Professional Documents
Culture Documents
KEBUTUHAN ELIMINASI
Disusun oleh:
YULIANA FATMAWATI
N.1.15.097
fekal
adalah
keadaan
dimana
seorang
makanan
merupakan
faktor
utama
mempengaruhi
jumlah
urine
yang
keluar,
kopi
e.
f.
g.
h.
Kehamilan
Penyakit; pembesaran kelenjar prostat.
Trauma sumsum tulang belakang
Operasi pada daerah abdomen bawah, pelviks, kandung
kemih,uretra.
i. Umur
Tingkat pertumbuhan dan perkembangan juga dapat
mempengaruhi pola berkemih. Hal tersebut dapat ditimbulkan
pada anak, yang lebih memiliki kesulitan untuk mengontrol buang
air kecil. Namun, kemampuan dalam mengontrol buang air kecil
meningkat dengan bertambahnya usia. (A.Aziz, 2008 : 65)
j. Penggunaan obat-obatan
Pemberian tindakan pengobatan dapat berdampak pada terjadinya
peningkatan atau penurunan proses perkemihan. Misalnya
pemberian obat diuretic dapat meningkatkan jumlah urine,
sedangkan obat antikolinergik dan anti hipertensi dapat
menyebabkan retensi uine. (A.Aziz, 2008 : 65)
2. Gangguan Eliminasi Fekal
a. Pola diet tidak adekuat/tidak sempurna:
Makanan adalah faktor utama yang mempengaruhi eliminasi
feses.Cukupnya selulosa, serat pada makanan, penting untuk
memperbesar volume feses. Makanan tertentu pada beberapa
orang sulit atau tidak
menghasil
kanfeses
yang
keras.
Ditambah
lagi
motilitas
intestinal,
yang
berdampak
pada
konstipasi.
d. Kurang aktifitas, kurang berolahraga, berbaring lama. Pada pasien
immobilisasi atau bedrest akan terjadi penurunan gerak peristaltic
dan dapat menyebabkan melambatnya feses menuju rectum dalam
waktu lama dan terjadi reabsorpsi cairan feses sehingga feses
mengeras.
e. Usia; Umur tidak hanya mempengaruhi karakteristik feses, tapi
juga pengontrolannya. Anak-anak tidak mampu mengontrol
eliminasinya sampai sistem neuromuskular berkembang, biasanya
antara umur 2 3 tahun. Orang dewasajuga mengalami perubahan
pengalaman
yangdapat
mempengaruhi
proses pengosongan
ileus,
keinginan
defekasi.Beberapa
awal
masyarakat
untuk
berkemih
mempunyai
atau
kebiasaan
dengan
mempertahankan
homoestasis
keseimbangan
tubuh
cairan,
dalam
termasuk
rangsangan
ke
kandung
kemih
dan
prostatik,
uretra
membranosa,
dan
uretra
patologis
yang
terus-menerus
akan
menjadikannya
sebagai
media
yang
baik
untuk
5) Proses Berkemih
Berkemih
urinaria
merupakan
(kandung
proses
kemih).
pengosongan
Vesika
urinaria
vesika
dapat
menimbulkan rangsangan saraf bila urinaria berisi 250 450 cc (pada dewasa) dan 200 - 250 cc (pada anak-anak).
(A.Aziz, 2008 : 63)
Mekanisme berkemih terjadi karena vesika urinaria berisi
urine yang dapat menimbulkan rangsangan pada sarafsaraf di dinding vesika urinaria. Kemudian rangsangan
tersebut diteruskan melali medulla spinalis ke pusat
pengontrol berkemih yang terdapat di korterks serebral.
Selanjutnya otak memberikan impuls/ragsangan melalui
medulla
spinalis
neuromotoris
di
daerah
sakral,
dan
urine
kemungkinan
dikeluarkan
Baunya tajam.
d.
e.
serebral
yang
terutama
bekerja
sebagai
yang
lebih
tinggi
menjaga
secara
parsial
sphincter
eksternus
kandung
kemih
berikut
mengontraksikan
meningkatkan
pertama
seseorang
otot-otot
tekanan
secara
abdomennya
kandung
sadar
yang
kemih
dan
yang
merangsang
refleks
berkemih
dan
4. Patofisiologi
Defekasi adalah pengeluaran feses dari anus dan rektum. Hal ini juga
disebut bowel movement. Frekwensi defekasi pada setiap orang sangat
bervariasi dari beberapa kali perhari sampai 2 atau 3 kali perminggu.
