Professional Documents
Culture Documents
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Program peningkatan penggunaan ASI menjadi prioritas karena dampaknya yang luas terhadap
status gizi dan kesehatan balita, dengan demikian kesehatan anak sangat tergantung pada
kesehatan ibu terutama masa kehamilan, persalinan dan masa menyusui (Zainuddin, 2008
dalam Jafar, 2011). ASI Ekskusif merupakan makanan pertama, utama dan terbaik bagi bayi,
yang bersifat alamiah. ASI mengandung berbagai zat gizi yang dibutuhkan dalam proses
pertumbuhan dan perkembangan bayi (Prasetyono, 2009). Khasiat ASI begitu besar seperti ASI
dapat menurunkan risiko bayi mengidap berbagai penyakit. Apabila bayi sakit akan lebih cepat
sembuh bila mendapatkan ASI. ASI juga membantu pertumbuhan dan perkembangan
kecerdasan anak. Pemberian ASI Eksklusif secara baik sekitar enam bulan pertama kelahiran
akan berdampak sangat positif bagi tumbuh kembang bayi baik secara fisik maupun emosional.
Bayi akan tumbuh lebih sehat dengan sistem kekebalan tubuh yang sempurna dari air susu ibu
(ASI). Karena ASI mampu memberikan perlindungan yang sempurna bagi bayi yang baru lahir.
Berdasarkan data WHO tahun 2012, cakupan ASI Eksklusif masih rendah untuk negara
berkembang dan negara miskin termasuk Indonesia.
Menyusui bayi secara umum sudah menjadi budaya Indonesia, namun praktek pemberian ASI
masih buruk (Depkes, 2006). Tingkat kesadaran masyarakat untuk memberikan ASI kepada
bayinya masih sangat memprihatinkan (Portal Nasional RI, 2008). Data dari Sentra laktasi
Indonesia mencatat bahwa berdasarkan survei demografi dan kesehatan Indonesia 2007-2010,
hanya 48% ibu yang memberikan ASI eksklusif. Di Indonesia, rata-rata ibu memberikan ASI
eksklusif hanya 2 bulan, sementara pemberian susu formula meningkat 3 kali lipat. Dan
berdasarkan data dari Bappenas tahun 2010 menyatakan bahwa hanya 31% bayi di Indonesia
mendapatkan ASI Eksklusif hingga usia 6 bulan. Menyikapi permasalahan pentingnya
pemberian ASI bagi bayi, pemerintah Indonesia telah menggalakkan program pemberian ASI
Esklusif sejak tahun 1990 yang dikenal dengan Gerakan Nasional Peningkatan Air Susu Ibu
(PP-ASI).
Gambaran
ini
ditetapkan
dengan
Keputusan
Menteri
Kesehatan
kesehatan
agar melakukan
sosialisasi
dan
promosi
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian ASI
ASI adalah cairan putih yang dihasilkan oleh kelenjar payudara ibu melalui proses
menyusui. ASI merupakan makanan yang telah disiapkan untuk calon bayi saat ibu
mengalami kehamilan. Semasa kehamilan, payudara akan mengalami perubahan untuk
menyiapkan produksi ASI tersebut (Khasanah, 2011). Pengertian ASI ekslusif sangat
beragam karena banyak ahli yang mendefinisikan berbeda-beda. Sebagian orang mungkin
memiliki pendapat tersendiri terkait dengan hal tersebut. Bahkan masih banyak juga yang
kurang mengerti akan maksud dari ASI eksklusif.
Berikut adalah pendapat beberapa ahli mengenai ASI :
1. Pendapat dari Ibu Sulityawati
ASI eksklusif adalah pemberian ASI tanpa adanya makanan atau minuman
pendamping selama dalam kurun beberapa waktu. Pemberian ini dimulai semenjak bayi
lahir ke dunia hingga umur sekitar 6 bulan.
