You are on page 1of 19

BAB 1

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
CVA (Cerebro Vascular Accident) atau Stroke merupakan penyakit
gangguan fungsional otak berupa kelumpuhan saraf/ deficit neurologik akibat
gangguan aliran darah pada salah satu bagian otak. Secara sederhana stroke
didefinisi sebagai penyakit otak akibat terhentinya suplai darah ke otak karena
sumbatan atau perdarahan, dengan gejala lemas/ lumpuh sesaat atau gejala
berat sampai hilangnya kesadaran, dan kematian. Stroke bisa berupa iskemik
maupun perdarahan (hemoragik). (www. infostroke.wordpress.com).
Angka kejadian stroke dunia diperkirakan 200 per 100.000 penduduk,
dalam setahun. Bila ditinjau dari segi usia terjadi perubahan dimana stroke
bukan hanya menyerang usia tua tapi juga menyerang usia muda yang masih
produktif. Mengingat kecacatan yang ditimbulkan stroke permanen, sangatlah
penting bagi usia muda untuk mengetahui informasi mengenai penyakit
stroke, sehingga mereka dapat melaksanakan pola gaya hidup sehat agar
terhindar dari penyakit stroke. Di Indonesia, diperkirakan setiap tahun terjadi
500.000 penduduk terkena serangan stroke, dan sekitar 25% atau 125.000
orang meninggal dan sisanya mengalami cacat ringan atau berat. Saat ini
stroke menempati urutan ketiga sebagai penyakit mematikan setelah penyakit
jantung dan kanker, sedangkan di Indonesia stroke menempati urutan pertama
sebagai penyebab kematian di rumah sakit.
Stroke hingga kini masih merupakan penyebab kematian di berbagai
rumah sakit di Tanah Air. Penyakit ini juga menimbulkan kecacatan terbanyak
pada kelompok usia dewasa yang masih produktif. Tingginya kasus stroke ini
salah satunya dipicu oleh rendahnya kepedulian masyarakat dalam mengatasi
berbagai risiko yang menimbulkan stroke melalui pola hidup sehat.Yayasan
Stroke Indonesia (Yastroki) menyebutkan, angka kejadian stroke menurut data
dasar rumah sakit 63,52 per 100.000 penduduk usia di atas 65 tahun.
Sedangkan jumlah penderita yang meninggal dunia lebih dari 125.000 jiwa.
Diperkirakan, hampir setengah juta penduduk berisiko tinggi terserang stroke.
(www.hpstroke.wordpress.com).
B. Tujuan Penulisan
ii

1. Tujuan Umum
Menjelaskan asuhan keperawatan pasien dengan CVA/Stroke.
2. Tujuan Khusus
a.

Untuk memahami defenisi dari CVA/Stroke

b. Untuk mengetahui etiologi dari CVA/Stroke


c.

Untuk mengetahui klasifikasi dari CVA/Stroke

d.

Untuk mengetahui patofisiologi dari CVA/Stroke

e.

Untuk mengetahui tanda dan gejala dari CVA/Stroke

f.

Untuk mengetahui penatalaksanaan dari CVA/Stroke

ii

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian
CVA (Cerebro Vascular Accident) merupakan kelainan fungsi otak
yang timbul mendadak yang disebabkan karena terjadinya gangguan
peredaran darah otak yang bisa terjadi pada siapa saja dan kapan saja dengan
gejala-gejala berlangsung selama 24 jam atau lebih yang menyebabkan cacat
berupa kelumpuhan anggota gerak, gangguan bicara, proses berpikir, daya
ingat dan bentuk-bentuk kecacatan lain hingga menyebabkan kematian
(Muttaqin, 2008: 234).
CVA adalah sindrom klinis yang awal timbulnya mendadak, progresif,
cepat berupa deficit neurologis fokal atau global yang berlangsung 24 jam
atau lebih langsung menimbulkan kematian dan semat-mata disebabkan oleh
gangguan perdarahan otak non traumatic.(Kapita Selekta Kedokteran Jilid 2,
Hal 17).
CVA Infark adalah sindrom klinik yang awal timbulnya mendadak,
progresif cepat, berupa deficit neurologi local atau global yang berlangsung 24
jam terjadi karena trombositosis dan emboli yang menyebabkan penyumbatan
yang bisa terjadi di sepanjang pembuluh darah arteri yang menuju ke otak.
Darah ke otak di suplay oleh dua arteri karotis interna dan dua arteri
vertebralis. Arteri-arteri ini merupakan cabang dari lengkung aorta jantung
(arcus aorta) (Suzanne, 2002, Hal 2131)
CVA Infark adalah gangguan disfungsi otak baik sinistra atau dextra
dengan sifat antara lain:
Permulaan cepat dan akut atau sub akut
Ter/jadi kurang lebih 2 minggu
CT-Scan terdapat bayangan infark setelah 3 hari.
(Arief Mansjoer, dkk. 2000).

