You are on page 1of 18

I.1.

LATAR BELAKANG
PERKEMBANGAN OROKRANIOFASIAL1, 2
II.1.1 Rongga mulut
Dimulai pada minggu ketiga intra uterin. Mula-mula masih berbentuk tube
dan terdiri dari tiga unsur yaitu ektoderm, mesoderm dan endoderm. Proses
pertumbuhan dan perkembangan oral dimulai dengan proses invaginasi lapisan
ektoderm bagian caudal dari prosesus frontonasalis dan disebut stomodeum. Di
samping itu terjadi pula proses invaginsi pada lapisan endoderm yang disebut
primitive digestive tract. Selanjutnya stomodeum dan PDT saling mendekat
hingga bertemu pada membran yang tipis disebut : membran bukofaringeal.
Membran tersebut akhirnya pecah dan terjadilah hubungan yang sempurna antara
POC dan PDT.
II.1.2 Pertumbuhan dan perkembangan branchialis apparatus
Selain proses tersebut terjadi pula proses pertumbuhan dan perkembangan
pembentukan branchial apparatus, yaitu terdiri dari :
Mula-mula dibentuk branchial arch 1, kemudian dibentuk branchial arch II
hingga IV, namun branchial arch V rudimeter atau hilang sehingga branchial arch
IV bergabung dengan branchial VI. Dari branchial apparatus inilah akan dibentuk
organ-organ, rahang atas, rahang bawah, lidah larynx, pharynx, os hyoid, otot-otot
wajah, ligamentum, arteri, vena, nervus, dll.
a. Pertumbuhan dan perkembangan branchila pouches
Membentuk :
Cavum tympanica
Antrum mastoideum
Tuba eustachii
Lapisan endoderm berdiferensiasi membentuk tonsila palatina
dan fossa supratonsilaris
Bagian dorsal berdiferensiasi membentuk glandula parathyroid
inferior lalu bermigrasi ke arah dorsal glandula thyroid. Sedangkan
bagian ventral berdiferensiasi membentuk primordia glandula thymus
kemudian bermigrasi ke arah caudal dan medila selanjutnya bagian
kanan dan kiri berfusi membentuk glandula thymus
Bagian dorsal berdiferensiasi membentuk glandula parathyroid
superior kemudian bermigrasi ke dorsal glandula thyroid. Bagian
ventral berdiferensiasi membentuk ultimo branchial body lalu
bermigrasi dn berfusi denagn glandula thyroid.
b. Pertumbuhan dan perkembangan branchial groove

Branchial groove I akan membentuk meatus acusticus externus


sedangkan branchial groove yang lain akan hilang sehingga leher rata.
c. Pertumbuhan dan perkembangan branchial membran
Branchial membran I akan membentuk membran tympanica
sedangkan branchial yang lain menghilang.
II.1.3. Pertumbuhan dan perkembangan fasial
a. Sebuah tojolan procesus fronto nasalis diatas stomodeum
Dimulai pada minggu ke-4 intra uterin sebagai 2 buah
penebalan ektoderm yang terletak di latero caudal processus fronto
nasalis dan diatas stomodeum disebut nasal placode. Setelah embrio
berumur 5 minggu intra uterin terjadi lagi 2 buah penonjolan yang
mengelilingi nasal placode yang berbentuk tapal kuda yang disebut:
Processus nasalis medialis (medial)
Processus nasalis lateralis (lateral)
Selanjutnya nasal placode akan menjadi dasar lekukan kedalam
dan membentuk nasal pit, yang nantinya akan merupakan lubang
hidung = nostril. Sedangkan kedua processus naslis medialis akan
berfusi membentuk intermaxillary segment. Intermaxillary segmen
akan mengalami pertumbuhan dan perkembang dalam 2 arah :
Kearah caudal akan membentuk philtrum
Kearah medial akan membentuk :
- Septum nasi
- Palatum primer ( prosesus palatinus medialis )
- Premaxilla
Sedangkan processus nasalis lateralis akan menentukan ala nasi
( yang akandipisahkan dari processus maxillaris oleh sulcus naso
lacrimalis )
b. Sepasang tonjolan processus maxillaris yang berasal dari branchial
arch I, terletak di cranio lateral dari stomodeum
c. Sepasang tonjolan processus mandibularis yang juga berasal dari
branchial arch I, terletak di caudal stomodeum
II.2. OKLUSI DAN MALOKLUSI
Oklusi adalah kontak antara gigi-gigi yang berantagonis dan mengacu
pada peristiwa dan tempat terjadinya kontak bukan pada gigi-giginya sendiri. Hal
ini terlihat jika mandibula dalam keadaan diam dan ini bukan merupakan fungsi
alami.3
Kunci Oklusi normal4