Banyaknya feses juga bervariasi setiap orang. Ketika gelombang
peristaltik mendorong feses kedalam kolon sigmoid dan rektum, saraf
sinyal
parasimpatis
ini
meningkatkan
gelombang
peristaltik,
atau
jika
defekasi
dihambat
secara
sengaja
dengan
5. pathways
Terlampir
6. Manifestasi Klinik
a. Konstipasi
1)
Menurunnya frekuensi BAB
2)
Pengeluaran feses yang sulit, keras dan mengejan
3)
Nyeri rektum
b. Impaction
1)
2)
3)
4)
c. Diare
1)
Tidak BAB
Anoreksia
Kembung/kram
Nyeri rektum
BAB sering dengan cairan dan feses yang tidak
berbentuk
2)
Isi intestinal melewati usus halus dan kolon sangat
cepat
3)
Iritasi di dalam kolon merupakan faktor tambahan yang
menyebabkan meningkatkan sekresi mukosa.
feses menjadi encer sehingga pasien tidak dapat
4)
mengontrol
dan
menahan BAB.
d. Inkontinensia Fekal
1)
Tidak mampu mengontrol BAB dan udara dari anus
2)
BAB encer dan jumlahnya banyak
3)
Gangguan
fungsi
spingter
anal,
penyakit
neuromuskuler,
trauma
spinal
3)
f. Hemoroid
1)
2)
meregang
vena
3)
4)
7. Klasifikasi
a. Retensi Urin merupakan Akumulasi urin yang nyata dalam kandung
kemih akibat ketidakmampuan mengosongkan kandung kemih.
b. Inkontinensia urin adalah kehilangan control berkemih (otot sfingter
berisiko
tinggi
mengalami
statis
usus
besar
sehingga
B. KONSEP ASKEP
1. Pengkajian
a. Riwayat eliminasi
Riwayat keperawatan eliminasi fekal dan urin membantu perawat
menentukan pola defekasi normal klien. Perawat mendapatkan suatu
gambaran feses normal dan beberapa perubahan yang terjadi dan
mengumpulkan informasi tentang beberapa masalah yang pernah
terjadi berhubungan dengan eliminasi dan adanya faktor-faktor yang
mempengaruhi pola eliminasi.
Pengkajiannya meliputi:
1) Pola eliminasi
2) Gambaran feses dan perubahan yang terjadi
3) Masalah eliminasi
4) Faktor-faktor yang mempengaruhi seperti : penggunaan alat
bantu,diet, cairan, aktivitas dan latihan, medikasi dan stress.
b. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik abdomen terkait dengan eliminasi alvi meliputi
inspeksi, auskultasi, perkusi dan palpasi dikhususkan pada saluran
intestinal. Auskultasi dikerjakan sebelum palpasi, sebab palpasi dapat
merubah peristaltik. Pemeriksaan rektum dan anus meliputi inspeksi
dan palpasi. Inspeksi feses, meliputi observasi feses klien terhadap
warna,konsistensi, bentuk permukaan, jumlah, bau dan adanya unsurunsur abdomen.
2. Diagnosa dan Intervensi Keperawatan
kerusakan
kognitif,
diare
kronik,
imobilitas,
cairan
atau
serat
tidak
adekuat,
ketidakmampuan
Tgl
Diagnosa
Keperawatan
Inkontinensia alvi,
b.d:
Kerusakan
sfingter rektum
Trauma pada
anus/rektum
Lesi
kolon/rektal
Gangguan
Tujuan
Setelah dilakukan
tindakan
keperawatan
Pola BAB pasien
terkontrol.
Kriteria:
Pengeluara
n feses
terkontrol.
Tindakan
Keperawatan
Mandiri:
Pantau kembali
faktor-faktor
penyebab
inkontinensia.
Rencanakan
bersama pasien
mengenai waktu yang
tepat dan konsisten
untuk defekasi selama
TTD
neuromuskular
Peningkatan
tekanan intra
abdomen
Akibat
sekunder
pembedahan
Kerusakan
kognitif
Diare kronik
Imobilitas
Penyalahgunaa
n laksatif
Impaksi fekal
Stres
Defisit
perawatan diri dalam
toileting
Ketidakmampu
an mengisyaratkan
keinginan defekasi
Efek samping
obat
Ditandai dengan:
DO
Feses keluar
terus-menerus untuk
waktu tertentu
Feses berbau
khas
Iritasi pada
daerah anus/pantat
atau perineal
DS
Pasien mengatakan:
Bagian perut
kiri bawah (rektum)
cepat terasa penuh
Sulit menahan
keinginan BAB
Laborat
Pemeriksaan feses
Radiologi
Feses tidak
berbau khas.
