan harga realisasi
dengan harga taksiran, yaitu nilai pasar sekarang ditambah dengan biaya kesempatan
yang kemungkinan dapat diterima (oportunity cost)
Contoh : Suatu kasus pelepasan asset yang diduga mengandung unsur tindak pidana
korupsi karena prosesnya yang tidak sesuai prosedur. Seorang pejabat yang
berwenang untuk melaksanakan pelepasan aset tanah dan bangunan negara telah
menjual kepada seseorang dengan harga pasar pada saat itu. Akan tetapi penjualan
aset tersebut tidak didasari oleh suatu alasan yang tepat mengapa aset tersebut dijual,
dan mengapa set tersebut yang dipilih. Ternyata meskipun aset tersebut dijual sesuai
dengan harga pasar saat itu, diketahui bahwa disekitar aset tersebut tahun depan akan
dibangun Mall terpadu yang perijinannya telah disetujui juga oleh pejabat yang
bertanggung jawab dalam pelepasan aset tersebut. Pejabat dan pengusaha sadar dan
tau bahwa tanah tersebut di tahun depan harganya akan melonjak 2x lipat.
Dengan melihat Perhitungan kerugian negara dalam kasus tersebut dapat diukur
dengan membandingkan nilai realisasi dengan taksiran nilai dimasa yang akan datang
apabila Mall telah dibangun...... tentunya untuk menentukan taksiran nilai dimasa yang
akan datang tidaklah mudah. Yang dapat dilakukan dan dianggap paling sederhana
adalah dengan membuat nilai kenaikan tanah rata-rata disekitar Mall dari kasus-kasus
pembangunan mall di daerah lain.... sebakin banyak angaka pembanding yang akan
dibuat rata-rata maka akan lebih akurat nilai taksirannya.