Andrew (1972) menyebutkan enam kunci oklusi normal yang berasal dari
hasil penelitian yang dilakukannya. Keenam ciri tersebut adalah :
1.
Hubungan yang tepat dari gigi-gigi molar pertama tetap pada bidang
sagital
2.
Angulasi mahkota gigi-gigi insisif yang tepat pada bidang tranversal.
3.
Inklinasi mahkota gigi-gigi insisif yang tepat pada bidang sagital
4.
Tidak adanya rotasi gigi-gigi individual
5.
Kontak yang akurat dari gigi-gigi individual dalam masing-masing
lengkung gigi, tanpa celah maupun berjejal.
6.
Bidang oklusal yang datar tau sedikit melengkung
Maloklusi adalah Keadaan abnormal yang ditandai dengan tidak benarnya
hubungan antara lengkung di setiap bidang spatial atau anomali abnormal dalam
posisi gigi. Kondisi oklusi intercusp dalam pertumbuhan gigi diasumsikan sebagai
kondisi tidak regulel.5
II.2.1. Klasifikasi oklusi dan maloklusi4,6
Berdasarkan klasifikasi Angle :
a. Class 1
Hubungan antero-posterior yang sedemikian rupa, dengan gigigigi berada pada posisi yang tepat di lengkung rahang.

Tipe 1 , karakteristiknya : adanya crowded dan rotated incisor,


biasanya tidak ada ruang untuk Caninus dan permolar tumbuh /
erupsi, terkait dengan herediter
Tipe2, karakteristiknya : insisif atas terlihat jarang serta
gampang fraktur, biasanya karena kebiasaan menghisap
jempol.
Tipe 3, karakteristiknya : satu atau lebih insisif atas lebih ke
lingual dan crossbite,harus ada ruang untuk gigi ini agar
pindah ke labial.

Tipe 4 , karakteristiknya : biasanya terdapat posterior crossbite.


Tipe 5 : hampir sama dengan tipe 1 yang membedakannya
hanya pada etiologi lokalnya saja yaitu adanya ruang antara
gigi (driffting) terkadang crowded labih banyak di bagian
pesterior.,jika terlambat erupsi maka P2 akan tampak erupsi ke
arah lingual.
b. Class 2
Lengkung gigi bawah terletak lebih posterior daripada
lengkung atats dibandingkan pada hubungan class 1.
Divisi 1 , karakteristiknya : proklinasi I atas sehingga terbentuk
pertambahan overjet, adanya kelainan aktivitas otot, serta
tampak bibir atas lebih hipotonik, pendek, dan tidak bisa
menutup elemen gigi dengan semestinya, bibir bawah terkesan
sebagai bantalan bagi palatal, ketidakseimbanagn otot
buccinator dan otot mentalis yang hiperaktif, perubahan posisi
lidah menyebabkan menyempitnya lengkung rahang atas.

Divisi 2 , karakteristiknya : I sentral atas lebih ke lingual, I


lateral besinggungan dengan I1 dengan posisi I2 lebih labial
daripada I1,variasi lain I1 dan I2 lebih ke lingual dan
bersinggungan dengan Caninus yang lebih ke labial, terjadi
deep anterior overbite.

