Professional Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
Tujuan Umum:
Tujuan Khusus:
1)
Mampu
menjelaskan
tentang
defenisi,
etiologi,
Sebagai
bahan
untuk
menambah
pengetahuan
dan
2. Manfaat Praktis:
Dengan adanya makalah ini dapat berguna bagi pembaca khususnya
seorang perawat maupun mahasiswa calon perawat dalam mengkaji
laporan pendahuluan (defenisi, etiologi, dan lain-lain) serta dalam
menyusun asuhan keperawatan pada klien yang menderita penyakit
SLE.
BAB II
PEMBAHASAN
yang
ditandai
adanya
inflamasi
tersebar
luas,
yang
Lupus
Erythematosus)
adalah
penyakti
radang
Lupus
Eritematosus
(SLE)
adalah
penyakit
radang
2.2 Etiologi
Sampai saat ini penyebab SLE (Sistemik Lupus Eritematosus) belum
diketahui, diduga ada beberapa paktor yang terlibat seperti faktor genetik,
infeksi dan lingkungan ikut berperan pada patofisiologi SLE (Sistemik
Lupus Eritematosus).
Sistem imun tubuh kehilangan kemampuan untuk membedakan
antigen dari sel dan jaringan tubuh sendiri. Penyimpangan dari reaksi
imunologi ini dapat menghasilkan antibodi secara terus menerus. Antibodi
ini juga berperan dalam kompleks imun sehingga mencetuskan penyakit
inflamasi imun sistemik dengan kerusakan multiorgan dalam fatogenesis
melibatkan gangguan mendasar dalam pemeliharaan self tolerance
bersama aktifitas sel B, hal ini dapat terjadi sekunder terhadap beberapa
faktor:
1. Efek herediter dalam pengaturan proliferasi sel B
2. Hiperaktivitas sel T helper
3. Kerusakan pada fungsi sel T supresor
Beberapa faktor lingkungan yang dapat memicu timbulnya lupus :
1. Infeksi
Risiko timbulnya SLE meningkat pada mereka yang lain pernah sakit
herpes zoster (shingles). Herpes zoster adalah penyakit yang
disebabkan oleh virus varisela, virus yang juga menjadi penyebab dari
penyakit cacar air (variscela atau chiken pox).
2. Sinar ultraviolet
Sinar UV yang mengubah struktur DNA di daerah yang terpapar
sehingga menyebabkan perubahan sistem imun di daerah tersebut
serta menginduksi apoptosis dari sel keratonosit.
3. Obat-obatan yang tertentu
SLE juga dapat diinduksi oleh obat tertentu khususnya pada asetilator
lambat yang mempunyai gen HLA DR-4 menyebabkan asetilasi obat
menjadi lambat, obat banyak terakumulasi di tubuh sehingga
memberikan kesempatan obat untuk berikatan dengan protein tubuh.
Hal ini direspon sebagai benda asing oleh tubuh sehingga tubuh
membentuk kompleks antibodi antinuklear (ANA) untuk menyerang
benda asing tersebut.
4. Hormon
Lupus seringkali disebut penyakit wanita walaupun juga bisa diderita
oleh pria. Lupus bisa menyerang usia berapapun, baik pada pria
maupun wanita, meskipun 10-15 kali sering ditemukan pada wanita.
Faktor hormonal yang menyebabkan wanita sering terserang penyakit
lupus daripada pria. Meningkatnya gejala penyakit ini pada masa
sebelum menstruasi atau selama kehamilan mendukung keyakinan
bahwa hormone (terutama esterogen) mungkin berperan dalam
timbulnya penyakit ini. Kadang-kadang obat jantung tertentu dapat
menyebabkan sindrom mirip lupus, yang akan menghilang bila
pemakaian obat dihentikan.