Konsitensi
feses lunak dan
berbentuk.
Tidak
terdapat iritasi
anus&
Frekuensi
BAB pasien
setiap 2-3 hari
sekali.
Pasien
mengatakan
mampu
mengontrol
keinginan BAB.
Pasien
mengatakan
bagian rektum
tidak terasa
penuh
minimal 5 hari.
Berikan privasi
dan lingkungan yang
tidak mengakibatkan
stres untuk defekasi.
Ajarkan teknik
defekasi yang efektif.
Anjurkan
menghindari makanan
yang mengandung
gas.
Berikan pispot
atau bantu
menggunakan
commode untuk BAB.
Berikan/anjurka
n perawatan daerah
anus/perineal setelah
BAB.
Bantu klien
menentukan latihan
yang sesuai dengan
kemampuan
fungsionalnya.
Ajarkan tentang
kebutuhan cairan dan
diet yang baik untuk
defekasi (misal
minum 8-10 gelas
setiap hari, diet tinggi
serat).
Lakukan
penyuluhan tentang
program defekasi
sebelum klien pulang.
Kolaborasi :
Program diet
rendah serat
Program latihan
defekasi
Fisioterapi
Terapi keluarga
(mis.untuk
inkontinensia dengan
penyebab emosional)
Kolonoskopi
Tgl
Diagnosa
Keperawatan
Konstipasi, b.d:
Kelemahan
otot dasar
panggul/abdomen
Kerusakan
muskuloskeletal
Kehamilan
Nyeri saat
defekasi
Imobilitas
sekunder
Kurang
aktivitas fisik
Penggunaan
laksatif
Stres
psikologis/depresi
Pola defekasi
tidak teratur
Diet tidak
adekuat
Asupan
cairan/serat tidak
adekuat
Ketidakmampu
an mempersepsikan
isyarat defekasi
Lesi/keadaan
patologis saluran
cerna
Dehidrasi
Prosedur
diagnostik/pembeda
Tujuan
Setelah dilakukan
tindakan
keperawatan
Pasien dapat
BAB dengan
efektif.
Kriteria:
Konsistens
i feses lunak
Tidak
teraba massa
pada kuadran
kiri bawah
Bising
usus normal (515x/menit)
Tidak ada
distensi
abdomen
Perkusi
abdomen
timpani
Feses tidak
berdarah
Pasien
dapat
mengeluarkan
feses tanpa
bantuan
Pasien
mengatakan
tidak kesulitan
saat BAB
Tindakan
Keperawatan
Mandiri:
Observasi dan
catat karakteristik
feses yang keluar.
Anjurkan pasien
memasukkan defekasi
dalam rutinitas harian.
Anjurkan satu
gelas air hangat
diminum 30 menit
sebelum sarapan.
Anjurkan pasien
mencoba defekasi
sakitar 1 jam setelah
makan.
Anjurkan teknik
relaksasi untuk
membantu defekasi.
Anjurkan
memassase abdomen
bawah saat defekasi.
Jadwalkan
latihan fisik yang
sedang namun sering.
Lakukan latihan
rentang gerak dan alih
baring pada pasien
tirah baring.
Anjurkan pasien
mengkonsumsi
sedikitnya 8-10 gelas
TTD
han
Efek samping
obat
.
Ditandai dengan:
DO
Feses keras
Teraba massa
pada kuadran perut
kiri bawah
Penurunan
bising usus
(< 5x/menit)
Distensi
abdomen
Perkusi
abdomen pekak
Auskultasi
suara borborigmi
Feses berdarah
Flatus berat
Mengejan
berat saat defekasi
DS
Pasien mengatakan:
Perasaan
penuh pada perut
(rektum)
Sulit untuk
BAB
Sakit/nyeri saat
defekasi
Mengalami
penurunan frekuensi
BAB reguler
BAB < 3x
seminggu
Mual
Tidak nafsu
makan
Nyeri abdomen
Ketidakpuasan/
ketidaktuntasan
dalam defekasi
Tidak ada
nyeri
abdomen/saat
defekasi
Frekuensi
BAB pasien
teratur (1x/hari
atau 2 hari
sekali)
Pasien
mengatakan
nafsu makan
baik
air/hari.
Anjurkan
mengkonsumsi cukup
serat (mis., 800 gram
buah & sayuran, kirakira 4 potong buah
segar).
Jelaskan pada
pasien obat-obatan
yang dapat
mengakibatkan
konstipasi (mis:
antasida, bismut,
penyekat saluran
kalsium, klonidin,
levopoda, zat besi,
antiinflamasi nonsteroid, opiat,
sukralfat).
