Professional Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Keberhasilan pembangunan, terutama di bidang kesehatan, secara tidak
langsung telah menurunkan angka kesakitan dan kematian penduduk, serta
meningkatkan usia harapan hidup. Hal tersebut juga memicu perkembangan
jumlah penduduk Lanjut usia (lansia) yang dari tahun ke tahun cenderung
meningkat. Pada tahun 2005, angka harapan hidup orang Indonesia adalah
70,0 tahun. Tahun 2006 meningkat menjadi 70,2 tahun. Jumlah ini terus
meningkat menjadi 70,4 tahun pada tahun 2007 dan di perkirakan pada tahun
2025 angka harapan hidup penduduk indonesia akan menjadi 73 tahun (BPS,
2007).
Jumlah penduduk lansia Indonesia mencapai 19,32 juta orang atau
8,37% dari total seluruh penduduk Indonesia. Dibandingkan tahun
sebelumnya, terjadi peningkatan jumlah penduduk lansia dimana pada tahun
2005 jumlah penduduk lansia sebesar 16,80 juta orang. Angka ini naik
menjadi 18,96 juta orang pada tahun 2007, dan menjadi 19,32 juta orang pada
tahun 2009 (Komnas Lansia, 2010).
Konstipasi merupakan kesulitan dalam pengeluaran sisa pencernaan,
karena volume feses terlalu kecil sehingga penderita jarang buang air besar.
Kondisi ini akan memperlama waktu transit atau perjalanan makanan dari
mulut sampai dubur (Soelistijani, 2002). Semakin lama tinja tertahan dalam
usus, konsistensinya semakin keras, dan akhirnya membatu sehingga susah
dikeluarkan. Hal tersebut berpangkal pada kelemahan tonus otot dinding usus
akibat penuaan yaitu kegiatan fisik yang mulai berkurang, serta kurangnya
asupan serat dan cairan (Arisman, 2007).
Salah satu cara menjaga kesehatan pada lansia adalah dengan
mengkonsumsi makanan yang bergizi seimbang. Salah satunya dengan
mengkonsumsi cukup serat dan cairan. Konsumsi serat dan cairan dapat
mengurangi resiko konstipasi pada lansia. Bahan makanan yang termasuk
sumber serat diantaranya adalah kacang-kacangan, sayur dan buah. Konsumsi
cairan juga dipengaruhi oleh akses terhadap air bersih. Walaupun konsumsi
cairan bukan hanya berasal dari minuman berupa air, tetapi juga dari buah
dan sayur, bahan makanan maupun proses pernapasan. (Almatsier, 2006).
Intervensi keperawatan dalam mengatasi konstipasi yang telah
dilakukan selama ini lebih banyak mengarah pada intervensi kolaboratif.
Selain itu, pemahaman perawat terhadap konstipasi banyak mengarah pada
frekuensi defekasi saja, sehingga masalah konstipasi kurang terdeteksi.
Penanganan konstipasi merupakan salah satu bentuk tanggung jawab perawat
dalam memenuhi kebutuhan dasar pasien, sehingga dalam penanganan
konstipasi perawat dapat memberikan terapi secara lebih spesifik.
Latar belakang di atas menjadi dasar bagi penulis untuk mengetahui
asuhan keperawatan pada lansia dengan gangguan sistem pencernaan:
konstipasi.
1.2 Rumusan Masalah
Bagaimanakah asuhan keperawatan pada pasien lansia dengan gangguan
sistem pencernaan: konstipasi?
1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan umum
Mahasiswa dapat memberikan asuhan keperawatan pada pasien
lansia dengan gangguan sistem pencernaan: konstipasi.
1.3.2 Tujuan khusus
1. Mahasiswa dapat menjelaskan definisi konstipasi.
2. Mahasiswa dapat menjelaskan epidemiologi lansia
3.
4.
5.
6.
dengan
konstipasi.
Mahasiswa dapat menjelaskan etiologi konstipasi.
Mahasiswa dapat menjelaskan patofisiologi konstipasi.
Mahasiswa dapat menyebutkan manifestasi klinis dari konstipasi.
Mahasiswa dapat menjelaskan penatalaksanaan lansia dengan
konstipasi.
7. Mahasiswa dapat menjelaskan WOC dari lansia dengan konstipasi.
8. Mahasiswa dapat menjelaskan asuhan keperawatan pada lansia
dengan gangguan sistem pencernaan: konstipasi.
1.4 Manfaat
1. Mengetahui perjalanan penyakit yang terjadi sehingga dapat memberikan
asuhan keperawatan yang tepat.