B. Etiologi
ii

Ada beberapa penyebab CVA Infark (Muttaqin, 2008: 235).


1. Trombosis serebri
Terjadi pada pembuluh darah yang mengalami oklusi sehingga
menyebabkan iskemi jaringan otak yang dapat menimbulkan edema dan
kongesti di sekitarnya. Trombosis biasanya terjadi pada orang tua yang
sedang tidur atau bangun tidur. Terjadi karena penurunan aktivitas simpatis
dan penurunan tekanan darah. Thrombosis serebri ini disebabkan karena
adanya:
-

Aterosklerosis: mengerasnya/ berkurangnya kelenturan dan elastisitas

dinding pembuluh darah.


Hiperkoagulasi: darah yang bertambah kental akan menyebabkan
viskositas / hematocrit meningkat sehingga dapat melambatkan aliran

darah cerebral.
- Arteritis : radang pada arteri
2. Emboli
Dapat terjadi karena adanya penyumbatan pada pembuluh darah
otak oleh bekuan darah, lemak, dan udara. Biasanya emboli berasal dari
thrombus di jantung yang terlepas dan menyumbat sistem arteri serebri.
Keadaan-keadaan yang dapat menimbulkan emboli:
-

Penyakit jantung reumatik


Infark miokardium
Fibrilasi dan keadaan aritmia : dapat membentuk gumpalan-

gumpalan kecil yang dapat menyebabkan emboli cerebri


Endocarditis : menyebabkan gangguan pada endocardium

C. Klasifikasi
Klasifikasi Stroke Non Haemoragik adalah:
1. Transient Ischemic Attack (TIA)
TIA adalah defisit neurologik fokal akut yang timbul karena iskemia otak
sepintas dan menghilang lagi tanpa sisa dengan cepat dala m waktu tidak
lebih dari 24 jam.
2. Reversible Iscemic Neurological Deficit (RIND)
RIND adalah defisit neurologik fokal akut yang timbul karena iskemia
otak berlangsung lebih dari 24 jam dan menghilang tanpa sisa dalam
waktu 1-3 minggu.
3. Stroke in Evolution (Progressing Stroke)

ii

Stroke in evolution adalah deficit neurologik fokal akut karena gangguan


peredaran darah otak yang berlangsung progresif dan mencapai maksimal
dalam beberapa jam sampai beberapa hari.
4. Stroke in Resolution
Stroke in resolution adalah deficit neurologik fokal akut karena gangguan
peredaran darah otak yang memperlihatkan perbaikan dan mencapai
maksimal dalam beberapa jam sampai beberapa hari
5. Completed Stroke (infark serebri)
Completed stroke adalah defisit neurologi fokal akut karena oklusi atau
gangguan peredaran darah otak yang secara cepat menjadi stabil tanpa
memburuk lagi.
Sedangkan secara patogenitas Stroke iskemik (Stroke Non
Hemoragik) dapat dibagi menjadi
a. Stroke trombotik, yaitu stroke iskemik yang disebabkan oleh karena
trombosis di arteri karotis interna secara langsung masuk ke arteri
serebri media. Permulaan gejala sering terjadi pada waktu tidur,atau
sedang istrirahat kemudian berkembang dengan cepat,lambat laun atau
secara bertahap sampai mencapai gejala maksimal dalam beberapa jam,
kadang-kadang dalam beberapa hari (2-3 hari), kesadaran biasanya
tidak terganggu dan ada kecendrungan untuk membaik dalam beberapa
hari,minggu atau bulan.
b. Stroke embolik, yaitu stroke iskemik yang disebabkan oleh karena
emboli yang pada umunya berasal dari jantung. Permulaan gejala
terlihat sangat mendadak berkembang sangat cepat, kesadaran biasanya
tidak terganggu, kemungkinan juga disertai emboli pada organ dan ada
kecendrungan untuk membaik dalam beberapa hari, minggu atau bulan.

