You are on page 1of 9

FOOD AND WATER BORNE DISEASE

KOLERA
1. Definisi.
Penyakit kolera (cholera) adalah penyakit infeksi saluran usus bersifat akut yang
disebabkan oleh bakteri Vibrio cholerae, bakteri ini masuk kedalam tubuh seseorang
melalui makanan atau minuman yang terkontaminasi. Kemudian, bakteri tersebut
mengeluarkan enterotoksin (racunnya) pada saluran usus.
Infeksi bakteri tersebut biasanya ringan atau tanpa gejala, tapi terkadang parah.
Kurang lebih 1 dari setiap 20 penderita mengalami sakit yang berat dengan gejala diare
yang sangat encer, muntah-muntah, dan kram di kaki. Bagi penderita, kehilangan cairan
tubuh secara cepat ini dapat mengakibatkan dehidrasi dan shock atau reaksi fisiologik
hebat terhadap trauma tubuh. Jika tidak diatasi, kematian dapat terjadi dalam beberapa
jam.
2. Reservoir
Reservoirnya adalah : Manusia; pengamatan yang dilakukan di AS, Bangladesh dan
Australia selama lebih dari 2 dekade menunjukkan adanya reservoir lingkungan, dimana
vibrio diduga hidup pada copepoda dan zooplankton yang hidup diperairan payau dan
muara sungai
3. Cara penularan
Masuk melalui makanan atau air minum yang terkontaminasi secara langsung
atau tidak langsung oleh tinja atau muntahan dari orang yang terinfeksi. El Tor dan O139
dapat bertahan di air dalam jangka waktu yang lama. Pada saat wabah El Tor sekala besar
terjadi di Amerika Latin pada tahun 1991, penularan yang cepat dari kolera terjadi
melalui air yang tercemar karena sistem PAM perkotaan yang tidak baik, air permukaan
yang tercemar, sistem penyimpanan air dirumah tangga yang kurang baik. Makanan dan
minuman pada saat itu diolah dengan air yang tercemar dan di jual oleh pedagang kaki
lima, bahkan es dan air minum yang dikemaspun juga tercemar oleh vibrio cholerae. Bijibijian yang dimasak dengan saus pada saat wabah itu terbukti berperan sebagai media
penularan kolera. Vibrio cholerae yang dibawa oleh penjamah makanan dapat mencemari
salah satu dari jenis makanan yang disebutkan diatas yang apabila tidak disimpan dalam
lemari es dalam suhu yang tepat, dapat meningkatkan jumlah kuman berlipat ganda
dalam waktu 8 12 jam. Sayuran dan buah-buahan yang dicuci dan dibasahi dengan air
limbah yang tidak diolah, juga menjadi media penularan. Terjadinya wabah maupun
munculnya kasus sporadis sering disebabkan oleh karena mengkonsumsi seafood mentah
atau setengah matang. Air yang tercemar sering berperan sebagai media penularan seperti
yang terjadi pada KLB di Guam, Kiribati, Portugal, Itali dan Ekuador. Pada kejadian lain,
seperti di AS, kasus sporadis kolera justru timbul karena mengkonsumsi seafood mentah
atau setengah matang yang ditangkap dari perairan yang tidak tercemar.
4. Masa inkubasi : Dari beberapa jam sampai 5 hari, biasanya 2 3 hari
5. Masa penularan

