Professional Documents
Culture Documents
Latar Belakang
Migrain terus menjadi kondisi yang tidak terdiagnosis [1] karena keadaan
ini dapat disertai dengan gejala-gejala yang biasanya berkaitan dengan penyebab
nyeri fascial lainnya [2,3]. Banyak pasien mengunjungi dokter umumnya karena
nyeri kepala yang mereka alami, dan dalam banyak kasus, untuk mencapai suatu
diagnosis dan penatalaksanaan yang tepat membutuhkan waktu bertahun-tahun.
Sinusitis bisa menjadi salah satu manifestasi klinis migrain yang paling
sering membingungkan [16], kemungkinan karena pada migrain biasa terlihat
adanya gejala otonom kranial [7] berdasarkan aktivasi refleks otonom trigeminal
[8]. Nyeri kepala yang berada di regio frontalis, supraorbitalis dan infraorbitalis
adalah nyeri kepala sinus [9]. Nyeri kepala ini biasanya bersifat rekuren, tidak
musiman, dan tidak berkaitan dengan demam, nyeri tekan yang terlokalisasi, atau
eritema [10].
Perubahan yang berkaitan dengan migrain pada aktivitas trigeminal dan/atau
otonom dapat menjelaskan gejala nasal dan okular pada migrain. Sebagai
contohnya, gejala sinus pada migrain telah dihipotesiskan berasal dari aktivasi
refleks otonom trigeminal, yang dimediasi oleh perjalanan serabut aferen
trigeminal dan serabut eferen parasimpatis yang menginervasi glandula lakrimalis
dan mukosa nasal [11].
Penelitian ini bertujuan untuk menilai frekuensi misdiagnosis sinusitis pada
pasien-pasien dengan nyeri kepala migrain yang memenuhi kriteria diagnosis
berdasarkan kriteria ICHD-III [12]
Metode
Penelitian retrospektif ini terdiri atas 130 laki-laki dan perempuan yang
mengalami migrain berusia di atas 12 tahun dengan riwayat sinusitis. Dilakukan
upaya penegakan diagnosis untuk setiap nyeri kepala berdasarkan kriteria ICHDIII-beta [12].
Kriteria eksklusi mencakup bukti infeksi sinus berdasarkan gambaran
radiografi, adanya demam, discharge nasal purulen yang berkaitan dengan nyeri
kepalanya dalam evaluasi selama enam bulan terakhir. Pasien yang tidak mampu
2
Gejala
Gejala yang dialihkan ke area sinus adalah: nyeri sinus (76.2%), tekanan
sinus (60%), dan kongesti nasal (55.4%). Sebagian besar pasien setidaknya telah
4
Jumlah (%)
0/13
3/13 (22.1)
9/13 (69.2)
1/13 (7.7)
0/93
14/93 (15.1)
65/93 (69.8)
14/93 (15.1)
73/106 (68.9)
22/106 (20.8)
8/106 (7.5)
3/106 (2.8)
Kami menyatakan bahwa migrain kronis secara signifikan lebih tinggi pada
pasien yang dimisdiagnosis dengan sinusitis. MOH dilaporkan hanya pada pasien
tersebut. Penundaan diagnosis mingrain menyebabkan nyeri kepala menjadi
kronis dan mengalami transformasi menjadi MOH dalam beberapa kasu.
Kami menemukan bahwa diagnosis migrain tertunda pada lebih dari 80%
dari kelompok penelitian kami selama sampai 38 tahun. Eross dan rekan-rekannya
[15] juga sama menemukan bahwa pasien mereka menunggu hingga 25.3 tahun
(terlama 62 tahun) sebelum ditegakkannya diagnosis yang benar. Penelitian
sebelumnya juga menunjukkan hal seperti ini [4,5]. Penundaan diagnosis dalam
penelitian kami dapat dijelaskan karena adanya nyeri sinus, kongesti sinus dan
discharge nasal selama serangan nyeri kepala. Gejala-gejala ini telah dilaporkan di
penelitian-penelitian sebelumnya yang menyimpulkan bahwa adanya gejala
otonom selama serangan migrain seringkali menyebabkan kebingungan dan
diagnosis sinusitis yang salah [16,17]. Kriteria ICHD tidak menyoroti adanya
7
gejala otonom kranial dalam penyakit ini, ataupun barangkali ulasan yang lebih
bermanfaat mengenai keadaan tersebut. Keadaan ini dapat membantu para dokter
umum dan spesialis otolaringologi untuk dapat menyadari akan adanya tumpang
tindih fenotipe dari penyakit-penyakit ini.
Sebagian besar pasien kami setidaknya telah melakukan pemeriksaan
terhadap sinusnya yang semuanya menunjukkan hasil yang normal. Hasil ini
serupa dengan hasil sebelumnya yang menyatakan bahwa pasien dengan nyeri
kepala sinus tidak memperlihatkan temuan yang mengesankan adanya sinusitis
pada endoskopi ataupun CT scan [14] dan lebih dari 50% dari mereka kemudian
didiagnosis dengan migrain [18]. Pemeriksaan-pemeriksaan yang tidak penting ini
menambah waktu penundaan untuk mendapatkan diagnosis dan penatalaksanaan
yang benar [19].
Kami mendapatkan bahwa 56% dari pasien yang mengalami misdiagnosis
ini telah berkonsultasi dengan dokter layanan primer dan 44 % diantaranya
berkonsultasi dengan dokter spesialis otolaringologi sebelum ditegakkan
diagnosis migrain. Data kami bersesuaian dengan Foroughipour dan rekanrekannya [17] yang meneliti 58 pasien dengan diagnosis sinusitis yang telah
ditegakkan oleh dokter layanan primer. Setelah evaluasi otolaringologi dan
neurologi yang menyeluruh, didapatkan diagnosis akhir berupa migrain pada 68%
pasien. Lebih lanjut lagi, penelitian kami menunjukkan bahwa pasien yang telah
mengalami misdiagosis telah mendapatkan baik penatalaksanaan dengan obatobatan pada 87.7% atau penatalaksanaan operatif pada 12.3% dari mereka, tanpa
adanya perbaikan gejala pada 84.9% pada yang mendapatkan obat-obatan dan
76.9% pada yang mendapatkan tindakan operatif. Bagaimanapun juga, nyeri
kepala migrain membaik pada 68.9% pasien setelah dilakukan diagnosis dan
penatalaksanaan yang tepat. Hasil ini sama dengan yang dilaporkan oleh
Foroughipour dan rekan-rekannya [17] bahwa penatalaksanaan dengan antibiotika
secara berulang didapatkan oleh 66% pasien dan septoplasti nasal terapeutik telah
dilakukan pada 16% pasien dengan diagnosis akhir berupa migrain.
Pengenalan migrain dengan tepat pada pasien yang mengeluhkan nyeri sinus
dapat meminimalisasi penderitaan dan intervensi yang tidak perlu, memulai terapi
migrain dengan segera [20] dan meningkatkan kualitas hidup [9].
Kesimpulan
Kesimpulannya, gejala yang mengesankan adanya sinusitis seringkali
terlihat pada pasien migrain dan menyebabkan penundaan diagnosis dan
penatalaksanaan migrain. Dokter umum dan spesialis otolaringologi harus
mengetahui kriteria diagnostik migrain dan mempertimbangkannya sebagai
diagnosis banding pada pasien yang menderita sinusitis. Melakukan
pemeriksaan yang lebih maju daripada penyakit tersebut penting untuk
mempertimbangkan seberapa baiknya kita dalam memberikan perhatian kepada
gejala otonom kranial pada migrain dan posisinya pada kriteria diagnosis.