ii

D. Patofisiologi

ii

E. Tanda dan Gejala


Menurut Hudak dan Gallo dalam buku Keperawatan Kritis (1996:
258-260), yaitu:
1. Lobus frontal
a) Deficit Kognitif: kehilangan memori, rentang perhatian singkat,
peningkatan distraktibilitas (mudah buyar), penilaian buruk, tidak
mampu menghitung, memberi alasan atau berfikir abstrak.
b) Deficit Motorik: hemiparese, hemiplegia, distria (kerusakan otot-otot
bicara), disfagia (kerusakan otot-otot menelan).
c) Deficit Aktivias Mental dan Psikologi antara lain: labilitas emosional,
kehilangan kontrol diri dan hambatan sosial, penurunan toleransi
terhadap stress, ketakutan, permusuhan frustasi, marah, kekacauan
mental dan keputusasaan, menarik diri, isolasi, depresi.
2. Lobus Parietal
Dominan
a) Deficit Sensori antara lain deficit visual (jarak visual terpotong
sebagian besar pada hemisfer serebri), hilangnya respon terhadap
sensasi superfisial (sentuhan, nyeri, tekanan, panas, dan dingin),
hilangnya respon terhadap proprioresepsi (pengetahuan tentang posisi
bagian tubuh).
b) Deficit Bahasa/ Komunikasi
-

Afasia ekspresif (kesulitan dalam mengubah suara menjadi pola-

pola bicara yang dapat di pahami)


Afasia reseptif (kerusakan kelengkapan kata yang di ucapkan)
Afasia global (tidak mampu berkomunikasi pada setiap tingkat)
Aleksia (ketidakmampuan untuk mengerti kata yang dituliskan)
Agrafasia (ketidakmampuan untuk mengekspresikan ide-ide
dalam tulisan)

Non Dominan
a) Deficit Perseptual (gangguan dalam merasakan dengan tepat dan
mengintepretasi diri / lingkungan) antara lain :
- Gangguan skem / maksud tubuh (amnesia atau menyangkal
-

terhadap ekstremitas yang mengalami paralise)


Disorientasi (waktu, tempat, dan orang)

ii

Apraksia (kehilangan kemampuan untuk menggunakan obyek-

obyek dengan tepat)


Agnosia (kedidakmampuan untuk mengidentifikasi lingkungan

melalui indra)
Kelainan dalam menemukan letak obyek dalam ruangan
Kerusakan memori untuk mengingat letak spasial obyek atau

tempat
Disorientasi kanan-kiri

3. Lobus Occipital: Defisit Lapang Penglihatan penurunan ketajaman


penglihatan, diplobia (penglihatan ganda), buta.
4. Lobus Temporal: Defisit Pendengaran, gangguan keseimbangan tubuh.
F. Komplikasi
Ada beberapa komplikasi CVA Infark (Muttaqin, 2008: 253):
1. Dalam hal imobilisasi:
a. Infeksi pernafasan (Pneumoni)
b. Nyeri tekan pada decubitus
c. Konstipasi
2. Dalam hal paralisis:
a. Nyeri pada punggung
b. Dislokasi sendi, deformitas
3. Dalam hal kerusakan otak
a. Epilepsy
b. Sakit kepala
4. Hipoksia serebral
5. Herniasi otak
6. Kontraktur