2.3 Patofisiologi
Penyakit SLE terjadi akibat terganggunya regulasi kekebalan yang
menyebabkan peningkatan autoantibodi yang berlebihan. Gangguan
imunoregulasi ini ditimbulkan oleh kombinasi antara faktor-faktor genetik,
hormonal (sebagaimana terbukti oleh awitan penyakit yang biasanya
terjadi selama usia reproduksi) dan lingkungan (cahaya matahari, luka
bakar termal). Obat-obatan tertentu seperti hidralazin, prokainamid,
isoniazid, klorpromazin dan beberapa preparat antikonvulsan disamping
makanan seperti kecambah alfalfa turut terlibat dalam penyakit SLE akibat
senyawa kimia atau obat-obatan. Pada SLE, peningkatan produksi
autoantibodi diperkirakan terjadi akibat fungsi sel T supresor yang
abnormal sehingga timbul penumpukan kompleks imun dan kerusakan
jaringan. Inflamasi akan menstimulasi antigen yang selanjutnya terjadi
serangan antibodi tambahan dan siklus tersebut berulang kembali.
Kerusakan organ pada SLE didasari pada reaksi imunologi. Reaksi ini
menimbulkan abnormalitas respons imun didalam tubuh yaitu:
1) Sel T dan sel B menjadi otoreaktif
c.
Pathway SLE
Genetik, lingkungan,
, obat-obatan tertentu
Penyakit lupus
Kerusakan jaringan
Kulit
Sendi
Arthritis
Darah
Hb
Perubahan status
kesehatan
Ginjal
Hati
Otak
BB
Paru
remisi
dan
eksaserbsi.
Remisinya
mungkin
berlangsung
bertahun-tahun.
Onset penyakit dapat spontan atau didahului oleh faktor presipitasi
seperti kontak dengan sinar matahari, infeksi virus/bakteri, obat. Setiap
serangan biasanya disertai gejala umum yang jelas seperti demam, nafsu
makan berkurang, kelemahan, berat badan menurun, dan iritabilitasi. Yang
paling menonjol ialah demam, kadang-kadang disertai menggigil.
a) Gejala Muskuloskeletal
Gejala yang paling sering pada SLE adalah gejala muskuloskeletal,
berupa artritis (93%). Yang paling sering terkena ialah sendi interfalangeal
proksimal didikuti oleh lutut, pergelangan tangan, metakarpofalangeal,
siku dan pergelangan kaki. Selain pembekakan dan nyeri mungkin juga
terdapat efusi sendi. Artritis biasanya simetris, tanpa menyebabkan
deformitas, kontraktur atau ankilosis. Adakala terdapat nodul reumatoid.
Nekrosis vaskular dapat terjadi pada berbagai tempat, dan ditemukan
pada pasien yang mendapatkan pengobatan dengan streroid dosis tinggi.
Tempat yang paling sering terkena ialah kaput femoris.
b) Gejala Mukokutan
Kelainan kulit, rambut atau selaput lendir ditemukan pada 85% kasus
SLE. Lesi kulit yang paling sering ditemukan pada SLE ialah lesi kulit akut,
subakut, diskoid, dan livido retikularis. Ruam kulit berbentuk kupu-kupu
berupa eritema yang agak edamatus pada hidung dan kedua pipi. Dengan
pengobatan yang tepat, kelainan ini dapat sembuh tanpa bekas luka.
Pada bagian tubuh yang terkena sinar matahari dapat timbul ruam kulit
yang terjadi karena hipersensitivitas. Lesi ini termasuk lesi kulit akut. Lesi
kulit subakut yang khas berbentuk anular.
10
dosis steroid yang dipakai. Psikosis lupus membaik jika dosis steroid
dinaikkan dan sebaliknya. Kejang-kejang yang timbul biasanya termasuk
tipe grandmal. Kelainan lain yang mungkin ditemukan ialah afasia,
hemiplegia.
e) Mata
Kelainan
mata
dapat
berupa
konjungtivitas,
perdarahan
Jantung
Peradangan berbagai bagian jantung bisa terjadi, seperti perikarditis,
Hemik-Limfatik
Kelenjar getah bening yang sering terkena adalah aksila dan sevikal,
dengan karakteristik tidak nyeri tekan dan lunak. Organ limfoid lain adalah
splenomegali yang biasanya disertai oleh pembesaran hati. Kerusakan
lien berupa infark atau thrombosis berkaitan dengan adanya lupus
antikoagulan. Anemia dapat dijumpai pada periode perkembangan
penyakit LES, yang diperantai oleh proses imun dan non-imun.