Lakukan
pengeluaran feses
manual.
Kolaborasi :
Konsultasikan
program diet tinggi
cairan dan serat.
Pemberian
pencahar/laksatif.
Tindakan
huknah/obat
supositoria.
Laborat
Radiologi
Pemeriksaan
barium
Tgl
Diagnosa
Keperawatan
Diare, b.d:
Stres dan
ansietas
Inflamasi,
iritasi, atau infeksi
usus
Toksin/racun
Kontaminasi
makanan/minuman/b
ahan lain
Malabsorpsi
Efek samping
medikasi
Penyalahgunaa
n laksatif
Penyalahgunaa
n alkohol
Peningkatan
konsumsi cafein
Radiasi
Ditandai dengan:
DO
Feses
lembek/cair
Feses
berdarah/berlendir
Peningkatan
Tujuan
Setelah dilakukan
tindakan
keperawatan
Pasien
menunjukkan
pola eliminasi
efektif.
Kriteria:
Konsitensi
feses lunak
Bising
usus normal (515x/menit)
Frekuensi
BAB pasien
teratur
Tidak ada
darah/lendir
pada feses
Tidak ada
iritasi perineal
Tidak ada
nyeri
abdomen/kembu
ng
Tindakan
Keperawatan
Mandiri:
Pantau kembali
faktor-faktor
penyebab diare.
Monitor intake
dan output cairan dan
makanan.
Anjurkan pasien
menghindari
makanan/minuman
yang mengiritasi
saluran cerna.
Anjurkan
menghindari stres.
Anjurkan untuk
makan dalam porsi
kecil, sering, dan
jumlah ditingkatkan
bertahap.
Anjurkan
menghindari produk
susu, lemak, serat
tinggi, minuman
berkarbonasi.
Timbang berat
badan setiap hari.
Monitor bising
usus.
TTD
bising usus
(>15x/menit)/hipera
ktif
Iritasi
anus/perineal
Observasi iritasi
daerah anus.
Anjurkan/lakuka
n perawatan perineal.
Sediakan pispot
atau pengaturan toilet
yang mudah
dijangkau.
DS
Pasien mengatakan
Nyeri perut
Frekuensi
BAB meningkat
(>3x/hari)/sering
ingin BAB
Kolaborasi :
Laborat
Elektrolit serum
Hitung sel darah
Darah samar
(feses)
Toleransi laktosa
Radiologi
Pemeriksaan
barium
Konsultasikan
program diet lunak
dan rendah serat.
Pemberian
antidiare.
Pemberian
cairan parenteral.
Pemberian
cairan tinggi kalium
dan natrium.
Tgl
Diagnosa
Keperawatan
Inkontinensia urine,
b.d:
Tujuan
Setelah dilakukan
tindakan
keperawatan
Defisiensi
Pola BAK pasien
sfingter uretra
terkontrol.
Perubahan
degeneratif otot-otot
Kriteria:
panggul
Pasien
Kelemahan
dapat
otot panggul
mengontrol
Gangguan
BAK.
neuromuskuler
Pasien
Peningkatan
dapat
berkemih
tekanan intra
dalam keadaan
abdomen
rileks
Infeksi
Frekuensi
kandung kemih
dan waktu
Penurunan
berkemih pasien
tonus otot
teratur.
Ketidakmampu
Pengleluar
an mengisyaratkan
an urine tiap
keinginan BAK
berkemih 100
Efek samping
500cc.
obat
Penggunaan
diuresis
Ditandai dengan:
DO
Terlihat
rembesan involunter
sedikit urine pada
saat tidak ada
distensi kandung
kemih
Terlihat
Tindakan
Keperawatan
Mandiri:
Pantau dan
awasi kembali faktor
penyebab
inkontinensia.
Monitor kondisi
bledder tiap 2 jam.
Ajarkan latihan
otot dasar panggul
pada pasien.
Rencanakan
bersama pasien
mengenai waktu yang
tepat dan konsisten
untuk BAK (mis., 2
jam setelah makan,
sebelum tidur).
Anjurkan pasien
untuk menghindari
kecemasan.
Anjurkan pasien
membatasi kopi, teh,
cola hitam, alkohol,
(efek diuretik).
Pertahankan
nutrisi adekuat.
Kolaborasi :
Kolaborasi
fisioterapi.
Lakukan
kateterisasi.
Bledder
training.
TTD
rembesan involunter
sedikit urine pada
saat aktivitas
fisik/batuk/tertawa/b
ersin
Setiap
berkemih < 100cc
atau > 550cc
Terapi okupasi.
