You are on page 1of 7

PROFILAKSIS

Pendahuluan
Profilaksis merupakan terapi pencegahan infeksi. profilaksis sebenarnya dibagi menjadi dua
yaitu profilaksis primer dan propilaksis sekunder (supresi) atau eradiksi. Profilaksis primer
dimaksudkan utuk pencegahan infeksi awal, sedangkan profilaksis sekunder dimaksudkan untuk
pencegahan kekambuhan atau reaktivasi dari infeksi yang sudah pernah terjadi (misalnya pada
pencegahan kekambuhan infeksi virus herpes simplex). Profilaksis Eradiksi sendiri ditujukan
untuk mengeliminasi koloni organisme dengan tujuan untuk menekan perkembangan infeksi
( misalnya eliminasi methicillin resistent staphylococcus aureus [MRSA] pada petugas
kesehatan). Dalam makalah ini profilaksis yang akan dibahas, dititikberatkan pada profilaksis
primer khususnya pada operasi.
Penting untuk mengenali perbedaan antara profilaksis dan terapi empirik. Profilaksis
diindikasikan untuk tindakan medis dengan tingkat infeksi yang tinggi, misalnya yang
melibatkan implantasi bahan prostetik,
atau pada pasien di mana terdapat kemungkinan terjadi infeksi serius. Antibiotik yang digunakan
sedapat mungkin harus efektif menghambat bakteri patogen yang paling mungkin hadir dalam
jaringan ketika sayatan awal dilakukan. Konsentrasi terapeutik harus dipertahankan selama
prosedur tindakan medis berlangsung. Terapi empirik sendiri adalah penggunaan antibiotik
lanjutan setelah prosedur tindakan operasi dilakukan didasarkan pada temuan intra-operatif.
Terapi profilaksis yang benar sebaiknya tidak menggunakan antimikroba spektrum luas, dan
masa terapi melampaui jangka waktu yang disarankan. Praktek ini
dapat meningkatkan risiko efek samping dan dapat meningkatkan munculnya resistensi bakteri.
Antibiotik profilaksis pada pembedahan merupakan antibiotik yang diberikan pada penderita
yang menjalani pembedahan sebelum adanya infeksi, tujuannya ialah untuk mencegah terjadinya
infeksi akibat tindakan pembedahan yaitu infeksi luka operasi (ILO) atau surgical site infection
(SSI).
ILO atau SSI menyebabkan sekitar 15% infeksi nosokomial yang pada gilirannya akan
menyebabkan pasien harus dirawat lebih lama. Infeksi biasanya terjadi ketika terjadi translokasi
flora endogenous ke tempat/organ yang secara normal harusnya steril. Namun selain itu, Infeksi
juga dapat berasal dari bakteri dari luar tubuh. Banyak faktor yang mempengaruhi infeksi ini
misalnya kebersihan (sterilitas), daya tahan tubuh pasien, peningkatan jumlah bakteri patogen,
dll. (Anonim). Dari 23 juta penderita yang dilakukan pembedahan di Amerika Serikat setiap
tahun, 920.000 penderita mengalami ILO. Penderita yang mengalami ILO perlu rawat inap
selama 2 kali lebih lama dan harus mengeluarkan biaya 5 kali lebih banyak daripada yang tidak
mengalami ILO.
ILO adalah infeksi yang terjadi pada daerah pembedahan yang terjadinya ada kaitannya dan
setelah tindakan pembedahan. Manifestasi ILO yang superfisial dapat diketahui dalam waktu 1
bulan, sedangkan ILO profuda , organ atau rongga dapat terjadi dalam waktu 1 tahun setelah
pembedahan. Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya ILO ialah:

Organisme penyebab infeksi (kuman),


Tanpa adanya bakteri (kuman) maka tidak mungkin terjadi infeksi, dan hal tersebut tergantung
pada jumlah dan virulensi bakteri. Bakteri yang sangat patogen pada lapangan operasi ialah
coccus Gram positif (misal Staphylococcus aureus dan Streptococci ). Bakteri endogen lebih
penting daripada bakteri eksogen, dan bakteri endogen yang paling banyak ialah dari traktus
digestivus. Sumber dari bakteri eksogen ialah tim operasi ( ahli bedah, asisten, perawat,
anestesis) dan kamar operasi meliputi udara, linen, dan peralatan. Makin lama waktu rawat inap
preoperatif maka kuman endogen dan flora komensal dari penderita diganti oleh flora rumah
sakit yang resisten terhadap antibiotik dan hal ini memudahkan terjadinya
lingkungan terjadinya infeksi (respon lokal)
Tehnik operasi yang bagus dapat memperkecil kemungkinan terjadinya ILO. Prinsip operasi
yang diajarkan Halsted ialah hemostasis, diseksi secara tajam, jahitan yang halus, diseksi sesuai
anatomi, dan penanganan jaringan yang halus. Ligasi jaringan yang besar, benang nonabsorbable yang besar dan polifilamen, jaringan nekrotik, hematoma atau seroma, dan benda
asing harus dihindari karena kondisi tersebut mudah merubah bakteri inokulum untuk
menimbulkan infeksi. Penggunaan drain Penrose dapat menjadi rute bakteri menuju lapangan
operasi. Dianjurkan untuk menggunakan drain vakum tertutup yang dikeluarkan di luar luka
insisi untuk memperkecil terjadinya ILO Operasi yang berlangsung lama mengakibatkan luka
tepi insisi mengering atau maserasi sehingga rentan untuk terjadinya ILO. Penggunaan kauter
pada pembedahan dapat meningkatkan terjadinya ILO superfisial. Perfusi yang tidak adekuat
mengakibatkan PaO2 menurun dengan akibat kuman dalam jumlah sedikitpun mampu untuk
menimbulkan infeksi. Perfusi jaringan yang menurun tersebut dapat mengganggu fungsi barier
mukosa saluran cerna. Mukosa saluran cerna tidak mampu mencegah bakteri, toksin, atau
keduanya untuk bergerak dari lumen usus menembus mukosa. Penderita usia tua terjadi
perubahan struktur histologis dan penurunan fisiologis dari jaringan, hal tersebut juga
mempermudah terjadinya ILO.
mekanisme pertahanan tubuh.
Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi mekanisme pertahanan tubuh ialah penyakit bedah,
penyakit penyerta, serta tindakan pembedahan itu sendiri. Diabetes dapat meningkatkan
kemungkinan terjadinya ILO. Peran ahli bedah untuk menurunkan mekanisme pertahanan tubuh
ialah melakukan operasi dengan prosedur yang benar dengan perdarahan minimal, cegah
terjadinya syok, pertahankan volume darah, normotermia, jaga perfusi dan oksigenasi jaringan.
Usia tua, pemberian transfusi, penggunaan obat steroid atau imunosupresan termasuk kemoterapi
dapat meningkatkan kemungkinan terjadinya ILO. Dalam kondisi seperti tersebut perlu
pemberian antibiotik profilaksis pada saat pembedahan.
Tujuan Pemberian Antibiotik Profilaksis
Tujuan pemberian antibiotik profilaksis ialah untuk menurunkan morbiditas dan mortalitas yang
diakibatkan oleh infeksi lokas operasi (ILO) dengan pemilihan antibiotik profilaksis yang tepat,