Subdivisi klas 2, Ketika satu sisi mengalami relasi molar klas2


dan disisi lain relasi molar klas1, maka ini disebut subdivisi
klas 2.

c. Class 3
Cusp mesiobukal M1 atas beroklusi di celah interdental
antara M1 dan M2 bawah.
Klas 3 sejati (true class 3)
Suatu maloklusi skeletal yang bersifat genetik dapat terjadi
karena pembesaran mandibula,mandibula maju, ukuran maksila
yang lebih kecil daripada ukuran normalnya, maksila
mengalami retroposisi, kombinasi kasus. Karakteristik : I atas
lebih ke lingual, biasanya pasien memiliki overjet normal dan
ada crossbite anterior, lidah lebih rendah sehingga lengkung
rahang atas lebih kecil atau sempit.
Klas 3 semu (pseudo class 3)
Di akibatkan pergeseran mandibula saat menutup rahang
disebut juga postural atau habitual maloklusi klas 3.
Penyebabnya : adanya oklusi prematur yang dapat mengubah
arah mandibula, pada kasus posterior sulung yang hilang atau
tanggal lebih awal, anak-anak biasanya menggerakkan rahang
untuk menciptakan kontak pada area anterior , serta anak
dengan pembesaran adenoid biasanya menggerakkna rahang
bawah lebih maju untuk menghindari kontak lidah ke adenoid.
Subdivisi class 3
Jika satu sisi mengalami relasi molar klas 3 dan sisi lainnya
mengalami relasi molar klas 1.
II.2.2 Etiologi Maloklusi6
Menurut Moyers
1. Heredity
a. Neuromuscular System
b. Tulang
c. Gigi
d. Jaringan lunak
2. Defek perkembangan dari asal yang tidak diketahui
3. Trauma
a. Trauma prenatal dan injuri saat ini
b. Trau postnatal
4. Agen fisik

a. Ekstraksi prematur dari gigi sulung


b. Jenis makanan/serat
5. Kebiasaan
a. Menghisap jempol/jari
b. Menggigit dan menghisap jempol
c. Menggigit kuku
d. Kebiasaan mendorong lidah
e. Postur
6. Penyakit
a. Sistemik
b. Gangguan endokrin
c. Penyakit lokal
7. Malnutrisi

Menurut White dan Gardiners


1. Abnormalitas basis gigi
a. Antero-posterior malrelationship
b. Vertikal malrelationship
c. Lateral malrelationship
d. Ukuran yang tidak sesuai antara gigi dan tulang basal
e. Anomali kongenital
2. Abnormalitas pre-erupsi
a. Anomali posisi saat perkembangan benih gigi
b. Missing teeth
c. Supernumerary teeth dan anomali bentuk
d. Gigi sulung yang menghambat
e. Frenum labial yang besar
f. Injuri traumatik
3. Anomali post-erupsi
a. Muskular
b. Hilangnya gigi sulung secara prematur
c. Ekstraksi gigi permanen

Menurut Graber
1. Faktor Umum
a. Herediter
b. Kongenital
c. Perkembangan gigi
d. Predisposing metabolic climate dan disease

e. Defesiensi nutrisi
f. Tekanan abnormal yang menjadi kebiasaan dan penyimpangan
fungsi
2. Faktor lokal
a. Anomali jumlah
b. Anomali ukuran
c. Anomali bentuk
d. Anomali frenum labial
e. Prematur loss dari gigi sulung
f. Hambatan dari gigi sulung/ lama tanggal
g. Erupsi yang tertunda dari permanen
h. Jalur erupsi abnormal
i. Ankylosis
j. Dental karies
k. Restorasi yang tidak layak
II.2.3. Perkembangan Oklusi 4,6,7
a. Perkembangan Oklusi Pada Periode Gigi Geligi Susu4
Gigi pertama yang erupsi dan membentuk kontak oklusal adalah
gigi insisivus, yang idealnya menduduki posisi oklusal. Posisi yang ideal
untuk gigi-gigi insisivus susu umumnya dinyatakan sebagai lebih vertikal
daripada gigi insisivus tetap, dengan overbite insisial yang lebih dalam.
Gigi molar kedua akan menyusul, bererupsi sampai ke kontak
oklusi. Gigi-gigi ini akan membuat kontak oklusal sehingga molar bawah
sedikit lebih ke depan dalam hubungan dengan molar atas.
Gigi-gigi kaninus akan menyusul bererupsi ke kontak oklusi. Pada
situasi ideal, akan ada celah di sebelah di mesial dari kaninus atas dan di
sebelah distal dari kaninus bawah, tempat ke arah mana gigi kaninus
antagonis berinterdigitasi.
Gigi yang terakhir bererupsi ke hubungan oklusi pada gigi-geligi
susu adalah molar kedua. Gigi ini bererupsi sedikit renggang dari molar
pertama, namun celah ini dengan cepat akan menutup melalui pergerakan
molar kedua ke depan, yang akan menduduki posisi sedemikian rupa
sehingga permukaan distal dari molar kedua atas dan bawah berada pada
bidang vertikal yang sama pada saat berolusi.
Karakteristiknya adalah sebagai berikut:
Deep Bite
Bisa terdapat pada tahap inisial dari perkembangan
oklusi,deep bite dikuatkan oleh suatu fakta bahwa insisif gigi