2. Menambah pengetahuan khususnya di bidang keperawatan gerontik
maupun keperawatan pencernaan sebagai referensi dalam memberikan
asuhan keperawatan.
BAB 1
PENDAHULUAN
2.1 Anatomi Sistem Pencernaan Bagian Bawah (Kolon-Anus)
Kolon (usus besar) memiliki panjang lebih kurang 1,3 m dan terdiri dari
seikum dengan apendiks, bagian distal ileum masuk ke dalam seikum sebagai
proyeksi papiloform yang bulat atau oval, bentuk ini disebut valvula ileoseal.
Yang bersambung ke kolon asenden, kolon transversum, kolon desenden dan
membentuk
puborectal
sling,
ileococcygeus
dan
ishiococcygeus, akan tetapi tetap ada variasi. Otot puborectalis lebih penting
karena kontraksi otot ini mempertahankan sudut anorektal lebih kurang 90,
sudut ini penting dalam mempertahankan continence.
Persarafan rektum dan bagian atas kanal dipersarafi oleh serat-serat
sistem saraf otonom dan saraf enteric (ENS). Sfingter eksterna dan otot
levator ani dipersarafi oleh saraf somatik, cabang timbul dari saraf sakral
kedua, ketiga dan keempat menyatu dengan saraf udendal dan kanal anal,
distal dari linea deritate, dipengaruhi oleh serat aferen saraf rektal inferior.
Mukosa rektum dan proksimal kanal anus kurang akan persarafan sensori
somatik (Simadibrata, 2011).
2.2 Fisiologi Saluran Pencernaan Bagian Bawah
Dalam 4 jam setelah makan, materi sisa residu melewati ileum terminalis
dan dengan perlahan melewati bagian proksimal kolon melalui katup
ileosekal. Katup ini, yang secara normal tertutup, membantu mencegah isi
kolon mengalir kembali ke usus halus. Pada setiap gelombang peristaltik,
katup terbuka secara singkat dan memungkinkan sebagian isinya masuk ke
dalam kolon.
Populasi bakteri adalah komponen utama dari isi usus besar. Bakteri
membantu menyelesaikan pemecahan materi sisa dan garam empedu. Dua
jenis sekresi kolon ditambahkan materi sisa mukus dan larutan elektrolit.
Larutan elektrolit adalah larutan bikarbonat yang bekerja untuk menetralisasi
produk akhir yang terbentuk melalui kerja bakteri kolonik. Mukus ini
melindungi mukosa kolon dari isi interluminal dan juga memberikan
perlekatan untuk massa fekal.
Aktivitas peristaltik yang lemah menggerakkan isi kolonik dengan
perlahan sepanjang saluran. Transpor lambat ini memungkinkan reabsorbsi
efisien terhadap air dan elektrolit. Gelombang peristaltik kuat intermitten
mendorong isi untuk jarak tertentu. Hal ini terjadi secara umum setelah
makanan lain dimakan, bila hormon perangsang usus dilepaskan. Materi sisa
dari makanan akhirnya mencapai dan mengembangkan anus, biasanya dalam
kolon menjadi
Levodopa (larodopa)
Narkotik
Obat antiinflamasi non steroid
Opiat
Psikotropika
Simpatomimetik
Antasida
yang
mengandung
alumunium atau kalsium
2.4.3 Patofisiologi
Defekasi seperti juga pada berkemih dalah suatu proses fisiologis
yang menyertakan kerja otot-otot polos dan kerja serat lintang,
pleksus
mienterikus.
Ditemukan
juga
berkurangnya
yang
dikerjakan
dapat
bersifat
anatomik
(enema,
sinedefekografi,
manometri
dan
elektromiografi).
diare
dan
inkontinesia.
Operasi
biasanya
tidak
leher
kandung
kemih
menyebabkan
retensio
urin,
Rasional
1. Pengeluaran yang kurang dari
kebiasan dan karekteristik
yang tidak sesuai dari normal
menandakan adanya masalah
dalam eliminasi alvi
2. Mengindikasikan
keseimbangan dalam proses
eliminasi
6. Mengindikasikan
keseimbangan dalam proses
eliminasi
Rasional
1. Menentukan intervensi terbaik
dan sesuai untuk penanganan
nyeri
2. Tindakan kenyamanan di
harapkan sebagai pengalihan
dan mengurangi nyeri yang
berlangsung
3. Metode yang mudah dan dapat
lansung di lakukan pasien
untung mengurangi nyari
4. Monitor awal terhadap adanya
keluhan
tambahan
dan
nyeri tekan
5. Kolaborasi dengan tim
medis
untuk
pertimbangan pemberian
farmokologi (analgesik)
2.