tepat waktu pemberian, serta tepat rute pemberian. Idealnya sediaan antibiotik yang digunakan
untuk profilaksis pada operasi harus :
1. Mencegah infeksi postoperatif pada lokasi operasi
2. Mencegah morbiditas dan mortilitas infeksi postoperatif
3. Mengurangi durasi dan biaya perawatan (dibandingkan dengan biaya yang akan
dikeluarkan bila terjadi infeksi postoperatif)
4. Tidak menimbulkan efek yang merugikan
5. Tidak merugikan terhadap flora normal pasien dan tidak merugikan rumah sakit.
Indikasi Penggunaan Antibiotik Profilaksis pada operasi
Operasi /pembedahan dapat dikelompokkan kedalam empat kelas berdasarkan kemungkinan
terjadinya kontaminasi bakteri yang dapat menyebabkan infeksi postoperasi.
Antibiotik profilaksis diberikan pada pembedahan dengan klasifkasi clean contaminated (lihat
tabel 1), yang mempunyai kemungkinan terjadi ILO sebesar 3-10,1%. Dengan pemberian
antibiotik profilaksis maka angka kejadian ILO dapat diturunkan menjadi 1,3%.
Profilaksis juga diberikan pada pembedahan kriteria clean dengan memasang bahan prostesis.
Namun tidak menutup kemungkinan juga bisa diberikan antibiotik profilaksis jika diindikasikan
akan terjadi infeksi yang dapat menimbulkan dampak yang serius seperti operasi bedah syaraf,
bedah jantung, dan mata.
Meski masih banyak terdapat perdebatan, namun pada umumnya Antibiotik profilaksis tidak
tepat digunakan pada operasi contaminated atau dirty karena telah terjadi kolonisasi kuman
dalam jumlah besar atau sudah ada infeksi yang secara klinis belum bermanifestasi. Untuk kasus
ini terapi empirik akan lebih tepat.
Pertimbangan Pemberian Antibiotik profilaksis pada Operasi
Antibiotik profilaksis hanya bisa digunakan jika terbukti dapat memberikan keuntungan dan
harus dihentikan bila terbukti tidak memberikan manfaat. SIGN dalam guideline-nya membagi 4
rekomendasi terhadap pemberian antibiotik profilaksis pada operasi.
1. Highly Recomendation, Profilaksis yang dengan terbukti tegas menurunkan morbiditas,
menurunkan biaya perawatan dan menurunkan konsumsi antibiotik secara keseluruhan.
2. Recomended; Profilaksis yang menurunkan morbilitas jangka pendek, mengurangi biaya
perawatan dan bila dimungkinkan menurunkan konsumsi antibiotik secara keseluruhan.

3. Should be considered; Profilaksis yang belum memiliki bukti yang kuat dapat
memberikan keuntungan, dan kemungkinan dapat meningkatkan biaya perawatan dan
peningkatan konsumsi antibiotk utamanya untuk pasien dengan low risk ILO.
4. Not recomended; profilaksis yang tidak memiliki bukti kuat efektif secara klinis serta
tidak menurunkan morbiditas jangka pendek. Dan dapat meningkatkan biaya perawatan
serta meningkatkan konsumsi antibiotik sedangkan keuntungan secara klinis sangat
rendah.
Rekomendasi terhadap pemberian atibiotik profilaksis sesuai indikasi disajikan dalam tabel
(tabel 2) berikut, dalam tabel ini juga dilampirkan, odds ratio (OR) untuk resiko infeksi dan
Numbers Need to Treat (NTT) untuk jumlah pasien yang harus diberi profilaksis untuk
mencegah infeksi.
Untuk Melihat tabel, silahkan Download langsung di Sini
Pemilihan Antibiotik Profilaksis
Pemilihan antibiotik profilaksis dipengaruhi oleh beberapa faktor. Oleh karena itu penting untuk
menanyakan ke pasien tentang riwayat penggunaan antibiotik dan allergi. Betalaktam
merupakan antibiotik yang banyak digunakan sebagai profilaksis. Bila terdapat riwayat alergi
penisilin yang berat (anfilaksis atau angiodema) menunjukkan bahwa pasien tidak dapat
menerima penisilin dan juga berarti sefalosporin juga diontraindikasikan terhadap pasien
tersebut. Meski cukup sederhana, tapi dapat memberikan dampak reaksi yang signifikan.
Paling penting yang harus diperhatikan yaitu antibiotik harus aktif terhadap bakteri yang dapat
menyebabkan ILO (Tabel 3).
Umumnya infeksi postoperatif disebabkan oleh bakteri flora pasien itu sendiri. Profilaksis tidak
harus dapat menghambat semua jenis bakteri flora pasien tersebut. Ada beberapa bakteri yang
tidak bersifat patogen atau jumlahnya hanya sedikit atau keduanya. Sangat penting untuk
memilih antibiotik dengan spektrum sempit sesuai dengan yang dibutuhkan untuk meminimalisir
multi resisten terhadap antibiotik. Selain itu antibiotik spektrum luas mungkin akan dibutuhkan
kemudian jika pasien mengalami sepsis yang serius. Oleh karena itu penggunaan sefalosporin
generasi ketiga seperti ceftriaxone dan cefatoxime harus dihindari sebagai profilaksis pada
operasi. (Munckhof W. 2005)
Berikut ini adalah antibiotik yang sering digunakan sebagai profilaksis pada operasi: (Munckhof
W. 2005)