Diperkirakan selama hasil pemeriksaan tinja masih positif, orang tersebut masih
menular, berlangsung sampai beberapa hari sesudah sembuh. Terkadang status sebagai
carrier berlangsung hingga beberapa bulan. Berbagai jenis antibiotika diketahui efektif
terhadap strain infektif (misalnya tetrasiklin untuk strain O139 dan kebanyakan strain
O1). Pemberian antibiotika memperpendek masa penularan walaupun sangat jarang
sekali, ditemukan infeksi kandung empedu kronis berlangsung hingga bertahun-tahun
pada orang dewasa yang secara terus menerus mengeluarkan vibrio cholerae melalui tinja
6. Kekebalan dan kerentanan.
Resistensi dan kerentanan seseorang sangat bervariasi achlorhydria, lambung
meningkatkan risiko terkena penyakit, sedangkan bayi yang disusui terlindungi dari
infeksi. Kolera gravis biotipe El Tor dan Vibrio cholera O139 secara bermakna lebih
sering menimpa orang-orang dengan golongan darah O. Infeksi oleh V. cholerae O1 atau
O139 meningkatkan titer antibodi penggumpalan maupun antibodi terhadap toksin dan
meningkatkan daya tahan terhadap infeksi. Serum antibodi terhadap Vibrio Cholera bisa
dideteksi sesudah terjadi infeksi oleh O1 (namun uji spesifik, sensitif dan prosedur
pemeriksaan yang dapat dipercaya seperti untuk O1 saat ini tidak ada untuk infeksi
O139). Adanya serum antibodi terhadap vibrio cholerae ini sebagai bukti adanya
perlindungan terhadap kolera O1. Studi lapangan menunjukkan bahwa infeksi klinis awal
oleh Vibrio cholera O1 dari biotipe klasik memberikan perlindungan terhadap infeksi
biotipe klasik maupun El Tor; sebaliknya infeksi klinis awal oleh biotipe El Tor
memberikan perlindungan jangka panjang namun sangat rendah dan terbatas terhadap
infeksi El Tor saja. Di daerah endemis, kebanyakan orang memperoleh antibodi pada
awal masa beranjak dewasa. Infeksi oleh strain O1 tidak memberi perlindungan terhadap
infeksi O 139 dan sebaliknya. Studi eksperimental yang dilakukan pada sukarelawan,
menunjukkan bahwa infeksi klinis awal oleh Vibrio cholera O139 memberikan proteksi
yang cukup bermakna terhadap diare karena infeksi Vibrio cholera O139.
7. Cara cara pemberantasan
A. Tindakan pencegahan.
1) Lihat demam Tifoid, 9A 1-7.
2) Pemberian Imunisasi aktif dengan vaksin mati whole cell, yang diberikan secara
parenteral kurang bermanfaat untuk penanggulangan wabah maupun untuk
penanggulangan kontak. Vaksin ini hanya memberikan perlindungan parsial
(50%) dalam jangka waktu yang pendek (3 6 bulan) di daerah endemis tinggi
tetapi tidak memberikan perlindungan terhadap infeksi asimptomatik; oleh karena
itu pemberian imunisasi tidak direkomendasikan. Dua jenis Vaksin oral yang
memberikan perlindungan cukup bermakna untuk beberapa bulan terhadap kolera
yang disebabkan oleh strain O1, kini tersedia di banyak negara. Pertama adalah
vaksin hidup (strain CVD 103 HgR, dosis tunggal tersedia dengan nama dagang
Orachol di Eropa dan Mutacol di Kanada, SSV1); yang lainnya adalah vaksin
mati yang mengandung vibrio yang diinaktivasi ditambah dengan subunit B dari