sulung terletak lebih kekanan dari pada gigi penggantinya. Kondisi


deep bite ini akan berkurang, karena faktor- faktor berikut:
- erupsi gigi-gigi molar sulung
- pergerakan kedepan mandibula akibat pergerakannya.

Celah pada gigi sulung


a. Primate space atau celah yang terdapat pada:
- pada sisi mesial C sulung maksila
- pada sisi distal C sulung mandibula.
b. Developmental space yaitu merupakan celah yang biasanya
terdapat diantara gigi geligi sulung yang biasanya disbut
dengan physiologic space.
Hadirnya celah-celah antara gigi geligi sulung penting
dan dianggap normal. Karena celah-celah tersebut sangat
penting untuk perkembangan normal pada gigi geligi
permanen, tidak adanya celah-celah ini dapat mengindikasikan
bisa terjadinya gigi berjejal ketika gigi permanennya erupsi.

Hubungan oklusal pada M2 sulung


Hubungan mesiodistal antara permukaan distal dari M2
sulung maksila dan mandibula disebut terminal plane.
Ketikagigi sulung berkontak pada oklusi sentrik.ada tiga
macam terminal plane yaitu sebagai berikut:
- flush terminal plane
- mesial step
- distal step
hubungan permukaan distal pada maksila dan mandibula
dari M2 sulung merupakan faktor penting yang
mempengaruhi oklusi gigi permanen nantinya.

Ukuran lengkung dental


Ukuran lengkung dental sulung dapat diukur oleh lebar
lengkung distal diantara M2 sulung. Panjang lengkung distal
dapat diukur dari permukaan labial insisif sulung hingga C dan
M2 sulung. Sedangkan lebar lengkung dental sedikit meningkat
selama periode pertumbuhan gigi sulung, khususnya diantara
M sulung.

Bagan Perkembangan Oklusi


b. Perkembangan Oklusi Pada Periode Gigi Geligi Bercampur
Periode pertumbuhan gigi bercampur dimulai sekitar umur 6
tahun dengan erupsinya gigi molar pertama permanen dan
digantikannya insisif sulung oleh insisif permanen.
1. Periode Transisi Pertama
Periode dimana munculnya molar satu permanen dan
digantinya insisif sulung dengan insisif permanen. Molar pertama
permanen adalah pemandu dalam lengkung dental oleh permukaan
distal dari molar kedua sulung. Oklusi molar pertama permanen
dapat dikategorikan dalam 3 tipe :
a. Hubungan M1 permanen
Vertikal plane type
Jika terdapat celah gigi pada lengkung gigi sulung, M1
permanen akan erupsi ke dalam oklusi class 1. Jika
tidak, maka M1 permanen akan erupsi ke dalam oklusi
cusp to cusp.
Mesial step type
M1 permanen langsung erupsi ke dalam oklusi class 1.
Distal step type
M1 permanen langsung erupsi ke dalam oklusi angel
class 2.