ii

G. Faktor Resiko Terjadinya Stroke


Ada beberapa faktor resiko CVA Infark / Non Hemoragik (Smeltzer,
2002):
1. Hipertensi, merupakan factor resiko utama. Pengendalian hipertensi adalah
kunci utama mencegah stroke. Hipertensi merupakan faktor risiko stroke
yang potensial. Hipertensi dapat mengakibatkan pecahnya maupun
menyempitnya pembuluh darah otak. Apabila pembuluh darah otak pecah
maka timbullah perdarahan otak dan apabila pembuluh darah otak
menyempit maka aliran darah ke otak akan terganggu dan sel sel otak
akan mengalami kematian.
2. Penyakit kardiovaskuler-embolisme serebri berasal dari jantung : penyakit
arteri koronaria, gagal jantung kongestif, hipertrofi ventrikel kiri,
abnormalitas irama (khususnya fibrilasi atrium), penyakit jantung
kongestif. Berbagai penyakit jantung berpotensi untuk menimbulkan
stroke. Faktor risiko ini akan menimbulkan hambatan/sumbatan aliran
darah ke otak karena jantung melepas gumpalan darah atau sel
sel/jaringan yang telah mati ke dalam aliran darah. Kerusakan kerja
jantung akan menurunkan kardiak output dan menurunkan aliran darah ke
otak. Ddisamping itu dapat terjadi proses embolisasi yang bersumber
pada kelainan jantung dan pembuluh darah.
3. Kolesterol tinggi, meningginya angka kolesterol dalam darah, terutama
low density lipoprotein (LDL), merupakan faktor risiko penting untuk
terjadinya arteriosklerosis (menebalnya dinding pembuluh darah yang
kemudian diikuti penurunan elastisitas pembuluh darah). Peningkatan kad
ar LDL dan penurunan kadar HDL (High Density Lipoprotein)
merupakan faktor risiko untuk terjadinya penyakit jantung koroner.
4. Infeksi, peradangan juga dapat menyebabkan menyempitnya pembuluh
darah, terutama yang menuju otak. Yang mampu berperan sebagai faktor
risiko stroke adalah tuberkulosis, malaria, lues, leptospirosis, dan in feksi
cacing.
5. Obesitas, merupakan faktor risiko terjadinya penyakit jantung. Pada
obesitas dapat terjadi hipertensi dan peningkatan kadar kolesterol
sehingga dapat mengakibatkan gangguan pada pembuluh darah, salah
satunya pembuluh drah otak.
6. Peningkatan hematocrit
ii

7. Diabetes Melitus, terjadinya peningkatan viskositas darah sehingga


memperlambat aliran darah. Diabetes Mellitus mampu menebalkan
dinding pembuluh darah otak yang berukuran besar. Menebalnya dinding
pembuluh darah otak akan menyempitkan diameter pembuluh darah tadi
dan penyempitan tersebut kemudian akan mengganggu kelancaran aliran
ke otak, yang pada akhirnya akan menyebabkan infark sel sel otak.
8. Kontrasepsi oral (khusunya dengan disertai hipertensi, merokok, dan
estrogen tinggi)
9. Merokok, merupakan faktor risiko utama untuk terjadinya infark jantung.
Pada perokok akan timbul plaque pada pembuluh darah oleh nikotin
sehingga terjadi aterosklerosis.
10. Usia, merupakan foktor resiko independen terjadinya strok, dimana
refleks sirkulasi sudah tidak baik lagi.
11. Penyalahgunaan obat (kokain)
12. Konsumsi alcohol
13. Faktor keturunan/ genetic.
H. Pemeriksaan panjang
Pemeriksaan penunjang pada pasien CVA Infark:
1. Laboratorium:
a. Pada pemeriksaan paket stroke: viskositas darah pada pasien CVA ada
peningkatan VD >5,1 cp, Test Agresi Trombosit (TAT), Asam
Arachidonic (AA), Platelet Activating Factor (PAF), fibrinogen
(Muttaqin, 2008: 249-252).
b. Analisis laboratorium standart mencangkup urinalisis, HDL pasien CVA
Infark mengalami penurunan HDL dibawah nilai normal 60 mg/dl, Laju
Endap Darah (LED) pada pasien CVA bertujuan mengukur kecepatan sel
darah merah mengendap dalam tabung darah LED yang tinggi
menunjukkan adanya radang. Namun LED tidak menunjukkan apakah
itu radang jangka lama, misalnya artritis, panel metabolic dasar (Natrium
(135-145 nMol/L), Kalium (3,6-5,0 mMol/l), klorida). (Prince, dkk,
2005:1122)
c. Pungsi lumbal
Pemeriksaan liquor yang merah biasanya dijumpai pada perdarahan yang
kecil biasanya warna liquor masih normal sewaktu hari-hari pertama.