2.5 Klasifikasi
11
ini
dapat
menimbulkan
kecacatan
karena
lesi
ini
12
1. Penyakit ginjal
Jika terjadi pembengkakan pada kaki atau pergelangan kaki setelah
Anda divonis mengidap lupus, maka itu adalah tanda bahwa eksresi
cairan pada tubuh Anda sudah tidak normal. Ada yang salah pada
ginjal Anda. Pada kasus yang lebih parah, gejalanya sampai urin
bercampur darah hingga pasien mengalami gagal ginjal.
2. Penyakit jantung
Komplikasi jantung yang paling umum terjadi pada penderita lupus
adalah terjadinya infeksi pada selaput pembungkus jantung, penebalan
pembuluh darah, dan melemahnya otot-otot jantung.
3. Penyakit paru-paru
1 dari 3 orang penderita lupus akan mengalami infeksi pada selaput
pembungkus paru-paru. Jika ini terjadi maka pasien akan merasakan
sakit saat bernapas hingga batuk berdarah.
4. Gangguan peredaran darah
Untuk penyakit yang satu ini pada penderita lupus, biasanya tidak
ditemukan gejala yang dapat dideteksi secara langsung. Gangguannya
antara lain seperti terganggunya distribusi oksigen dalam darah atau
berkurangnya produksi sel darah putih, dan anemia.
5. Gangguan saraf dan mental
Banyak dari penderita lupus yang mengalami susah konsentrasi, cepat
lupa, sakit kepala yang sangat parah, khawatir berlebihan, dan selalu
gelisah. Hal ini dikarenakan penyakit lupus lama-kelamaan akan
melemahkan kerja saraf dan menyebabkan stres pada pasien.
2.7 Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Laboratorim yang dilakukan terhadap pasien SLE
adalah:
13
1)
2)
3)
4)
6)
Tes sel LE
7)
2.8 Penatalaksanaan
1. Secara Umum
Penyuluhan dan intervensi psikososial sangat penting diperhatikan
dalam penatalaksanaan penderita LES, terutama pada penderita yang
baru terdiagnosis. Sebelum penderita LES diberi pengobatan, harus
diputuskan dulu apakah penderita tergolong yang memerlukan terapi
konservatif, atau imunosupresif yang agresif. Bila penyakit ini mengancam
nyawa dan mengenai organ-organ mayor, maka dipertimbangkan
pemberian terapi agresif yang meliputi kortikosteroid dosis tinggi dan
imunosupresan lainnya. Tidak ada pengobatan yang permanen untuk
SLE. Tujuan dari terapi adalah mengurangi gejala dan melindungi organ
dengan mengurangi peradangan dan atau tingkat aktifitas autoimun di
tubuh.
Bentuk penanganan umum pasien dengan SLE antara lain (Sukmana,
2004):
a. Kelelahan
Hampir setengah penderita SLE mengeluh kelelahan. Sebelumnya
kita harus mengklarifikasi apakah kelelahan ini bagian dari derajat
sakitnya atau karena penyakit lain yaitu: anemia, demam, infeksi,
gangguan hormonal atau komplikasi pengobatan dan emotional
stress. Upaya mengurangi kelelahan disamping pemberian obat ialah:
cukup istirahat, batasi aktivitas, dan mampu mengubah gaya hidup.
b. Hindari merokok
Walaupun prevalensi SLE lebih banyak pada wanita, cukup banyak
wanita perokok. Kebiasaan merokok akan mengurangi oksigenisasi,
14
SLE
khususnya
dengan
keluhan
artritis
sebaiknya
atau
dihindari
karena
keadaan
yang
prima
akan
memperbaiki penyakitnya.
e. Diet
Tidak ada diet khusus yang diperlukan pasien LES, makanan yang
berimbang dapat memperbaiki kondisi tubuh. Beberapa penelitian
melaporkan bahwa minyak ikan (fish oil) yang mengandung
eicosapentanoic acid dan docosahexanoic acid dapat menghambat
agregasi trombosit, leukotrien dan 5-lipoxygenase di sel monosit dan
polimorfonuklear. Sedangkan pada penderita dengan hiperkolesterol
perlu pembatasan makanan agar kadar lipid kembali normal.
f. Sinar matahari (sinar ultra violet)
Seperti diketahui bahwa sinar ultra violet mempunyai tiga
gelombang, dua dari tiga gelombang tersebut (320 dan 400 nm)
berperan dalam proses fototoksik. Gelombang ini terpapar terutama
pada pukul 10 pagi s/d pukul 3 sore, sehingga semua pasien SLE
15
prednison
1-1,5
mg/kgBB/hari.
