You are on page 1of 9

Misdiagnosis Migrain Sebagai Sinusitis, Suatu Penundaan yang dapat

Berlangsung hingga Bertahun-Tahun


Jasem Y Al-Hashel1,2, Samar Farouk Ahmed1,3*, Raed Alroughani4,5 and Peter
J Goadsby6
Abstrak
Latar Belakang: Sinusitis adalah misdiagnosis yang paling sering diberikan
kepada pasien dengan mingrain. Oleh karena itu, kami memutuskan untuk menilai
frekuensi misdiagnosis sinusitis diantara pasien migrain.
Metode: Penelitian ini mencakup pasien-pasien migrain dengan riwayat sinusitis
sebelumnya. Semua kasus yang dimasukkan ke dalam penelitian memenuhi
kritera International Classification of Head Disorder, edisi ketiga (ICHD-IIIbeta). Kami mengeksklusi pasien dengan adanya bukti sinusitis dalam evaluasi 6
bulan terakhir. Data demografi, riwayat nyeri kepala, konsultasi medis, dan
asupan obat untuk kepala dan efektifitas terapi sebelum dan sesudah diagnosis
dikumpulkan.
Hasil: Didapatkan sebanyak total 130 pasien migrain. Dari pasien ini, 106
(81.5%) telah mengalami misdiagnosis sebagai sinusitis. Rata-rata waktu
penundaan diagnosis migrain adalah (7.75 6.29, rentang 1 hingga 38 tahun).
Mingrain kronik secara signifikan lebih tinggi (p<0.002) pada pasien yang
mengalami misdiagnosis daripada yang telah didiagnosis dengan tepat. Nyeri
kepala akibat penggunanan obat secara berlebihan (MOH) dilaporkan hanya pada
pasien yang mengalami misdiagnosis sebagai sinusitis. Pasien yang mengalami
misdiagnosis ditatalaksana secara medikamentosa sebanyak 87.7% atau secara
operatif sebanyak 12.3% namun tidak mengalami pengurangan gejala pada 84.9%
dari yang menjalani penatalaksanaan medikamentosa dan 76.9 % dari yang
menjalani penatalaksanaan operatif. Bagaimanapun juga, nyeri kepala migrain
membaik pada 68.9% setelah diagnosis dan penatalaksanaan yang tepat.
Kesimpulan: Banyak pasien migrain yang mengalami misdiagnosis sebagai
sinusitis. Kepatuhan yang ketat terhadap kriteria diagnosis dapat mencegah
penundaan diagnosis migrain dan membantu mencegah kronifikasi nyeri kepala
dan kemungkinan MOH.
Kata kunci: Misdiagnosis migrain, nyeri kepala sinus
1

Latar Belakang
Migrain terus menjadi kondisi yang tidak terdiagnosis [1] karena keadaan
ini dapat disertai dengan gejala-gejala yang biasanya berkaitan dengan penyebab
nyeri fascial lainnya [2,3]. Banyak pasien mengunjungi dokter umumnya karena
nyeri kepala yang mereka alami, dan dalam banyak kasus, untuk mencapai suatu
diagnosis dan penatalaksanaan yang tepat membutuhkan waktu bertahun-tahun.
Sinusitis bisa menjadi salah satu manifestasi klinis migrain yang paling
sering membingungkan [16], kemungkinan karena pada migrain biasa terlihat
adanya gejala otonom kranial [7] berdasarkan aktivasi refleks otonom trigeminal
[8]. Nyeri kepala yang berada di regio frontalis, supraorbitalis dan infraorbitalis
adalah nyeri kepala sinus [9]. Nyeri kepala ini biasanya bersifat rekuren, tidak
musiman, dan tidak berkaitan dengan demam, nyeri tekan yang terlokalisasi, atau
eritema [10].
Perubahan yang berkaitan dengan migrain pada aktivitas trigeminal dan/atau
otonom dapat menjelaskan gejala nasal dan okular pada migrain. Sebagai
contohnya, gejala sinus pada migrain telah dihipotesiskan berasal dari aktivasi
refleks otonom trigeminal, yang dimediasi oleh perjalanan serabut aferen
trigeminal dan serabut eferen parasimpatis yang menginervasi glandula lakrimalis
dan mukosa nasal [11].
Penelitian ini bertujuan untuk menilai frekuensi misdiagnosis sinusitis pada
pasien-pasien dengan nyeri kepala migrain yang memenuhi kriteria diagnosis
berdasarkan kriteria ICHD-III [12]
Metode
Penelitian retrospektif ini terdiri atas 130 laki-laki dan perempuan yang
mengalami migrain berusia di atas 12 tahun dengan riwayat sinusitis. Dilakukan
upaya penegakan diagnosis untuk setiap nyeri kepala berdasarkan kriteria ICHDIII-beta [12].
Kriteria eksklusi mencakup bukti infeksi sinus berdasarkan gambaran
radiografi, adanya demam, discharge nasal purulen yang berkaitan dengan nyeri
kepalanya dalam evaluasi selama enam bulan terakhir. Pasien yang tidak mampu
2