ii

2. Pemeriksaan sinar X toraks: dapat mendeteksi pembesaran jantung


(kardiomegali) dan infiltrate paru yang berkaitan dengan gagal jantung
kongestif. (Prince, dkk, 2005:1122)
3. Ultrasonografi (USG) karotis: evaluasi standart untuk mendeteksi gangguan
aliran darah karotis dan kemungkinan memperbaiki kausa stroke. (Prince,
dkk, 2005:1122)
4. Angiografi serebri: membantu menentukan penyebab stroke secara spesifik
seperti lesi ulseratif, stenosis, displosia fibraomuskular, fistula arteriovena,
vaskulitis, dan pembentukan thrombus di pembuluh besar. (Prince, dkk,
2005:1122).
5. Pemindaian dengan Positron Emission Tomography (PET):
mengidentifikasi seberapa besar suatu daerah otak menerima dan
memetabolisme glukosa serta luas cedera. (Prince, dkk, 2005:1122).
6. Ekokardiogram transesofagus (TEE): mendeteksi sumber kardioembolus
potensial. (Prince, dkk, 2005:1123)
7. CT-Scan: pemindaian ini memperlihatkan secara spesifik letak edema, posisi
hematoma, adanya jaringan otak yang infark atau iskemia dan posisinya
secara pasti. Hasil pemeriksaan biasanya didapatkan hiperdens fokal, kadang
pemadatan terlihat di ventrikel atau menyebar ke permukaan otak.
(Muttaqin, 2008:140).
8. MRI: menggunakan gelombang magnetic untuk memeriksa posisi dan besar/
luasnya daerah infark. (Muttaqin, 2008:140)

I. Penatalaksanaan
Untuk mendukung pemulihan dan kesembuhan pada klien yang
mengalami stroke infark maka penatalaksanaan pada klien stroke infark terdiri
dari penatalaksanan medis/farmakologi, penatalaksanan keperawatan dan
penatalaksanaan diet.
1. Penatalaksanaan medis (Arif Mansjoer, 2000)
a. Membatasi atau memulihkan infark akut yang sedang berlangsung
dengan menggunakan trombolisis dengan rt-PA (recombinant tissue
Plasminogen Activator).

ii

b. Mencegah perburukan neurologis:


1). Edema yang progresif dan pembengkakan akibat infark yaitu terapi
dengan manitol.
2). Ekstensi teritori infark yaitu dengan pemberian heparin.
3. Konversi hemorargik yaitu jangan memberikan anti koagulan
c. Mencegah stroke berulang dini yaitu dengan heparin.
2. Penatalaksanaan Keperawatan
Penatalaksanaan keperawatan pada klien dengan stroke infark
bertujuan untuk mencegah keadaan yang lebih buruk dan komplikasi yang
dapat ditimbulkan. Untuk itu dalam merawat pasien stroke perlu
diperhatikan faktor-faktor kritis seperti mengkaji status pernafasan,
mengobservasi tanda-tanda vital, memantau fungsi usus dan kandung
kemih, melakukan kateterisasi kandung kemih, dan mempertahankan tirah
baring.
3. Penatalaksanaan Diet
Penatalaksanaan nutrisi yang dianjurkan pada klien dengan stroke
infark yaitu dengan memberikan makanan cair agar tidak terjadi aspirasi
dan cairan hendaknya dibatasi dari hari pertama setelah cedera
serebrovaskuler (CVA) sebagai upaya untuk mencegah edema otak, serta
memberikan diet rendah garam dan hindari makanan tinggi lemak dan
kolesterol.