b. Pergantian insisif
Celah interdental pada insisif sulung.
Celah fisiologis yang terdapat pada gigi sulung adalah
faktor penting untuk mengakomodasikan pertumbuhan
insisif permanen yang lebih besar pada lengkung dental.
Jika tidak terdapat celah pada gigi sulung, maka insisif
permanen akan menjadi berjejal. Oleh karena itu, ada
atau tidaknya celah pada gigi sulung akan
mempengaruhi susunan insisif permanen.
Peningkatan lebar intercanine
Selama transisi dari insisif sulung ke insisif permanen,
terjadi suatu peningkatan lebar intercanine pada
lengkung maksila dan mandibula. Perubahan ini
merupakan faktor penting yang mengizinkan insisif
permanen
yang
ukuran lebih
besar untuk
diakomodasikan pada lengkung yang sebelumnya
ditempati oleh insisif sulung.
Perubahan pada inklinasi insisif
Suatu perbedaan karakteristik antara gigi sulung dan
permanen adalah pada inklinasinya. Gigi permanen
terkadang cenderung berinklinasi ke arah labial/bukal.
Ini pula yang menjadi faktor yang membantu
mengakomodasi insisif permanen yang lebih besar.
Sudut inter-insisal antara insisif central rahang atas dan
rahang bawah adalah 1500 pada gigi sulung. Sedangkan
pada gigi permanen rata-rata sekitar 1230.
Peningkatan panjang lengkung dental pada bagian
anterior
Peningkatan panjang lengkung dental pada bagian
aterior-posterior juga akan menyediakan celah untuk
insisif permanen yang lebih besar unkurannya. Hal ini
dibutuhkan untuk erupsi insisif permanen lebih ke arah
labial untuk menghasilkan tambahan celah yang
dibutuhkan. Insisif permanen mandibula dilokasikan
pada sisi lingual insisif sulung segera setelah gigi-gigi
tersebut erupsi.

10

2. Periode inter-Transisi
Pada periode ini lengkung maksila dan mandibula terdiri
dari kumpulan-kumpulan gigi sulung dan permanen. Antara molar
sulung dan kaninus permanen, selama fase ini relatif stabil dan
tidak terjadi perubahan.
3. Periode Transisi kedua
Ditandai oleh pergantian molar sulung dan kaninus permanen.
a. Leeways Spase
Jumlah lebar mesio-distal dan gigi geligi lateral permanen
umumnya lebih kecil dari gigi geligi sulung. Perbedaan ini
disebut Leeways Space. Leeway Space merupakan faktor
penting yang dibutuhkan untuk perubahan ringan dari gigi
geligi lateral.
b. Ugly Duckling Stage
Terkadang perbaikan maloklusi terlihat pada insisif atas antara
8-9 tahun. Ini merupakan situasi khusus yang terlihat selama
erupsi kaninus permanen. Seiring perkembangan kaninus
permnen yang erupsi ini, kaninus ini menggeser akar ke mesial
dari insisif lateral. Ini dikarenakan adanya tolakan ke arah
insisif sentral yang juga di geser ke mesial. Inilah yang
dikatakan Ugly Duckling Stage.
c. Perkembangan Oklusi Pada Periode Gigi Geligi Permanen
Gigi permanen terbentuk dalam rahang segera setelah kelahiran,
kecuali cusp molar pertama. Permanen yang terbentuk sebelum
kelahiran.
1. Insisif permanen berkembang di bagian palatal/lingual dari insisif
sulung dan bergerak ke labial saat erupsi.
2. Premolar berkembang di bawah percabanagn akar molar sulung
3. Urutan erupsi gigi permanen bisa bervariasi tapi yang paling
sering, pada maksila :
6 1 2 4 3 5 7 atau 6 1 2 3 4 5 7
Dan pada mandibula : 6 1 2 3 4 5 7 atau 6 1 2 4
357.
II.3. SEFALOMETRI4,8
Analisis sefalometri diperlukan oleh klinisi untuk memperhitungkan hubungan
fasial dan dental dari pasien dan membandingkannya dengan morfologi fasial dan dental
yang normal. Analisis ini akan membantu klinisi dalam perawatan ortodontik ketika
membuat diagnosis dan rencana perawatan, serta melihat perubahan-perubahan selama
perawatan dan setelah perawatan ortodontik selesai.