toksin kolera, diberikan dalam 2 dosis (Dukoral, SBL). Sampai dengan akhir
tahun 1999, vaksin-vaksin ini belum mendapat lisensi di AS.
3) Tindakan pencegahan yang melarang atau menghambat perjalanan orang,
pengangkutan bahan makanan atau barang tidak dibenarkan.
B. Pengawasan penderita, kontak atau lingkungan sekitarnya
1) Laporan kepada instansi kesehatan setempat: Laporan kasus kolera umumnya
diwajibkan sesuai dengan Peraturan Kesehatan Internasional (International Health
Regulation,1969). Edisi beranotasi Ketiga (Third Annotated Edition, 1983), dan
IHR yang di perbarui dan di cetak ulang pada tahun 1992, WHO, Geneva; kelas 1
(lihat tentang pelaporan penyakit menular). Saat ini sedang dilakukan revisi
terhadap IHR.
2) Isolasi : perawatan di rumah sakit dengan memperlakukan kewaspadan enterik di
perlukan untuk pasien berat; isolasi ketat tidak diperlukan. Untuk penderita yang
tidak begitu berat, dapat di perlakukan sebagai penderita rawat jalan, diberi
rehidrasi oral dan antibiotika yang tepat. Ruang perawatan kolera yang penuh
sesak dengan penderita dapat di operasikan tanpa perlu khawatir dapat
menimbulkan ancaman penularan kepada petugas kesehatan dan pengunjung
asalkan prosedur cuci tangan secara efektif serta prosedur kebersihan perorangan
di laksanakan dengan baik. Pemberantasan terhadap lalat juga perlu dilakukan.
3) Disinfeksi serentak : Dilakukan terhadap tinja dan muntahan serta bahan-bahan
dari kain (linen, seperti sprei, sarung bantal dan lain-lain) serta barang-barang lain
yang digunakan oleh penderita, dengan cara di panaskan, diberi asam karbol atau
disinfektan lain. Masyarakat yang memiliki sistem pembuangan kotoran dan
limbah yang modern dan tepat, tinja dapat langsung dibuang ke dalam saluran
pembuangan tanpa perlu dilakukan disinfeksi sebelumnya. Pembersihan
menyeluruh.
4) Karantina :Tidak diperlukan.
5) Manajemen kontak : Lakukan surveilans terhadap orang yang minum dan
mengkonsumsi makanan yang sama dengan penderita kolera, selama 5 hari
setelah kontak terakhir. Jika terbukti kemungkinan adanya penularan sekunder
didalam rumah tangga, anggota rumah tangga sebaiknya di beri pengobatan
kemoprofilaksis; untuk orang dewasa adalah tetrasiklin (500 mg 4 kali sehari)
atau doksisiklin (dosis tunggal 300 mg) selama 3 hari, kecuali untuk strain lokal
yang diketahui atau diduga resisten terhadap tetrasiklin. Anak-anak juga bisa
diberikan tetrasiklin (50mg/kg/hari dibagi ke dalam 4 dosis) atau doksisiklin
(dosis tunggal 6 mg/kg) selama 3 hari, dengan pemberian tetrasiklin dalam waktu
yang singkat, tidak akan terjadi noda pada gigi. Pengobatan profilaktik alternatif
yang bisa digunakan untuk strain V. cholerae O1 yang resisten terhadap tetrasiklin
adalah: Furazolidon (Furoxone) (100 mg 4 kali sehari untuk orang dewasa dan
untuk anak-anak 1.25 mg/kg 4 kali sehari), eritromisin (dosis anak-anak 40 mg/kg
sehari dibagi ke dalam 4 dosis dan untuk orang dewasa 250 mg, 4 kali sehari);

