Professional Documents
Culture Documents
TELLOGEN EFFLUVIUM
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR .........................................................................................
ii
BAB I PENDAHULUAN..................................................................................
BAB II PEMBAHASAN....................................................................................
2.1. Definisi...............................................................................................
2.2. Epidemiologi......................................................................................
2.3.Etiologi................................................................................................
2.4.Patofisiologi.........................................................................................
2.5.Manifestasi Klinis................................................................................
2.6.Diagnosis.............................................................................................
2.7.Diagnosis Banding...............................................................................
2.8.Terapi .................................................................................................. 11
2.9.Prognosis............................................................................................. 11
BAB III KESIMPULAN..................................................................................... 13
DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................... 14
BAB I
PENDAHULUAN
mengalami kerontokan rambut paling tidak satu kali dalam hidupnya (Harrison
dan Bergfeld, 2009).
Kerontokan rambut seringkali dapat diatasi dan mengalami perbaikan
sendiri (self-limited), namun kerontokan juga bisa terjadi secara permanen.
Kerontokan rambut bisa menyebabkan kebotakan (alopesia). Alopesia dibagi
menjadi dua macam, yaitu alopesia nonsikatrik yang bersifat reversibel dan
alopesia sikatrik yang berdifat nonreversibel. Salah satu jenis alopesia nonsikatrik
adalah telogen effluvium (Mulinari-Brenner dan Bergfeld, 2003).
Telogen effluvium atau kerontokan rambut telogen merupakan jenis
kerontokan terbanyak yang bisa terjadi di daerah vertex maupun temporal namun
kerontokan juga bisa tersebar sehingga tidak terlihat. Kerontokan rambut dapat
menyebabkan stres pada beberapa orang khususnya wanita, sehingga penanganan
serta edukasi tentang telogen effluvium ini penting untuk dilakukan (Harrison dan
Bergfeld, 2009).
BAB II
PEMBAHASAN
2.1.
DEFINISI
Telogen effluvium (TE) adalah kerontokan rambut berlebih yang
disebabkan karena peningkatan proporsi folikel rambut fase telogen (Paus dan
Cotsarelis, 1999). Menurut Hughes pada tahun 2010, telogen effluvium adalah
bentuk alopesia nonsikatrik yang berkarakteristik dengan adanya kerontokan
rambut telogen. Telogen effluvium adalah self-limiting, reversibel, nonsikatrik,
kerontokan rambut luas pada kulit kepala yang sering berlangsung selama tiga
hingga enam bulan atau lebih, yang diikuti dengan penyakit berat atau faktor
pemicu yang lain (Sinclair, 2000). Telogen gravidarum adalah nama yang
diberikan untuk telogen effluvium yang terjadi pasca persalinan. Berdasarkan
waktu kejadiannya, telogen dibedakan menjadi dua macam, yaitu telogen
effluvium akut (ATE/Acute Telogen Effluvium); yang berlangsung kurang dari
enam bulan, dan telogen effluvium kronis (CTE/Chronic Telogen Effluvium);
yang berlangsung selama lebih dari enam bulan (Sinclair, 2000).
2.2.
EPIDEMIOLOGI
Penderita telogen effluvium cukup banyak namun prevalensinya tidak
didapatkan dengan pasti. Telogen effluvium dialami orang dewasa paling tidak
satu kali pada masa hidupnya. Angka mortalitas tidak pernah dilaporkan
sedangkan angka morbiditas terbatas pada aspek kosmetik. Telogen effluvium
dapat mengenai pria maupun wanita. Perubahan hormon saat periode pasca
persalinan juga merupakan penyebab telogen effluvium sehingga wanita mungkin
mempunyai kecenderungan paling banyak mengalami kejadian ini (Hughes,
2010).
2.3.
ETIOLOGI
1. Stres fisiologis
Stres fisiologis seperti trauma bedah, demam tinggi, penyakit sistemik
kronis, dan perdarahan telah dikenal sebagai penyebab telogen effluvium.
Kerontokan rambut telogen juga dapat dijumpai pada ibu 2-4 bulan pasca
persalinan, yang dikenal sebagai telogen gravidarum (Harrison dan
Bergfeld, 2009).
