You are on page 1of 3

INTEGRASI PSIKOTERAPI DALAM MEDIK

M. Faisal Idrus.
Pendahuluan

Dokter dalam menjalankan prakteknya seringkali sering kali akan menghadapi berbagai
macam keluhan sebagai pernyataan penderitaannya. Keluhan tersebut timbul sebagai
akibat adanya gangguan fisik, tetapi dapat pula berkaitan dengan problem emosional atau
kedua-duanya dalam waktu bersamaan. Didalam kepustakaan disebutkan bahwa sekurangkurangnya 25 30 % dari pasien yang berobat ke dokter umum datang dengan problem
emosional. Disamping itu dalam menghadapi penyakitnya, akan selalu ada faktorr faktor
emosional yang bekerja pada diri pasien, yang dapat mempengaruhi kondisi penyakitnya.
Seperti misalnya : dari pengalaman beberapa dokter disebutkan bahwa beberapa penderita
fraktur, penyakit infeksi, dan lain-lainnya lebih cepat sembuh apabila ada rasa pengharapan
pada dirinya. Tetapi apabila pasien merasa sedih, putus asa, merasa gagal, merasa
ditinggalkan dan dipersalahkan oleh sanak keluarganya, sehingga kesembuhannybisa dia
akan lambat. Atau bahkan tidak akan menunjukkan respons terhadap terapi walaupun
pemberian obat, operasi dan lain-lainnya diberikan secara benar dan tepat. Tidak jarang
pula seorang dokter akan menjumpai reaksi emosional pasien yangakan menghadapi
tindakan pembedahan.
Gambaran diatas menuhjukkan bahwa dokter dan psikiater yang sehari-harinya memberi
pertolongan pada pasiennya ternyata telah berhadapan pula baik secara sadar maupun
tidak dengan problem emosional yang ada pada diri pasien.
Adanya faktor emosional yang muncul sebagai penyakit tersendirimaupun berkaitan dengan
kelainan organobiologik ini, tentu saja tidak harus selalu ditangani oleh psikiater, karena
jumlah psikiater masih terbatas, telebih lagi di daerah-daerah pelosok. Disisi lain banyak
faktor emosional yang dapat tanggulangi oleh dokter umum dan dokter spesialis lain,
dimana kepada mereka pasien biasanya meminta pertolongan pertama kali. Mereka akan
menjumpai panyakit dalam taraf yang lebih dini pada saat pemeriksaan yang pertama kali
dan mereka dituntut untuk mengatasi penyakit tersebut.
Seperti pada cabang ilmu kedokteran yang lain, dimana seseorang dokter mampu
menangani penyakit dalam bidang spesialisasi tertentu, walaupun misalnya terbatas pada
tindakan minor. Demikian pula dokter dapat menangani problem-problem emosional. Untuk

melakukan hal ini sebetulnya kemampuan itu sudah ada pada diri dokter yang diperolehnya
dari pendidikan. Yang perlu ditingkatkan adalah awarness, bahwa dokter sebetulnya tidak
hanya menghadapi penyakit, tetapi pada saat itu pula dia menghadapi manusia yang
sedang menderita. Pasien merupakan kesatuan sistem biopsikososisal dan dalam
menanggulangi penderitaannya perlu pendekatan humanistik. Dalam rangka penilaian dan
penanggulangan secara integral, faktor psikologik dianggap bersangkut paut dengan kondisi
pasien. Psikoterapi dapat dipergunakan sebagai salah satu alat pelayanan medik. Hal ini
juga tercermin dalam definisi bahwa psikoterapi adalah The cure of the body by the mind,
aided by the impuls of one mind to another (Frederik van Eden- 1892).
Psikoterapi yang dilakukan oleh dokter non psikiater itu adalah suatu metode terapeutik
yang merupakan proper professional skill seperti cabang ilmu kedokteran yang lain, yang
harus dipelajari secara sistematik dan ilmiah. Jadi tidak seperti yang diduga semula, yang
mengamggap bahwa psikoterapi yang mereka lakukan hanya berupa sikap simpatik, sopan
(good bedside manner), penghiburan (comfort and reassurance) dan nasehat yang realistic
serta rasional. Sikap yang disebutkan terakhir ini adalah sifat kemanusiaan yang baik, yang
umumnya efektif dalam hubungan social, dimana orang yang terlibat dalam masalah itu
masih dalam taraf normal. Dalam berhubungan secara professional dengan pasien, tidak
demikian halnya. Karena pasien yang dihadapi ada dalam keadaan regresi, dimana
hubungan pasien dengan dokternya bersifat dependen dan berkualitas infantil. Bagi pasien
dokter merupakan pengganti tokoh tertentu dalam masa lampau. Pasien dan penyakit
mempunyai arti simbolik bagi pasien, yang tidak dapat ditangani begitu saja secara realistiklogik. Menangani pasien dengan commonsense psychoterapy dapat menimbulkan efek
anti terapeutik.
Sejalan dengan banyaknya pasien dengan problem-problem emosional, para dokter
dihadapkan pada kebutuhan untuk melengkapi dirinya antara lain dengan tehnik
psikoterapimedik. Berhubungan dengan hal tersebut kiranya dunia pendidikan kedokteran
perlu mengembangkan metode yang memadai yaitu dengan membekali para calon dokter
dengan pengetahuan tentang human mind (antara lain : psikologi normal, psikologi
abnormal, psikoterapi), tidak hanya mencurahkan perhatian pada studi dibidang struktur
dan fungsi tubuh. Sehingga dokter yang dihasilkan akan mampu penangani penderitaan,
selain menangani penyakit spesifik.
Tidak saja dalam kurikulum pendidikan kedokteran perlu ditingkatkan, dalam praktek
kedokteranpun kiranya perlu partisipasi dari para psikiater untuk membantu sejawat non
psikiater untuk mengembangkan pengetahuan mereka dalam bidang psikoterapi medik baik
melalui kesempatan konsultasi maupun dalam pertemuan ilmiah.
Tulisan berikut akan menguraikan dasar teori dan pelaksanaan psikoterapi yang dapat
dokter pada umumnya.
Konsep Penyakit dan Terapi
Majunya tehnologi kedokteran telah membawa serta terciptanya semakin banyak cabang
keahlian kedokteran. Fokus pemeriksaan dan terapi spesialistik diarahkan menuju kebidang
masing-masing secara mendalam dan teliti, tetapi membawa akibat seolah-olah bagianbagian dari sistim organ pasien dipisahkan, tidak ada hubungan satu dengan lainnya.
Sejalan dengan itu penyakit sering dipandang oleh dokter dan pasiennya, seolah-olah
merupakan suatu kejadian insidental murni yang menimpa manusia ; suatu kejadian yang
tidak ada hubungannya dengan kehidupan ataupun kejadian sebelumnya. Dengan demikian
tidak diperhatikan adanya kaitan antara gejala-gejala pada pasien dengan konteks
kehidupan pasien, seperti : aspirasinya, kekecewaannya, ketakutannya, dan
pengharapannya, rasa berhasil atau rasa gagal atau dengan kata lain, penakit itu dipisahkan

