Professional Documents
Culture Documents
II.
Penyebab Hipertensi
Hipertensi esensial cenderung bersifat familial dan merupakan hasil
interaksi dari faktor genetik dan lingkungan.
Selain hipertensi esensial (primer), penyakit ini dapat pula disebabkan
oleh keadaan medis lainnya dan disebut sebagai hipertensi sekunder.
Berbagai penyebab sekunder dari hipertensi adalah penyakit ginjal,
hipertiroidisme, cushings syndrome, psikogenik, neurogenik, maupun
terkait obat-obatan seperti estrogen, dekongestan, dan lainnya.
Risiko relatif hipertensi tergantung pada jumlah dan keparahan dari faktor
risiko yang dapat dimodifikasi dan yang tidak dapat dimodifikasi. Faktorfaktor yang tidak dapat dimodifikasi antara lain faktor genetik, umur, jenis
kelamin, dan etnis. Sedangkan faktor yang dapat dimodifikasi meliputi
stres, obesitas dan nutrisi.
III.
IV.
Penataksanaan Hipertensi
Terdapat berbagai panduan yang dapat digunakan untuk acuan
penatalaksaan hipertensi. Disini, akan lebih dibahas mengenai prinsip
penatalaksaan hipertensi menurut JNC 7 dan pembaharuan melalui JNC 8,
serta prinsip penatalaksaan hipertensi dari PERKI dan AHA.
Penatalaksanaan dilakukan dengan intervensi non-farmakologik serta
obat-obatan. Penatalaksanaan medikamentosa dimulai pada tekanan
darah >140/90mmHg atau >150/90 mmHg pada pasien berusia 60 tahun
ke atas. Pada pasien dengan diabetes mellitus dan penyakit ginjal kronis,
obat-obatan antihipertensi dapat diberikan pada tekanan darah
>140/90mmHg tanpa memandang usia pasien. Target tekanan darah pada
penatalaksanaan hipertensi adalah <140/90 mmHg bagi pasien berusia di
bawah 60 tahun dan dapat dikatakan <150/90 mmHg bagi pasien berusia
60 tahun ke atas.
Melalui berbagai uji klinis, terapi antihipertensif dikaitkan dengan
penurunan kejadian stroke hingga 35-40%, kejadian infark miokard hingga
20-25%, gagal jantung hingga 50%.
A.
B.
Tatalaksana Farmakologik
Secara umum, pada populasi non kulit hitam termasuk pada
mereka yang menderita diabetes terapi antihipertensi awal harus
meliputi diuretik tipe thiazide, calcium channel blocker, angiotensin
converting enzume (ACE) inhibitor, atau angiotensin recepor blocker
(ARB). Pada populasi ras kulit hitam pada umumnya termasuk pada
penderita diabetes, diberikan terapi awal berupa diuretik tipe
thiazide atau calcium channel blocker.
Apabila target tekanan darah tidak tercapai dengan obat-obat yang
diberikan setelah satu bulan pengobatan, maka dosis medikasi awal
apat ditingkatkan atau obat tipe kedua dapat turut diberikan
(jangan diberikan kombinasi ARB dan ACE inhibitor). Tekanan darah
harus dimonitor dan penyesuaian pengobatan dan dosis dapat
dilakukan hingga tekanan darah target tercapai. Apabila diperlukan
dapat diberikan kombinasi tiga golongan obat.
Apabila target tetap tidak tercapai dengan obat-obatan dari
golongan yang disebutkan di atas maka obat dari golongan lain
misanya penyekat beta dapat diberikan. Lebih lanjut, dapat
dilakukan rujukan kepada pihak yang memiliki ekspertise dalam
menatalaksana hipertensi.
Dewasa dengan penyakit ginjal kronis dan hipertensi selayaknya
mendapat terapi ACE inhibitor atau ARB sebagai terapi awal atau
tambahan berhubung kedua obat ini terbukti dapat berdampak baik
bagi ginjal.
Mengatur tekanan darah sesuai target dan memulai terapi obat sesuai dengan usia, diabtes, CKD
Populasi Umum
tanpa CKD & DM
Umur 60 tahun
Target TD
SBP < 150 mmHg
DBP < 90 mmHg
Target TD
SBP < 140 mmHg
DBP < 90 mmHg
Non Kulit Hitam
Target TD
SBP < 140 mmHg
DBP < 90 mmHg
Kulit Hitam
Target TD
SBP < 140 mmHg
DBP < 90 mmHg
Semua Kasus
Tidak
Tidak
C.
Gagal jantung
Berbagai sistem neurohormonal seperti renin-angiotensinaldosterone and sistem simpatik diaktivasi sebagai respons
terhadap disfungsi ventrikel kanan. Akan tetapi hal ini dapat
berdampak bagi remodelling ventrikel yang abnormal,
pembesaran lanjut dari ventrikel kiri dan penurunan
kontraktilitas jantung. Hal ini kemudian mendorong dis,
fungsi LV secara lebih lanjut. Penggunaan ACEi, BB, dan
diuretik dapat menurunkan kejadian ini. Hipertensi
meningkatkan kejadian gagal jantung hingga 2-3 kali lipat.
Pada gagal jantung grade A menurut AHA (NYHA I), ACE
inhibitor ataupun diuretik tipe thiazide dapat menjadi pilihan
terapi hipertensi. Pada gagal jantung grade B (NYHA I) dan
C(NYHA II-III), ACE inhibitor dan penyekat beta lebih
direkomendasikan. Sedangkan pada gagal jantung grade D
(NYHA IV) penatalaksanaan dapat meliputi obat inotropik,
pacemaker, dan lainnya. ACE inhibitor maupun ARB dapat
diberikan pada gagal jantung derajat apapun. Untuk
mengkontrol retensi cairan dapat diberikan loop diuretics.
3.
Diabetes Mellitus
Menurut JNC 8, batas ambang terapi farmakologik dan target
tekanan darah pada pasien dengan diabetes mellitus adalah
sama pada pasien pada umumnya. Kontrol tekanan darah
penting untuk menurunkan progresi nefropati diabetik.
Tatalaksana hipertensi dapat dilakukan dengan pemberian
diuretik tipe thiazide, ACEi/ ARB, dan CCB cukup baik pada
diabetik baik sebagai terapi tunggal atau kombinasi.
Pemberian ACE inhibitor dan ARB pada diabetes tipe 2
dengan penyakit ginjal kronis juga direkomendasikan guna
menghambat laju deteriorasi GFR dan albuminuria.
Penyekat beta dapat bermanfaat sebagai bagian dari terapi
kombinasi. Meski penyekat beta dapat menyebabkan dampak
buruk bagi homeostasis gula pada pasien diabetik, termasuk
5.
Penyakit serebrovaskular
6.