TMP-SMX (320 mg TMP dan 1600 mg SMX dua kali sehari untuk orang dewasa
dan 8 mg/kg TMP dan 40 mg/kg SMX sehari dibagi ke dalam 2 dosis untuk anakanak); atau siprofloksasin (500 mg dua kali sehari untuk orang dewasa). TMPSMX tidak bermanfaat untuk infeksi V. cholerae O139 karena strain ini resisten
pada obat-obat antimikroba jenis ini. Kemoprofilaksis masal untuk semua anggota
masyarakat tidak pernah di lakukan karena dapat menyebabkan resistensi
terhadap antibiotika. Imunisasi terhadap kontak tidak dianjurkan.
6) Investigasi terhadap kontak dan sumber infeksi : Lakukan investigasi terhadap
kemungkinan sumber infeksi berasal dari air minum dan makanan yang
terkontaminasi. Makanan yang dikonsumsi 5 hari sebelum sakit harus di
tanyakan. Pencarian dengan cara mengkultur tinja untuk kasus-kasus yang tidak
dilaporan hanya disarankan dilakukan terhadap anggota rumah tangga atau
terhadap orang-orang yang kemungkinan terpajan dengan satu sumber (Common
source) didaerah yang sebelumnya tidak terinfeksi.
7) Pengobatan spesifik : Ada tiga cara pengobatan bagi penderita Kolera : 1). Terapi
rehidrasi agresif. 2). Pemberian antibiotika yang efektif. 3). Pengobatan untuk
komplikasi. Dasar dari terapi kolera adalah rehidrasi agresif melalui oral dan
intravena yang dilakukan untuk memperbaiki kekurangan cairan dan elektrolit,
juga untuk mengganti cairan akibat diare berat yang sedang berlangsung.
Antibiotika yang tepat adalah terapi tambahan yang sangat penting terhadap
pemberian cairan, karena pemberian antibiotika dapat mengurangi volume dan
lamanya diare dan dengan cepat mengurangi ekskresi dari vibrio sehingga
mengurangi kemungkinan terjadinya penularan sekunder. Akhirnya pada saat
terapi rehidrasi cukup efektif, dan penderita tertolong dari renjatan hipovolemik
dan tertolong dari dehidrasi berat, penderita dapat mengalami komplikasi seperti
hipoglikemi yang harus di ketahui dan di obati dengan segera. Jika hal diatas
dilakukan dengan baik maka angka kematian (CFR) bahkan pada ledakan KLB di
negara berkembang dapat ditekan dibawah 1 %.
Untuk memperbaiki dehidrasi, asidosis dan hipokalemia pada penderita
dengan dehidrasi ringan hingga sedang cukup dengan hanya memberikan larutan
rehidrasi oral (Oralit) yang mengandung glukosa 20g/l (atau sukrosa 40 gr/l atau
dengan air tajin 50g/L), NaCl (3.5 g/L), KCl (1.5 g/L); dan trisodium sitrat
dihidrat (2.9 g/L) atau NaHCO3 (2.5 g/L). Kehilangan cairan pada penderita
dengan dehidrasi ringan hingga sedang di perbaiki dengan rehidrasi oral sebagai
pengganti cairan, diberikan lebih dari 4 6 jam, agar jumlah yang diberikan dapat
mengganti cairan yang diperkirakan hilang (kira-kira 5 % dari berat badan untuk
dehidrasi ringan dan 7 % pada dehidrasi sedang). Kehilangan cairan yang
berlangsung terus dapat digantikan dengan memberikan, selama lebih dari 4 jam,
cairan per oral sebanyak 1.5 kali dari volume tinja yang hilang selama 4 jam
sebelumnya.