2. Pendapat Dwi Sunar Prasetyono
Seorang bayi hanya diberikan ASI selama 6 bulan tanpa diberikan cairan tambahan
lain seperti air jeruk, susu formula, teh dan cairan lainnya. Selain itu bayi juga tidak
diberikan makanan padat sedikit pun seperti bubur, nasi tim, pisang, apokat dan lainlain.
3. Pendapat A. August Burns
Asi ekslusif adalah pemberian ASI selama enam bulan pertama.
Jadi ASI eksklusif adalah pemberian ASI saja kepada bayi berumur 0 6 bulan tanpa
memberikan makanan atau minuman lain. Menurut ahli kesehatan, bayi pada usia
tersebut sudah terpenuhi gizinya hanya dengan ASI saja.
2.2 Kandungan gizi yang ada di dalam ASI
ASI mengandung zat-zat gizi penting sebagai berikut :
1.
Karbohidrat
Karbohidrat utama dari ASI adalah laktosa (gula susu) yang sesuai dengna kondisi
biologis atau sistem pencernaan bayi. Laktosa berperan penting sebagai sumber energi.
Laktosa mudah diurai menjadi glukosa dan galaktosa dengan bantuan enzim laktase
yang sudah ada dalam mukosa saluran cerna bayi sejak lahir. pada pencernaan bayi
terdapat enzim yang mencerna laktosa tersebut. Glukosa dan galaktosa berperan dalam
perkembangan sistem syaraf dan pertumbuhan otak, mielinisasi dan pematanagn otak
agar otak tumbuh optimal. Selain itu, zat gizi ini juga membantu penyerapan kalsium
dan magnesium di masa pertumbuhan bayi. Bahkan, membantu pertumbuhan bakteri
usus yang baik (lactobacillus bifidus) dan menghambat pertumbuhan bakteri berbahaya
2. Protein
Kandungan protein ASI seimbang dengan kebutuhan bayi. Pada ASI, jenis proteinnya
adalah whey yang memiliki ukuran molekul lebih kecil. Protein jenis whey ini
mempunyai sifat mudah dicerna. Komponen dasar dari protein adalah asam amino yang
berfungsi sebagai pembentuk struktur otak. Protein berguna untuk pertumbuhan dan
perkembangan
sistem kekebalan
otak serta
menyempurnakan fungsi pencernaan. Protein juga memberi lapisan pada dinding usus
bayi baru lahir yang masih permeabel terhadap protein, serta berperan sebagai proteksi
terhadap berbagai risiko infeksi bakteri/virus yang dapat masuk melalui pencernaan. Ya,
protein dalam ASI dapat membantu menghancurkan bakteri dan melindungi bayi dari
infeksi.
3. Lemak
Kandungan zat gizi terbesar di dalam ASI adalah lemak. Lemak merupakan sumber
kalori atau energi utama yang terdapat dalam ASI. Kadar lemak ASI berubah-ubah
secara otomatis sesuai dengan kebutuhan gizi bayi dari hari ke hari. Lemak dapat
diolah, dicerna dan diserap baik karena dalam ASI sekaligus terdapat enzim lipase yang
bertugas membantu proses metabolisme lemak. Ada sekitar 200 jenis asam lemak, yakni
80 persen asam lemak tak jenuh ganda, antara lain asam linolenat omega 3, EPA dan
DHA serta asam linoleat omega-6 ARA yang berperan penting dalam tumbuh-kembang
otak, pertumbuhan sel-sel otak, mielinisasi jaringan saraf, serta ketajaman penglihatan.
Lemak rantai panjang atau long chain poly unsaturated fatty acid (LC-PUFA)
merupakan jenis lemak yang sangat diperlu kan dalam perkembangan otak bayi.
4. Vitamin dan Mineral
ASI mengandung vitamin dan mineral penting yang dibutuhkan bayi. Zat
gizi mikro penting itu antara lain vitamin A, vitamin C, vitamin D, zat besi, tiamin,
riboflavin, kalsium, fosfor, fluor.
Vitamin
Misalnya, vitamin D membantu bayi menggunakan kalsium dari ASI untuk
tumbuh-kembang tulang.Vitamin K yang diperlukan untuk proses pembekuan darah
terdapat dalam ASI dengan jumlah yang cukup dan mudah diserap.
Zat Besi
Zat besi dibutuhkan untuk memproduksi hemoglobin, bagian dari sel-sel darah
merah yang membawa oksigen ke seluruh tubuh, zat besi pun esensial untuk
tumbuh-kembang otak bayi. Zat besi yang terkandung dalam ASI juga mudah
diserap.
Fluor
Fluor membantu membentuk gigi yang kuat dan mencegah gigi berlubang di kelak.
2. Laktoferin
Laktoferin adalah protein yang berikatan dengan zat besi. Laktoferin bermanfaat untuk
menghambat pertumbuhan bakteri E.coli dan jamur kandida.
3. Antibodi
ASI terutama kolostrum mengandung immunoglobulin yaitu secretory IgA (SIgA),
yang berguna untuk pertahanan tubuh bayi.
Susunan zat makanan dalam 100 gram ASI :
Zat makanan
Kalori
Protein
Lemak
Karbohidrat
Zat kapur
Fosfor
Vitamin A
Thiamin
Kandungan gizi
68 kalori
1,4 gram
3,7 gram
7,2 gram
30 mg
20 mg
60 SI
30 mg
d. Para ibu sering keluar rumah baik karena bekerja maupun karena tugas-tugas sosial, maka
susu sapi adalah satu-satunya jalan keluar dalam pemberian makanan bagi bayi yang
ditinggalkan dirumah.
e. Adanya anggapan bahwa memberikan susu botol kepada anak sebagai salah satu simbol bagi
kehidupan tingkat sosial yan lebih tinggi, terdidik dan mengikuti perkembangan zaman.
f. Ibu takut bentuk payudara rusak apabila menyusui dan kecantikannya akan hilang.
g. Pengaruh melahirkan dirumah sakit atau klinik bersalin. Belum semua petugas paramedis
diberi pesan dan diberi cukup informasi agar menganjurkan setiap ibu untuk menyusui bayi
mereka, serta praktek yang keliru dengan memberikan susu botol kepada bayi yang baru lahir.
Sering juga ibu tidak menyusui bayinya karena terpaksa, baik karena faktor intern dari ibu
seperti terjadinya bendungan ASI yang mengakibatkan ibu merasa sakit sewaktu bayinya
menyusu, luka-luka pada putting susu yang sering menyebabkan rasa nyeri, kelainan pada
putting susu dan adanya penyakit tertentu seperti tuberkolose, malaria yang merupakan alasan
untuk tidak menganjurkan ibu menyusui bayinya, demikian juga ibu yang gizinya tidak baik
akan menghasilkan ASI dalam jumlah yang relatif lebih sedikit dibandingkan ibu yang sehat
dan gizinya baik. Disamping itu juga karena faktor dari pihak bayi seperti bayi lahir sebelum
waktunya (prematur) atau bayi lahir dengan berat badan yang sangat rendah yang mungkin
masih telalu lemah abaila mengisap ASI dari payudara ibunya, serta bayi yang dalam
keaaddaan sakit.
2.4 Program Pemerintah tentang Penggalakan ASI Eksklusif
Menyikapi permasalahan pentingnya pemberian ASI bagi bayi, pemerintah
Indonesia telah menggalakkan program pemberian ASI Esklusif sejak tahun 1990 yang dikenal
dengan Gerakan Nasional Peningkatan Air Susu Ibu (PP-ASI). Gambaran ini ditetapkan dengan
Keputusan Menteri Kesehatan No.450/MENKES/IV/2004 tentang Pemberian ASI secara
eksklusif pada bayi Indonesia (Depkes RI, 2005). Persentase bayi yang menyusu eksklusif
sampai dengan 6 bulan hanya 15,3%. Hal ini disebabkan karena kesadaran masyarakat dalam
mendorong peningkatan pemberian ASI masih relatif rendah (Depkes, 2011). PP Nomor 33
Tahun 2012 tentang Pemberian ASI Eksklusif telah diundangkan sekaligus mulai berlaku pada
tanggal 1 Maret 2012. PP ini terdiri dari 10 bab, 43 pasal dengan total 55 ayat, dan mengatur 7
hal pokok, yaitu 1) tanggung jawab pemerintah, pemerintah daerah provinsi, dan pemerintah
daerah kabupaten/kota; 2) Air Susu Ibu; 3) penggunaan susu formula dan produk bayi lainnya;
4) tempat kerja dan tempat sarana umum; 5) dukungan masyarakat; 6) pendanaan; dan 7)
pembinaan dan pengawasan.
PP Nomor 33 Tahun 2012 tentang Pemberian ASI Eksklusif lahir sesuai dengan amanat
Undang-undang tentang Kesehatan Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan Bab VII Pasal
129 ayat 234. Dilihat dari struktur isi, PP Nomor 33 Tahun 2012 meliputi Bab I Ketentuan
Umum (2 pasal), Bab II Tanggung Jawab (3 bagian, 3 pasal), Bab III Air Susu Ibu (5 bagian, 9
pasal), Bab IV Penggunaan Susu Formula Bayi dan Produk lainnya (15 pasal), Bab V Tempat
Kerja dan Tempat Sarana Umum (6 pasal), Bab VI Dukungan Masyarakat (1 pasal), Bab VII
Pendanaan (1 pasal), Bab VIII Pembinaan dan Pengawasan 2 pasal, Bab IX Ketentuan
Peralihan (1 pasal), dan Bab X Ketentuan Penutup (2 pasal), serta ditambah bagian penjelasan
yang terdiri dari 2 bagian, yaitu umum dan pasal demi pasal. PP ini terdiri dari 10 bab, 43 pasal
dengan total 55 ayat, dan mengatur 7 hal pokok, yaitu 1) tanggung jawab pemerintah,
pemerintah daerah provinsi, dan pemerintah daerah kabupaten/kota; 2) Air Susu Ibu; 3)
penggunaan susu formula dan produk bayi lainnya; 4) tempat kerja dan tempat sarana umum;
5) dukungan masyarakat; 6) pendanaan; dan 7) pembinaan dan pengawasan. Pembahasan
Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) tentang ASI sampai menjadi PP tentang Pemberian
ASI Eksklusif setidaknya dibutuhkan waktu sekitar lima tahun untuk sampai menjadi PP.
PP Nomor 33 Tahun 2012 tentang Pemberian ASI Eksklusif telah diundangkan
sekaligus mulai berlaku pada tanggal 1 Maret 2012. Substansi yang diatur seperti tentang ASI
dan susu formula merupakan isu cukup penting dan sudah lama bergulir. Dalam perspektif
agama dan kesehatan, pembicaraan ASI sudah sangat jelas. Pada saat ini juga tengah dibahas
Peraturan Menteri Kesehatan yang mengatur Tata Cara Pengenaan Sanksi Administrasi,
Pemberian ASI Eksklusif dari Pendonor ASI dan Tata cara penggunaan Susu Formula Bayi dan
produk bayi lainnya sebagai amanat dari Peraturan Pemerintah RI No. 33 Tahun 2012 tentang
Pemberian Air Susu Ibu Eksklusif. Program ASI di tempat kerja sangat penting dan memiliki
nilai strategis mengingat jumlah pekerja perempuan di Indonesia cukup besar, mencapai
39.946.327 atau 38% dari total jumlah pekerja. Keberhasilan program ASI di tempat kerja akan
sangat berdampak pada keberhasilan program ASI secara nasional. Untuk menggalakkan
program ASI di tempat kerja, beberapa lembaga dan sarana prasarana penunjang, seperti klinik
laktasi, pojok laktasi, Hotline ASI, Sentra Laktasi Indonesia (SELASI), Asosiasi Ibu Menyusui
Indonesia (AIMI), konselor menyusui (breastfeeding counselor) dan konsultan laktasi. Dalam
upaya mendukung kebijakan program ASI eksklusif saat ini mulai banyak organisasi di
masyarakat sebagai bentuk kepedulian dalam mendukung terwujudnya ibu menyusui secara
eksklusif.