dari aspek psikologik. Dengan adanya pandangan seperti itu, maka dilakukan terapi yang
tertuju kepada penyakitnya sendiri, seperti tindakan :
1.
Mengeliminasi penyebab patogen dan bentuk kondisi yang menguntungkan bagi
pertumbuhan restitutif.
2.
Mengangkat organ yang sakit sehingga dapat membantu organisme mengganti
jaringan yang rusak dengan jaringan yang baru.
3.
Membantu organisme untu k kondisi patologiknya agak menjadi lebih baik.
Tindakan seperti ini seolah-olah merupakan reparasi yang bersifat mekanistikterhadap
bagian tubuh dari manusia, sesuai dengan konsep mekanistik pula.
Selain konsep diatas, ada pandangan yang beranggapan bahwa penyakit mempunyai
kontinuitas konfigurasi kehidupan ; penyakit merupakan fase yang berarti )meaningful
phase) dalam life history seseorang. Misalnya pendapat bahwa penyakit adalah akibat
kurangnya integritas karena gangguan hubungan antara individu. Dan ini baru dapat
dilaksanakan kalau arti dari penyakit dapat mengerti pasien dalam kondisinya. Sifat
pekerjaan seperti ini dapat disebut sebagai terapi, kalau kita mengadakan pendekatan pada
pasien sebagai human as a whole seperti diatas maka tehniknya mengandung elemen
psikoterapuetik.
Pada hakekatnya tindakan terapi termasuk psikoterapi adalah usaha untuk membantu atau
suatu partisipasi terhadap usaha organisme untuk berkembang (growth) secara alamiah. Ini
berarti selain penanggulangan terhadap proses patologik penyakitnya, perlu juga
ditingkatkan segala potensi yang dimiliki oleh organisme agar kemampuan untuk
berkembang dapat berjalan lancar. Sebagai contoh : seorang yang terkena luka, akan terjadi
perdarahan dan kemudian terjadi pembekuan darah untuk menutup luka. Selain itu akan
terjadi kenaikan jumlah leukosit untuk menghadapi kemungkinan infeksi. Proses seperti ini
sudah berlangsung dengan sendirinya. Dengan tindakan terpai maka proses ini akan lebih
diarahkan, tidak saja tertuju pada proses patologik, tetapi juga diusahakan pengerahan
potensi pertahanan fisik lainnya. Disamping itu penyembuhan ini tidak terlepas dari konteks
keseluruhan kehidupan pasien.
Bila dalam terapi organobiologik kita memasukkan bahan obat kedalam diri individu, maka
dalam psikoterapi kehadiran dokter mempunyai arti atau makna terapeutik; terapis atau
dokter hadir disamping pasien tidak hanya fisiknya tetapi diharapkan dari padanya untuk
ikut ambil bagian terhadap sesuatu yang terjadi dalam dunia pasien. Hal ini antara lain
dapat dilakukan dengan cara mendengarkan keluhan pasien, sehingga pasien merasakan
bahwa dokter memberi perhatian dalam arti telah terjadi interaksi antara dokter dengan
pasiennya. Sebab bila pasien tidak tertarik dengan pasiennya. Sebab bila tidak dokter tidak
tertarik dengan pasiennya, maka ia tdak akan dapat merasakan apa yang dirasakan oleh
pasien, apa yang diinginkan, apa yang ada dalam pikiran pasien dan pasien merasa
diabaikan. Termasuk dalam presensi ini adalah adanya understanding dari dokter, dimana
dokter dapat emosionally responding dan responsive terhadap pasiennya. Adanya
kehadiran dokter pada pasien mempunyai makna stimulatif, konstruktif dan pembebasan ;
dokter yang menyediakan diri sebagai presensi yang aktif mempunyai arti terapeutik yang
besar.
Dengan pengertian dan penerapan terapi sepirti ini semua dokter dapat menjalankannya
secara aware dan sangat bermakna bagi pasiennya.

http://www.artikelkedokteran.com/282/integrasi-psikoterapi-dalam-medik.html

You might also like