11

II.3.1. Titik-titik Jaringan Keras:


1. Sella (S) : Titik di tengah dari outline fossa pituitary (sella turcica)
2. Nasion (N) : Titik di bagian paling inferior dan paing anterior dari
tulang frontal, berdekatan dengan sutura frontonasalis.
3. Orbitale (Or) : Titik pada titik paling inferior dari outline tulang
orbital. Sering pada gambaran radiografi terlihat outline tulang
orbital kanan dan kiri. Untuk itu maka titik orbitale dibuat di
pertengahan dari titik orbitale kanan dan kiri.
4. Titik Subspinalis (A) : Titik pada bagian paling posterior dari
bagian depan tulang maksila. Biasanya dekat dengan apeks akar
gigi insisif sentral atas.
5. Titik Supramentalis (B) : Titik pada titik paling posterior dari
batas anterior mandibula, biasanya dekat dengan apeks akar gigi
insisif sentral bawah.
6. Pogonion (Pg) : Titik pada bagian paling anterior dari dagu.
7. Gnathion (Gn) : Titik pada outline dagu di pertengahan antara titik
pogonion dan menton.
8. Menton (Me) : Titik bagian paling inferior dari dagu.
9. Articulare (Ar) : Titik pada pertemuan batas inferior dari basis
kranii dan permukaan posterior dari kondilus mandibula.
10. Gonion (Go) : Titik pada pertengahan dari sudut mandibula.
11. Porion (Po) : Titik pada bagian paling superior dari ear rod (pada
batas superior dari meatus auditory external)
12. Titik Bolton : Titik paling tinggi pada cekungan fosa di belakang
kondil osipital.
13. Basion (Ba) : Titik paling rendah pada tepi anterior foramen
magnum di garis tengah
14. Titik Pterigomaksilaris : Titik paling rendah dari outline fisura
pterigomaksilaris.

12

II.3.2. Titik-titik Jaringan Lunak


1. Soft tissue glabella (G'): titik paling anterior dari bidang
midsagital dari dahi.
2. Pronasale (Pr) : titik paling depan dari ujung hidung.
3. Labrale superius (Ls) : titik tengah di pinggir superior dari bibir
atas.
4. Labrale inferius (Li) : titik tengah di pinggir inferior dari bibir
bawah.
5. Soft tissue pogonion (Pog') : titik paling anterior dari kontur
jaringan lunak dagu.

II.3.3 Bidang-bidang / Garis-garis Sefalometrik:


1. Garis Frankfort horizontal: Garis yang menghubungkan titik
Orbitale dan Porion
2. Garis Maksilaris : Garis yang menghubungkan titik spina nasalis
anterior dan spina nasalis posterior.
3. Garis mandibularis : Garis yang menghubungkan titik gonion
dengan menton
4. Garis Sella-nasion: Garis yang menghubungkan titik pusat sella
tursika dengan nasion
5. Garis Facial: Garis yang menghubungkan titik nasion dan
pogonion
6. Garis Oklusal : Garis dari titik tengah antara ujung insisivus atas
dan bawah terhadap kontak anterior antara molar pertama atas dan
bawah pada keadaan oklusi
7. Sumbu Y : Garis dari sella ke gnasion
8. Garis Bolton : Garis yang menghubungkan titik bolton dan nasion

13

9. Garis De Coster (De Coster,1952) : Outline permukaan dalam


basis kranii anterior dari bibi anterior sella tursika ke permukaan
endokranial dari tulang frontal
10. Garis A-Pogonion ( Williams, 1969) : Garis yang menghubungkan
titik A dan pogonion.
11. Garis Estetis ( Ricketts, 1957) : Garis yang menghubungkan titik
paling anterior dati ujung hidung dan dagu.
12. Garis Holdaway ( Holaway, 1983) : Garis yang menghubungkan
tepi anterior bibir atas dan dagu

II.3.4. Sudut-sudut Yang Menjelaskan Hubungan Skeletal:


1. SN-Pg: hubungan posisi anteroposterior dari dagu terhadap garis
yang melalui basis kranii anterior.
2. SNA: hubungan posisi anteroposterior dari basis apikal maksila
terhadap garis yang melalui basis kranii anterior.
3. SNB: hubungan posisi anteroposterior dari basis apikal mandibula
terhadap garis yang melalui basis kranii anterior.
4. ANB: hubungan posisi anteroposterior dari maksila terhadap posisi
anteroposterior dari mandibula. Maloklusi kelas II yang parah
sering dihubungkan dengan nilai ANB yang besar.
5. Sudut facial (N-Pog-FH): hubungan posisi anteroposterior dagu
terhadap bidang Frankfort horizontal.
6. FMPA : kemiringan sudut bidang mandibula terhadap bidang
Frankfort horizontal
7. FMIA : kemiringan sudut sumbu gigi insisivus bawah terhadap
bidang Frankfort horizontal
8. IMPA : kemiringan sudut sumbu gigi insisivus terhadap
mandibula.