Pemberian
bolus
16
17
2) Tanda
TD: tekanan nadi melebar, desiran (menunjukkan mekanisme
anemia)
Warna kulit: pucat/sianosis, membaran mukosa, kulit terdapat
ruam.
c. Integritas Ego
1) Gejala: Mudah marah dan fruktasi, takut akan penolakan
dari orang lain, harga diri buruk, kekuatiran mengenai menjadi
beban bagi yang mendekat
2) Tanda: Ansietas, gelisah, menarik diri, depresi, fokus pada
diri sendiri
d. Eliminasi
1) Gejala: Sering berkemih, berkemih dengan jumlah besar
2) Tanda: Nyeri tekan pada abdomen, urine encer : terdapat
darah atau protein.
e. Makanan/Cairan
1) Gejala: Mual/muntah, anoreksia, haus, kesulitan menelan,
adanya penurunan BB
2) Tanda: Turgor kulit buruk berbentuk ruam, lidah tampak merah
daging, di sudut bibir terdapat luka.
f. Higiene
1) Gejala: kesulitan untuk mempertahankan aksi (nyeri/anemia
berat), berbagai kesulitan untuk melakukan aktivitas perawatan
pribadi.
2) Tanda: ceroboh, tak rapih, kurang bertenaga.
g. Neurosensori
1) Gejala: sakit kepala, berdenyut pusing, penurunan penglihatan,
bayangan
pada
mata,
kelemahan,
keseimbangan
buruk,
18
takipnea,
distres
pernapasan
akut,
bunyi
napas
menurun.
j. Keamanan
1) Gejala: kekeringan pada mata dan membran mukosa, demam
ringan menetap, lesi kulit, gangguan penglihatan, penyembuhan
luka buruk
2) Tanda: berkeringat, mengigil berulang, gemetar, luka pada
wajah
k. Penyuluhan/Pembelajaran
Gejala: riwayat penyakit hipertensi, hematologi, riwayat adanya
masalah dengan penyembuhan luka/perdarahan, pertimbangan
rencana pemulangan lama perawatan: 4-8 hari, memerlukan
bantuan dalam perawatan diri, pemeliharaan rumah.
2.10
Diagnosa Keperawatan
19
2.11
Intervensi
Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri akut berhubungan
dengan inflamasi dan
kerusakan jaringan
20
Rencana Keperawatan
Tujuan dan Kriteria Hasil
NOC:
Pain Level,
Pain Control,
Comfort Level
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 x 24 jam pasien tidak
mengalami nyeri, dengan kriteria hasil:
1. Mampu mengontrol nyeri (tahu penyebeb nyeri, mampu
menggunakan teknik nonfarmakologi untuk mengurangi nyeri,
mencari bantuan).
2. Melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan menggunakan
manajemen nyeri.
3. Mampu mengenali nyeri (skala, intensitas, frekuensi, dan tanda
nyeri).
4. Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang.
5. Tanda vital dalam rentang normal.
6. Tidak mengalami gangguan tidur.
Intervensi
NIC:
Paint
Management
1. Lakukan
pengkajian
nyeri secara
komprehens
if termasuk
lokasi,
karakteristik
, durasi,
frekuensi,
kualitas,
dan faktor
presipitasi.
2. Observasi
reaksi non
verbal dari
ketidaknya
manan.
3. Bantu
pasien dan
keluarga
untuk
mencari dan
4.
5.
6.
7.
21
menemukan
dukungan.
Kontrol
lingkungan
yang dapat
mempengar
uhi nyeri
seperti suhu
ruangan,
pencahayaa
n, dan
kebisingan.
Kurangi
faktor
presipitasi
nyeri.
Kaji tipe dan
sumber
nyeri untuk
menentukan
intervensi.