2. Stres emosional
Hubungan antara stres emosional dengan telogen effluvium masih sulit
untuk dijelaskan, sedangkan di satu sisi, kerontokan rambut tersebut
menyebabkan stress emosional bagi pasien. Pernah dilaporkan adanya
kerontokan rambut reversibel yang disertai dengan stres berat. Walaupun
demikian, hubungan antara kerontokan rambut luas dengan stres
psikologis masih kontroversial. Bukti yang menggambarkan hubungan ini
masih lemah. (Harrison dan Bergfeld, 2009).
3. Penyakit penyerta sistemik
Hipertiroidisme dan hipotiroidisme dapat menyebabkan kerontokan
rambut luas yang masih reversibel jika status eutiroid dikembalikan.
Gangguan sistemik kronis seperti amiloidosis sistemik, gangguan hepar,
gagal jantung kronis, IBS (inflammatory bowel disease), dan gangguan
proliferasi limfosit dapat menyebabkan telogen effluvium. Kerontokan
rambut telogen juga dilaporkan terjadi pada penyakit autoimun seperti
SLE (systemic lupus erytematosus), infeksi kronis seperti HIV tipe 1 dan
sifilis sekunder. Gangguan peradangan seperti psoriasis, dermatitis
seboroik, dan dermatitis kontak alergi juga dapat menyebabkan telogen
effluvium (Harrison dan Bergfeld, 2009).
4. Faktor nutrisi
Penyebab nutrisi yang dapat menimbulkan telogen effluvium adalah
defisiensi zinc dan defisiensi besi. Defisiensi protein, asam lemak, dan
restriksi kalori dengan kelaparan kronis, serta diet yang gagal juga dapat
menginduksi terjadinya kerontokan rambut luas. Sindrom malabsorbsi dan
penyakit pankreas dapat mempresipitasi telogen effluvium. Defisiensi
asam lemak esensial juga bisa berhubungan dengan telogen effluvium
sekitar dua sampai empat bulan kemudian setelah asupan yang tidak
adekuat. Vitamin D adalah vitamin yang dibutuhkan pada pertumbuhan sel
PATOFISIOLOGI
Siklus pertumbuhan rambut dibagi menjadi tiga fase, yaitu fase anagen
(fase pertumbuhan), fase katagen (fase involusi), dan fase telogen (fase istirahat)
(Harrison and Bergfeld, 2009). Fase anagen berlangsung selama 2-8 tahun, fase
katagen selama 4-6 minggu, dan fase telogen selama 2-3 bulan (Paus dan
Cotsarelis, 1999). Secara normal, setiap folikel rambut mengalami siklus
independen, sehingga ketika beberapa rambut sedang dalam fase telogen akhir dan
siap untuk rontok, rambut lain dalam fase pertumbuhan. Karena itu densitas kulit
kepala dan jumlah rambut kepala selalu stabil. Manusia mempunyai kurang lebih
100.000 rambut kepala, dengan 80-90% berada dalam fase anagen, 1-3% berada
dalam fase katagen, dan 10-15% berada dalam fase telogen (Harrison and
Bergfeld, 2009).
Pada kebanyakan orang, jumlah rambut rontok yang normal sekitar 50-150
perhari (Paus dan Cotsarelis, 1999). Kerontokan rambut luas disebabkan karena
terganggunya salah satu fase dalam siklus pertumbuhan rambut. Tipe kerontokan
rambut terbanyak adalah kerontokan rambut telogen (telogen effluvium), dimana
rambut yang berada pada fase anagen berubah secara prematur menjadi fase
telogen sehingga terjadi peningkatan jumlah rambut telogen yang rontok sekitar
dua sampai tiga bulan kemudian (Harrison and Bergfeld, 2009).
Telogen gravidarum adalah telogen effluvium yang terjadi pasca
persalinan. Selama kehamilan, estrogen plasenta yang bersirkulasi jumlahnya
tinggi sehingga memperpanjang fase anagen dan rambut ibu hamil menjadi
banyak serta penuh di kulit kepala. Saat persalinan, hormon estrogen turun drastis
sehingga rambut fase anagen berubah ke fase katagen secara simultan, lalu diikuti
dengan kerontokan rambut telogen beberapa bulan kemudian (Hughes, 2010).
