Professional Documents
Culture Documents
Pendahuluan
Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013
menyebutkan prevalensi insiden diare pada balita di
Indonesia adalah 6,7%. Aceh merupakan provinsi tertinggi dengan insiden diare mencapai 10,2%.1 Pada
tahun 2013, Indeks Pembangunan Kesehatan Masyarakat
(IPKM) Provinsi Aceh berada pada peringkat ke-20 dengan nilai 0,6.2 Derajat kesehatan masyarakat ditentukan
oleh berbagai faktor termasuk angka kematian bayi
(AKB) yang erat kaitannya dengan penyakit infeksi.3
Penyakit infeksi yang sering menyebabkan kematian bayi
seperti infeksi saluran napas dan infeksi saluran cerna
yang disebabkan oleh bakteri atau parasit yang menyebabkan bayi mengalami demam, muntah, sesak napas,
diare, atau gejala sistemik lainnya. AKB di Provinsi Aceh
tahun 2012 mencapai 10,8 bayi per 1000 kelahiran bayi
hidup.1 Penyakit infeksi pembunuh utama pada bayi dan
balita adalah diare dan pneumonia.3
Profil Kesehatan Aceh tujuh tahun terakhir (20062012) menunjukkan jumlah pasien yang terserang
penyakit infeksi semakin meningkat. Pada kasus influenza, angka tertinggi terjadi pada tahun 2010 dengan jumlah pasien mencapai 212.988 orang. Peningkatan tertinggi terjadi tahun 2009, yaitu sebesar 43,6%. Secara
garis besar angka kejadian influenza meningkat 6,6% per
Korespondensi: Abidah Nur, Loka Penelitian dan Pengembangan Biomedis
Aceh, Jl. Sultan Iskandar Muda Blang Bintang Lorong Tgk Dilangga No. 9
Lambaro Aceh Besar, No.Telp: 0651-8070189, e-mail: abidahnur@yahoo.co.id
Nur & Marissa, Riwayat Pemberian ASI dengan Penyakit Infeksi pada Balita
tahun. Pada kasus tuberkulosis, tahun 2010 terjadi peningkatan hingga tiga kali lipat dibandingkan tahun sebelumnya. Secara umum, kasus tuberkulosis meningkat
4,43% per tahun. Diare tertinggi terjadi tahun 2012,
yaitu sebesar 116.058 kasus. Peningkatan kejadian diare
adalah 11,67% per tahun.4 Tahun 2013 dilaporkan insiden diare yang didiagnosis dokter dengan gejala pada
balita di Aceh mencapai 10,2%. Angka tersebut lebih
tinggi dari angka nasional.1
Penyakit infeksi dapat dicegah dengan pemberian air
susu ibu (ASI) yang merupakan makanan terbaik untuk
bayi. ASI memiliki kandungan gizi yang ideal untuk pertumbuhan dan perkembangan otak bayi.5 ASI mengandung karbohidrat, lemak, dan protein. Karbohidrat utama dalam ASI adalah laktosa yang bermanfaat untuk
perkembangan otak bayi. Karbohidrat lain yang terdapat
dalam ASI mampu menghambat pertumbuhan kuman
patogen seperti Streptococcus pneumonia dan
Haemophilus influenzae.6
ASI berguna untuk daya tahan tubuh terhadap infeksi penyakit karena kolostrum yang merupakan bagian
dari ASI mengandung imunoglobin M. Kolostrum merupakan ASI yang keluar pada beberapa hari setelah
melahirkan berwarna bening atau putih kekuningan.