memberikan informasi mengenai riwayat medisnya dan karakteristik nyeri


kepalanya atau memiliki data medis yang tidak lengkap dieksklusi dari penelitian
(n=17).
Identifikasi Pasien
Data dikumpulkan dari suatu data berbasis rumah sakit yang berasal dari
pasien nyeri kepala yang dirujuk baik ke Rumah Sakit Mubarak maupun Rumah
sakit Ibn Sina, Kuwait. Kami memeriksa data medis semua pasien yang
didiagnosis dengan nyeri kepala yang didaftarkan antara tahun 2010 hingga 2012.
Rekam medis diperiksa dan formulir pengumpulan data terstandardisasi
diselesaikan secara restropektif oleh kelompok peneliti.
Data Klinis
Diagnosis migrain ditegakkan pada waktu wawancara tatap-muka dengan
dokter yang ahli di bidang nyeri kepala. Karakteristik demografi, frekuensi nyeri
kepala, durasi dan gejala nyeri kepala yang berkaitan dicatat untuk tiap pasien.
Pasien kemudian ditanyakan mengenai onset nyeri kepalanya, berapa lama waktu
yang mereka butuhkan untuk mendapatkan diagnosis yang benar (latensi
diagnosis) dan dokter umum atau spesialis apa saja yang telah mereka temui untuk
berkonsultasi sebelum konsultasi saat ini. Hasil pemeriksaan diagnostik
sebelumnya yang mencakup pemeriksaan imaging otak dan sinus juga diambil.
Pasien ditanyakan mengenai penggunaan obat-obatan dan penatalaksanaan
operatif yang telah mereka lakukan untuk nyeri kepala mereka sebelum
didiagnosis migrain dan diminta untuk menilai efektivitas tiap penatalaksanaan
sebelum dan sesudah diagnosis pada suatu skala 4 poin: [13]
1. Sangat efektif Kesembuhan penuh dan bertahan lama
2. Efektif Kesembuhan sebagian dan/atau keringanan yang bertahan
dalam waktu singkat
3. Tidak efektif
4. Nyeri kepala memburuk
Analisis Data
3

Semua analisis dilakukan dengan menggunakan SPSS 19 untuk Windows.


Uji statistik deskriptif sederhana (Rata-rata dan standar deviasi) digunakan untuk
mendeskripsikan data numerik sampel. Frekuensi dan persentase digunakan untuk
mendeskripsikan data non-numerik sampel. Signifikansi perbedaan antara pasien
dengan diagnosis yang benar dan dengan misdiagnosis ditentukan dengan
menggunakan uji chi-square untuk variabel non-numerik. P< 0.05 ditetapkan
sebagai signifikan secara statistik.
Penelitian mendapatkan persetujuan dari komite etik lokal, dan semua
pasien menandatangani inform konsen yang sesuai.
Hasil
Tabel 1 mendeskripsikan data demografi dan karakteristik 130 pasien
migrain.
Tabel 1. Data demografi dan Karakterisik semua Pasien Migrain (n=130)
berdasarkan kriteria ICHD-III beta
Variabel
Usia
Durasi Nyeri kepala
Jenis kelamin
Laki-laki
Perempuan
Gejala yang dialihkan ke area sinus
Nyeri sinus
Kongesti sinus
Kongesti nasal
Pemeriksaan untuk menilai sinus
X ray sinus
CT sinus
Endoskopi
Neuroimaging
MRI otak
CT otak
MRI vertebra servikal