Ajarkan
tentang
teknik non
farmakologi
: nafas
dalam,
relaksasi,
distraksi,
kompres
hangat/dingi
n.
8. Berikan
analgesik
untuk
mengurangi
nyeri :
9. Tingkatkan
istirahat.
10. Berikan
informasi
tentang
nyeri seperti
penyebab
nyeri,
berapa
lama nyeri
akan
berkurang
dan
antisipasi
ketidaknya
manan dari
prosedur.
11. Monitor vital
sign
22
sebelum
dan
sesudah
pemberian
analgesik
pertama
kali.
2. Kerusakan integritas
kulit berhubungan dengan
lesi pada kulit
23
NOC:
Tissue Integrity: Skin and Mocous Membranes
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 x 24 jam,
kerusakan integritas kulit pasien teratasi dengan kriteria hasil:
1. Integritas kulit yang baik bisa dipertahankan (sensasi, elastisitas,
temperatur, hidrasi, pigmentasi)
2. Tidak ada luka/lesi pada kulit.
3. Perfusi jaringan baik.
4. Menunjukkan pemahaman dalam proses perbaikan kulit dan
mencegah terjadinya cedera berulang.
5. Mampu melindungi kulit dan mempertahankan kelembaban kulit
dan perawatan alami.
NIC:
Press
ure
Management
1. Anjurkan
pasien
untuk
mengguna
kan
pakaian
yang
longgar.
2. Hindari
kerutan
pada
tempat
tidur.
3. Jaga
kebersihan
kulit agar
etap bersih
dan kering.
4. Mebolisasi
pasien
(ubah
posisi
pasien)
setiap dua
jam sekali.
5. Monitor
kulit akan
adanya
kemeraha
n.
6. Oleskan
lotion/miny
ak/baby oil
pada
daerah
yang
tertekan.
7. Monitor
aktivitas
dan
mobilisasi
pasien.
8. Monitor
status
nutrisi
24
pasien.
9. Memandik
an pasien
dengan
sabun dan
air hangat.
10. Kaji
lingkungan
dan
peralatan
yang
menyebab
kan
tekanan.
3. Hambatan mobilitas
fisik berhubungan
dengan deformitas
skeletal
25
NOC:
Mobility Level.
Transfer Performance
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 x 24 jam gangguan
mobilitas fisik teratasi dengan kriteria hasil:
1. Klien meningkat dalam aktivitas fisik.
2. Mengerti tujuan dari peningkatan mobilitas.
3. Memverbalisasikan perasaan dalam meningkatkan kekuatan dan
kemampuan berpindah.
4. Memperagakan penggunaan alat bantu untuk mobilisasi.
NIC:
Exerc
ise Therapy:
ambulation
1. Monitoring
vital sign
sebelum/s
esudah
latihan dan
lihat
respon
pasien
saat
latihan.
2. Konsultasi
kan
dengan
terapi fisik
tentang
rencana
ambulasi
sesuai
dengan
kebutuhan.
3. Bantu klien
untuk
mengguna
kan
tongkat
saat
berjalan
dan cegah
terhadap
cedera
4. Ajarkan
pasien
atau
tenaga
kesehatan
lain
tentang
teknik
26
ambulasi.
5. Kaji
kemampua
n pasien
dalam
mobilisasi.
6. Latih
pasien
dalam
pemenuha
n
kebutuhan
ADLs
secara
mandiri
sesuai
kemampua
n.
7. Dampingi
dan bantu
pasien
saat
mobilisasi
dan bantu
penuhi
kebutuhan
ADLs
pasien.
27
8. Berikan
alat bantu
jika klien
memerluka
n
9. Ajarkan
pasien
bagaimana
merubah
posisi dan
berikan
bantuan
jika
diperlukan.
4. Gangguan citra tubuh
berhubungan dengan
perubahan dan
ketergantungan fisik serta
psikologis yang diakibatkan
penyakit kronik
28
NOC:
Body image
Self estrem
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 x 24 jam gangguan
body image pasien teratasi dengan kriteria hasil:
1. Body image positif
2. Mampu mengidentifikasi kekuatan personal.
3. Mendiskripsikan secara faktual perubahan fungsi tubuh.
4. Mempertahankan interaksi sosial.
NIC:
Body
image
enhancement
1. Kaji secara
verbal dan
non verbal
respon
klien
terhadap
tubuhnya.