Mitos yang beredar di masyarakat, ASI yang pertama
keluar adalah ASI basi yang harus di buang. Rendahnya
pengetahuan masyarakat Aceh tentang kolostrum
tergambar pada laporan Riskesdas yang menyatakan bahwa 20,3% kolostrum dibuang sebagian dan bahkan
5,6% masyarakat membuang seluruh kolostrum. 7
Penelitian yang dilakukan di Jawa Barat berbentuk
deskriptif-interpretatif menyatakan bahwa pengetahuan
ibu-ibu mengenai kolostrum masih kurang.8 Sama halnya
dengan penelitian yang dilakukan di Dhaka.9
ASI makanan yang sempurna bagi bayi, namun dewasa ini banyak faktor yang menghambat pemberian ASI
ekslusif kepada bayi, diantaranya budaya pemberian
makanan pralaktal, pemberian susu formula karena ASI
tidak keluar, dan ibu ingin mencoba pemberian susu formula karena harus meninggalkan anak untuk bekerja.10
Hasil penelitian di Ghana menyatakan ibu yang bekerja
mengaku sulit menyusui bayinya secara eksklusif.11 Data
Riskesdas 7 tahun 2010 menunjukkan bahwa hanya
15,3% bayi yang mendapat ASI eksklusif selama lima
bulan. Bayi yang diberi ASI non-eksklusif cenderung
mengalami berat badan lebih sedangkan bayi dengan ASI
eksklusif memiliki berat badan normal.12
Pemberian ASI eksklusif selama enam bulan dapat
membantu mencegah infeksi penyakit pada bayi. 12
Penelitian yang dilakukan oleh Puput,13 di Rumah Sakit
Kediri menyimpulkan bahwa semakin lama pemberian
ASI dapat menurunkan episode diare. Penyakit infeksi
akan menurunkan nafsu makan pada bayi dan berakibat
penurunan status gizi. Menurut penelitian yang di-
Jumlah
n
Ya
Tidak
3.326
142
95,9
4,1
Total
3.468
100,0
145
Tabel 2. Proporsi Lama Pemberian ASI dengan Penyakit Infeksi pada Balita
Penyakit infeksi
Riwayat pemberian ASI
Kategori
Ya
n
ASI eksklusif
Pemberian MP-ASI
0-3 bulan
4-6 bulan
7-9 bulan
10-12 bulan
13-15 bulan
16-18 bulan
19-21 bulan
22-24 bulan
Tidak
Ya
0-3 bulan
4-6 bulan
> 6 bulan
37
33
32
176
136
236
199
490
827
512
653
552
134
Tidak
%
52,1
42,9
47,1
42,4
39,5
38,9
44,9
37,7
43,9
35,5
45,0
37,5
33,3
n
34
44
36
239
208
371
244
811
1056
931
799
920
268
Jumlah
%
47,9
57,1
52,9
57,6
60,5
61,1
55,1
62,3
56,1
64,5
55,0
62,5
66,7
n
71
77
68
415
344
607
443
1301
1883
1443
1452
1472
402
OR
CI 95%
Nilai p
%
100
100
100
100
100
100
100
100
100
100
100
100
100
1,4
1,2
1,4
1,6
1,7
1,3
1,8
0,758 - 2,775
0,628 - 2,382
0,892 - 2,447
0,996 - 2,780
1,044 - 2,801
0,807 - 2,204
1,115 - 2,907
0,261
0,552
0,129
0,052
0,033
0,260
0,016
1,4
1,236 - 1,639
0,000
1,3
1,6
1,175 - 1,578
1,296 - 2,060
0,000
0,000
Nur & Marissa, Riwayat Pemberian ASI dengan Penyakit Infeksi pada Balita
laku dibandingkan dengan anak yang mendapat ASI eksklusif sampai enam bulan.37
Kesimpulan
Riwayat pemberian ASI berhubungan secara signifikan dengan kejadian penyakit infeksi pada balita di
Provinsi Aceh. Balita yang diberi ASI hingga usia 21 bulan berisiko lebih tinggi mengalami penyakit infeksi daripada 24 bulan. Balita dengan ASI tidak eksklusif lebih
berisiko mengalami penyakit infeksi. Pemberian ASI
dibawah usia enam bulan berpeluang lebih cepat terinfeksi penyakit.
Saran
Disarankan kepada petugas kesehatan agar
meningkatkan program promosi kesehatan terutama
mengenai pemberian ASI eksklusif dan pemberian
makanan tambahan pada bayi dengan fokus ibu dan
calon ibu. Para ibu juga diharapkan agar lebih memperhatikan usia pemberian makanan tambahan pada bayi
agar tidak mudah terinfeksi penyakit.