Rerata SD/ jumlah (%)


35.88 9.87
10.22 7.60
30 (23.1%)
100 (76.9%)
99 (76.2 %)
78 (60%)
72 (55.4%)
58 (44.6%)
21 (16.2%)
3 (2.3%)
44 (33.8%)
6 (4.6%)
2 (1.5%)

Gejala
Gejala yang dialihkan ke area sinus adalah: nyeri sinus (76.2%), tekanan
sinus (60%), dan kongesti nasal (55.4%). Sebagian besar pasien setidaknya telah
4

melakukan satu pemeriksaan untuk melihat gambaran keadaan sinus. Sebanyak 13


pasien (10%) menunjukkan penebalan mukosa sinus di CT sinus. Banyak pasien
yang telah melakukan setidaknya satu pemeriksaan neuroimaging dan
keseluruhannya memperlihatkan keadaan yang normal (Tabel 1).
Diagnosis Nyeri Kepala
Kami menemukan bahwa sebanyak 106 (81.5%) dari pasien kami telah
mengalami misdiagnosis sebagai sinusitis. Migrain kronis secara signifikan lebih
tinggi (p<0.00001) pada pasien yang mengalami misdiagnosis dan nyeri kepala
akibat penggunaan obat-obatan secara berlebihan (MOH) dilaporkan hanya pada 1
pasien yang mengalami misdiagnosis sebagai sinusitis (Tabel 2).
Hasil Misdiagnosis
Durasi rata-rata nyeri kepala pada pasien yang mengalami misdiagnosis
adalah 11.15 7.85 (rentang 2 hingga 40 tahun) dan waktu rata-rata antara
serangan nyeri kepala pertama dan diagnosis migrain adalah 7.75 6.29 (rentang
1 hingga 38 tahun). Sebanyak 59/106 (56.6) dari mereka telah berkonsultasi
kepada dokter layanan primer, dan 47/106 pasien (43.4%) telah diperiksa oleh
spesialis otolaringologi sebelum diagnosis migrain ditegakkan.
Sebanyak 13 pasien (12.3%) dari mereka telah menjalani operasi sinus
sebelumnya berdasarkan lesi yang dicurigai pada CT sinus dan 93 (87.7)
mendapatkan penatalaksaan obat-obatan untuk sinusitis. Baik penatalaksanaan
surgikal dan obat-obatan tidak efektif pada sebagian besar pasien. Dari mereka
yang mendapatkan penatalaksanaan operatif dan obat-obatan yang tidak efektif,
74 (69%) diantaranya merasa lebih puas dalam 2-bulan setelah dimulainya
penatalaksanaan anti-migrain (topiramate, propanolol, amitriptilin atau sodium
valproat) setelah mereka mendapatkan diagnosis yang tepat (Tabel 3).
Diskusi
Penelitian kami terdiri atas 130 pasien dengan nyeri kepala tipe migrain
berdasarkan kriteria yang ditentukan oleh ICHD-III-beta edisi 3. Kami
5