IV sefalosporin generasi pertama (cephazolin atau cephalotin)

IV gentamicin

IV atau Rektal metronidazole (jika disebabkan oleh baktri anaerobik)

Oral tinidazole (jika disebabkan oleh baktri anaerobik)

IV flucloxacillin (jika infeksi methicillin-susceptible staphylococcal)

IV vancomycin (jika infeksi methicillin-resistant staphylococcal)

Umumnya studi yang dilakukan terhadap perbandingan efektifitas antibiotik sebagai profilaksis
menggunakan sampel pasien dalam jumlah yang kecil, sehingga sulit melihat perbedaan yang
signifikan antara antibiotik. Oleh karena itu pemilihan antibiotik harus didasarkan pada biaya,
profil efek yang dapat merugikan, kemudahan pemberian, profil farmakokinetik, dan aktifitas
antibakterinya. Antibiotik yang dipilih harus memiliki aktivitas terhadap bakteri yang sering
mengakibatkan infeksi pada operasi. Pada operasi clean-contaminated, antibiotik yang
digunakan harus efektif terhadap bakteri patogen yang terdapat dalam saluran GI dan GU. Pada
operasi clean, bakteri gram positif cocci (S. aureus dan S. epidermidis) paling banyak ditemukan.
Kebanyakan prosedur cefazolin merupakan antibiotik pilihan karena durasinya panjang, dan
efektif melawan bakteri yang banyak menyebabkan infeksi saat operasi disamping itu harganya
juga relatif murah. Rekomendasi spesifik pemilihan antibiotik profilaksis untuk berbagai jenis
prosedur operasi tersaji dalam tabel (lihat tabel 4). (AFS 2003)
Pemberian secara parenteral sefalosporin generasi kedua misalnya cefotetan memiliki aktifitas
antibakteri yang lebih baik terhadap bakteri anaerobik dan aerobik Garam negatif bila
dibandingkan dengan sefalosporin generasi pertama dan kadang-kadang juga menjadi pilihan
yang lebih disukai, namu lebih mahal. Alternatif lain yang dapat digunakan yaitu dengan
kombinasi metronidazole dengansefalosporin generasi pertama atau dengan gentamycin untuk
profilaksis pada operasi abdominal. (Munckhof W. 2005)
Penggunaan antimikroba sebagai profilaksis pada operasi menyebabkan perubahan pada bakteri
flora baik secara individu maupun koloni. Sebuah studi menunjukkan bahwa penggunaan
antibiotik profilaksis dapat mengubah bakteri flora menjadi koloni atau resisten. Namun studi
lain pada pasien operasi colorectal tidak menunnjukkan terjadinya resistensi mikroba yang
serius. (ASHP)
Rute dan Waktu Pemberian
Antibiotik profilaksis biasanya diberikan sebagai bolus intravena yang disertai dengan induksi
anastesi untuk memastikan konsentrasi efektif pada jaringan tercapai sebelum pembedaha
dimulai. Waktu pemberian antibiotik ini sangat penting utamanya untuk betalaktam yang
memiliki waktu paruh yang relatif singkat. Vancomisin membutuhkan waktu infus selama satu
jam oleh karena itu pemberiannya harus dimulai lebih cepat agar infus selesai tepat ketika
pembedahan akan dimulai.
Pemberian antibiotik profilaksis secara intramuskular jarang dilakukan dibandingkan intravena.
Pemberiannya biasanya dilakukan beberapa saat sebelum operasi karena waktu yang dibutuhkan
untuk mencapai level konsentrasi antibiotik yang efektif pada jaringan cukup lama.