MANIFESTASI KLINIS
Periode kerontokan rambut dramatis terjadi sekitar dua sampai tiga bulan
setelah terpapar faktor pencetus. Telogen effluvium bisa terjadi pada semua
rambut yang terdapat di tubuh, namun umumnya hanya kerontokan rambut kulit
kepala yang simtomatik (Hughes, 2010). Kerontokan rambut meluas pada kulit
kepala dan terus berlangsung dari beberapa minggu hingga beberapa bulan serta
menyebabkan penipisan kulit kepala. Pasien sering tidak menyadari kerontokan
mungkin berhubungan dengan penyakit yang saat ini sedang mereka derita, dan
terus terkonsentrasi pada rasa takut akan mengalami kebotakan (Sinclair, 2000).
Gejala pada telogen effluvium akut maupun kronis adalah peningkatan
kerontokan rambut. Pasien sering melapor rambut mereka rontok lebih banyak
dari biasanya (Hughes, 2010). Kerontokan rambut luas dapat memicu stress. Pada
kebanyakan kasus, pasien melaporkan banyaknya rambut yang jatuh di bantal
ketika mereka tidur, ketika menyisir rambut, atau ketika mandi. Untuk
menentukan faktor pencetus utama terjadinya kerontokan rambut, hubungan
antara kerontokan rambut dan faktor pemicunya harus jelas, dengan melihat
apakah terdapat perbaikan bila faktor pencetus atau pemicunya dihilangkan, dan
memburuk bila terkena paparan faktor pemicu ulangan (Harrison dan Bergfeld,
2010).
Pada telogen effluvium akut, riwayat pasien dan alur waktu harus digali
dengan seksama. Beberapa kasus dilaporkan tidak terdapat faktor pencetus yang
bisa diidentifikasi. Pertumbuhan rambut berikutnya tidak terlihat selama empat
sampai enam bulan kemudian. Jika faktor pencetus telah teridentifikasi dan
dihilangkan, rambut akan tumbuh kembali dengan sempurna.
Pada telogen effluvium kronis, beberapa faktor pencetus dapat
menyebabkan kerontokan rambut. Hal ini juga bisa terjadi secara idiopatik,
dimana penyebab telogen effluvium tidak diketahui dengan pasti. Kerontokan
rambut ini bisa terjadi secara sekunder dan lama bila terdapat faktor pemicu
berulang seperti defisiensi nutrisi maupun gangguan sistemik lain yang
mendasarinya. Pasien dengan telogen effluvium kronis bisa datang dengan kondisi
kulit kepala penuh rambut seperti tidak ada gangguan, atau terjadi kerontokan
bitemporal (Harrison dan Bergfeld, 2009). Kondisi lain yang mungkin ditemui
pada pasien dengan telogen effluvium adalah adanya garis Beau (beaus line) di
kuku. Namun pada sebagian besar pasien garis Beau tidak dijumpai (Sinclair,
2000).
DIAGNOSIS
Anamnesis dan pemeriksaan klinis merupakan hal paling penting dan bisa
untuk mengidentifikasi adanya anemia dan defisiensi besi (Kantor et.al., 2003)
Pemeriksaan level TSH dan T3-bebas untuk mendeteksi adanya gangguan
tiroid.
Level zinc pada serum untuk melihat adanya defisiensi zinc.
Pemeriksaan metabolik meliputi bilirubin, albumin, dan elektroforesis protein
diperlukan.
Biopsy kulit kepala membantu pada banyak kasus kerontokan rambut.
Kurangnya faktor pencetus yang dapat diidentifikasi, kerontokan rambut
kronis, batang rambut yang mengecil, dan gagalnya mengekslusi alopesia
androgenetik
merupakan
Pemeriksaan
dengan
indikasi
trichogram
dilakukannya
menunjukkan
biopsi
rambut
kulit
telogen
kepala.
yang
DIAGNOSIS BANDING
Diagnosis banding untuk telogen effluvium adalah alopesia androgenetik
10
seru (exclamation mark hairs) dijumpai pada AA namun tidak pada telogen
effluvium (Sinclair, 2000).