Pemberian ASI eksklusif tidak hanya menjadi isu nasional, tetapi merupakan komitmen
global. Berdasarkan identifikasi terhadap peraturan perundangan yang ada terkait ASI
eksklusif, terlihat adanya kontrol pemerintah untuk mendukung ASI eksklusif. Selain dalam
bentuk peraturan perundangan, juga terdapat kebijakan dan program berbagai peraturan
perundangan bagai kebijakan dan peraturan perundangan Pemberian ASI, khususnya di
kementerian terkait, yaitu Kementerian Kesehatan dan Kementerian Pemberdayaan Perempuan
dan Perlindungan Anak. Berbagai bentuk intervensi kontrol pemerintah dalam bentuk peraturan
perundangan berupa Undang-undang yang mendukung pemberian ASI adalah khususnya UU
No. 49 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, UU No. 23 tahun 2002 tentang Perlindungan
Anak, UU No. 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, UU No. 36 tahun 2009 tentang
Kesehatan merupakan landasan hukum bagi lahirnya Peraturan Pemerintah No. 33/2012
tentang Pemberian ASI Eksklusif dan perlu dikaji kesesuaiannya. Lahirnya PP tersebut dalam
prosesnya mengalami kendala dan hambatan khususnya dari dunia usaha/industri sehingga
dimungkinkan dalam implementasinya juga terdapat permasalahan.
Dalam PP ini juga terdapat substansi yang memerlukan kajian dan tindak lanjut,
diantaranya adalah evaluasi pelaksanaan dan pencapaian program pemberian ASI Eksklusif di
tempat kerja, penelitian dan pengembangan program ASI Eksklusif yang mendukung
perumusan kebijakan kabupaten/kota, pertimbangan norma agama, aspek sosial budaya, mutu,
dan keamanan ASI terkait pemberian ASI Eksklusif dari pendonor ASI; tata cara pengenaan
sanksi administrasi bagi tenaga kesehatan dan fasilitas pelayanan kesehatan, tata cara
penggunaan susu formula bayi dan produk bayi lainnya, dan tata cara penyediaan fasilitas
khusus menyusui dan/atau memerah ASI. Selain itu, implementasi kebijakan harus dilihat
sinergisitasnya dan tidak berbenturan dengan kebijakan atau peraturan lainnya di tingkat
perusahaan. Misalnya adalah ketentuan tentang jam kerja. Dalam PP 39 nomor 33 tahun 2012
isi materi yang dapat diidentifaksi berdasarkan klasifikasi jenis media berdasarkan kekuatan
pada mekanisme pasar, yaitu produk susu formula. Gencarnya promosi susu formula di banyak
media, khususnya media elektronik televisi menjadi penyebab rendahnya cakupan angka
10
pemberian susu formula. Oleh karena itu, mekanisme pasar tentang susu formula perlu
diperbanyak lagi aturan-aturan pengetatan, termasuk perlunya tuntutan masyarakat melalui
pemahaman dan peningkatan kesadaran arti pentingnya pemberian ASI eksklusif melaui
sosialisasi secara lebih luas ke seluruh lapisan masyarakat.
BAB III
PENUTUP
11
3.1 Kesimpulan
1. ASI eksklusif adalah pemberian ASI saja kepada bayi berumur 0 6 bulan tanpa
memberikan
makanan atau minuman lain. Menurut ahli kesehatan, bayi pada usia
12
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/40458/5/Chapter%20I.pdf
tanggal 8 Maret 2015 pukul 16:30)
(diakses
pada