J. Diagnosa Keperawatan dan Rencana Keperawatan


1. Perubahan perpusi jaringan otak berhubungan dengan perdarahan
intraserebral, oklusi otak, vasospasme, dan edema otak.
Tujuan:
Setelah di lakukan tindakan keperawatan ...x24 jam perpusi jarinagn
tercapai secara optimal dengan kriteria hasil:
1) klien tidak gelisah
2) tidak ada keluhan nyeri kepala
3) mual dan kejang
4) GCS 4, 5, 6
5) pupil isokor
6) refleks cahaya (+)
7) TTV normal.

ii

Intervensi:
1) Berikan penjelasan kepada keluarga klien tentang sebab peningkatan
TAK dan akibatnaya.
Rasional: keluarga lebih berpartisipasi dalam proses penyembuhan.
2) Baringkan klie (bed rest) total dengan posisi tidur telentang tanpa
bantal.
Rasional: monitor tanda-tanda status neurologis dengan GCS.
3) Monitor tanda-tanda vital.
Rasional: untuk mengetahui keadaan umum klien.
4) Bantu pasien untuk membtasi muntah, batuk,anjurkan klien menarik
nafas apabila bergerak atau berbalik dari tempat tidur.
Rasional: aktivitas ini dapat meningkatkan tekanan intracranial dan
intraabdoment dan dapat melindungi diri diri dari valsava.
5) Ajarkan klien untuk mengindari batuk dan mengejan berlebihan.
Rasional: Batuk dan mengejan dapat meningkatkan tekanan intrkranial
dan poteensial terjadi perdarahan ulang.
6) Ciptakan lingkungan yang tenang dan batasi pengunjung.
Rasional: rangsangan aktivitas dapat meningktkan tekanan intracranial.
7) Kolaborasi: pemberian terapi sesuai intruksi dokter,seperti :steroid,
aminofel, antibiotika.
Rasional: tujuan yang di berikan dengan tujuan: menurunkan
premeabilitas kapiler, menurunkan edema serebri, menurunkan
metabolic sel dan kejang.
2. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas yang berhubungan dengan akumulasi
secret, kemampuan batuk menurun, penurunan mobilitas fisik sekunder,
dan perubahan tingkat kesadaran.
Tujuan:
Setelah di lakukan tindakan keperawatan selama ...x 24 jam klien mamapu
meningkatkan dan memepertahankan keefektifan jalan nafas agar tetap
bersih dan mencegah aspirasi, dengan kriteria hasil :
1) bunyi nafas terdengar bersih
2) ronkhi tidak terdengar
3) trakeal tube bebas sumbatan
4) menunjukan batuk efektif
5) tidak ada penumpukan secret di jalan nafas
6) frekuensi pernafasan 16 -20x/menit.
Intervensi:
1) Kaji keadaan jalan nafas,
Rasional: obstruksi munkin dapat di sebabkan oleh akumulasi secret.
2) Lakukan pengisapan lendir jika d perlukan.

ii

Rasional: pengisapan lendir dapay memebebaskan jalan nafas dan tidak


terus menerus di lakukan dan durasinya dapat di kurangi untuk
mencegah hipoksia.
3) Ajarkan klien batuk efektif.
Rasional: batuk efektif dapat mengeluarkan secret dari jalan nafas.
4) Lakukan postural drainage perkusi/penepukan.
Rasional: mengatur ventilasi segmen paru-paru dan pengeluaran secret.
5) Kolaborasi: pemberian oksigen 100%.
Rasional: denagn pemberiaan oksigen dapat membantu pernafasan dan
membuat hiperpentilasi mencegah terjadinya atelaktasisi dan
mengurangi terjadinya hipoksia.
3. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan hemipearese atau
hemiplagia, kelemahan neuromoskuler pada ekstremitas
Tujuan: Setelah di lakukan tindakan keperawatan selama ..x 24 jam
mobilitas fisik teratasi, dengan kriteria hasil: klien dapat mempertahan
atau meningkatkan kekuatan dan fungsi bagian tubuh yang terkena atau
kompensasi.
Intervensi:
1) Kaji kemampuan secar fungsional dengan cara yang teratur
klasifikasikan melalui skala 0-4.
Rasional: untuk mengidentifikasikan kelemahan dan dapat
memberikan informasi mengenai pemulihan.
2) Ubah posisi setiap 2 jam dan sebagainya jika memungkinkan bisa
lebih sering.
Rasional: menurunkan terjadinya terauma atau iskemia jaringan.
3) Lakukan gerakan ROM aktif dan pasif pada semua ekstremitas.
Rasional: meminimalkan atropi otot, meningkatkan sirkulasi dan
mencegah terjadinya kontraktur.
4) Bantu mengembangkan keseimbangan duduk seoerti meninggikan
bagian kepala tempat tidur, bantu untuk duduk di sisi tempat tidur.
Rasional: membantu melatih kembali jaras saraf, meningkatkan respon
proprioseptik dan motorik.
5) Konsultasi dengan ahli fisiotrapi.
Rasional: program yang khusus dapat di kembangkan untuk
menemukan kebutuhan klien.
4. Resiko gangguan integritas kulit berhubungan dengan tirah baring yang
lama.
Tujuan: klien mampu memperthankan keutuhan kulit setelah di lakukan
tindakan keperawatan selama ..x24jam