11
TERAPI
Pada telogen effluvium akut, kerontokan merupakan proses reaktif yang
seringkali membaik secara spontan sehingga tidak diperlukan terapi (Harrison dan
Bergfeld, 2009). Beberapa penyebab timbulnya kerontokan seperti defisiensi
nutrisi, defisiensi besi, gangguan tiroid, atau penggunaan obat tertentu harus
dikoreksi. Kerontokan rambut yang disebabkan oleh ketidakseimbangan nutrisi
bisa dikoreksi melalui konsultasi dengan ahli gizi. Pada telogen effluvium kronis,
perbaikan tidak terjadi dengan spontan dan membutuhkan waktu yang lama
sehingga edukasi pasien harus ditekankan, bahwa kerontokan rambut tidak akan
menimbulkan kebotakan. Pengubahan gaya rambut sementara juga bisa dilakukan
untuk menutupi area kerontokan (Hughes, 2010).
Farmakoterapi yang bisa diberikan pada pasien dengan telogen effluvium
adalah minoxidil, yang bekerja dengan cara merelaksasikan otot polos dan
menyebabkan dilatasi pembuluh darah. Efek pertumbuhan rambut merupakan
dampak dari vasodilatasi. Dosis dewasa untuk minoxidil topikal dengan sediaan
solusio 2% dan 5% adalah 1 ml dua kali sehari, sedangkan minoxidil oral bisa
diberikan 10-40 mg dengan dosis terbagi untuk dua atau empat kali sehari.
Pemberian minoxidil oral tidak boleh lebih dari 100 mg/hari. Minoxidil tidak
diperbolehkan penggunaannya untuk anak-anak (Hughes, 2010).
2.9.
PROGNOSIS
Prognosis untuk telogen effluvium adalah baik jika penyebab utamanya
diketahui dan terapi yang diberikan adekuat. Pasien harus diberi pengertian jika
faktor pencetus telah ditemukan dan dihilangkan, kerontokan dapat diatasi, namun
masih berlangsung selama beberapa waktu kemudian. Pertumbuhan rambut
anagen bisa dijumpai pada tiga sampai enam bulan setelah faktor pencetus
dihilangkan, namun secara kosmetik, pertumbuhan rambut signifikan dapat dilihat
setelah 12-18 bulan kemudian.
12
BAB III
KESIMPULAN
1. Telogen effluvium merupakan kerontokan rambut yang paling banyak
dijumpai, dimana rambut fase anagen berubah secara prematur menjadi
fase katagen dan telogen, kemudian mengalami kerontokan.
2. Telogen effluvium bisa disebabkan karena stres fisiologis, stres psikologis,
gangguan metabolik endokrin, defisiensi nutrisi, maupun obat-obatan.
Telogen effluvium bersifat reversibel, dan terapi didasarkan pada
penyebabnya.
3. Farmakoterapi yang bisa diberikan untuk membantu pertumbuhan rambut
adalah minoxidil. Menemukan faktor penyebab disertai riwayat pasien
serta pemeriksaan fisik laboratoris yang tepat dapat membantu praktisi
mengambil keputusan terapi yang terbaik bagi pasien.
4. Edukasi pasien juga merupakan salah satu kunci utama penatalaksanaan
telogen effluvium.
DAFTAR PUSTAKA
1. Harrison, S., Bergfeld, W. 2009. Diffuse Hair Loss : Its Tiggers and
Management. Cleveland Clinic Journal of Medicine, Vol. 76 number 6, page
361-367.
2. Hughes, E.C.W. 2010. Tellogen Effluvium. Diakses pada tanggal 7 Desember
2010 dari www.emedicine.com
13
3. Kantor, J., Keasler, L.J., Brooks, D.G., Cotsarelis, G. 2003. Decreased Serum
Ferritin is Associated with Alopecia in Women. The Society for Investigative
Dermatology University of California San Fransisco page 985-988.
4. Mulinari-Brenner, F., Bergfeld, W. 2003. Hair Loss : Diagnosis and
Management. Cleveland Clinic Journal of Medicine, vol. 70 number 8, page
705.
5. Paus R., Cotsarelis, G. 1999. The Biology of Hair Folicle. The New England
Journal of Medicine volume 341 number 7 page 491-497.
6. Price, V.H. 2003. Androgenetic Alopecia in Women. The Society for
Investigative Dermatology University of California San Fransisco page 24-27.
7. Sinclair, R.D. 2000. Telogen Effluvium. Diakses pada tanggal 7 Desember
2010 dari www.pubmed.gov
14