menemukan bahwa 81.5 % dari mereka mengalami misdiagnosis dan diobati


sebagai sinusitis. Kesamaan gejala sinusitis dan migrain menyulitkan proses
evaluasi diagnostik. Meskipun baik data riwyat dan data yang baru menunjukkan
bahwa gejala nasal seringkali menyertai migrain, gejala ini tidak diperlukan oleh
kriteria diagnostik ICHD-III-Beta untuk migrain
Tabel 2. Perbandingan profil nyeri kepala berdasarkan ICHD-III antara
pasien migrain dengan diagnosis yang tepat dan pasien dengan misdiagnosis
migrain
Tipe Nyeri Kepala
Pasien Migrain Pasien Migrain yang Nilai
dengan diagnosis
dimisdiagnosis
P
yang tepat
sebagai sinusitis
(n=24)
(n=106)
Migrain tanpa aura [1.1]
13 (54.2 %)
43 (40.6%)
0.2
Migrain dengan aura [1.2]
8 (33.3 %)
22 (20.8%)
0.1
Migrain kronik [1.3]
3 (12.5%)
30 (28.3%)
0.02*
Nyeri
kepala
akibat
0
11 (11.4%)
penggunaan obat-obatan
berlebihan
*Signifikan
.
Data kami bersesuaian dengan penelitian oleh Schreiber dan rekan-rekannya
[6] yang terdiri dari kira-kira 3000 pasien dengan riwayat nyeri kepala sinus baik
yang dideskripsikan oleh mereka sendiri ataupun telah didiagnosis oleh dokter,
dan mereka menetapkan bahwa 80% dari pasien-pasien ini memenuhi kriteria
ICHD untuk migrain. Data kami juga bersesuaian dengan penelitian-penelitian
sebelumnya [3,9,14,15] yang melaporkan bahwa nyeri kepala sinus adalah salah
satu dari istilah yang dilaporkan paling sering digunakan bersamaan dengan
diagnosis migrain dan sebagian besar pasien yang menunjukkan gejala nyeri
kepala sinus sebenarnya tidak mengalami nyeri kepala yang berkaitan dengan
rinosinusitis.
Nyeri kepala dapat disalahartikan sebagai rinosinusitis karena kesamaan
lokasi nyeri kepala dan gejala otonom nasal yang biasa menyertainya. Keberadaan
atau ketiadaan discharge nasal purulen dan/atau karakteristik diagnostik
rinosinusitis lain membantu untuk membedaan kondisi-kondisi ini [12]. Untuk

secara tepat menegakkan diagnosis migrain, penting untuk mengetahui kriteria


ICHD dan menerapkan kriteria ini dalam praktik klinis.
Tabel 3. Efektivitas penatalaksanaan sebelum dan setelah diagnosis migrain
Variabel
Efektivitas penatalaksanaan sebelum diagnosis migrain
Pembedahan (n=13)
Sangat efektif kesembuhan komplit dan bertahan lama
Efektif Keringanan dan/atau bertahan dalam waktu singkat
Inefektif
Nyeri kepala memburuk
Obat-obatan (n=93)
Sangat efektif kesembuhan komplit dan bertahan lama
Efektif Keringanan dan/atau bertahan dalam waktu singkat
Inefektif
Nyeri kepala memburuk
Efektivitas Penatalaksanaan setelah diagnosis (n=106)
Sangat efektif kesembuhan komplit dan bertahan lama
Efektif Keringanan dan/atau bertahan dalam waktu singkat
Inefektif
Nyeri kepala memburuk

Jumlah (%)
0/13
3/13 (22.1)
9/13 (69.2)
1/13 (7.7)
0/93
14/93 (15.1)
65/93 (69.8)
14/93 (15.1)
73/106 (68.9)
22/106 (20.8)
8/106 (7.5)
3/106 (2.8)

Kami menyatakan bahwa migrain kronis secara signifikan lebih tinggi pada
pasien yang dimisdiagnosis dengan sinusitis. MOH dilaporkan hanya pada pasien
tersebut. Penundaan diagnosis mingrain menyebabkan nyeri kepala menjadi
kronis dan mengalami transformasi menjadi MOH dalam beberapa kasu.
Kami menemukan bahwa diagnosis migrain tertunda pada lebih dari 80%
dari kelompok penelitian kami selama sampai 38 tahun. Eross dan rekan-rekannya
[15] juga sama menemukan bahwa pasien mereka menunggu hingga 25.3 tahun
(terlama 62 tahun) sebelum ditegakkannya diagnosis yang benar. Penelitian
sebelumnya juga menunjukkan hal seperti ini [4,5]. Penundaan diagnosis dalam
penelitian kami dapat dijelaskan karena adanya nyeri sinus, kongesti sinus dan
discharge nasal selama serangan nyeri kepala. Gejala-gejala ini telah dilaporkan di
penelitian-penelitian sebelumnya yang menyimpulkan bahwa adanya gejala
otonom selama serangan migrain seringkali menyebabkan kebingungan dan
diagnosis sinusitis yang salah [16,17]. Kriteria ICHD tidak menyoroti adanya
7