2. Monitor
frekuensi
mengkritik
dirinya.
3. Jelaskan
tentang
pengobata
n,
perawatan,
kemajuan
dan
prognosis
penyakit.
4. Dorong
klien
mengungk
apkan
perasaann
ya.
5. Identifikasi
arti
pengurang
an melalui
pemakaian
alat bantu.
6. Fasilitasi
kontak
dengan
individu
lain dalam
kelompok
29
kecil.
5. Keletihan berhubungan
dengan peningkatan
aktivitas penyakit, rasa
nyeri, depresi
30
NOC:
Activity Tollerance
Energy Conservation
NIC:
Energ
y
Management
1. Monitor
respon
kardiores
pirasi
terhadap
aktivitas
(takikardi,
disritmia,
dispneu,
diaphore
sis,
pucat,
tekanan
hemodin
amik, dan
jumlah
respirasi)
.
2. Monitor
dan catat
pola dan
jumlah
tidur
pasien.
3. Monitor
lokasi
ketidakny
amanan
atau
nyeri
selama
bergerak
dan
aktivitas.
4. Monitor
intake
nutrisi.
5. Monitor
pemberia
n dan
efek
samping
obat
depresi.
6. Instruksik
an pada
pasien
untuk
mencatat
tandatanda
31
dan
gejala
kelelahan
.
7. Ajarkan
teknik
manajem
en
aktivitas
untuk
mencega
h
kelelahan
.
8. Jelaskan
pada
pasien
hubunga
n
kelelahan
dengan
proses
penyakit.
9. Kolabora
si dengan
ahli gizi
tentang
cara
32
meningka
tkan
intake
makanan
tinggi
energi.
10. Dorong
pasien
dan
keluarga
mengeks
presikan
perasaan
nya.
11. Catat
aktivitas
yang
dapat
meningka
tkan
kelelahan
.
12. Anjurkan
pasien
melakuka
n yang
meningka
tkan
33
relaksasi
(membac
a,
mendeng
arkan
musik).
13. Tingkatka
n
pembata
san
bedrest
dan
aktivitas.
14. Batasi
stimulasi
lingkunga
n untuk
memfasili
tasi
relaksasi.
34
2.12
Evaluasi
1. Mampu
mengontrol
nyeri
(tahu
penyebab
nyeri,
mampu
35
BAB III
TINJAUAN KASUS
ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN
DENGAN SLE (SISTEMIK LUPUS ERITEMATOSUS)
3.1 PENGKAJIAN
1. Biodata
Nama Klien
: Ny. A
Jenis kelamin
: Perempuan
Umur
: 35 tahun
Suku
: Jawa
Agama
: Islam
: Wiraswasta
2. Riwayat Penyakit
a. Keluhan Utama
Pipi dan Leher merah
Demam
Nyeri pada kulit yang memerah
Persendian terasa kaku
b. Riwayat Penyakit Sekarang
Klien datang ke UGD dengan keluhan merasa tidak nyaman
dengan kulit memerah pada daerah pipi dan leher, awalnya kecil
setelah 1 minggu bertambah besar, demam nyeri dan terasa kaku
seluruh persendian utamanya pada pagi hari.
c. Riwayat Penyakit Terdahulu
d. Riwayat Kesehatan Keluarga
36
3. Pemeriksaan fisik
Keadaan umum: Pasien tampak lemah
Kesadaran: Compos Mentis
Vital sign:
Tekanan Darah : 140/80 mmHg
Nadi : 96 x/menit
Suhu : 36,7 0C
Berat badan
: 59 kg
Rambut
Mata
Telinga
Hidung
Mulut
Inspeksi:
Dinding
dada
tampak
simetris,
tidak
tampak
Palpasi:
37
= kiri
Auskultasi:
Palpasi: Ictus Cordis teraba pada SIC VI 2 jari lateral LMCS dan
Perkusi:
: SIC II LPSD
: SIC II LPSS
: SIC IV LPSD
Pemeriksaan abdomen
Inspeksi
: Cembung
Auskultasi
Perkusi
Palpasi
Hepar
: Tidak teraba
Lien
: Tidak teraba
Pemeriksaan ekstremitas
Pemeriksaan
Edema
Sianosis
38
Ikterik
Reflek fisiologis
Reflek patologis
Nyeri sendi
Lebam
+
+
+
+
+
+
Pemeriksaan Penunjang
Hematologi
Darah Lengkap
Hemoglobin
: 9 g/dl
(14 18 g/dl)
Leukosit
: 23.980 /uL
(4800 10800/ul)
Hematokrit
: 25 %
(42 52 %)
Eritrosit
: 3,1 x106/ul
Trombosit
: 62000/ul
(150.000 400.000/ul)
MCV
: 81,7 fL
MCH
: 28.9 pg
(27 31 pg)
MCHC
: 35,4%
(33 37 %)
RDW
: 15,0 %
(11,5 14,5 %)
MPV
: 0,00 fL
(79 99 fL)
Hitung Jenis
Basofil
: 0.1%
(0.00 1.00 %)
Eosinofil
: 0,0%
(2.00 4.00 %)
Batang
: 1,5%
(2.00 5.00 %)
Segmen
: 94,9%
(40.0 70.0 %)
Limfosit
Monosit
: 2,%
: 1,5%
Penatalaksanaan Terapi
1. O2 3 lpm NK
2. IVFD RL 16 tpm
3. Inj Metil Prednison 3125 mg iv
4. Inj Furosemid 2 x 1 Amp iv
5. Inj Ketorolac 2 x 30 mg iv
39
(25.0 40.0 %)
(2.00 8.00 %)
40
3.4 Data
3.8 DS:
3.9 Paisen merasanyeri pada
kulit di daerah pipi dan leher
3.10
DO:
- Skala nyeri: 4 (Nyeri
sedang)
- Pasien tampak menyeringai
kesakitan
3
3.14
DS:
.
3.15
Klien merasa tidak
1
nyaman
dengan
kulit
3
memerah pada daerah pipi
2
dan leher.
3.16
DO:
Ruam pada pipi dengan
terbatas tegas
Lesi berskuama pada daerah
leher
3.17
3
3.21
DS:
.
3.22
Pasien mengatakan
41
3.5 Etiologi
3.11
3.18
3.24
Deformitas skletal
3.6 Masalah
3.12
Nyeri akut
3.19
Kerusakan
integritas kulit
3.25
Hambatan
mobilitas fisik
3
.
2
6
4
3
.
3
2
5
42
3.30
Perubahan dan ketergantungan
fisik serta psikologis yang di akibatkan
penyakit kronik
3.36
Peningkatan
rasa nyeri, depresi
aktivitas
penyakit,
3.31
3.37
Gangguan citra
tubuh
Keletihan
3.38
3.39
DIAGNOSA KEPERAWATAN
43
3.63
RENCANA KEPERAWATAN
3.64
Diagnos
a Keperawatan
1. Nyeri akut
3.65
3.68
Setelah
dilakukan
keperawatan
3.66
3.67
1. Observasi TTV
1. Mengetahui
3.69
TTV pasien
Rasional
perubahan
berhubungan
tindakkan
dengan inflamasi
2. Observasi respon
dan kerusakan
nyeri
nonverbal
terhadap nyeri
jaringan
kriteria hasil:
berkurang
dengan
2. Kerusakan
dari
ketidaknyamanan
3.70
3. Ajarkan
tentang
teknik
non
3. Kegelisahan berkurang
farmakologi : nafas
dan relaksasi
dalam,
relaksasi,
3.71
kompres
3.72
distraksi,
44
Intervensi
3.74
Setelah dilakukan
hangat/dingin
3.73
4. Kolaborasi
4. Menggunakan
pemberian analgetik
agens
integritas kulit
untuk menggunakan
berhubungan
2 x 24 jam, kerusakan
pakaian yang
3.75
longgar.
3.76
kulit
2. Jaga kebersihan
terjaga
dipertahankan (sensasi,
3.77
3. Mengetahui
pigmentasi)
adanya kemerahan.
4. Oleskan
4. Mengurangi
lotion/minyak/baby
daerah tertekan
mempertahankan kelembaban
tertekan.
1. Mengetahui
saat
3. Hambatan
Mobilitas
45
fisik
tindakkan
keperawatan
dan
berhubungan
beraktivitas
dengan defometas
2. Latih
skletal
berpindah
setelah
iritasi
pada
perubahan
pasien beraktivitas
pasien
dari
2. Melatih
pasien
dissus atrofi.
duduk ke kursi
3. Latih
3. Memandirikan
dalam
pasien
pemenuhan
untuk
pasien
beraktivitas
kebutuhan
ADL
secara mandiri
4. Dampingi
dan
3.80
bantu
saat
4. Membantu
pasien
3.79
pasien
penuhi
3.81
kebutuhan
ADLs pasien.
5. Berikan
bantu
jika
6. Ajarkan
alat
3.83
klien
3.84
46
Setelah
dilakukan
keperawatan
posisi
dan
berikan
jika
diperlukan.
1. Kaji secara verbal
tindakkan
berhubungan
respon
dengan perubahan
pasien
terhadap
menerima
pasien
bagaimana merubah
tubuh
dapat
5. Memudahkan
pasien
bantuan
3.85
mobilisasi
3.82
memerlukan
5. Gangguan citra
ADL
dan
nonverbal
klien
dan
keadaan
tubuhnya
ketergantungan
kriteria hasil:
dengan
tubuhnya
3.88
2. Jelaskan tentang
fisik serta
psikologis yang di
2. Mempertahankan
akibatkan penyakit
sosial
kronik
3. Mendeskripsikan
interaksi
secara
perawatan,
yang dideritanya.
kemajuan dan
3.89
prognosis
3.90
penyakit.
3.91
lain
kontak
individu
dalam
kelompok kecil
4. Dorong
47
Setelah
dilakukan
keperawatan
mempertahankan
interaksi
sosialnya
4. Mendorong pasien untuk
mengungkapkan
secara
perasaannya
terhadap
1. Monitor
tindakkan
dengan
energi
peningkatan
keletihan
adekuat
dengan
klien
mengungkapkan
berhubungan
teratasi
dan
dengan
3.94
paham
pengobatan,
3. Fasilitasi
5. Keletihan
2. Pasien
dan
nutrisi
sumber
yang
perubahan
fungsi
tubuh
1. Mengontrol asupan nutrisi
pasien
untuk
mengurangi
keletihan
2. Mengetahui apakah pasien
aktivitas penyakit,
kriteria hasil:
3.96
cemas
3.92
2. Kecemasan menurun
kecemasan
3. Mengetahui
3. Istirahat cukup
pasien
3.95
3. Monitoring
keletihan
pola
3.97
3.98
tidur/
4. Paien
istirahat
pasien
4. Ajarkan teknik
dapat
manajemen
3.99
aktivitas untuk
3.100
mencegah
kelelahan.
hubunga
5. Jelaskan pada
kelelahan
dengan
proses penyakit
pasien hubungan
3.101
kelelahan dengan
6. Meningkatkan
proses penyakit.
6. Kolaborasi
48
apakah
tingkat
mengurangi
2. Kaji
untuk
keletihan
3.102
intake
tentang cara
3.103
meningkatkan
3.104
intake makanan
7. Mengalihkan
tinggi energi.
pasien
7. Anjurkan pasien
melakukan yang
meningkatkan
relaksasi
(membaca,
mendengarkan
musik).
3.105
3.106
3.107
49
relaksasi
dengan
keletihan
aktifitas
3.108 BAB IV
3.109 PENUTUP
3.110
3.111
3.112
3.113
3.1 Kesimpulan
3.114
3.2 Saran
3.117
50
3.119
DAFTAR PUSTAKA
3.120
3.121
Jakarta: EGC
Nanda Internasional. 2012. Diagnosis Keperawatan.
Jakarta:EGC
3.124
3.125
Pedoman untuk
Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan
3.126
Pasien. Jakarta:
3.127
3.128
EGC
Corwin, Elizabeth J. 2000. Buku Saku Patofisiologi. Buku
Kedokteran
3.129
Kenali Jenis
3.130
Media
3.131
3.132
Komputindo
Smeltzer, Suzanne C. 2007. Buku Ajar Keperawatan Medikal
Bedah
3.133
51