ii

Kriteria hasil: klien mampu perpartisipasi dalam penyembuhan luka,


mengetahui cara dan penyebab luka, tidak ada tanda kemerahan atau luka
Intervensi:
1) Anjurkan klien untuk melakukan latihan ROM dan mobilisasi jika
mungkin.
Rasional: meningkatkan aliran darah ke semua daerah.
2) Ubah posisi setiap 2 jam.
Rasional: menghindari tekanan dan meningkatkan aliran darah.
3) Gunakan bantal air atau bantal yang lunak di bawah area yang
menonjol.
Rasional: mengindari tekanan yang berlebihan pada daerah yang
menonjol.
4) Lakukan masase pada daerah yang menonjol yang baru mengalami
tekanan pada waktu berubah posisis.
Rasional: mengindari kerusakan kapiler.
5) Observasi terhadap eritema dan kepucatan dan palpasi area sekitar
terhadap kehangatan dan pelunakan jaringan tiap mengubah posisi.
Rasional: hangan dan pelunakan merupakan tanda kerusakan jaringan.
6) Jaga kebersihan kulit dan hidari seminimal munkin terauma,panas
terhadap kulit.
Rasional: untuk mempertahankan ke utuhan kulit
5. Defisist perawatan diri berhubungan dengan kelemahan neuromuskuler,
menurunya kekuatan dan kesadaran, kehilangan kontrol otot atau
koordinasi di tandai oleh kelemahan untuk ADL, seperti makan, mandi dll.
Tujuan: setelah di lakukan tindakan keperawatan selama ...x 24 jam
terjadi prilaku peningkatan perawatan diri.
Kriteria hasil: klien menunjukan perubahan gaya hidup untuk kebutuhan
merawat diri, klien mampu melakukan aktivitas perawatna diri sesuai
dengan tingkat kemampuan, mengidentifikasikan personal masyarakat
yang dapat membantu.
Intervensi:
1) Kaji kemampuan dan tingkat penurunan dalam skala 0 4 untuk
melakukan ADL.
Rasional: membantu dalam mengantisipasi dan merencanakan
pertemuan kebutuhan individu.
2) Hindari apa yang tidak dapat di lakukan oleh klien dan bantu bila
perlu.
Rasional: klien dalam keadaan cemas dan tergantung hal ini di lakukan
untuk mencegah frustasi dan harga diri klien.