gejala otonom kranial dalam penyakit ini, ataupun barangkali ulasan yang lebih
bermanfaat mengenai keadaan tersebut. Keadaan ini dapat membantu para dokter
umum dan spesialis otolaringologi untuk dapat menyadari akan adanya tumpang
tindih fenotipe dari penyakit-penyakit ini.
Sebagian besar pasien kami setidaknya telah melakukan pemeriksaan
terhadap sinusnya yang semuanya menunjukkan hasil yang normal. Hasil ini
serupa dengan hasil sebelumnya yang menyatakan bahwa pasien dengan nyeri
kepala sinus tidak memperlihatkan temuan yang mengesankan adanya sinusitis
pada endoskopi ataupun CT scan [14] dan lebih dari 50% dari mereka kemudian
didiagnosis dengan migrain [18]. Pemeriksaan-pemeriksaan yang tidak penting ini
menambah waktu penundaan untuk mendapatkan diagnosis dan penatalaksanaan
yang benar [19].
Kami mendapatkan bahwa 56% dari pasien yang mengalami misdiagnosis
ini telah berkonsultasi dengan dokter layanan primer dan 44 % diantaranya
berkonsultasi dengan dokter spesialis otolaringologi sebelum ditegakkan
diagnosis migrain. Data kami bersesuaian dengan Foroughipour dan rekanrekannya [17] yang meneliti 58 pasien dengan diagnosis sinusitis yang telah
ditegakkan oleh dokter layanan primer. Setelah evaluasi otolaringologi dan
neurologi yang menyeluruh, didapatkan diagnosis akhir berupa migrain pada 68%
pasien. Lebih lanjut lagi, penelitian kami menunjukkan bahwa pasien yang telah
mengalami misdiagosis telah mendapatkan baik penatalaksanaan dengan obatobatan pada 87.7% atau penatalaksanaan operatif pada 12.3% dari mereka, tanpa
adanya perbaikan gejala pada 84.9% pada yang mendapatkan obat-obatan dan
76.9% pada yang mendapatkan tindakan operatif. Bagaimanapun juga, nyeri
kepala migrain membaik pada 68.9% pasien setelah dilakukan diagnosis dan
penatalaksanaan yang tepat. Hasil ini sama dengan yang dilaporkan oleh
Foroughipour dan rekan-rekannya [17] bahwa penatalaksanaan dengan antibiotika
secara berulang didapatkan oleh 66% pasien dan septoplasti nasal terapeutik telah
dilakukan pada 16% pasien dengan diagnosis akhir berupa migrain.

Pengenalan migrain dengan tepat pada pasien yang mengeluhkan nyeri sinus
dapat meminimalisasi penderitaan dan intervensi yang tidak perlu, memulai terapi
migrain dengan segera [20] dan meningkatkan kualitas hidup [9].
Kesimpulan
Kesimpulannya, gejala yang mengesankan adanya sinusitis seringkali
terlihat pada pasien migrain dan menyebabkan penundaan diagnosis dan
penatalaksanaan migrain. Dokter umum dan spesialis otolaringologi harus
mengetahui kriteria diagnostik migrain dan mempertimbangkannya sebagai
diagnosis banding pada pasien yang menderita sinusitis. Melakukan
pemeriksaan yang lebih maju daripada penyakit tersebut penting untuk
mempertimbangkan seberapa baiknya kita dalam memberikan perhatian kepada
gejala otonom kranial pada migrain dan posisinya pada kriteria diagnosis.

You might also like