Penderita yang menderita renjatan sebaiknya diberi rehidrasi intra vena


cepat dengan larutan multielektrolit seimbang yang mengandung kira-kira 130
mEq/L Na+, 25 48 mEq/L bikarbonat, asetat atau ion laktat, dan 10-15 mEq/L
K+. Larutan yang sangat bermanfaat antara lain Ringers laktat atau Larutan
Pengobatan Diare dari WHO (4 gr NaCl, 1 g KCl, 6.5 gr natrium asetat dan 8 gr
glukosa/L) dan Larutan Dacca (5 g NaCL, 4 gr NaHCO3, dan 1 g KCL/L),
yang dapat dibuat ditempat pada keadaan darurat. Penggantian cairan awal
sebaiknya diberikan 30ml/kg BB pada jam pertama untuk bayi dan pada 30 menit
pertama untuk penderita berusia diatas 1 tahun, dan sesudahnya pasien harus di
nilai kembali. Sesudah dilakukan koreksi terhadap sistem cairan tubuh yang
kolaps, kebanyakan penderita cukup diberikan rehidrasi oral untuk melengkapi
penggantian 10 % defisit awal cairan dan untuk mengganti cairan hilang yang
sedang berlangsung.
Antibiotika yang tepat dapat memperpendek lamanya diare, mengurangi
volume larutan rehidrasi yang dibutuhkan dan memperpendek ekskresi vibrio
melalui tinja. Orang dewasa diberi tetrasiklin 500 mg 4 kali sehari dan anak anak
12.5 mg/kg 4 kali sehari selama 3 hari. Pada saat Strain V. cholerae yang resisten
terhadap tetrasiklin sering ditemukan, maka pengobatan dilakukan dengan
pemberian antimikroba alternatif yaitu TMP-SMX (320 mg trimethoprim dan
1600 mg sulfamethoxazol dua kali sehari untuk orang dewasa dan 8 mg/kg
trimethoprim dan 40 mg/kg sulfamethoxazol sehari dibagi dalam 2 dosis untuk
anak-anak, selama 3 hari); furazolidon (100 mg 4 kali sehari untuk orang dewasa
dan 1.25 mg/kg 4 kali sehari untuk anak-anak, selama 3 hari); atau eritromisin
(250 mg 4 kali sehari untuk orang dewasa dan 10 mg/kg 3 kali sehari untuk anakanak selama 3 hari). Siprofloksasin, 250 mg sekali sehari selama 3 hari, juga
merupakan regimen yang baik untuk orang dewasa. V. cholerae strain O139
resisten terhadap TMP-SMX. Oleh karena ditemukan strain O139 atau O1 yang
mungkin resisten terhadap salah satu dari antimikroba ini, maka informasi tentang
sensitivitas dari strain lokal terhadap obat-obatan ini perlu diketahui, jika fasilitas
untuk itu tersedia, informasi ini digunakan sebagai pedoman pemilihan terapi
antibiotika yang tepat.
C. Penanggulangan wabah.
1) Berikan penyuluhan kesehatan kepada masyarakat di daerah risiko tinggi untuk
segera mencari pengobatan bila sakit.
2) Sediakan fasilitas pengobatan yang efektif
3) Lakukan tindakan darurat untuk menjamin tersediaanya fasilitas air minum yang
aman. Lakukan klorinasi pada sistem penyediaan air bagi masyarakat, walaupun
diketahui bahwa sumber air ini tidak terkontaminasi. Lakukan klorinasi atau
masaklah air yang akan di minum, dan air yang akan dipakai untuk mencuci alatalat masak dan alat-alat untuk menyimpan makanan kecuali jika tersedia air yang
telah di klorinasi dengan baik dan terlindungi dari kontaminasi.

4) Lakukan pengawasan terhadap cara-cara pengolahan makanan dan minuman yang


sehat. Setelah diolah dan dimasak dengan benar, lindungi makanan tersebut dari
kontaminasi oleh lalat dan penanganan yang tidak saniter; makanan sisa
sebaiknya di panaskan sebelum dikonsumsi. Orang yang menderita diare
sebaiknya tidak menjamah atau menyediakan makanan dan minuman untuk orang
lain. Makanan yang disediakan pada upacara pemakaman korban kolera mungkin
tercemar dan selama wabah berlangsung makanan di tempat seperti ini sebaiknya
dihindari.
Diare
Penyakit diare masih sering menimbulkan KLB ( Kejadian Luar Biasa ) seperti halnya
Kolera dengan jumlah penderita yang banyak dalam waktu yang singkat.Namun dengan
tatalaksana diare yang cepat, tepat dan bermutu kematian dpt ditekan seminimal mungkin. Pada
bulan Oktober 1992 ditemukan strain baru yaitu Vibrio Cholera 0139 yang kemudian digantikan
Vibrio cholera strain El Tor di tahun 1993 dan kemudian menghilang dalam tahun 1995-1996,
kecuali di India dan Bangladesh yang masih ditemukan. Sedangkan E. Coli 0157 sebagai
penyebab diare berdarah dan HUS ( Haemolytic Uremia Syndrome ). KLB pernah terjadi di
USA, Jepang, Afrika selatan dan Australia. Dan untuk Indonesia sendiri kedua strain diatas
belum pernah terdeksi.
Defenisi
Suatu penyakit dengan tanda-tanda adanya perubahan bentuk dan konsistensi dari tinja , yang
melembek sampai mencair dan bertambahnya frekwensi berak lebih dari biasanya. (3 kali atau
lebih dalam 1 hari.
Faktor yang mempengaruhi diare :