14

a.

II.3.5. Analisis Sefalometir5


Analisis bentuk muka menurut Sukadan (1976) :
Tinggi muka( A)( Jarak N Gn) x 100
Indeks muka =
Lebar muka ( B ) ( jarak bizigomatik)

Klasifikasi indeks muka :


Euriprosop ( muka pendek, lebar) : 80,0 84,9
Mesoprosop (muka sedang ) : 85,0 89,9
Leptoprosop (muka tinggi, sempit) : 90,0 94,9

Jika indeks : < 80,0 : Hipo Euriprosop


> 94,9 : Hiper Leptoprosop
b. Pengukuran profil wajah
Profil wajah dapat diperiksa dengan melihat pasien dari samping.
Profil wajah membantu diagnosis deviasi-deviasi yang buruk pada
maxila-mandibular. Profil tersebut diperkirakan dengan menghibungkan
dua garis referensi sebagai berikut:
sebuah garis yang menggabungkan dahi titik A (titik terdalam pada
kurv adari bibir atas)
sebuah garis yang menghubungka titik A dan pogonion di jaringan
lunak (titik paling anterior didagu)

15

Dari hubungan antara 2 garis ini, maka terdapat 3 macam profil wajah yaitu:
profil lurus yaitu apabila dua garis tersebut membentuk garis lurus
profil convex/ cembung yaitu apabila dua garis tersebut membentuk
sebuah sudut tajam dengan konkafitas menghadap jaringan.
Tipe profil ini merupakan hasil dari prognatic maksila atau retrognatic
mandibula seperti pada class 2, divisi 1 maloklusi.
profil konkeve / cekung yaitu apabila dua garis terebut membentuk sudut
tumpul dengan konveksitas terhadap jaringan
Tipe ini diikuti oleh prognati mandibula atau retrognatic maksila seperti
class 3 maloklusi.

Bentuk-bentuk wajah dapat dibedakan menjadi 3 tipe yaitu:


meseprosopic/ mesofacial yaitu bentuk wajah rata-rata dan normal
euryprosopic/ brahifacial yaitu bentuk wajah yang lebar dan pendek
leptoprosopic/ dolikofacial yaitu bentuk wajah yang panjang dan sempit

16

Fasial Divergence
Fasial divergence merupakan keadaan anterior / posterior inklinasi face
relatif terendah ke dahi :
Anterior divergen : Suatu garis tergambar anatara dahi dan dagu yang
inklinasinya ke arah anterior dagu.
Posterior divergen : Suatu garis yang menggambarakan antara dahi dan
dagu, kemiringan ke arah posterior dagu.
Lurus atau ortognati : Garis antara dahi dan dagu lurus atau tegak dari
dasar.

17

BAB II
KESIMPULAN
Pada kasus satria didapatkan adanya diastema insisvus sentral rahang atas
kiri dan kanan yang disebabkan adanya anomali supernumerary teeth yaitu
mesioden, hal ini terlihat dari hasil foto radiograf yang menunjukkan adanya
gambaran radiopaque di antara gigi insisif sentral tersebut.Keadaan insisif sentral
ini mempengaruhi keadaan insisivus lateral atas, menyebabkan gigi tersebut
berdesakan. Dari hasil pemeriksaan disimpilkan bahwa Satria memiliki hubungan
oklusi class 1 tipe 1.
Sedangkan pada kasus yudha, terjadinya maloklusi class I Angle tipe 3.
Class I ditentukan dari adanya neutro oklusi dan tipe 3 dari crossbite anterior.

18

You might also like