Oral dan rektal juga harus diberikan lebih awal untuk memastikan kadar efektif pada jaringan
telah tercapi pada saat pembedahan. Suppositori metronidazole banyak digunakan pada
pembedahan usus besar dan harus diberikan 2-4 jam sebelum tindakan operasi dilakukan.
Antibiotik topikal tidak direkomendasikan kecuali untuk bedah mata atau akibat luka bakar.
Waktu pemberian antibiotik untuk mencapai konsentrasi aktif dalam jaringan sangat bergantung
pada profil farmakokinetik dan rute administrasinya. Antibiotik propilaksis yang diberikan
terlalu cepat atau terlalu lambat dapat menurunkan efeka dari dari antibiotik tersebut dan
mungkin dapat meningkatkan resiko terjadinya ILO. Pemberian profilaksis lebih dari 3 jam
setelah tindakan operasi akan berdampak pada penurunan efektifitasnya secara signifikan.
Beberapa literatur menyebutkan sebaiknya pemberian profilaksis secara intravena dilakukan < 30
menit sebelum tindakan operasi dilakukan untuk semua kategori operasi keculi caesarean
section.

Durasi Pemberian Antibiotik Profilaksis


Durasi pemberian antibiotik yang efektif dengan waktu yang paling singkat untuk profilaksis
infeksi paska bedah belum diketahui. Untuk beberapa prosedur, durasi antimikroba profilaksis
seharusnya 24 jam atau kurang, kecuali untuk operasi cardiothoracic yang membutuhkan durasi
72 jam.
Mempertahankan konsentrasi antibiotik setelah operasi dan pemulihan fisiologi normal setelah
anastesi tidak meningkatkan efikasi dari antibiotik profilaksi, melainkan dapat meningkatkan
toksisitas dan meningkatkan biaya. Jika operasi dilakukan selama empat jam atau kurang,
pemberian antibiotik dengan dosis tunggal sudah cukup. Pada operasi dengan waktu yang
panjang lebih dari empat jam penambahan dosis antibiotik mungkin dibutuhkan untuk menjaga
konsentrasi efektif antibiotik dalam jaringan, khususnya untuk antibiotik yang memiliki waktu
paruh yang singkat. Pemberian antibiotik profilaksis hingga luka bedah mengering sudah
dihapuskan (tidak digunakan lagi) dan tidak logis juga tidak terbukti dapat memberikan
keuntungan.
Kesimpulan
Antibiotik profilaksis pada pembedahan merupakan strategi yang efektif untuk menekan infeksi
paska operasi, melalui pemilihan antibiotik yang tepat yang diberikan pada saat yang tepat
melalui rute yang sesuai dan dengan durasi yang tepat sesuai dengan prosedur opeasi.
References List

Anonim,1999. ASHP therapeutic guidelines on antimicrobial prophylaxis in surgery.


American Society of Health-System Pharmacists, Inc.

Anonim, 2006. Antibiotic Prophylaxis in Surgery. Department of Surgical Education, Orlando


Regional Medical Center.
Anonim, 2008. 104 Antibiotic Prophylaxis In Surgery. A National Clinical Guideline. Scittish
Intercollegiate Guidelines Network. Elliot House 8-10 Hillside Crescent, Edinburg.
Anonim, 2008b. Surgical site infection. Prevention and treatment of surgical site infection.
National Institute for Health and Clinical Excellence (NICE). MidCity Place 71 High
Holborn.London
Bratzler D.W. dan Houck P.M, 2004. Antimicrobial Prophylaxis for Surgery: An Advisory
Statement from the National Surgical Infection Prevention Project. Major Article Clinical
Infectious Diseases (CID) 2004; 38:170615
Munckhof W., 2005. Antibiotics for surgical prophylaxis. Australian Prescriber, vol 28. Number
2. April 2005. Page 38 to 40
Reksoprawiro S. (unknow year) Penggunaan Antibiotik Profilaksis Pada Pembedahan.
Departemen/ SMF Ilmu Bedah, Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga/ RSU Dr. Soetomo.
Surabaya

You might also like