Ucapan Terima Kasih
Terimakasih kepada Kepala Loka Penelitian dan
Pengembangan Biomedis Aceh, Badan Pusat Statistik
Provinsi Aceh, dr. Eka Fitria, dan rekan di Loka
Penelitian dan Pengembangan Biomedis Aceh yang telah
membantu penulis dalam menyelesaikan artikel ini.
Daftar Pustaka
10. Fikawati S, Syafiq A. Kajian implementasi dan kebijakan air susu ibu ek-
12. Wijayanti W. Hubungan antara pemberian asi ekslusif dengan angka ke-
13. Puput S, Victoria FS. Perilaku Pemberian ASI Terhadap Frekuensi Diare
pada Anak Usia 6-24 Bulan di Ruang Anak Rumah Sakit Baptis Kediri.
J Stikes RS.Baptis Kediri. 2011;4(2) 89-93
16. Almatsier S. Prinsip dasar ilmu gizi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama;
2009.
17. Lepita, Sukandar H, Wirakusumah FF. Evaluasi pengaruh lamanya pemberian ASI saja terhadap pertumbuhan anak. Majalah Kedokteran
Bandung [online]. 2009 [diakses tanggal 14 Maret 2014]; 41 (1).
18. Irawati A, Achadi EL, Jahari AB. Berat dan panjang bayi serta Z Skor
Bayi dengan ASI Predominan dan Parsial berdasarkan Standar WHO
2005 dan NCHS/WHO. Jurnal Gizi Indonesia. 2008; 31(1): 60-73.
19. Wijayanti LA, Meilisa C. Perbedaan berat badan bayi enam bulan yang
berian asi dalam satu jam pertama setelah lahir di Kabupaten Garut
23. Yani IE, Dwiyanti D, Novelasari. Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku ibu laktasi dalam memberikan ASI di 6 Kabupaten/Kota di
24. Djaiman SPH, Sihadi. Besarnya peluang usia penyapihan anak baduta di
indonesia dan faktor yang mempengaruhinya. Jurnal Media Litbang
Kesehatan. 2009; 19 (1): 1-8.
di http://betterwork.org/indonesia/wp-content/uploads/ 20130104_
148
Nur & Marissa, Riwayat Pemberian ASI dengan Penyakit Infeksi pada Balita
26. Rahmadhani EP, Lubis G, Edison. Hubungan pemberian asi eksklusif
dengan kejadian diare akut pada bayi usia 0-1 tahun di Puskesmas
Kuranji Kota Padang. Jurnal Kesehatan Andalas. 2013; 2(2): 62-6.
28. Hidayati LK, Pramono A. Perbedaan kejadian batuk pilek pada bayi
usia 7-12 Bulan dengan riwayat pemberian asi eksklusif dan tidak ASI
eksklusif [tesis]. Semarang: Universitas Diponegoro; 2014.
yang Diisolasi dari Air Susu Ibu Untuk Mencegah Diare. Jurnal
Teknologi dan Industri Pangan. 2012; 23 (2): 158-64.
32. Suyatno. Pengaruh pemberian makanan pendamping ASI (MP-ASI) tradisional pada usia dini terhadap pertumbuhan dan kesakitan bayi. studi
33. Soedibyo S, Winda F. Pemberian makanan pendamping air susu ibu pada bayi yang berkunjung ke unit pediatri rawat jalan. Jurnal Sari Pediatri.
2007; 8(4): 270-5.
34. Abdullah MT, Maidin A, Amalia ADL. Kondisi fisik, pengetahuan, pen-
didikan, pekerjaan ibu, dan lama pemberian ASI secara Penuh. Kesmas
Jurnal Kesehatan Masyarakat Nasional. 2013; 8(5): 210-14.
35. Lestari MU, Lubis G, Pertiwi D. Hubungan pemberian makanan pendamping asi (MP-ASI) dengan status gizi anak usia 1-3 tahun di Kota
Padang Tahun 2012. Jurnal Kesehatan Andalas. 2014; 3(2): 188-90.
36. Fitriana EI, Anzar J, Nazir HZ, Theodorus. Dampak usia pertama pemberian makanan pendamping asi terhadap status gizi bayi usia 8-12 bu-
149