Lingkungan Gizi Kependudukan


Pendidikan Sosial Ekonomi dan Prilaku Masyarakat

Penyebab terjadinya diare :


a. Peradangan usus oleh agen penyebab :
1. Bakteri , virus, parasit ( jamur, cacing , protozoa)
2. Keracunan makanan/minuman yang disebabkan oleh bakteri maupun bahan kimia
3. Kurang gizi
4. Alergi terhadap susu
5. Immuno defesiensi

Cara penularan :

Infeksi oleh agen penyebab terjadi bila makan makanan / air minum yang terkontaminasi tinja /
muntahan penderita diare. Penularan langsung juga dapat terjadi bila tangan tercemar
dipergunakan untuk menyuap makanan.
Istilah diare :
Diare akut = kurang dari 2 minggu
Diare Persisten = lebih dari 2 minggu
Disentri = diare disertai darah dengan ataupun tanpa lendir
Kholera = diare dimana tinjanya terdapat bakteri Cholera
Tatalaksana penderita diare yang tepat dan efektif :
Tatalaksana penderita diare di rumah
1. Meningkatkan pemberian cairan rumah tangga (kuah sayur, air tajin, larutan gula
garam, bila ada berikan oralit)
2. Meneruskan pemberian makanan yang lunak dan tidak merangsang serta makanan
ekstra sesudah diare.
3. Membawa penderita diare ke sarana kesehatan bila dalam 3 hari tidak membaik atau :
1) buang air besar makin sering dan banyak sekali
2) muntah terus menerus
3) rasa haus yang nyata
4) tidak dapat minum atau makan
5) demam tinggi
6) ada darah dalam tinja
Mekanisme terjadinya diare
Diare dapat ditularkan melalui tinja yang mengandung kuman penyebab diare. Tinja
tersebut dikeluarkan oleh orang sakit atau pembawa kuman yang berak di sembarang tempat.
Tinja tadi mencemari lingkungan misalnya tanah, sungai, air sumur. Orang sehat yang
menggunakan air sumur atau air sungai yang sudah tercemari, kemudian menderita diare.
Mekanisme terjadinya diare yang akut maupun yang kronik dapat dibagi menjadi kelompok
osmotik, sekretorik, eksudatif dan gangguan motilitas. Diare osmotik terjadi bila ada bahan yang
tidak dapat diserap meningkatkan osmolaritas dalam lumen yang menarik air dari plasma
sehingga terjadi diare. Contohnya adalah malabsorbsi karbohidrat akibat defisiensi laktase atau
akibat garam magnesium (Zein, Khalid, dan Josua, 2004).
Diare dapat terjadi akibat lebih dari satu mekanisme. Pada infeksi bakteri paling tidak ada
dua mekanisme yang bekerja peningkatan sekresi usus dan penurunan absorbsi di usus. Infeksi
bakteri menyebabkan inflamasi dan mengeluarkan toksin yang menyebabkan terjadinya diare.

Infeksi bakteri yang invasif mengakibatkan perdarahan atau adanya leukosit dalam feses. Pada
dasarnya mekanisme terjadinya diare akibat kuman enteropatogen meliputi penempelan bakteri
pada sel epitel dengan atau tanpa kerusakan mukosa, invasi mukosa, dan produksi enterotoksin
atau sitotoksin. Satu bakteri dapat menggunakan satu atau lebih mekanisme tersebut untuk dapat
mengatasi pertahanan mukosa usus (Zein, Khalid, dan Josua, 2004).
Cara mencegah diare
Adapun cara yang dapat dilakukan untuk mencegah diare yaitu:
1.
2.
3.
4.

Membuang air besar tidak pada sembarang tempat.


Mencuci tangan sebelum makan, dan sesudah buang air besar.
Minum air dan makanan yang sudah dimasak
Jika seorang ibu dan sedang menyusui anaknya, maka sebaiknya menyusui anak selama
mungkin, di samping makanan lainnya sesuai umur. Bayi yang minum susu botol lebih
mudah diserang diare dari pada bayi yang disusui ibunya. Tetaplah anak disusui walaupun
anak menderita diare.