3.
4.
5.
Intervensi
Pantau secara teratur
suhu tubuh perhatikan
mengigil/ diaforesis
Pantau dan catat denyut
dan irama nadi, tekanan
vena sentral, tekanan
darah dan frekuensi
pernafasan
Anjurkan pasien untuk
pemasukan
cairan
(minum) jika tidak ada
kontra indikasi
Modifikasi lingkungan
dan pertahankan tirah
baring
Observasi
adanya/
terjadinya
konfusi
disorientasi
6. Pertimbangkan
untuk
tindakan
kolaborasi
dengan tim medis dalam
pemberian antipiretik
Rasional
1. Perubahan termoregulasi tubuh
indikator tingkat keparahan dan
adanya kelainan pada tubuh
2. Mengetahui
tanda-tanda
kelainan lebih lanjut
peningkatan
Rasional
1. Mengetahui masalah
menyebabkan
yang
masalah
pengeluran urin
2. Perubahan warna urin salah
satu indikator adanya masalah
pada fungsi sistem perkemihan
3. Keseimbangan balance cairan
bermanfaat
untuk
stabilitas
cairan tubuh
4. Setiap perubahan pada tandatanda vital akan menunjukan
adanya
5. Ajarkan
pengosongan
teknik
kelainan
fisiologis
tubuh
5. Mengurangi resiko retensi urin
kandung
6. Keteraturan
untuk
dapat
yang
kemudian
jadwal
mengurangi
akan
miksi
masalah
ditimbulkan
hambatan
5) Resiko pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan
dengan penurunaan asupan oral (mual, rasa penuh di abdomen dan
begah).
NOC: setelah dilakukan tindakan keperawatan pemenuhan nutrisi
pasien dapat terpenuhi dan seimbang.
Kriteria Hasil: asupan adekuat dan pemenuhan kebutuhan nutrisi
dapat
terpenuhi
gastrointestinal
dan
tidak
terjadi
gangguan
pada
sistem
NIC:
Intervensi
1. Lakukan
pengkajian
nutrisi dengan seksama
2. Auskultasi bising usus
3. Berikan
kesempatan
pasien
untuk
dapat
mengungkapkan
alasan
untuk tidak mau makan
4. Observasi dan catat asupan
pasien
( padat, cair )
5. Sajikan makanan yang
mudah dicerna
6. Modifikasi lingkungan dan
faktor pendukung agar
proses pemasukan dapat
adekuat
7. Timbang berat badan
sesuai kebutuhan
8. Kolaborasi dengan ahli
nutrisi dalam pemberian
diet yang sesuai
Rasional
1. Gambaran awal penetapan
kecukupan asupan nutrisi
2. Kelainan bising usus tanda
awal masalah pencernaan
3. Diskusi yang terstruktur
dapat
digunakan
untuk
intervensi selanjutnya
4. Mengetahui pemasukan yang
sesuai kebutuhan pasien
5. Mengurangi beban kerja
saluran pencernaan saat sakit
6. Factor pendukung dapat
memberikan stimulus yang
baik untuk perbaikan nutrisi
7. Indicator kekurangan nutrisi
8. Diet yang sesuai dapat
memberikan hasil perbaikan
nutrisi dan kenyamanan bagi
pasien
Intervensi
faktor
pencetus
timbulnya
ketakutan/
kecemasan
2. Kurangi tindakan paliatif
yang dapat menimbulkan
1. Dapat
Rasional
digunakan
sebagai
tingkat
strees
yang
stressor
3. Ajarkan untuk tindakan
relaksasi
dengan
saat
terjadinya
strees
4. Memberikan respon positif
buat pasien
5. Dukungan yang diperlukan
saat sakit dan mengurangi
stres pasien
NIC:
Intervensi
1. Kaji tingkat pengetahuan
dan kesiapan penerimaan
pasien
2. Kaji ulang proses penyakit
Rasional
1. Menentukan tindakan dan
intervensi
tepat
2. Evaluasi
yang
untuk
perencanann
bertujuan
mengukur
lebih
dan
lanjut
3. Pertimbangkan
penggunaan
alat
bantu
dalam
idukasi
terhadap
pasien
4. Kaji
ulang
sistem
pencernaan
terhadap
kemudahan
bagi perawat
4. Memudahkan
penanganan
untuk
lebih
lanjut
evaluasi
akan
sekarang
datang
keluarga
5. Berikan
bertahap
respon
dan
dengan
penjelasan
dan
berikan
positif
terhadap
dan
positif
respon
dapat