ii

3) Menyadarkan tingkah laku atau sugesti tindakan pada perlindungan


kelemahan. Pertahankan dukungan pola pikir dan izinkan klien
melakukan tugas, beri umpan balik yang positif untuk usahanya.
Rasional: klien memerlukan empati, tetapi perlu mengetahui
perawatan yang konsisten dalam menangani klien, skaligus
meningkatkan harga diri klien, memandirikan klien, dan menganjurkan
klie untuk terus mencoba.
4) Rencanakan tindakan untuk deficit pengelihatan dan seperti tempatkan
makanan dan peralatan dalam suatu tempat, dekatkan tempat tidur ke
dinding.
Rasional: klien mampu melihat dan memakan makanan, akan mampu
melihat kelaurmasuk orang ke ruangan.
6. Gangguan eliminasi alvi (konstipasi) berhubunagn dengan imobilisasi dan
asupan cairan yang tidak adekuat.
Tujuan: setelah di lakukan tindakan keperawatan selam 2x24 jam
gangguan eliminasi fecal (konstipasi) tidak terjadi lagi.
Kriteria hasil: klien BAB lancer,konsistensi feces encer, Tidak terjadi
konstipasi lagi.
Intervensi:
1) Kaji pola eliminasi BAB
Rasional: untuk mengetahui frekuensi BAB klien, mengidentifikasi
masalah BAB pada klien.
2) Anjurkan untuk mengosumsi buah dan sayur kaya serat.
Rasional: untuk mempelancar BAB.
3) Anjurkan klien untuk banyak minum air putih, kurang lebih 18
gelas/hari,
Rasional: mengencerkan feces dan mempermudah pengeluaran feces.
4) Berikan latihan ROM pasif
Rasional: untuk meningkatkan defikasi.
5) Kolaborasi pemberian obat pencahar.
Rasional: untuk membantu pelunakkan dan pengeluaran feces
7. Gangguan eliminasi urin (inkontinensia urin) berhubungan dengan lesi
pada UMN.
Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan, selama ...x24 jam.
Kriteria hasil: gangguan eliminasi urin tidak terjadi lagi, pola eliminasi
BAK normal.
Intervensi:
1) Kaji pola eliminasi urin.
Rasional: mengetahui masalah dalm pola berkemih.
2) Kaji multifaktoral yang menyebabkan inkontensia.
ii

Rasional: untuk menentukan tindakan yang akan di lakukan.


3) Membatasi intake cairan 2-3 jam sebelum tidur.
Rasional: untuk mengatur supaya tidak terjadi kepenuhan pada
kandung kemih.
4) Batasi intake makanan yang menyebabkan iritasi kandung kemih.
Rasional: untuk menghindari terjadinya infeksi pada kandung kemih.
5) Kaji kemampuan berkemih.
Rasonal: untuk menentukan piata laksanaan tindak lanjut jika klien
tidak bisa berkemih.
6) Modifikasi pakaian dan lingkungan.
Rasional: untuk mempermudah kebutuhan eliminasi.
7) Kolaborasi pemasangaan kateter.
Rasional: mempermudah klien dalam memenuhi kebutuhan eliminasi
urin.

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Jenis patologi stroke yang paling sering ditemukan pada pasien adalah
stroke iskemik. Sedangkan untuk stroke perdarahan paling banyak adalah
perdarahan intraserebral.
2. Gejala klinis yang dominan muncul pada pasien stroke iskemik adalah
paresis nervus kranialis dan gangguan motorik.
3. Gejala klinis yang dominan muncul pada pasien stroke perdarahan
intraserebral adalah paresis nervus kranialis dan gangguan motorik.
4. Tidak ada gejala klinis dominan yang muncul pada pasien perdarahan
subarakhnoid.
B. Saran
1. Perlu dilakukan penelitian lebih mendalam tentang gejala klini yang
muncul pada pasien stroke dengan perdarahan subarakhnoid dengan
jumlah pasien yang lebih banyak.
2. Perlu dilakukan penelitian lebih mendalam tentang hubungan antara
jumlah faktor risiko terhadap gejala klinis yang muncul.
3. Perlu diadakan penelitian lebih mendalam tentang hubungan masingmasing patologi terhadap gejala klinis yang muncul.

ii

ii

DAFTAR PUSTAKA
Batticaca, Fransisca B. 2008. Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan
Sistem Persarafan. Jakarta: Salemba Medika.
Marilynn E, Doengoes, 2000, Rencana Asuhan Keperawatan, Edisi 3, Jakarta,
EGC, 2000.
Misbach, Jusuf. 2011. STROKE ASPEK DIAGNOSTIK, PATOFISIOLOGI,
MANAJEMEN. Jakarta : Badan Penerbit FKUI.
Muttaqin, Arif. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan
Sistem Persarafan. Jakarta: Salemba Medika.
Smeltzer, Suzanne C dan Bare, Brenda G. 2002. BUKU AJAR Keperawatan
Medikal-Bedah Brunner & Suddarth Edisi 8. Jakarta : EGC.

ii

You might also like