Cara mengatasi Diare (Pengobatan Diare)


Bagi sebagian besar kasus diare, obat-obatan tidak diperlukan, sebab kasus diare tidak
memerlukan pengobatan dengan antibiotika oleh karena pada umumnya sembuh sendiri (self
limiting). Antibiotika hanya diperlukan pada sebagian kecil penderita diare misalnya kholera,
shigella, karena penyebab terbesar dari diare pada anak adalah virus (Rotavirus). Kecuali pada
bayi berusia di bawah 2 bulan karena potensi terjadinya sepsis oleh karena bakteri mudah
mengadakan translokasi kedalam sirkulasi, atau pada anak/bayi yang menunjukkan secara klinis
gejala yang berat serta berulang atau yang menunjukkan gejala diare dengan darah dan lendir
yang jelas atau gejala sepsis (Subijanto, dkk, 2010)
Jika diare dalam skala besar, bahaya yang paling besar adalah dehidrasi. Jadi, bagian paling
penting dalam pengobatannya adalah memberikan cukup cairan dan makanan yang baik. Apapun
penyebabnya, yang paling penting untuk dilakukan adalah:
1. Mencegah atau mengatasi dehidrasi
Meminum garam oralit untuk mencegah terjadinya kekurangan cairan tubuh
sebagai akibat diare. Satu bungkus kecil oralit dilarutkan ke dalam 1 gelas air masak (200
cc). Jika tidak tersedia oralit, maka buatlah larutan garam gula, yaitu: dengan hanya
mencampurkan satu gelas air hangat dan dua sendok teh peres gula pasir, serta seujung
sendok teh garam dapur. Diaduk rata dan diberikan kepada penderita sebanyak mungkin
ia mau minum. Bila diare tak terhenti dalam sehari atau penderita lemas sekali maka
dapat segera dibawa ke Puskesmas.
2. Memenuhi kebutuhan gizi.
Amatlah penting untuk tetap memberikan nutrisi yang cukup selama diare,
terutama pada anak dengan gizi yang kurang. Minuman dan makanan jangan dihentikan

lebih dari 24 jam, karena pulihnya mukosa usus tergantung dari nutrisi yang cukup. Bila
tidak maka hal ini akan merupakan faktor yang memudahkan terjadinya diare kronik.
Pemberian kembali makanan atau minuman ( refeeding ) secara cepat sangatlah penting
bagi anak dengan gizi kurang yang mengalami diare akut dan hal ini akan mencegah
berkurangnya berat badan lebih lanjut dan mempercepat kesembuhan. Air susu ibu dan
susu formula serta makanan pada umumnya harus dilanjutkan pemberiannya selama diare
(Subijanto, dkk, 2010).
3. Menanggulangi Penyakit Penyerta.
Anak yang menderita diare mungkin juga disertai dengan penyakit lain. Sehingga
dalam menangani diarenya juga perlu diperhatikan penyakit penyerta yang ada. Beberapa
penyakit penyerta yang sering terjadi bersamaan dengan diare antara lain : infeksi saluran
nafas, infeksi susunan saraf pusat, infeksi saluran kemih, infeksi sistemik lain ( sepsis,
campak ) , kurang gizi, penyakit jantung dan penyakit ginjal (Subijanto, dkk, 2010)
Kriteria KLB/Diare :
Peningkatan kejadian kesakitan/kematian karena diare secara terus menerus selama 3
kurun waktu berturut-turut (jam, hari, minggu). - Peningkatan kejadian/kematian kasus diare 2
kali /lebih dibandingkan jumlah kesakitan/kematian karena diare yang biasa terjadi pada kurun
waktu sebelumnya (jam, hari, minggu). - CFR karena diare dalam kurun waktu tertentu
menunjukkan kenaikan 50% atau lebih dibandingkan priode sebelumnya.

Daftar pustaka
1.

Nyoman Kandun Manual Pemberantasan Penyakit Menular

2.

http://eprints.undip.ac.id/17205/1/Dwi_Sarwani_Sri_Rejeki.pdf

3.

http://www.dokterumum.net/article/

You might also like