DS
Pasien mengatakan:
Sulit untuk
menahan keinginan
BAK
Laborat
Urine rutin
Elektrolit serum
Elektrolit urine
Protein urine
Radiologi
Pielografi intravena
Sistogram
USG
Diagnosa
Keperawatan
Retensi urine, b.d:
Trauma
Kehamilan
Blokade
sfingter
Pembesaran
prostat
Obstruksi
saluran kemih
Infeksi saluran
kemih
Ketidakmampu
an mengisyaratkan
keinginan BAK
Tujuan
Setelah dilakukan
tindakan
keperawatan
Pasien dapat
buang air kecil.
Kriteria:
Pasien
dapat berkemih
secara volunter.
Terdapat
haluaran urine
spontan.
Tidak
terdapat distensi
kandung kemih.
Tindakan
Keperawatan
Mandiri:
Pantau kembali
faktor-faktor yang
mengakibatkan retensi
urine.
Anjurkan
mengkonsumsi cairan
per oral.
Anjurkan pasien
mengurangi minum
setelah jam 6 malam.
Stimulasi refleks
TTD
Pembedahan
abdomen
Ditandai dengan:
DO
Tidak ada
haluaran urine/urine
sedikit
Distensi
kandung kemih
Urine keluar
menetes
Disuria
Tampak sering
berkemih
DS
Pasien mengatakan:
Kandung
kemih terasa penuh
Sering ingin
BAK, tapi urine
tidak keluar/keluar
sedikit
Kencing tidak
tuntas
Nyeri saat
BAK
Laborat
Serum dan
elektrolit urine
Antigen prostatkhusus (PSA)
serum
Radiologi
Sistogram
USG
Pasien
dapat kencing
sampai tuntas.
Tidak nyeri
saat BAK
Ajarkan cara
melakukan
peregangan abdomen
dan manuver valsava
(tubuh disandarkan
pada paha,
kencangkan otot
abdomen dan lakukan
mengejan, tahan
nafas ketika mengejan
sampai aliran urine
berhenti, tunggu 1
menit kemudian
lakukan lagi sampai
urine tidak ada yang
keluar).
Kolaborasi :
Pemberian
cairan 2000ml/hari.
Lakukan
pemasangan kateter
uretra.
DAFTAR PUSTAKA
Asmadi. 2008. Konsep dan aplikasi kebutuhan dasar klien. Salemba Medika: Jakarta
Anonim. 2011. Asuhan keperawatan pada pasien gangguan eliminasiurine dan fekal.
http://www.scribd.com/doc/46810174/Asuhan-Keperawatan-pada-Pasiendengan-Gangguan-Eliminasi-Urine-dan-Fekal
Capernito, Lynda Juall. (2000). Buku saku diagnosa keperawatan, edisi 8. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran.
Ester, monica, at all. 2006. Buku ajar Fundamental keperawatan: konsep, proses dan
praktik. Edisi 4, volume 2. Penerbit buku kedokteran EGC: Jakarta
Gusdiani , Enno Dian. 2010. Laporan dasar kebutuhan dasar manusia eliminasi.
http://www.scribd.com/doc/29388064/LP-ELIMINASI
Hidayat, A.Aziz, dkk. 2008. Ketrampilan Dasar Praktek Klinik Untuk Kebidanan
Edisi 2. Jakarta: Salemba Medika
Kee, Joyce LeFever. (1997). Buku saku pemeriksaan laboratorium dan diagnostik
dengan implikasi keperawatan, edisi 2. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran.
Mubarak, Wahit Iqbal & Chayatin, Nurul. (2005). Buku ajar kebutuhan dasar
manusia, teori & aplikasi dalam praktik. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran.
Nanda International. (2010). Diagnosis keperawatan, definisi dan klasifikasi, 20092011. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran.
Pearce, E.C. 2009. Anatomi dan Fisiologi Untuk Paramedis. Jakarta : PT Gramedia
sar manusia. Salemba Medika: Jakarta
Sariono & Widianti, Anggraeni Tri. 2010. Kebutuhan dasar manusia (KDM). Nuha
Medika: Jogjakarta
Tarwoto & Wartonah. (2006). Kebutuhan dasar manusia dan proses keperawatan,
edisi 3. Jakarta: Salemba Medika.
Tucker, S.M., Canobbio, Mary M., Paquette, E.V., & Wells, M.F. (1993). Standar
perawatan pasien: proses keperawatan, diagnosis, dan evaluasi, vol.1. Jakarta: